“You
never listen to me I know I’m better off alone
Everybody
know it’s true we all see through you
No it
won’t be hard to do throw away my stuff from you
And
I’ll wait for her to come she won’t break my heart
Cause
I know she’ll be from Australia
She’s
so beautiful, She’s my dream girl..”
***
Kuliah hari ini cukup sampai disini.
Aku merapikan buku-ku dan kumasukkan ke dalam tasku. Aku benar-benar bahagia
saat ini. Entahlah apa yang membuatku bahagia. Sudah satu tahun aku kuliah dan
rasanya amat menyenangkan. Aku mengambil jurusan Desain Grafis di University of
Sydney. Hei.. Hei! Aku lupa menceritakan kalau Farah Sarasvati Waston setelah
lulus SMA memutuskan untuk kuliah dan menetap di negeri kanguru itu, yaitu
Australia. Mom dan Dad mendukung keputusanku walau mereka tetap tinggal di
Indonesia. Tak apa. Masih banyak saudara-saudaraku yang tinggal di Sydney.
Sekarang usiaku sembilan belas tahun
dan beberapa bulan ke depannya menjadi dua puluh tahun. Mom dan Dad berjanji
akan datang ke Sydney untuk merayakan ulang tahunku yang ke-20 tahun. Tapi
bertambahnya umur, aku tidak merasakan perubahan apapun. Aku tetaplah Farah
yang sikapnya seperti anak-anak. Namun hidup harus kita jalani dan kita tidak
usah khawatir akan pertambahan usia.
Aku memiliki dua sahabat yaitu
Alison dan Joe. Kami sama-sama mengambil jurusan Desain Grafis. Entah bagaimana
awalnya aku tertarik mengambil jurusan itu karena aku suka dengan seni. Setelah
merapikan tas, Alison melambaikan tangan. Aku pun cepat-cepat keluar menemuinya
lalu merangkulnya. Jarak antara rumah kami tidak jauh. Aku bisa berjalan kaki
menuju rumah Alison. Rumah Joe baru jauh.
“Umurmu sudah hampir dua puluh tahun
dan kau masih belum punya pacar. Ngomong-ngomong, Andy tertarik tuh sama kamu.”
Ucap Alison.
Pipiku memerah mendengar ucapan
Alison. Andy adalah kakak angkatanku dan dia sangat baik padaku. Mom sudah
jatuh cinta pada Andy dan suka menjodoh-jodohkanku dengan Andy. Tapi sungguh,
aku tidak jatuh cinta pada Andy. Aku hanya menyukainya sebagai teman. Entahlah
mengapa sampai saat ini aku masih sendirian. Aku cukup takut dengan cinta dan
tidak berani jatuh cinta. Kejadian kurang lebih dua tahun lalu yang membuatku
takut menghadapi cinta dan hampir membuatku gila. Tapi aku sudah melupakan
semuanya dan menjadi Farah yang ceria.
Aku ingat saat tiba di Indonesia,
aku langsung memeluk Mom, lalu Dad dan Rachel. Rachel amat merindukanku walau
dia cukup nakal dan suka membuatku kesal. Perasaanku yang pada dasarnya masih
sakit lama-kelamaan menjadi baik. Aku tidak menceritakan tentang “dia” pada Mom
dan keadaanku yang sudah tidak perawan lagi. Biarlah itu menjadi rahasia-ku dan
saat aku nikah nanti, aku baru membuka aib-ku dan yah, aku tak mau memikirkan
itu. Zaman sekarang hanya sedikit cewek yang masih perawan.
Di dekat cafee yang tak jauh dari
kampus-ku, aku sengaja memasuki cafee itu sedangkan Alison dan Joe langsung
pulang karena mereka kelelahan. Aku datang kesini hanya menumpang wifi gratis
karena aku sedang membutuhkan sesuatu yang hanya bisa di cari di internet. Saat
aku duduk di kursi cafee, pandanganku tak sengaja ku arahkan ke sebuah meja
paling ujung tepat dimana seorang cowok berkaus hitam polos yang sedang bermain
handphone. Aku mengerutkan keningku. Apa aku salah lihat? Tapi dia sangat mirip
dengan..
Tiba-tiba saja cowok itu menatapku.
Jantungku berdebar-debar. Matanya sangat aku kenali dan mampu membuatku
meleleh. Sepertinya cowok itu tampak kaget menatapku. Apa aku aneh? Lalu cowok
itu mendatangiku. Perasaanku menjadi tidak enak. Aku takut, sungguh.
“Farah?” Tanya cowok itu.
Aku menatapnya. Pandangan kami
bertemu. Mata birunya masih seindah dengan mata birunya yang terakhir aku
lihat. Dia tersenyum. Senyuman-nya tidak berubah, bahkan aku bisa menemukan
lesung pipi di pipi kanannya. Apakah dia? Mengapa dia bisa ada disini? Apa yang
dia lakukan disini? Mengapa Luke ada disini?
“Kau Farah kan?” Tanya cowok itu
sekali lagi.
Aku mengangguk pelan, mencoba
menenangkan detakan jantungku yang nakal. Jadi Luke masih mengingatku. Ku kira
dia sudah melupakanku. Semua memori yang sudah aku hapus hadir lagi. Semua
kisah kami selama musim panas di London terulang kembali di otakku. Tentang
kejadian mengerikan, tentang dia yang mengatakan bahwa dia mencintaiku, dan
tentang dia yang tega sekali meninggalkanku tanpa sebab. Luke duduk di depanku
dan rasanya tak sanggup menatap wajahnya yang dulu sangat aku puja mati-matian.
Luke. Dia tetap sama dan tidak berubah. Tapi penampilannya jauh lebih dewasa
dibanding penampilannya yang dulu. Perasaan cinta yang sudah lama aku hapus
datang kembali. Tidak. Aku tidak boleh jatuh cinta lagi padanya.
“Aku tak menyangka bisa bertemu
disini. Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Luke.
Aku menatapnya heran. Seharusnya aku
yang menanyakan hal itu padanya. “Kau juga, untuk apa kau kemari?” Tanyaku.
Luke tersenyum dan menahan tawanya.
Astaga aku geregetan sekali. Ingin rasanya aku memeluk Luke mengingat dulu Luke
sering memeluk dan menciumku dengan mesra. Tak ku sangka Tuhan mempertemukan
kami lagi. Aku jadi ingat. Akhir dari kisah hidupku sangat menyedihkan dan
inilah sekuel-nya. Aku dipertemukan kembali dengan Luke dan berharap akan
terjadi suatu keajaiban.
“Luke, aku kuliah disini. Sudah satu
tahun aku kuliah di Sydney.” Jawabku.
Luke melebarkan matanya. “Yang benar
saja! Kenapa aku tak pernah melihatmu?” Tanyanya.
Jujur saja aku tak mengerti dengan
apa yang Luke katakan. Jadi Luke sering kesini? Jangan-jangan…
“Keluargaku adalah keluarga full
Australia dan aku tidak memiliki campuran apapun. Beda dengan Michael. Dia
memiliki darah campuran yang beragam. Sialnya aku tak pernah memberitahumu
darimana asalku dan aku hanya tau kau dari Indonesia. Tapi bukankah jarak
antara Indonesia dengan Australia sangat dekat?” Ucap Luke.
Mataku berkaca-kaca dan rasanya
ingin menangis. Luke juga sama. Kami sama-sama bodoh karena tidak pernah
bertanya tentang asal-usul satu sama lain. Michael juga. Ah aku sangat-sangat
bodoh. Jika saja aku tau Luke adalah warga Australia, tidak mungkin Luke
meninggalkanku karena aku juga ada campuran Australia meski kewarganegaraanku
adalah Indonesia.
“Luke.. Aku.. Aku tidak menyangka!
Aku.. Ayahku adalah warga Australia dan Ibuku adalah warga Indonesia. Jadi..”
Belum sempat aku melanjutkan
ucapanku, Luke langsung memelukku dan aku menangis dipelukannya. Sungguh aku
sangat bahagia sekali. Pelukannya sama seperti pelukan yang dulu, tapi pelukan
sekarang jauh lebih hangat. Ahya, Luke semakin tinggi saja dan tubuhnya lebih
berbentuk dibanding yang dulu. Aku tersenyum. Luke yang sekarang adalah Luke
yang lebih tampan dan dewasa dibanding Luke yang dulu. Banyak sekali pertanyaan
yang ingin aku tanyakan padanya.
“Maafkan aku Farah. Aku sangat
menyesal karena sudah meninggalkanmu. Tapi aku disini. Aku berjanji untuk
selalu ada di sisimu walau aku tidak tinggal di Sydney, tapi di Canbera karena
aku kuliah disana. Tapi keluargaku tetap tinggal di Sydney. Jadi apa aku harus
pindah kuliah agar bisa terus ada disampingmu?” Ucap Luke.
Aku tertawa mendengar ucapannya.
Jadi apakah Luke masih mencintaiku? Oh Tuhan! Betapa indahnya hidup ini. Aku
mau menjadi kekasih Luke saat itu juga. Aku mencintainya dan akan terus
mencintainya. Bahkan aku ingin cepat-cepat menikah dengannya.
“Marry
me.” Ucap Luke.
Sialan Luke. Aku baru berusia
sembilan belas tahun dan dia sudah berani melamarku? Yang benar saja. Aku
memukul bahunya dan Luke pura-pura kesakitan. Kemudian kami tertawa
bersama-sama. Luke.. Tuhan memang sudah menakdirkan kalau kau dan aku akan
dipertemukan lagi, terimakasih Tuhan…
“Kalau aku menikah denganmu, di
malam pertama akan terasa membosankan karena kau sudah pernah melakukannya
padaku.” Ucapku malu sambil mengingat kejadian saat dimana Luke dan aku terbawa
nafsu yang sudah tidak bisa kami atasi lagi.
“Tapi kau mau kan menjadi
bidadari-ku? Ayolah. Aku tak sabar untuk menciummu.” Ucap Luke.
Apa hubungannya coba menjadi bidadari-ku dengan menciummu? Tentu Luke tau diri. Dia tak
mungkin menciumku di cafee karena ramai. Jika saja kami bertemu di tempat yang
sepi, tentu Luke sudah menciumku. Ah, aku sangat merindukan ciumannya.
“Aku mau Luk menjadi seseorang yang
penting dalam hidupmu. Awalnya sih aku merasa sakit karena perbuatanmu yang
tega meninggalkanku. Tapi itu semua karena salah kita berdua. Jika saja aku tau
kau berasal dari Australia, aku berani bertaruh kau tak akan meninggalkanku.”
Ucapku.
“Ya.. ya.. aku tau. Seharusnya aku
menaruh curiga padamu. Tidak mungkin kau berdarah asli Indonesia dan pada
akhirnya kau menemuiku, seharusnya aku yang menemuimu..” Ucap Luke.
Setelah kangen-kangenan, Luke
mengajakku menuju tempat yang agak sepi. Sialan Luke. Apa dia ingin menciumku
dengan segala nafsunya? Aku takut kalau kami tidak bisa menjaga nafsu dan
melakukan hal berbahaya seperti itu. Aku berjalan di samping Luke dan Luke
menggenggam tanganku dengan erat. Luke benar-benar tinggi sekarang dan aku
seolah-olah menjadi kurcaci. Entah tempat apa ini yang jelas cukup nyaman dan
jauh dari keramaian. Aku menatapnya dan Luke memberikan senyuman manisnya.
“Bolehkah aku bersandar di dada-mu?”
Tanyaku malu-malu.
Tanpa menjawab pertanyaanku, Luke
langsung menarikku dan aku jatuh di dalam pelukannya. Aku jadi ingat di malam
itu. Aku bersandar di dada Luke dan Luke menaruh dagunya di puncak kepalaku.
Sungguh romantis. Sentuhan tangan Luke membuatku merinding. Aku memejamkan
mataku. Aku rasakan ciuman hangat di puncak kepalaku. Luke.. Aku sangat
mencintaimu.
“Bagaimana kabar Mike, Calum dan
Ashton?” Tanyaku.
“Kabar mereka baik. Bahkan Michael
sudah punya kekasih yang sangat cantik.” Jawab Luke.
Aku bersyukur karena Michael sudah move on dan menemukan gadis yang pantas
dia cintai. Tapi aku tak akan melupakan saat-saat dimana aku bersamanya,
saat-saat dimana aku menjadi kekasihnya walau hanya dalam waktu yang singkat.
Michael adalah sahabat baikku dan aku menyayanginya. Pelukan Luke terasa
semakin erat dan aku benar-benar… ah sulit untuk dijelaskan. Ku harap aku bisa
mengendalikan nafsu-ku dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ku harap
Luke juga seperti itu.
“Besok aku akan kembali ke Canbera.
Aku harap kau tidak gila karena tidak melihatku dalam beberapa minggu
kedepannya.” Ucap Luke.
Sedih rasanya mendengar ucapan Luke
yang mengatakan kalau dia harus kembali ke Canbera. Tapi inilah hidup yang
harus kami jalani. Aku jadi teringat dengan Alex dan hubungan jarak jauh kami
yang sangat menyakitkan. Sydney-Canbera tidak semenyakit Indonesia-Inggris. Aku
tentu sanggup dengan hubungan jarak jauh yang akan kami hadapi.
“Tentu. Aku sudah biasa dengan
hubungan jarak jauh karena aku sudah pernah mengalaminya.” Ucapku sambil
tersenyum.
Dengan gerakan cepat dan tidak
diduga, Luke mencium bibirku dan tentu saja aku berani menantang ciumannya.
Ciuman yang cukup lama dan merupakan candu bagiku. Suatu hal yang lebih dahsyat
dibanding meminum alkohol. Ah aku ngomong apa ya? Aku dikenal alim di kampus
tapi jika aku bersama Luke, aku seperti seorang jalang yang tak mau menjaga
diri. Tapi aku berjanji untuk tidak melakukan hal buruk bersama Luke, aku
janji. Ciuman kami berakhir dan ditutup oleh ciuman hangat di keningku. Lalu
Luke menatapku dengan tatapan yang sangat lekat dan rasanya aku ingin.. Argh!!!
“Bolehkah aku membuka pakaianmu?”
Tanya Luke dengan suara menggoda.
Aku langsung memukul bahunya.
“Sialan kau, Luk. Jangan berani meruntuhkan pertahananku karena pertahananku
cukup rapuh. Hanya melihat wajahmu saja aku sudah cukup lemah.” Ucapku.
Luke tertawa lalu mengacak-acak
rambutku. “Swear. Aku tidak akan
menyentuhmu sebelum kita menikah. Aku janji.” Ucapnya.
Kami sama-sama tertawa dalam
kebahagiaan. Berkali-kali aku menyentuh pipinya dan hidungnya yang membuatku
gemas. Iya Luk, aku juga berjanji untuk selalu menjaga diri dan jangan membuat
pertahananku runtuh. Aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin kehilanganmu.
Jadi, kita sama-sama menjaga pertahanan kita dan cinta kita. Ku harap hubungan
kita baik-baik saja dan aku tidak ingin hubungan kita berakhir seperti
hubunganku dengan Alex.
Ya. Aku harap begitu.
***
THE END!