expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 18 Maret 2016

Summer 2015: ( 23 ) When We Die




Well, I know that it's early and it's too hard to think

And the broken empty bottles are reminder in the sink

But I thought that I should tell you if it's not to late to say

I could put back all the pieces, they just might not fit the same

Nothing's worth losing especially the chance to make it right


And I know that we're gonna be fine and the tattooed mistakes

Are gonna fade over time as long as we live, time passes by

And we won't get it back when we die..”

***

            Tinggal satu bulan lagi. Aku menatap ke atas langit yang berbeda dari biasanya. Apakah musim salju sebentar lagi akan turun? Sekarang sudah memasuki bulan September. Bau-bau musim panas sedikit demi sedikit menghilang dan akan tergantikan oleh musim dingin walau setauku musim dingin di London tidak sedingin dengan musim dingin di negara lainnya. Aku seperti biasa bangun pagi lalu berangkat sekolah. Mencoba baik-baik saja dan tak menganggap Luke ada karena Luke memang tidak mau menganggapku ada walau aku sudah memintanya untuk tetap menyapaku. Tak apa. Hatiku sudah sangat sedih sampai-sampai aku sudah tidak bisa menangis lagi.

            Hubunganku dengan Michael semakin membaik dan tidak ada kendala apapun. Tak pernah sedikitpun Michael marah padaku atau membuatku marah. Aku selalu teringat dengan Alex karena kurasa Michael mirip dengan Alex. Ah perasaan aku sudah menceritakan sebelumnya kalau Michael mirip dengan Alex. Pagi-pagi sekali Michael menungguku di luar asrama dan aku tersenyum padanya. Begitulah yang kami lakukan setiap hari dan entahlah mengapa aku merasa bosan. Sial. Rasa cinta yang mati-matian aku kumpulan sedikit demi sedikit mulai menghilang seperti musim panas yang sebentar lagi akan menghilang. Apakah Michael tau kalau aku tidak bisa mencintainya? Pasti akan terasa menyakitkan.

            Aku tiba di kelas dan seperti biasa aku bersikap tenang dan seperti tidak mengenal Luke. Luke pun sama. Sehari-hari kerjaan Luke hanya diam sesekali mendengarkan lagu. Aku teringat dengan Ary dan hubungan Luke dengan Ary. Jadi apakah mereka sudah putus atau tidak? Tapi kalau Luke sudah berjanji untuk menjadi anak yang baik, tentu Luke sudah mengakhiri hubungannya dengan Ary.

            Kelas sejarah dimulai dan aku mulai mengantuk. Kulirik Luke yang sepertinya juga mengantuk. Tapi wajah Luke sangat pucat. Kasihan. Aku bisa menebak kalau Luke sedang sakit tapi Luke tetap memaksakan diri untuk sekolah. Tiba-tiba saja Luke melihatku dan cepat-cepat aku menoleh ke arah lain.

            “Antar aku ke UKS.” Ucap Luke dengan suara pelan.

            Aku melirik Luke lagi. Wajah tampannya itu benar-benar pucat. Ku pegang telapak tangannya yang cukup panas namun Luke terlihat kedinginan. Baiklah. Aku pun mengangguk dan mengantar Luke ke UKS. Hitung-hitung pahala dan bisa terbebas dari kelas sejarah yang membosankan. Luke meminta obat penurun demam dan dia istirahat di ranjang UKS. Aku mendekati ranjangnya dan duduk di kursi yang sengaja ditaruh di samping ranjang itu.

            Luke menatapku dan aku menjadi malu. “Kenapa kau tidak balik ke kelas? Aku kan hanya menyuruhmu untuk mengantarku bukan menyuruh untuk menemaniku.” Ucapnya.

            Aku menatap mata birunya dan rasanya begitu nyaman. “Aku malas balik ke kelas. Tidak ada salahnya kan aku menemanimu disini? Kalau kau mengantuk, tidur saja.” Ucapku.

            Kulihat Luke menghela nafas panjang dan mengalihkan pandang ke arah lain. Dilihat dari samping saja Luke sudah sangat tampan. Apalagi saat melihat wajahnya dari dekat dengan waktu yang lama akan membunuhmu. Dan saat melihat senyum Luke berikut lesung pipi-nya yang begitu manis, kau akan melemas dibuatnya. Bagiku, Luke benar-benar menarik dan aku masih berharap untuk bisa menjadi seseorang yang istimewa baginya. Tiba-tiba Luke kembali menatapku dan aku langsung menunduk.

            “Bagaimana hubunganmu dengan Michael?” Tanya Luke.

            Aku mengangkat wajahku. Untuk apa dia menanyakan hal itu? “Baik.” Jawabku singkat.

            “Dengar. Michael sangat mencintaimu dan kau tidak boleh berbohong padanya. Jika sedikit saja kau berbohong padanya terutama mengenai perasaanmu padanya, dia akan marah karena Michael sangat membenci dengan orang yang suka berbohong sekalipun yang berbohong adalah orang yang dicintainya.” Ucap Luke.

            Hatiku sedih mendengar ucapan Luke. Jadi apakah selama ini aku berbohong pada Michael mengenai perasaanku padanya? Tapi bukankah aku sedang berada di dalam proses untuk mencintainya? Jika aku menyerah, berarti aku tidak berbohong. Tapi entahlah aku ingin hubunganku dengan Michael berakhir karena aku tidak ingin membuat Michael semakin sakit, lagipula sebentar lagi kami akan berpisah.

            “Katakan kalau kau tidak mencintai Michael.” Ucap Luke.

            Tiba-tiba saja aku menangis. Iya Luk, kau benar. Aku tidak bisa mencintai Michael sekalipun aku menyukai sikap baik Michael. Aku hanya bisa mencintaimu Luk, hanya kamu. Tapi aku tidak ingin perasaan ini hadir dan ingin membuangnya jauh-jauh. Kau.. Kau terlalu istimewa dan terlalu manis untuk aku lupakan.

            Luke meraih tanganku dan jantungku mulai berdetak tak karuan. “Ikuti apa kata hatimu. Jangan pikirkan perasaan Michael. Aku yakin kalau Michael benar-benar mencintaimu, dia pasti mau mengerti perasaanmu. Pikirkanlah baik-baik dan putuskanlah suatu keputusan yang tepat.” Ucap Luke.

            Aku baru tau kalau Luke ternyata cerdas dan pandai menyusun kata-kata. Ya. Luke memang cerdas. Nilainya selalu A. Aku percaya Luke sudah kembali pada dirinya yang dulu, menjadi Luke yang baik, ramah dan tidak berbuat kasar terhadap orang lain. Jadi Luke, apakah aku harus mengakhiri hubunganku dengan Michael dan belajar lebih keras lagi untuk melupakanmu? Tapi kau bilang ikuti apa kata hatimu. Hatiku berkata kalau aku tidak bisa melupakanmu dan ingin sekali bersamamu. Apakah keinginan hatiku salah?

***

            Makan malam yang terasa berbeda. Aku lebih banyak diam dan membiarkan Michael ngoceh terus. Malam malam kami selalu sederhana, tidak semewah seperti saat makan malam bersama Luke. Kami pun hanya berjalan kaki karena Michael tidak bisa menyetir mobil. Rasanya seperti saat makan malam terakhir bersama Alex. Aku bersikap seperti sosok lain yang bukan diriku sendiri hanya karena Luke, dan kini aku mengalaminya lagi.

            “Apa yang sedang kau pikirkan? Kau tampak berbeda dari lainnya.” Ucap Michael.

            Aku teringat dengan perkataan Luke tentang follow your heart. Apakah aku harus mengatakan yang sejujur-jujurnya pada Michael kalau aku tidak bisa mencintainya dan tidak bisa melupakan Luke? Tapi bagaimana jika Michael marah atau lebih parahnya sakit? Pasti Michael amat sakit dan dia akan membenciku padahal Michael begitu baik padaku. Aku tidak ingin menyakiti hatinya, tapi Michael juga harus bisa mengerti perasaanku.

            “Aku ingin pulang. Entah kenapa kepalaku tiba-tiba menjadi pusing.” Dustaku.

            Itulah alasan yang aku buat-buat dan Michael mempercayaiku. Setelah membayar makanan, kami pergi ke jalan besar dan berusaha menyetop taksi. Tapi anehnya tidak ada satupun taksi yang lewat. Entahlah rasanya malam ini tidak seperti malam-malam sebelumnya. Rasanya aneh sekali. Tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti dihadapan kami. Aku tau itu pertanda tidak baik. Michael mengeratkan genggaman tangannya dan siap melindungiku. Namun tiga lelaki bertubuh besar itu langsung menyerang kami dan aku tidak sadarkan diri.

***

            Luke’s POV

            Suhu tubuhku semakin panas. Biasanya Mom suka menemaniku dan membuatkanku sup hangat. Aku memang mudah terkena demam dan demam kali ini bukanlah demam biasa. Aku tidak memilikis siapa-siapa disini. Aku sudah tidak mau berhubungan dengan Calum, Ashton dan Michael. Tampaknya mereka sudah tidak mau mempedulikanku lagi. Oke. Aku tak akan menyesali keputusanku. Rasanya amat sakit dan menggigil. Aku harus pergi ke dokter tapi aku tidak kuat. Bisa saja aku menyuruh seseorang untuk mengantarku ke rumah sakit karena aku masih banyak memiliki uang. Begitulah aku. Hanya bisa menggunakan harta orangtua dan suka menghambur-hamburkannya. Terlebih saat aku masih pacaran dengan Ary. Ary suka memanfaatkan uangku dan dia sering memintaku untuk membeli barang-barang keluaran terbaru seperti tas, parfum, sepatu dan lain-lain.

            Astaga aku sudah tidak tahan lagi dan rasanya seperti sekarat. Apakah ini balasan dari Tuhan atas segala perbuatanku? Rasanya aku ingin meneteskan air mata. Aku tidak ingin mati disini. Aku masih ingin melanjutkan hidupku dan memperbaiki semuanya. Aku yakin sekali disana masih ada kesempatan untukku. Tapi mengingat kondisiku yang seperti ini membuatku frustrasi. Tiba-tiba Iphone-ku berbunyi. Sebuah nomor asing tertera disana dan aku menjawabnya dengan suara yang bergetar.

***

            Farah’s POV

            Dimana aku? Perlahan aku membuka mataku dan alangkah kagetnya aku mendapati diriku yang hanya menggunakan pakaian dalam saja. Mengerikan. Aku diikat di kursi dan tubuhku terasa sakit sekali. Apakah aku telah diperkosa? Entahlah tapi jika iya, aku merasa tidak takut karena aku sudah mengalaminya bersama Luke. Aku sudah tidak suci lagi dan tidak peduli dengan siapapun yang telah membuatku menjadi seperti ini.

            Tiba-tiba, muncul seorang gadis yang sudah tidak asing lagi. What the.. Ary! Ary menatapku dengan penuh kebencian. Dia datang menghampiriku lalu memegang kedua pipiku dengan kasar. Apa ini ada hubungannya dengan Luke? Lalu dimana Michael? Aku tidak ingin hal buruk terjadi padanya karena semua ini adalah salahku dan aku tidak ingin Michael ikut terseret ke dalam masalahku.

            “Kau memang cantik. Tubuhmu sangat indah. Pantas saja Luke mabuk melihatmu dan lebih memilihmu dibanding aku!” Bentak Ary lalu melepaskan tangannya dari pipiku.

            Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Ary. Luke lebih memilihku dibanding Ary? Darimana Ary bisa menyimpulkannya? Luke bahkan tidak menyukaiku. Jadi apakah hubungan mereka sudah berakhir? Sialnya, pipiku terasa sakit akibat ulah kasar Ary. Tapi aku tidak mau menangis dihadapan cewek setan itu. Aku berani melawannya, sungguh. Dan tampaknya Ary setengah mabuk.

            Kemudian, pintu terbuka dengan kasar dan aku kaget melihat Michael yang berantakan. Tidak! Jangan sakiti Michael! Demi Tuhan Michael tidak bersalah. Michael digeret oleh dua lelaki dan matanya tampak sayu. Barulah aku menangis dan meronta-ronta. Dua lelaki itu mendorong tubuh Michael yang lemah dan kulihat ada ikatan yang mengikat dua tangannya sehingga Michael tidak bisa bergerak.

            “Lepaskan dia! Dia tidak bersalah apapun!” Tangisku.

            “Tenang.. Tenang.. Aku tidak akan menyakitimu dan cowok-mu itu asalkan..” Ucap Ary.

            Atas perintah Ary, dua lelaki itu menarik Michael dan aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Michael masih sadar dan aku menangis menahan sakit yang aku rasa. Inilah ketakutan terbesar yang pernah aku rasakan. Hanya karena berhubungan dengan Luke semuanya bisa menjadi seburuk ini. Tapi aku masih tetap tidak bisa membenci Luke. Kulihat Ary membuka ponselnya dan menelpon seseorang. Luke? Aku menelan ludahku dan berharap Luke mau menolong kami. Tapi mengingat kondisi Luke yang buruk, aku jadi ragu.

            “Aku Ary. Gadis-mu itu dalam bahaya. Jika kau mencintainya, datanglah ke tempatku dan jika dalam tiga menit kau tidak datang, aku akan membunuh gadis-mu itu, juga selingkuhan gadis itu. Tenang. Semua itu salahmu kan yang berani memutusiku dan lebih memilih gadis itu?” Ucap Ary.

            Luke, hanya dia satu-satunya harapanku. Ku harap Luke cepat datang dan bisa menyelamatkanku, dan Michael. Tuhan.. Aku harap Luke baik-baik saja.. Ku mohon…

***

            Luke’s POV

            Aku membanting Iphone-ku dan mengumpat. Sialan Ary! Ternyata ancamannya benar. Farah dan Michael dalam bahaya. Mau tidak mau aku harus datang ke tempat Ary meski kondisiku buruk. Itu semua salahku dan aku harus bertanggung jawab dengan apa yang telah aku perbuat. Dengan sisa tenaga yang aku punya, aku mengambil jaket dan kunci mobiku. Ku tahan segala kesakitanku. Aku benar-benar merasa khawatir dengan Farah, juga Michael. Dan aku rela melakukan apapun asalkan mereka semangat.

            Mengemudi mobil dengan keadaan seperti ini sangat tidak baik. Aku ragu dan takut kalau-kalau aku bisa menabrak kendaraan lain. Ditambah lagi waktu yang Ary berikan sangat sedikit. Tiga menit. Apa Ary gila? Aku juga tidak tau mengapa Ary sampai bisa mendapatkan Farah dan Michael. Apa Ary hanya menjebakku? Keringat dingin keluar membasahi wajahku. Aku takut saat-saat ini adalah saat-saat terakhirku. Aku takut.

            Hanya berbekal khawatir dan nekat, aku berhasil tiba di tempat Ary yang dulu sering aku gunakan bersama Ary saat malam hari. Kesalahan besar memang tapi aku tidak mau mengungkitnya lagi. Aku berlari dan mendobrak pintu utama dan aku kaget dengan apa yang aku lihat. Benar saja. Farah dan Michael sedang dalam bahaya! Ku lihat Farah diikat di kursi dan aku amat marah karena mereka sudah menampakkan tubuh Farah. Sedangkan Michael, astaga aku sangat merindukannya dan ingin menangis melihat keadaannya.

            “Luke..”

            Ku dengar lirihan Farah yang dapat meyayat hatiku. Matanya berkaca-kaca dan rasanya aku ingin memeluknya dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Selanjutnya, aku menatap Ary dan dia menatapku dengan penuh kemenangan.

            “Apa yang telah kau lakukan padanya?” Bentakku.

            Ary tersenyum sinis. “Semua itu salahmu. Kau berani menjalin hubungan denganku dan berani memutusiku hanya karena gadis itu. Aku ingin gadis itu pergi dari dunia ini karena dia sudah membuatku sakit karena kehilanganmu.” Ucapnya.

            “Tidak! Kau sedang mabuk Ary. Aku memutusimu bukan karena gadis itu. Kau yang tidak mengerti!” Ucapku.

            “Aku memang tidak mengerti. Asal kau tau, selain bernafsu dalam hubungan seks, aku juga bernafsu untuk membunuh orang yang aku bencikan!” Ucap Ary.

            Aku bergidik ngeri mendengar suara Ary, Farah dan Michael pun sama. Kami sama-sama dalam bahaya. Rasa penyesalan-lah yang saat ini aku rasakan. Bukan. Bukan menyesal karena telah memutusi Ary, tapi menyesal karena sudah membuat Farah terseret dalam kisah hidupku. Aku benar-benar menyesal. Sungguh, aku sangat menyayangi Farah dan aku tidak ingin hal buruk terjadi pada Farah. Aku rela melakukan apapun asalkan Farah selamat.

            “Aku akan melakukan apapun asalkan kau bebaskan Farah dan Michael.” Ucapku dengan suara yang bergetar.

            Tiba-tiba Ary menghampiriku dan nafsu-nya mulai bermain. Dia melingkarkan tangannya di leherku dan berniat untuk menciumku. Aku mau saja dicium olehnya karena aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Aku hanya ingin Farah dan Michael selamat, itu saja. Setelah Ary melepaskan ciumannya, dia mengeluarkan sesuatu dan entah darimana Ary bisa mendapatkan pistol! Wajahku menjadi pucat. Aku sempat melihat kekagetan di wajah Farah dan Michael. Apa Ary akan membunuh kami bertiga? Tapi aku masih punya satu harapan. Satu harapan walau sangat kecil.

            “Kau sangat tampan, Luk. Karena ketampananmu itu dapat membuatku gila. Tidak pernah aku merasa segila ini. Dan saat berhubungan denganmu, aku sangat menikmatinya dan ingin terus melakukannya tanpa henti. Sekarang, aku menawarkanmu dua pilihan yang sulit.” Ucap Ary.

            “Apa itu?” Tanyaku.

            Sebelum menjawab, Ary menatap Farah seakan-akan ingin menerkamnya. “Aku akan membiarkanmu selamat dan bebas dari segala apa yang berhubungan denganku asalkan dia dan dia mati dengan tanganku sendiri. Atau.. Aku akan membiarkan gadis yang kau cintai dan selingkuhan-nya tetap hidup asalkan kau mati di tanganku.” Jawabnya.

            Pilihan yang sangat sulit. Kulihat Farah menangis dan aku juga ingin menangis. Kulihat mata indahnya yang sudah penuh dengan air mata. Aku tak pernah berhenti memikirkan mata itu. Mata yang sudah menyelamatkanku. Sekarang, giliran aku yang menyelamatkannya. Aku.. Aku mencintaimu Farah.. Terucap sudah kalimat itu walau hanya hatiku yang bicara. Kemudian aku menatap Ary.

            “Bunuh saja aku.” Ucapku.

            “TIDAK !!”

            Itu suara Farah. Hatiku semakin terasa sakit mendengar teriakannya. Tidak Farah, tidak. Inilah jalan takdirku. Biarkan aku mati asalkan kau dan Michael selamat. Aku lihat Ary tersenyum senang dan sepertinya Ary bersiap untuk membunuhku. Ya. Aku akan menebus semua kesalahanku dengan cara seperti ini. Aku tidak ingin mati sia-sia.

            “Pilihan yang sangat tepat. Dengan kepergianmu, aku jadi bisa melupakanmu dan mencari lelaki yang lebih bermutu darimu.” Ucap Ary.

            Aku memejamkan mataku, lalu membukanya. “Tolong beri aku satu kesempatan untuk bicara dengan Farah. Setelah itu kau boleh membunuhku.” Ucapku.

***

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar