Finally
.
Besok. Besok adalah hari dimana One
Direction melakukan konser pertama mereka dan mereka akan menyanyikan lagu-lagu
di album pertama mereka. Ada satu hal yang hampir mereka lupakan. Yaitu besok
adalah hari dimana Austin kembali di sisi-Nya. Sudah setahun dan itu sangat
lama. Tidak tau kenapa hari pertama konser mereka sama dengan hari dimana
kematian Austin. Apakah itu hanya sebuah kebetulan atau lainnya?
Tentu saja Liam dkk begitu semangat
dengan konser pertama mereka. Mereka tidak sabaran untuk membuat directioners
berteriak dengan kenang. Latihan demi latihan sudah mereka lakukan dan mereka
yakin sekali hasilnya akan baik.
Malam itu, Harry sengaja mengajak
Emma jalan keluar tuk menghirup udara malam. Mungkin malam ini adalah malam
terakhirnya bersantai dengan Emma sebelum tour. Besok tour sudah dimulai.
Pertama-tama mereka tour keliling Inggris lalu menjelajai benua Eropa. Bukankah
menyenangkan? Lagipula Harry penasaran gimana menara Eiffel itu karena jujur
saja ia belum pernah mengunjungi Perancis. Mengerikan bukan?
“Kau pasti tidak sabar melihat
Eiffel.” Kata Emma.
“Ya. Aku ingin kau juga ikut kami.
Aku ingin menikmati indahnya pemandangan di Paris bersamamu.” Ucap Harry.
Emma tersenyum. “Tentu saja. Apa kau
tidak cemas atau merasa gugup dengan konser pertama kalian yang diadakan besok
malam?” Tanyanya.
“Tidak. Bahkan aku begitu semangat.
Niall dan lainnya juga semangat.” Ucap Harry.
Tiba-tiba ekspresi wajah Emma
berubah. Gadis itu memberhentikan langkahnya mengingat akan hari ini. Dan juga
besok. Emma sadar, besok adalah hari dimana ia ditinggal pergi oleh Austin.
Tepatnya sudah satu tahun. Emma tidak menyangka waktu berjalan begitu cepat. Ah
ya, bagaimana kabar Austin? Apa Austin baik-baik saja disana?
“Ada apa?” Tanya Harry.
“Ti.. Tidak. Aku hanya.. Aku hanya
teringat Austin. Maaf.” Jawab Emma.
Harry meghela nafas panjang. Ia juga
baru sadar besok adalah hari kepergian Austin dari dunia ini. Pemuda tampan itu
seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Namun di wajahnya tampak sedikit pucat
dan juga takut.
“Kau tidak marah kan aku menyebut
nama Austin?” Tanya Emma. Takut-takut jika Harry cemburu.
“Tidak. Tapi aku sedih mengingat
hari esok. Aku janji akan menyanyikan lagu spesial untuk Austin.” Kata Harry.
Emma tersenyum sambil menatap wajah
Harry dengan sangat dalam. Ia begitu mencintai Harry dan tidak ingin kehilangan
Harry. Entah mengapa air matanya turun membahasi pipinya. Harry langsung memeluk
Emma dan Emma merasa nyaman dengan pelukan itu. Ia berharap Harry akan terus
memeluknya.
Sambil terisak-isak, Emma berbicara
secara perlahan. “Aku sudah kehilangan Austin. Dan aku tidak mau kehilanganmu.”
Ucapnya.
Harry pun tidak bisa menahan air
matanya. Maka setetes air mata turun membahasi pipinya. “Aku juga. Aku juga
tidak ingin kehilanganmu.” Balasnya sambil mengeratkan pelukannya.
“Tapi.. Besok kau dan lainnya tour
dan itu pasti sangat lama.” Ucap Emma.
“Iya. Aku tau Emm. Inilah hidupku
dan aku harus menjalaninya. Kau juga. Rajin-rajin belajar agar cita-citamu
terkabul dan jaga dirimu baik-baik. Meski aku tidak ada disampingmu, aku selalu
merasa berada dekat denganmu. Percayalah.”
Pelukan itu semakin erat dan tangis
Emma semakin menjadi-jadi. Mengapa hidupnya sesulit ini? Dulu saat ia pacaran
dengan Austin, Austin jarang meluangkan waktu untuknya karena kesibukannya
sebagai bintang. Dan sekarang Harry. Emma tau Harry adalah seorang bintang baru
yang banyak digemari jutaan gadis. Dan ia adalah gadis yang paling beruntung.
Ya, Emma sadar akan hal itu.
Perlahan, pelukan itu semakin
longgar dan Emma tidak ingin pelukan hangat itu lepas dari tubuhnya. Sebagai
gantinya, Harry memegang pundaknya dengan kedua tangannya seakan-akan memberinya
energi.
“Suatu hari nanti, aku akan datang
menemui orangtuamu dan kita akan menikah. Aku janji.” Ucap Harry sambil
tersenyum.
Emma pun ikut tersenyum. “Aku pegang
janjimu.”
Terdiam sesaat. Sepertinya Harry
ingin mengucapkan sesuatu, tapi ia ragu. Tau hal itu, Emma langsung bicara.
“Ada apa?” Tanyanya lembut.
Mendengar suara lembut Emma, Harry
jadi malu. “Aku.. Aku hanya ingin menciummu. Boleh?”
Sebisa mungkin Emma menahan tawanya.
Ekspresi Harry lucu sekali. Apa memang harus meminta izin dulu? Bahkan dulu
Austin suka menciumnya secara mendadak. Entah di pipi maupun di bibir dan Emma
tidak bisa menolaknya.
“Siapa takut!” Ucap Emma.
Sepertinya Harry mulai berani. Ia
menutup jaraknya dengan Emma sehingga mereka tidak dibatasi oleh jarak. Tubuh
mereka sudah berdekatan dan Emma tidak bisa menyembunyikan detakan jantungnya.
Harry mendekati wajahnya dengan wajah Emma yang sedang menunduk. Ia pun
mengangkat dagu Emma secara perlahan dengan tangan kanannya.
“Katanya tidak takut.” Goda Harry.
Emma tersenyum dan keduanya pun
berciuman di bawah sinar lampu yang menerangi malam itu. Di atas sana, bulan
tidak terlalu terlihat jelas karena tertutupi mendung. Bintang-bintang pun sama
sehingga tidak bisa menyaksikan sepasang kekasih yang sedang bahagia itu. Emma
begitu menikmati ciumannya dengan Harry. Begitu pula dengan Harry. Mereka
berciuman cukup lama dan Harry enggan melepaskan ciumannya dengan Emma.
Setelah dirasa cukup lama, perlahan
Harry melepaskan ciumannya. Sebuah ciuman yang begitu indah. Emma pun sama. Itu
adalah ciuman terindah sepanjang masa. Kalau boleh jujur, ciuman Harry lebih
dahsyat dibanding ciuman Austin.
“Itu adalah ciuman pertamaku.” Ucap
Harry.
“Ohya? Apa sebelumnya kau belum
pernah berciuman dengan seorang gadis?” Tanya Emma.
“Belum. Kaulah ciuman pertamaku. Ya,
malam ini.” Jawab Harry.
“Wah, aku tidak nyangka bahwa aku
adalah ciuman pertamamu.” Ucap Emma.
Memang benar. Selama hidupnya ini
Harry tidak pernah berciuman dengan gadis manapun dan malam inilah pertama kalinya
dimana ia berciuman dengan seorang gadis. Ya. Emma-lah ciuman pertamanya.
“Aku berharap, kau juga menjadi
ciuman terakhirku.” Ucap Harry.
“Ciuman pertama dan terakhir.” Ucap
Emma sambil tersenyum.
“Hei! Itu salah satu judul lagu di
album pertama One Direction.” Ucap Harry sambil tertawa.
***
Hari ini. Ya, hari ini! One
Direction sudah siap untuk membuat para directioner kehabisan nafas dan suara.
Konser ini adalah konser pertama mereka dan mereka yakin sekali semuanya akan
berjalan dengan lancar.
“Ada apa Harr?” Tanya Liam yang
melihat Harry lain dari biasanya.
Mendengar suara Liam, Harry
tersadar. “Tidak ada kok. Hanya merasa aneh saja. Entah mengapa perasaanku
menjadi tidak enak dan aku terus saja teringat dengan Emma.” Jawab Harry.
Liam tersenyum. “Kau terlalu
mencintainya. Ayolah! Kali ini saja lupakan Emma dan fokus dengan konser nanti.
Oke?”
Semuanya pun berkumpul menjadi satu.
Beberapa menit lagi mereka akan tampil. Bisa didengar jeritan dari luar sana
yang kebanyakan adalah suara para gadis. Yaiyalah. Tidak banyak cowok-cowok
yang mengidolakan band seperti One Direction. Apalagi teriak-teriak seperti
itu.
“Oke! Let’s go and do the best!”
Ucap Liam untuk yang terakhir kalinya.
***
Teriakan para gadis sudah terdengar
begitu jelas. Seorang pemuda kurus yang mengenakan jaket tebal tersenyum puas
menatap ribuan gadis itu. Benar-benar menakjubkan padahal ini konser pertama
One Direction. Pemuda kurus itu mengeratkan jaket yang ia pakai. Walau udara
cukup panas, namun pemuda itu merasa dingin. Apa tubuhnya sudah tidak kuat
lagi?
Pemuda itu teringat dengan
percakapannya dengan sahabatnya. Tepatnya dua hari yang lalu.
“Apa kau yakin akan melakukannya?”
“Ya.
Aku yakin sekali.” Jawab pemuda itu.
Sahabatnya
itu menghela nafas panjang. “Kenapa kau begitu tidak menyukai jika dia bahagia?
Jangan pikirkan masa lalumu itu. Dia itu bermaksud baik. Kau jangan egois.”
Pemuda
itu tersenyum sinis. “Austin sudah mati. Sebentar lagi aku mati. Dan dia juga
harus mati!”
Setelah
mengucapkan kalimat itu dengan kasar, pemuda itu terbatuk-batuk. Penyakitnya
semakin parah dan ia hanya bisa menunggu panggilan Tuhan. Namun ia masih
bersyukur diberi sedikit umur panjang untuk menuntaskan dendamnya agar semuanya
selesai dengan damai. Biarlah orang mengatakan ia egois atau apa. Tapi itulah
keinginannya.
“Luk,
cobalah berpikir baik-baik. Lagipula, kau tidak bisa menuntaskan dendanmu
dengan cara itu. Lagipula lusa adalah konser One Direction.”
“Aku
tidak peduli!”
Percakapan itu masih terekam jelas di
otaknya. Apa benar ia akan melakukannya? Apa benar ini adalah akhir dari
semuanya? Hatinya masih terasa sakit akan kematian Austin dan dialah orang yang
membunuh Austin karena kesalah pahaman! Ia kira Austin sudah tidak mencintainya
lagi karena telah mencintai seorang gadis bernama Emma dan itu semua karena
Harry! Ya! Karena Harry! Dan saat ia melihat mobil Austin yang rusak dan pada
saat itu Austin sekarat, Austin mengatakan kalau dia masih mencintainya, bukan
Emma. Saat itulah ia menyesal.
Harry memang benar. Harry mencoba
menyembuhkannya juga Austin. Tapi rasa cintanya pada Austin sudah tidak bisa
dihapus. Ia terlalu mencintai Austin dan tidak tau kenapa. Padahal dulu ia dan
Austin adalah bersahabat. Ya, ia mengakui bahwa ia gay dan membuat Austin
ikutan gay juga dan Harry tidak suka akan hal itu. Tapi bagaimanapun juga,
Harry tidak memiliki hak untuk menjauhkannya dari Austin sekalipun ia salah.
Itulah penyebab ia membenci Harry dan ingin Harry menderita.
Lampu-lampu mulai menyala dan musik mulai
terdengar. Jeritan penonton semakin keras. Luke, pemuda itu kini berada di
kerumunan penonton. Namun tempatnya cukup strategis jadi tidak ada yang peduli
dan curiga dengannya. Gadis-gadis itu terlalu serius menatap ke depan.
One Direction pun muncul dan mereka
menyanyikan lagu Up All Night yang adalah salah satu lagu dari The Potatoes.
Tentu saja hal itu membuat mereka
rindu pada Austin. Di atas panggug, Harry begitu bersemangat. Dia begitu
energik dan suaranya terdengar bagus. Begitupun dengan yang lain. Malam itu One
Direction begitu semangat.
‘Bintang
yang sempurna!’ Batin Luke.
“I
wanna stay up all night
And jump around until we see the sun
I wanna stay up all night
And find a girl and tell her she's
the one…”
Suara mereka begitu terdengar semangat hingga membuat para penonton ikut
semangat juga dan hampir dari sebagaian mereka ikut mengikuti lagu yang
berjudul Up All Night itu. Semua orang tampak bergembira. Tentunya kecuali
Luke, si pemuda yang dikabarkan sudah menghilang dan tidak ada yang tau dimana
keberadaannya. Diam-diam ia rindu dengan kariernya sebagai seorang penyanyi. Ia
sangat iri dengan Harry di panggung sana.
Tidak terasa konser berjalan cukup lama dan ini adalah sebuah lagu
penutup. Sebuah lagu yang khusus diciptakan oleh Harry dan Harry sendiri yang
akan menyanyikan lagu itu. Dengan gitar cokelatnya, Harry duduk seorang diri di
tengah panggung sementara Liam dan lainnya bersembunyi di belakang sana. Mereka
tidak sabaran menunggu aksi Harry dengan gitar itu. Sementara Harry, pemuda itu
menatap para penonton dengan senyuman. Jujur saja, ia begitu lelah namun ia
tetap bersemangat dan senang.
Tiba-tiba, Harry tidak sengaja bertatapan dengan seorang pemuda yang
sudah lama tidak ditemuinya. Luke, ya Luke! Luke tampak berubah. Jadi selama
ini Luke bersembunyi? Harry tau kabar tentang The Invisible yang bubar karena
kehadiran One Direction dan saat itulah Luke menghilang. Harry memejamkan kedua
matanya. Kemudian jari-jarinya mulai menyentuh senar gitar itu sehingga
menciptakan sebuah nada yang indah.
Mungkin lagu ini ia khususkan untuk orang-orang yang begitu tulus
menyayanginya dan ia tidak bisa hidup tanpa orang itu. Termasuk Austin. Ia
memiliki masa lalu yang indah bersama Austin, juga Luke. Ia memiliki sebuah
rahasia yang selama ini ia pendam. Sebuah rahasia yang ada hubungannya dengan
Austin dan Luke. Bahkan Ele pun tidak mengetahui rahasianya. Namun ia sudah
menulis kisahnya pada Ele dan Harry yakin sekali Ele akan membacanya.
You've been sleeping with my sweater
And that you can't stop missing me
Bet my friend's been telling you
I'm not doing much better
Cause I'm missing half of me..”
Baru saja Harry menyanyikan bait
pertama dari lagu itu, membuat suasana berubah menjadi sunyi. Tidak ada
sekecilpun teriakan. Harry sempat melirik ke arah Luke yang juga sedang
melihatnya. Harry tidak bisa menebak bagaimana ekspresi Luke.
“And
being here without you is like I’m waking up to
Only half a
blue sky kinda there but not quite
I’m walking
around with just one shoe
I’m half a
heart without you
I’m half a
man at best with half an narrow in my chest
I miss
everything we do I’m half a heart without you..”
Tanpa sepengetahuannya, Emma yang juga
menonton konser One Direction menangis. Ia menangis mendengar suara Harry yang
begitu terdengar berat. Emma terus saja menatap Harry seperti ia tak ingin
kehilangan Harry.
“Without
you.. Without you…
Half a
heart without you
Without
you.. Without you…
I’m half a
heart without you..”
Setelah menyelesaikan lagu itu, Harry tersenyum
menyaksikan fansnya yang menangis. Entah mengapa hatinya ikut sedih juga dan
Harry tidak bisa menahan air matanya. Tidak ada salahnya meneteskan air mata di
hadapan ribuan penonton. Tiba-tiba ia teringat dengan Austin dan ia merasa
seperti ada suara Austin yang sedang memanggil namanya. Dan Harry bisa
merasakan sentuhan tangan Austin. Ya, ia begitu rindu dengan sahabatnya itu.
Austin.
“HARRY !!!”
Harry merasa tubuhnya melemas dan
perutnya terasa perih. Sangat perih. Dan Harry sadar saat ia meraba perutnya,
tangan kanannya berubah menjadi merah. Dalam suasana seperti itu, Harry masih
sempat mencari keberadaan Luke yang sudah tidak ada di tempatnya. Semakin lama,
kepalanya semakin pening dan ia pun tidak sadarkan diri.
***