“Make a little conversation so long I've been waiting
To let go of myself and feel alive
So many nights I thought it over told
myself I kind of liked her
But there was something missing in
her eyes
I was stumbling, looking in the dark
with an empty heart
But you say you feel the same could
we ever be enough?
Baby we could be enough
And it's alright calling out for
somebody to hold tonight
When you're lost, I'll find the way
I'll be your light
You'll never feel like you're alone
I'll make this feel like home..”
***
Aku terbangun dari mimpi burukku dan
langsung menangis. Semua orang yang aku sayangi berkumpul menjadi satu di dalam
mimpiku itu. Yang paling dominan adalah Mom dan Dad. Aku sangat merindukan
mereka. Aku merasa bodoh karena terlalu bersemangat pergi ke London demi
menikmati musim panas sialan ini. Ternyata jauh dari orangtua sangat
menyakitkan walau disekelilingmu ada banyak orang-orang yang menyayangimu.
Setiap pagi aku selalu merasa tidak
enak badan dan merasa tidak ada gunanya sekolah. Aku hanya ingin pulang dan
melupakan semuanya. Ya. Aku harus pulang meski musim panas belum berakhir. Tapi
Luke? Persetan dengan Luke! Aku bersumpah jika tiba di rumah aku pasti bisa
melupakan Luke dan membuang segala kenangan-kenanganku bersamanya, termasuk
ciuman itu.
“Ly, apa kau tidak kangen sama Mom
dan Dad-mu?” Tanyaku saat kami bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
Lily menoleh ke arahku. “Tentu saja!
I fuckin’ miss them! Apalagi Taka,
aku kangen berat sama dia.” Ucapnya.
Semua orang pasti sangat merindukan
rumah jika berada jauh dari rumah. Bodohnya aku mengimpikan kuliah di luar
negeri dan sangat jauh dari orangtua, rasanya pasti akan sangat menyakitkan.
Tapi jika itu pilihan terbaik, maka kita harus menjalaninya dengan ikhlas. Itu
menandakan bahwa diri kita sudah dewasa dan tidak tergantung pada orangtua. Ku
rasa aku masih anak kecil walau sebentar lagi umurku delapan belas tahun.
Aku kaget ketika tiba di luar
gerbang asrama, aku menemukan Michael dan dua sahabatnya. Aku tersenyum lalu
memeluk Michael dengan erat. Kurasa
bagiku Michael ada rumahku sendiri. Hanya mendengar namanya saja aku merasa
tidak kesepian lagi. Kemudian aku melihat cowok berwajah Asia dan cowok
berambut gondrong yang pernah menemuiku saat kejadian yang.. ah sudahlah. Aku
berusaha untuk tidak memasukkan Luke ke dalam topik pikiranku.
“Sebelumnya, aku minta maaf karena
aku memaksamu keluar dari bar itu dan membuatmu pingsan. Tapi aku bersumpah
waktu itu aku hanya ingin menyelamatkanmu dari tangan cowok sialan itu.” Ucap
Ashton.
Aku tersenyum menatap Ashton. Tangan
cowok sialan? Jadi Ashton juga sudah muak dengan sikap Luke? Nah mengapa Luke
datang lagi?
“Iya. Terimakasih ya karena sudah
menolongku.” Ucapku.
Karena asyik dengan ketiganya, aku
sampai melupakan Lily, Marie, Corine dan Chloe. Tapi tampaknya mereka
membiarkanku bersama Michael, Calum dan Ashton. Kami pun berjalan bersama-sama
menuju sekolah. Nah, jika aku merasa bahagia, tentu aku tidak merasakan sakit
hati itu kan? Jadi aku harus mencari apapun kebahagiaan sehingga aku bisa
melupakan perasaan sialan itu, juga Luke walau nantinya bakal kembali menangisi
cowok itu.
“Tau tidak Farah, Mike menyukaimu
lho!” Ucap Calum.
Langsung saja Michael memukul bahu
Calum dan aku tertawa melihatnya. Aku tau ucapan Calum hanya sebuah candaan.
Ternyata persahabatan mereka sangat erat ya. Aku berpikir sahabat itu lebih
berharga dari pacar. Memang ada begitu banyak pelajaran-pelajaran yang aku
dapatkan saat tiba di London.
Setiba di gerbang, Calum memanggil
namaku dan aku langsung menoleh kearahnya. “Nanti malam kami mau adain party dan kau harus datang. Ajak teman
lain juga malah bagus.” Ucapnya.
Aku tersenyum sambil mengangguk.
Tentu pesta mereka bukanlah pesta seperti pestanya Luke yang baru masuk saja
sudah membuatku mual. Nah keinget Luke lagi. Aku buru-buru masuk ke kelas dan
bertaruh disana sudah ada Lily dan Marie. Tentu saja mereka mau kuajak pergi ke
acara yang Calum buat dan pastinya acara itu seperti acara anak-anak karena
menurutku wajah mereka masih polos-polos hehe terutama Calum.
Hatiku menjadi aman melihat bangku
Luke yang kosong. Sudah seharusnya aku belajar untuk tidak mempedulikan bangku
itu, eh maksudnya kehadiran Luke di kelas ini. Luke mau datang, mau tidak
datang aku tidak mau peduli. Tapi baru saja aku membuka buku pelajaran, Luke
datang dan tersenyum padaku. Sialnya aku sempat melihat senyuman mautnya dan
mendadak pipiku memerah. Hebat ya hanya karena melihat senyuman Luke yang
sangat luar biasa membuatku merasa malu seperti ini. Untunglah cowok itu
memilih untuk diam dan aku bisa menganggapnya tidak ada.
Sekarang jam biologi. Mr. Pierre
menyuruh kami pergi ke apotek hidup untuk melihat-lihat aneka macam tanaman
disana dan Mr. Pierre menyuruh kami untuk memilih satu tanaman yang nantinya
akan kami buat laporan. Aku berjalan dengan cueknya namun sepertinya Luke ingin
berjalan sejajar denganku. Abaikan saja, abaikan saja. Meski detakan jantungku
mulai tidak normal, sebisa mungkin aku menganggap Luke tidak ada.
Aku lumayan suka dengan tanaman dan
suka menanam tanaman di pekarangan rumah seperti bunga. Ah, aku jadi rindu
rumah, tempat dimana kamu tidak akan merasa kesepian dan berkumpul bersama
orang-orang yang kamu sayangi. Aku menemukan tanaman unik yang ternyata adalah
lidah buaya. Hmm.. Bentuknya tidak jauh beda dengan lidah buaya yang ada di
rumahku. Aku putuskan untuk membuat laporan tentang lidah buaya.
“Kenapa kamu kelihatan cuek saja?”
Tanya sebuah suara.
Damn! Luke! Aku tidak tahan untuk tidak
menjawab pertanyaannya. “Aku capek Luk.” Jawabku dengan suara yang lemah.
“Capek? Sebaiknya kamu banyak-banyak
istirahat atau bagaimana kalau ku antar ke UKS?” Tanya Luke.
Cowok di depanku ini Luke atau bukan
sih? Kok jawabannya polos gitu? Aku hampir lupa kalau Luke memang aneh dan
gila, bahkan Michael, sahabat Luke sendiripun bingung dengan sikap Luke.
Mungkin saat ini yang berperan dalam diri Luke adalah sifat polos Luke dan mmm
pengertian. Aku teringat dengan pesta itu dan apakah Luke akan datang? Tapi
bagaimana jika Luke mengikutsertakan Ary dalam pesta itu?
“Kau.. Apa kau mau datang ke pesta
yang nanti malam akan diadakan oleh Calum?” Tanyaku dengan bahasa yang
berantakan.
Luke terdiam sesaat. “Kau sudah
mengenal Calum?” Tanyanya.
Aku mendengus kesal. “Ya. Ashton
juga. Mereka sangat baik, tidak seperti dirimu, aneh!” Ucapku.
Setelah mengucapkan kalimat itu, aku
menyadari Luke yang entah sejak kapan membelakangiku dan aku merasa kalimat
yang aku ucapkan akan menyakiti hatinya. Hah! Aku tidak peduli. Memang lebih
baik begini. Luke kan memang aneh bukan jadi ucapanku tadi benar, hanya saja
Luke yang tidak menyadarinya.
“Seperti apa masa lalumu yang
mengubahmu menjadi seperti itu?” Tanyaku tiba-tiba. Tidak terlalu berharap sih
Luke mau menjawabnya. Dan benar saja. Luke tidak mau menjawab pertanyaanku dan
cowok itu menjauhiku. Rasa penasaran mulai menghampiriku dan aku masih ragu
menanyakan hal itu pada Michael.
***
Sepertinya aku sudah mulai terbiasa
dan sudah mulai menerima walau masih ingin menangis. Ary, gadis itu seperti
ingin membuatku merasa cemburu padanya. Pulang sekolah ini Ary datang menemui
Luke dan langsung berciuman dengan Luke. Tiba-tiba tanganku seperti ditarik
oleh seseorang. Michael! Aku tersenyum menatapnya dan teringat dengan pesta
yang akan dibuat oleh Calum. Hmm.. Mungkin hanya acara makan-makan saja dan
berbagi cerita.
“Bagus. Kau bisa menahan tangismu
melihat dua manusia itu bermesraan di muka umum.” Ucap Michael.
Aku menatap mata Michael yang hijau.
Mengapa rasanya Michael bahagia jika aku tidak sedih jika disakiti oleh Luke?
Ahya bukankah Michael ingin aku bahagia walau Luke menyakitiku? Tapi aku masih
tidak bisa menahan rasa sedihku. Aku memang muak dengan sikap Luke, apalagi
saat bermesraan dengan Ary dan seperti ingin membuatku menangis. Tetapi saat
aku menemukan diri Luke yang lain, diri Luke yang polos dan pengertian, Luke
bagaikan malaikat penjagaku. Selanjutnya, Calum dan Ashton datang. Calum yang
sepertinya geregetan padaku langsung mencubit pipiku padahal pipi Calum jauh
lebih lucu dibanding punyaku, apalagi hidungnya.
“Ignore
him. He’s not good for you. Mending pacaran sama aku aja.” Ucap Calum.
Bahkan Calum saja tidak ingin
melihat aku sedih karena Luke. “Oke fine,
I’ll try. Mmmm.. Apakah Luke akan ikut di pesta nanti?” Tanyaku.
“Luke? I bet tonight he’ll drunk with Ary and his bad friends.” Jawab
Calum.
Aku tersenyum miris mendengar
jawaban Calum. Kenapa? Kenapa Luke bisa seburuk itu? Bagaimana kalau Luke
sakit? Ingin sekali aku menangis karena kasihan dengan hidup Luke walau Luke
menganggap semua itu baik-baik saja. Do
what you like and don’t hear what people say about you. Mungkin itu yang
ada dipikiran Luke.
“Kalau.. Kalau boleh tau, kenapa..
kenapa Luke bisa menjadi seburuk itu? Maksudnya seperti apa masa lalunya?” Tanyaku.
Ketiganya terdiam mendengar
pertanyaanku. Oke. Ku rasa mereka memang tidak mau menceritakannya padaku. Tak
apa. Tapi kuharap kisah masa lalu Luke tidak terlalu menyakitkan. Tapi kalau
tidak terlalu menyakitkan mengapa Luke bisa menjadi seburuk itu?
“Biasa. Masalah cewek.” Jawab
Ashton.
Apa? Apakah Ashton hanya bercanda
atau memang itu jawabannya? Karena cewek? Aku menemukan sebuah hipotesis.
Ashton mengatakan masalah Luke karena cewek. Mungkin saja Luke ditinggal oleh
ceweknya atau diselingkuhin sama ceweknya.
But I think that’s a little problem. Ku kira orangtua Luke cerai atau
masalah-masalah lain yang memang benar-benarr berat.
“Luke memang begitu. Umurnya sudah
delapan belas tahun tapi sikapnya masih seperti anak-anak dan tidak bisa
menerima kenyataan.” Ucap Michael.
Oke-oke. Aku mengerti sekarang.
Berarti sakit yang Luke rasakan hampir sama kan dengan sakit yang aku raskaan?
Intinya karena orang yang sangat kita sukai. Masalah cinta cukup rumit dan
terkadang suka dibesar-besarkan. Dan terkadang, orang yang habis putus cinta
bakal bunuh diri karena tidak kuat menahan kesedihan. Seperti itukah Luke? Tapi
mengapa saat aku putus dengan Alex aku malah bahagia? Ups! Because of Luke.
***
What
a nice place! Kami mengadakan pesta kecil-kecilan di tempat yang terbuka
dan letaknya tidak jauh dari asrama. Calum dan Ashton sibuk membawa makanan dan
keduanya tampak ceria. Aku hanya bisa mengajak Lily dan Chloe karena Corine
entah pergi kemana sedangkan Marie katanya tidak enak badan, tapi nanti kalau
ada makanan sisa harus dibawa pulang agar Marie bisa memakannya. Aku tertawa
mendengar permintaannya itu.
Aku tidak melihat Michael. Dimana
cowok itu? Apakah Michael tidak datang? Dan oh!
Aku tersenyum melihat Michael yang baru saja datang sambil membawa
gitar. Cepat-cepat aku berlari menuju Michael diikuti Lily dan Chloe. Ternyata
Michael jago memainkan gitar dan suara Michael cukup bagus. Aku mendengar
Michael yang menyanyikan lagu-lagu One Direction.
“Kau suka One Direction?” Tanyaku.
“Tentu saja. Lagu yang paling aku
suka adalah Story of My Life.” Jawab Michael.
Selanjutnya, aku, Lily dan Chloe
berinisiatif untuk membantu Calum dan Ashton untuk menyiapkan makanan. Sudah
kewajiban bagi kaum perempuan untuk menyiapkan makanan, tapi ku rasa aku tidak
jago dalam hal memasak dan aku harus banyak-banyak belajar dari Mom. Ah, Mom,
Dad, Rachel, rumah.. Jika aku tidak sedih memikirkan Luke, rasa sedih itu
tergantikan oleh rasa rindu pada rumah. Aku ingin sekali pulang ke rumah tapi
rasanya tidak tega meninggalkan London, meninggalkan Michael, Lily, Corine,
Chloe, Marie dan…. Stop! Jangan pikirkan semua itu. Nikmati saja masa-masa
sekarang dan jangan isi dengan sesuatu yang membuatmu sedih.
Setelah semua siap, kami langsung
menyerbu makanan dan aku kagum dengan Ashton. Tadi dia yang membuat barbeque dan rasanya sangat lezat. Lily
dan Chloe juga mengatakan barbeque
buatan Ashton sangatlah enak dan ingin nambah lagi. Sedangkan Michael, entah
darimana cowok itu bisa mendapatkan pizza dan memakannya agak menjauh seperti
tidak ada yang boleh mengambil pizza-nya. Sungguh, aku sangat menikmati
masa-masa ini bersama teman-temanku. Aku sangat beruntung bisa berkenalan
dengan mereka. Aku kira aku akan diasingkan di London dan tidak bisa bergaul
dengan siapapun, tapi nyatanya tidak! Bahkan di Indonesia aku tidak pernah
memiliki teman-teman baik seperti mereka. Rasanya seperti berada di rumah.
Rasanya seperti aku, Mom, Dad dan si nakal Rachel yang sedang mengadakan pesta
makan malam sambil bakar ikan.
“You
look so happy tonight.” Ucap Calum.
Aku tersenyum pada Calum. “Tentu
saja! Aku merasa seperti berada di rumah. Apakah kau merindukan rumah, Mom, Dad
dan saudaramu?” Tanyaku.
“Iya. Tapi aku senang datang kemari
karena kakak perempuanku kuliah di Skotlandia jadi aku bisa jalan-jalan kesana.
Sebelumnya aku dan keluargaku sudah sering berlibur ke Inggris.” Jawab Calum.
Acara makan-makan pun selesai.
Ashton dan Chloe yang kebagian membersihkan sisa-sisa makanan karena kalah
bermain game. Tapi aku memutuskan
untuk membantu mereka. Tak terasa sudah hampir tengah malam kami berada di
tempat ini dan aku mulai mengantuk. Tapi besok adalah hari Minggu jadi aku bisa
bangun sesuka hatiku. Setelah semuanya beres, Michael kembali memainkan
gitarnya dan saatnyalah bagi kami untuk bernyanyi bersama. Aku duduk di samping
kanan Michael dan hatiku sangat bahagia. Entahlah, Michael memang bisa
membuatku bahagia dalam sekejap sekalipun aku sedang sedih. Kami berkumpul
membentuk lingkaran dan mulai menyanyi.
“I
wanna get back to where we started to the summer night
You know, you know, you know, you
know we got it right
Yeah I wanna get back to San
Francisco, in the fire light
You know, you know, you know, you
know we had it right..”
Suara Michael yang lembut dan indah membuatku terhanyut dan kepalaku
kujatuhkan di atas bahunya. Lihat kan, amat mudah menemukan kebahagiaan. Tidak
akan kubiarkan kesedihan menguasai tubuhku. Aku harus bahagia dan tetap
tersenyum dalam keadaan apapun. Terpenting, aku harus mensyukuri apapun.
“Well Farah, aku akan
menyanyikan sebuah lagu istimewa untukku. Ku harap kau menyukainya.” Ucap
Michael.
Suasana berubah menjadi hening. Aku terdiam dan sedikit deg-degkan. Suara
petikan gitar Michael mulai berbunyi dan aku memejamkan mataku. Michael. Aku
bingung dengan nama itu. Dia sangat baik padaku, selalu ada untukku dan mau
mendengarkanku. Jika saja aku bisa jatuh cinta padanya, bukankah itu sangat
indah? Mengapa aku harus jatuh cinta pada orang yang salah?
“Make a little conversation so long
I've been waiting
To let go of myself and feel alive
So many nights I thought it over told
myself I kind of liked her
But there was something missing in
her eyes..”
Yap. Michael menyanyikan salah satu lagu One Direction yang juga
merupakan lagu favoritku. Judulnya adalah Home. Dan astaga! Aku jadi teringat
dengan Zayn Malik yang keluar dari One Direction yang katanya ingin memulai
karier barunya. Padahal Zayn adalah member favoritku dan suaranya sangat merdu.
Aku hampir saja menangis. Apalagi lirik dan makna lagunya yang bagiku sangat
berarti. Rumah…
“I was stumbling, looking in the dark
with an empty heart
But you say you feel the same could
we ever be enough?
Baby we could be enough
And it's alright calling out for somebody
to hold tonight
When you're lost, I'll find the way
I'll be your light
You'll never feel like you're alone
I'll make this feel like home..”
Entahlah apa yang membuat Michael langsung memelukku dan mencium rambutku
dengan sangat… Aku mencoba membuang pikiran negatifku. Tidak. Aku dan Michael
hanya berteman dan tidak mungkin Michael menyukaiku. Tapi pelukannya sangat…
Kupejamkan mataku dan tiba-tiba saja aku rindu dengan Luke. Luke, aku hanya
ingin Luke. Aku tersenyum miris. Sampai kapanpun juga aku tidak akan pernah
bisa melupakan Luke dan aku sangat membenci diriku sendiri. Sama saja artinya
aku membunuh diriku sendiri dengan perasaan itu.
Michael melepas pelukanku dan menatapku dengan tatapan yang sulit
diartikan. “Pelukan persahabatan.” Ucapnya lirih. “Dan lagu itu, ku harap kau
bisa memaknai lagu itu dengan benar.” Sambungnya agak misterius.
Aku mengangguk lalu secara refleks aku meraih kepala Michael dan
menciumnya. Ku rasa aku sudah gila. Dan bagaimana reaksi Calum, Ashton, Lily
dan Chloe melihat kami berdua? Aku harap mereka tidak salah paham. Aku hanya
merasa bahagia karena telah bertemu Michael yang bisa membuatku tersenyum
karena kepedihan yang aku rasakan karena Luke. Itu saja.
***
Luke’s POV
Benar-benar malam yang sangat melelahkan.
Aku tidak langsung pulang ke asrama melainkan kaget melihat Michael, Calum,
Ashton, Farah dan dua temannya yang sedang bernyanyi bersama. Jadi itu pesta
yang dimaksudkan Farah? Aku terdiam melihat Farah yang terlihat sangat bahagia
disana, dia menjatuhkan kepalanya di atas bahu Michael dan aku merasa seperti..
Ah sudahlah. Aku tidak bisa menterjemahkan perasaan yang aku rasakan. Tapi
kurasa Michael sudah mulai berani dengan Farah. Aku tau kalau Michael menyukai
Farah dan ingin memiliki Farah. Hah! Aku tidak peduli. Terserah Michael mau
memilih gadis manapun yang dia sukai. Tapi mengapa rasanya aku tidak suka jika
Michael dekat dengan Farah?
Iphone-ku berdering. Ary menelponku
tapi mood-ku sedang tidak baik. Maka
aku tolak panggilan itu dan kumatikan Iphone-ku. Tidak peduli esoknya Ary
mengomeliku karena aku tidak mau menjawab panggilannya. Kembali melihat
kebahagiaan mereka. Sungguh, aku ingin bahagia seperti mereka. Kau salah Mike,
aku juga sangat menginginkan diriku yang dulu tapi aku tidak bisa. Aku terlalu
sakit karena gadis itu. Maksudku, hal yang membuatku berubah dan menjadi sosok
Luke yang aneh karena pacarku sendiri yang kini sudah menjadi mantanku.
Ceritanya cukup panjang. Singkatnya, dia memutusiku karena sudah tidak
mencintaiku lagi paahal aku sangat mencintainya. Aleisha namanya. Dia adalah
gadis yang sangat cantik dan aku beruntung karena berhasil mendapatkannya di
kala banyak cowok yang menginginkannya. Hubungan kami hanya berlangsung sekitar
lima bulan dan dia langsung memutusiku.
Setelah kami putus, hidupku menjadi
hancur. Ku kira Aleisha hanya bercanda tapi dia serius dan sudah tidak
mencintaiku lagi. Secepat itukah perasaannya berubah? God! I very love her bahkan sampai sekarang aku masih mencintainya.
Hidupku tidak akan berarti tanpanya. Mungkin kalian menganggapku sebagai cowok
yang lemah hanya karena putus cinta. Tapi aku tidak peduli. Aku kalau jatuh
cinta dengan seseorang tidak main-main. Tapi mungkin ini yang terbaik dan aku
akan berusaha untuk mengembalikan diriku yang dulu dan melupakan Aleisha.
Sampai aku bertemu dengan Farah yang
selalu mengingatkanku akan Aleisha. Apa karena wajah mereka mirip atau karena
sifat mereka yang mirip? Aku tidak tau. Tapi semenjak bertemu Farah, aku mulai
merasakan suatu hal yang berbeda, namun aku masih ragu untuk menyimpulkannya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar