expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 04 Juni 2016

Stay ( Part 17 )



Luke sakit. Suhu tubuh cowok itu amat tinggi sejak pagi tadi, tapi Luke menyembunyikannya dan berlagak baik-baik saja dihadapan Ibunya, Ashley dan teman-temannya. Setelah sarapan, Ibunya meminta izin untuk pergi karena ada acara. Mungkin malam nanti ia akan kembali. Liza menyuruh Luke menjaga Ashley dengan hati-hati. Luke menurut saja walau nyatanya kondisi tubuhnya sedang tidak baik-baik saja.

            Tami dan lainnya juga pergi entah kemana. Mungkin keluar kota untuk mengisi acara penting. Mereka tidak mengajak Luke karena mereka tau kalau Luke harus menjaga Ashley. Sebenarnya Calum tidak ingin ikut pergi karena ingin menjaga Ashley. Tapi karena sudah ada Luke akhirnya Calum ikutan pergi. Namun bagaimana bisa Luke menjaga Ashley sedangkan dirinya sudah merasa seperti orang yang sekarat?

            Obat-lah yang ia butuhkan tapi Luke mengumpat karena tidak ada persediaan obat. Nafsu makannya juga tidak ada. Mau minta bantuan Ashley tapi Luke tidak enak dengan Ashley. Sepertinya Luke harus menunggu Ibunya pulang. Hari ini memang aneh. Rumah sepi dan tidak ada satupun pembantu yang ada disini. Perlahan, Luke mengatur nafasnya dan berusaha menahan panas di tubuhnya. Tapi semakin lama Luke semakin tidak tahan. Rasanya seperti ingin pingsan saja. Bahkan menopang tubuhnya saja Luke merasa tidak kuat.

            “Kak Luke?”

            Samar-samar Luke mendengar suara seorang gadis yang ternyata adalah Ashley. Ashley menatap Luke dengan perasaan khawatir. Gadis itu menyentuh kening Luke yang cukup panas. Sudah bisa ia simpulkan kalau kakaknya sedang terkena demam. Ashley sudah mengetahui hubungan Luke dengan Novela yang sedang tidak baik, bahkan sangat tidak baik. Anehnya Luke sama sekali tidak tau penyebab Novela tega menjauhi Luke. Jadi apakah hubungan mereka sudah berakhir? Pasti Luke akan merasa sakit.

            “Aku tidak apa-apa.” Ucap Luke.

            Ashley menggeleng-gelengkan kepala. “Kak Luke sedang tidak baik. Ashley akan pergi ke apotik untuk membeli obat.” Ucapnya lalu bersiap-siap meninggalkan Luke.

            Namun Luke langsung menarik tangan Ashley. “Jangan! Kau juga sedang tidak baik. Aku akan menunggu Mom pulang.” Ucapnya.

            “Tidak kak. Kak Luke harus minum obat secepatnya. Ashley bisa keluar sendiri!” Ucap Ashley.

            Kakak-adik yang sama-sama keras kepala. Entahlah dari siapa mereka mewarisi sifat itu. Akhirnya Luke menyerah. Luke tidak bisa lagi melawan Ashley. Ia membiarkan Ashley pergi membeli obat walau sejujurnya Luke tidak tega membiarkan Ashley keluar sendiri. Ia yang harus menjaga Ashley tapi mengapa rasanya Ashley yang menjaganya?

***

            “Kau tidak apa-apa Cal?” Tanya Ashton.

            Mereka kini sedang istirahat makan siang di salah satu restoran terkenal di Sydney. Banyak sekali fans yang mengejar mereka tapi mereka seakan-akan ingin menyendiri dan mengabaikan para fans. Mereka tau hal itu salah karena tentunya akan menyakiti hati para fans namun sekali lagi mereka ingin menyendiri.

            Calum sedikit kaget mendengar suara Ashton. “Eh, aku tidak apa-apa.” Jawab Calum.

            “Tapi wajahmu terlihat pucat.” Ucap Ashton.

            Pesanan datang. Mereka langsung memakan pesanan mereka dengan lahap kecuali Calum. Entah mengapa pikirannya tertuju pada Ashley dan rasa khawatirnya pada Ashley menjadi besar. Calum tau ia terlalu berlebihan padahal disana Ashley baik-baik saja. Lagipula ada Luke yang selalu menjaga Ashley agar tidak ada hal buruk yang terjadi dengan Ashley.

            “Biar ku tebak. Pasti kau sedang memikirkan Ashley.” Ucap Michael dengan mulut yang dipenuhi makanan.

            Calum tersenyum lemah. “You’re right. I can’t stop thinking of her.” Ucapnya.

            “Sabar Cal. Sebentar lagi kita pulang.” Ucap Tami.

            “Kau ini, jauh dari Ashley beberapa jam saja sudah galau apalagi saat konser nanti. Ayolah, kau sangat beruntung bisa mendapatkan Ashley dan aku sudah mengikhlaskan demi sahabatku yang paling manis ini. Ashley akan baik-baik saja.” Ucap Ashton.

            Entahlah apakah Ashton sudah benar-benar rela melepaskan Ashley atau tidak. Calum masih ragu. Tapi Calum percaya pada Ashton kalau Ashton justru bahagia melihat hubungannya dengan Ashley. Apa yang diucapkan Ashton tadi memang benar. Baru saja beberapa jam jauh dari Ashley dan ia sudah gila seperti ini dan perasaan khawatirnya sangat berlebihan. Bagaimana jika konser nanti walau Calum tidak tau kapan 5 Seconds of Summer kembali lagi?

            “Aku masih penasaran dengan Luke. Maksudku hubungannya dengan Novela. Kasihan Luke.” Ucap Michael.

            “Hidupnya memang dipenuhi misteri dan teka-teki. Tapi percayalah dia akan baik-baik saja pada ujungnya.” Ucap Tami.

            Tiba-tiba ponsel Tami berdering. Tami melihat nama Luke di layar ponselnya. Rasanya cukup aneh. Luke hanya menelponnya jika ada sesuatu yang buruk terjadi. Tami langsung mengangkatnya dan saat itu juga ponsel yang ia pegang jatuh di lantai sehingga menimbulkan pertanyaan bagi Calum, Michael dan Ashton.

***

            “Ashley meninggal.”

            Dua kata yang cukup jelas yang Luke sampaikan ke Tami. Saat ini ia berada di rumah sakit dan berdiri disana seperti orang gila. Banyak wartawan yang mendatanginya namun Luke membentak semua orang yang mendatanginya. Kejadian itu sangatlah cepat dan Luke yakin sekali bahwa ia sedang bermimpi. Luke tidak bisa mengeluarkan air mata karena ia yakin sekali ia sedang bermimpi dan di dalam mimpi ia tidak akan bisa menangis karena hanya sebuah mimpi.

            “Luk..”

            Dokter yang selama ini merawat Ashley menemuinya dan menepuk-nepuk bahunya. Luke menatap nanar dokter itu. Salahnya. Semua ini salahnya. Ia yang menyebabkan Ashley meninggal karena kebodohannya. Ashley meninggal bukan karena kanker, tapi karena kecelakaan. Entahlah bagaimana bisa gadis itu mengalami kecelakaan parah hanya karena ingin membeli obat untuknya. Salahnya. Luke menyandarkan punggungnya di tembok rumah sakit dan masih tidak percaya dengan semua kejadian yang menimpanya.

            “Hidup dan mati seseorang ada di tangan Tuhan. Ashley meninggal karena Tuhan sangat sayang padanya dan ingin kembali di sisi-Nya. Jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Ucap dokter itu.

            Luke menatap dokter itu dengan tatapan tidak suka. “Aku akan membuktikan kalau Ashley masih hidup.” Ucapnya lalu berjalan cepat meninggalkan tempat itu.

            Luke berjalan dan rasanya seperti tidak menginjak tanah. Rasa sakit di tubuhnya menghilang dan digantikan oleh rasa sakit akibat semua yang telah terjadi padanya sejak awal. Mengapa? Mengapa ia selalu membuat orang-orang yang disayanginya meninggalkannya? Luke teringat dengan Tristan. Tristan rela menukar nyawa demi orang seperti dirinya dan kini giliran Ashley.

 Sesampai di ruang rawat yang terlihat menyedihkan itu, seorang suster mengantarnya masuk ke dalam dan Luke bisa melihat wajah pucat Ashley dan darah masih banyak mengalir hampir di seluruh bagian tubuhnya. Perlahan, Luke menyentuh kening Ashley yang diperban. Gadis cantik itu tidak merespon apapun. Kemudian Luke mencari urat nadi Ashley. Tidak ada. Sebisa mungkin Luke menahan bom yang ada di tubunya dan menjaganya agar tidak meledak. Bisa saja ia menjadi orang gila disini.

“Ash, kau meninggalkanku tanpa mengucapkan salam perpisahan. Sama seperti Tristan. Tapi aku masih bisa melihatmu walau dalam kondisi seperti ini.” Ucap Luke.

Beberapa perawat mencoba menahan tangis mereka. Entahlah bagaimana kejadian kecelakaan itu. Polisi menemukan motor Ashley yang terpelanting di jalan raya. Mungkin Ashley menabrak truk atau bus. Tapi saksi mata menemukan Ashley yang sudah tidak bernyawa di tempat kejadian.

Luke mengusap lembut rambut Ashley dan berharap sekali ini saja Ashley membuka mata. Kini, semuanya pergi dan Luke kembali sendiri. Tristan pergi dan Ashley pergi dan itu semua karenanya. Luke yang menyebabkan orang-orang yang disayanginya meninggalkannya padahal Luke sangat tidak menginginkannya. Apakah setelah ini ia yang akan menyusul mereka?

“Luke..”

***

            Saat ini Tami dan lainnya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat Ashley dirawat. Berita meninggalnya Ashley sudah tersebar dan tentu saja mereka sangat tidak percaya. Terutama Calum. Calum tidak mudah percaya dengan berita itu walau tadi Luke sudah memberitahunya secara jelas. Calum akan percaya jika ia yang melihatnya sendiri.

            “Ini semua mimpi! Aku yakin ini semua mimpi!” Ucap Ashton layaknya orang yang sedang panik.

            Hanya Calum saja yang terlihat tenang dan itu membuat Ashton heran. Apa saking shock-nya sehingga Calum memilih untuk diam. Tapi yang jelas, Calum pastilah begitu sakit dan pikirannya sama dengan yang ia pikirkan, yaitu ini semua hanyalah mimpi. Ashton merasa sangat kehilangan walau ia tidak memiliki Ashley. Dan kenapa Ashley bisa meninggal begitu saja? Ashton sempat membaca internet bahwa Ashley meninggal karena kecelakaan. Memangnya Ashley kemana saja sampai bisa kecelakaan? Lalu dimana Luke?

            “Aku heran. Mengapa Luke sampai tidak tau kejadian kecelakaan itu? Apakah Ashley diam-diam kabur dari rumah?” Ucap Tami.

            Percuma memiscall Luke. Nomor Luke tidak aktif. Tentu Tami bisa menebak perasaan apa yang sedang dirasakan Luke. Luke sangat terpuruk dan Tami berharap Luke baik-baik saja. Untuk yang kedua kalinya Luke ditinggalkan oleh orang yang sangat dia cintai. Ingin rasanya Tami menangis dan berharap ia bisa menggantikan posisi Luke agar Luke tidak merasakan kesedihan dan kesakitan lagi.

            “Cal kenapa kau terlihat tenang saja?” Tanya Michael. Sejak tadi cowok itu heran dengan sikap Calum.

            Namun Calum tidak mempedulikan ucapan Michael. Tatapannya kosong dan Michael mulai merasa khawatir dengan sahabatnya itu.

***

            “Luke..”

            Dada Luke berdesir tatkala mendengar suara lembut itu. Selanjutnya Luke merasa ada tangan yang menyentuh punggungnya. Luke membalikkan badan dan melihat senyuman yang sangat ia rindukan. Novela? Jadi dia sudah tau kalau Ashley sudah meninggal? Luke tidak mengerti apa mau Novela. Gadis itu datang padanya padahal sebelumnya gadis itu menjauhinya. Tapi Luke bisa menyimpulkan kalau Novela amat perhatian padanya. Mungkin Luke bisa menyelesaikan masalahnya dengan Novela.

            “Luk, aku.. aku..” Ucap Novela.

            “Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.” Ucap Luke.

            Gadis itu menangis. Luke melihat air mata Novela dan hatinya menjadi perih. Langsung saja Luke memeluk Novela dan gadis itu terisak dengan cukup keras. Sebisa mungkin Luke menenangkan Novela. Luke tersadar. Ia sudah kehilangan Tristan dan Ashley, dan Luke tidak ingin kehilangan Novela. Setelah membaik, Luke melepaskan pelukannya dan menatap Novela dengan dalam.

            “Maafkan aku jika aku ada salah denganmu. Aku tidak tau apa masalah kita tapi aku benar-benar minta maaf padamu.” Ucap Luke.

            “Aku tidak mau memikirkan itu dulu, okay? Aku hanya tidak menyangka mengapa bisa Ashley menjadi seperti itu? Dia sudah aku anggap sebagai adikku sendiri.” Ucap Novela.

            Luke menunduk sambil berusaha menarik nafasnya yang berat. Lalu ia mengangkat wajahnya. “Itu salahku. Aku yang membiarkan Ashley pergi tanpa penjagaanku.” Ucapnya.

            “Ohya? Memangnya Ashley pergi kemana?” Tanya Novela.

            “Sebenarnya aku sedang sakit. Ashley keras kepala dan dia nekat membeli obat untukku. Setelah itu semuanya menjadi seperti ini.” Jawab Luke.

            Mendengar penjelasan Luke, Novela langsung menutup mulutnya. Ashley meninggal karena ingin membeli obat untuk Luke. Betapa baiknya Ashley, sama seperti Tristan. Keduanya sangat menyayangi Luke melebihi apapun dan melakukan apa saja demi Luke. Pengorbanan mereka sangatlah besar.

            “Seandainya aku tidak sakit, Ashley tidak akan seperti ini.” Ucap Luke.

            “Sebaiknya kau istirahat. Wajahmu sangat pucat.” Ucap Novela.

            Kemudian, Liza datang. Langsung saja Luke memeluk Ibunya itu. Ibunya menangis dan sangat tidak percaya dengan apa yang terjadi pada Ashley. Hati Novela semakin terasa sedih dan teriris-iris melihat apa yang ada di depannya itu sampai ia melupakan masalah serius yang ia hadapi.

            “Maafkan Luke, Luke tidak bisa menjaga Ashley dengan baik.” Ucap Luke.

            “Ini semua takdir. Tuhan memang menginginkan Ashley kembali di sisi-Nya, juga Tristan. Tapi Mama harap, kamu jangan pernah meninggalkan Mama karena kamu satu-satunya anak Mama..” Ucap Liza.

            Selanjutnya, Ashley dipindahkan ke ruangan khusus dan banyak sekali teman-teman Ashley menangis melihat Ashley yang terbaring tanpa nyawa di ranjang. Terutama Vee. Vee sangat tidak menyangka ia kehilangan sahabat sejatinya. Baginya, Ashley tak akan tergantikan dan tidak ada seorangpun yang bisa menggantikan Ashley.

            Luke dan Novela sudah pulang ke rumah. Karena itulah mereka tidak sempat bertemu dengan Tami, Calum, Michael dan Ashton. Novela rasa ia harus merawat Luke karena kondisi Luke sangat tidak baik. Novela takut jika ia kehilangan Luke karena baginya Luke adalah hal terindah yang pernah ia miliki.

            Di kamar, dengan sabar Novela menyuapi Luke berupa bubur hangat walau nyatanya Luke tidak mau makan. Perutnya mual dan ucapan Luke mulai ngawur. Katanya, Luke ingin menyusul Ashley karena sudah tidak sanggup lagi dengan hidpnya ini.

            “Kalau kau mati, aku juga ikut mati.” Ucap Novela.

            Entahlah sejak kapan gadis itu berbaring di samping Luke dan ini pertama kalinya ia melakukan hal itu dengan Luke. Jarak wajah mereka sangatlah dekat. Pikiran Luke saat ini tidak jernih dan bisa saja Luke melakukan hal-hal di luar kesadarannya. Dengan berani, Luke melingkarkan tangannya di leher Novela dan wajah mereka tanpa jarak sedikitpun. Hidung mereka saling bersentuhan. Anehnya Novela sama sekali tidak takut. Bahkan gadis itu siap jika Luke melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan.

            “Kau tau, aku sampai lupa kalau aku punya masalah yang serius. Aku sama hancurnya denganmu.” Ucap Novela.

            “Memangnya kau kenapa?” Tanya Luke.

            “Aku.. Aku..”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar