“You,
where the hell did you come from? You're a different, different kind of fun
And I'm so used to feeling numb now,
I've got pins and needles on my tongue
Anticipating what's to come like a
finger on a loaded gun
I can feel it rising temperature inside
me haven't felt it for a lifetime
This is my heartbeat song and I'm
gonna play it
Been so long I forgot how to turn it
up, up, up, up all night long
Oh up, up all night long
This is my heartbeat song and I'm
gonna play it
Turned it on but I know you can take
it up, up, up, up all night long
Oh up, up all night long..”
***
Tentu saja teman-temanku pada heboh menanyakan apa yang sudah aku lakukan
seharian penuh bersama Alex. Aku terus saja tersenyum tanpa menjelaskan pada
mereka. Pagi ini sekolah sudah dimulai dan rasanya aku hanya ingin terus tidur
di kasurku yang empuk. Sama seperti temanku yang lain. Sepertinya mereka hanya
ingin berlibur di London dengan gratis bukannya malah belajar. Diantara kali
berlima, Lily-lah yang paling pintar. Yaa aku rasa orang-orang Jepang memang
pintar.
Pagi ini kami menggunakan pakaian
bebas dan mungkin seterusnya asalkan sopan. Tapi sama saja artinya tidak sopan
bagiku karena Corine dan lainnya menggunakan rok di atas lutut walau baju
mereka terlihat sopan. Aku masih dengan rok sederhanaku yang panjangnya di
bawah lutut. Terlihat kuno memang tapi aku tidak peduli.
“Kurasa kau harus mengganti
pakaianmu.” Ucap Corine.
Giliran Corine yang mengomentari
pakaianku dan sebisa mungkin aku bersabar. Setidaknya pakaianku masih layak
dipakai dan tujuanku kemari bukan untuk mencari sensasi. Tujuanku kemari yaitu
untuk belajar dan tentunya menikmati musim panas dan bersama Alex. Tanpa Alex,
aku bukanlah apa-apa. Aku akui itu.
Kami pun berjalan dan sempat bertemu
dengan murid-murid lainnya. Aku menjadi malu. Mereka semua cantik-cantik
sementara aku.. Hmm ayolah Farah. Kau adalah kau dan jangan melihat orang lain.
Tidak ada cewek yang tidak cantik dan kau harus beruntung karena kau memiliki
Alex.
Selanjutnya, kami berkumpul di
lapangan untuk mengetahui dimana kelas kita. Aku berharap aku tetap sekelas
bersama Corine, Marie, Lily dan Chloe. Aku juga sempat melihat anak-anak cowok
yang kelihatan ribut. Semoga saja aku mendapatkan kelas yang nyaman dan tidak
ada anak cowok yang mengangguku karena aku sangat tidak menyukainya. Seperti
dulu. Aku sering diganggu oleh anak cowok dan aku merasa kesal.
Syukurlah aku berada di kelas yang
sama dengan Lily dan Marie. Juga satu kelas bersama Stella tapi tidak dengan
Shelva. Lily tampak bahagia bisa sekelas denganku dan aku berharap aku bisa
menjadi teman baik walau otakku tidak bisa dibandingkan dengan otaknya. Marie
menurutku juga pintar. Ya dia berasal dari Jerman dan kurasa di Jerman
pintar-pintar.
Satu kelas berisi sepuluh orang dan
rasanya cukup aneh. Di sekolahku, satu kelas isinya empat puluhan dan terasa
sumpek. Mungkin sama seperti saat aku les yang isinya tidak lebih dari dua
puluh orang. Kami pun masuk ke kelas dan aku berharap setelah ini kami akan
dipulangkan karena aku ingin bertemu dengan Alex. Aku ingin tau apa saja
kegiatannya selama dia tidak kuliah dan penasaran bagaimana tempat tinggalnya.
Ku rasa tempat tinggal Alex sederhana dan tidak berlebihan. Lho kenapa aku jadi
memikirkan Alex?
“Ya Tuhan! Lihat itu! Cowok itu!”
Seru Marie saat kami memasuki kelas yang sangat indah dan aku sempat berpikir
jika kelas di sekolahku seperti itu maka aku akan betah sekolah dan tidak mau
pulang.
Ada seorang cowok berambut cokelat
dan tubuhnya tinggi banget. Gaya-nya cool dan terlihat cuek. Dia berjalan
sendirian tanpa bersama teman-temannya. Cowok itu memakai kaus hitam dan skinny
jeans hitam dan di bagian lututnya robek-robek. Dilihat dari sini saja cowok
itu sudah sangat tampan. Pantasan saja mata Marie tadi melebar dan bersemangat
sekali melihat sosok cowok ganteng di kelas kami. Sekarang cowok itu
mendengarkan lagu dengan headsetnya. Menurutku dia adalah cowok yang sombong
dan suka menyendiri.
Marie memaksaku dan Liliy untuk
duduk di depan cowok itu tapi aku tidak mau. Cowok itu duduk di kursi paling
belakang dan aku ingin duduk di depan. Tapi demi kebersamaan, akhirnya aku
nurut saja. Juga Lily yang ( syukurlah ) tidak tertartik dengan cowok itu dan
ingin duduk di kursi yang paling depan.
“Apakah dia cowok Inggris? USA?
Jerman? Prancis? Kanada?” Tanya Marie.
Aku jadi kesal dengan sikap Marie.
Sama seperti teman-temanku yang ada di Indonesia yang begitu tergila-gila pada
Rey sementara aku tidak padahal Rey menyukaiku. Nah lho jangan-jangan cowok
yang duduk dibelakangku menyukaiku lagi? Eh aku mikir apa sih jelaslah tidak
dan aku tidak mau itu terjadi. Mustahil juga kalau dia menyukaiku. Perasaan
pikiranku jadi tidak bener saat melihat cowok itu.
Seorang guru muda memasuki kelas itu
dan tersenyum ramah kepada kami semua. Semoga tidak ada sesi perkenalan disini
karena aku tidak mau maju ke depan kelas sambil menyebut nama, asal bahkan
pacar. Tapi sayangnya guru itu menyuruh kami maju ke depan sambil
memperkenalkan diri. Dan pada saat cowok itu memperkenalkan diri, ku lihat
Marie seakan-akan seperti tidak bisa bernafas. Aku melihat ke arah lain. Bahkan
Stella juga terlihat kagum dengan cowok itu. Hah siapa sih sebenarnya cowok
itu?
“Namaku Luke Hemmings.”
Singkat sekali dia bicara dan aku
tidak menyukai cara bicaranya yang tidak sopan. Tiba-tiba saja mata kami
bertemu dan aku tampak kaget saat aku bertatapan dengan mata birunya. Tidak!
Cepat-cepat aku mengalihkan pandang dan aku rasa itu adalah kesalahan terbesar
saat aku tiba di London. Cowok itu tidak menjelaskan asalnya darimana mungkin
karena dia tidak suka dengan negara kelahirannya.
Selanjutnya aku yang maju ke depan.
Entah mengapa jantungku terasa berdebar-debar dan aku tidak bisa untuk tidak
menatap cowok yang bernama Luke itu. Ayolah Farah, kau sudah memiliki Alex dan
kau tidak usah melirik ke cowok lain. Aku jadi berpikir bagaimana perjuangan
Alex selama di London. Tentunya cewek-cewek disini banyak yang menggiurkan dan
aku menjadi ragu apakah Alex bisa bertahan. Nah pikiranku kembali menjadi tidak
benar.
“Namaku Farah Sarasvati Waston. Aku
dari Indonesia.” Ucapku.
Mungkin semuanya pada kaget karena
aku berasal dari Indonesia karena wajahku tidak ke-asia-asiaan walau seumur
hidupku aku menghabiskan waktuku di Indonesia. Aku yang tidak ingin melirik ke
arah Luke namun leherku yang menginginkannya akhirnya meliriknya. Untunglah
Luke tidak melihatku, untuk apa juga dia melihatku?
“Kau tidak mengatakan kalau kau
adalah blasteran?” Tanya Lily.
Aku menggeleng pelan. “ Tidak
perlu.” Jawabku sambil tersenyum.
Pelajaran pun dimulai dan aku sama
sekali tidak fokus. Pelajarannya tidak terlalu berat dan banyak bercandanya
tetapi aku rasa pikiranku sedang tidak berada di tempatnya. Itu semua karena
cowok yang bernama Luke dan selama ini aku tidak pernah membayangkan akan
bertemu dengan cowok seperti Luke. Dia memang begitu tampan, aku akui itu. Tapi
aku bersumpah untuk tidak tertarik padanya dan melupakannya. Lihat saja kan si
Luke yang tetap diam dan aku bersyukur karena Luke bukan tipe cowok yang suka menganggu
cewek. Bahkan bisa kusimpulkan kalau Luke adalah tipe cowok kalem dan hanya
ingin sendiri.
Akhirnya hari ini selesai dan
rasanya begitu lega. Tenggorokanku terasa haus dan Lily mengajakku pergi untuk
mencari makanan. Aku sependapat dengan Liliy karena perutku meminta jatah
makanan. Aku pun berdiri namun entahlah apa itu tidak sengaja atau
keteledoranku aku menjatuhkan tasku dan sialnya lagi tasku belum aku tutup
sehingga isi di dalam tasku keluar semua. Marie menutup mulutnya. Bukan kaget
karena isi tasku yang jatuh, tetapi jatuhnya di tempat yang tidak tepat.
Aku mendongakkan wajahku dan
berusaha untuk tetap tenang. Namun aku melihat wajah Luke yang menatapku dengan
tatapan tidak ramah. Namun demi Tuhan wajahnya tetap terlihat begitu tampan dan
aku tidak bisa mengalihkan pandang ke arah lain. Farah bodoh, Farah bodoh! Aku
menyesal melihatnya dan aku ingin pindah ke kelas lain agar aku tak lagi
melihat wajahnya yang menganggu pikiranku.
“Maaf.” Ucapku dengan lidah yang
kelu dan mengambil isi dari dalam tasku lalu memasukkannya ke dalam tasku.
Namun apa yang selanjutnya terjadi?
Aku harap setelah ini Marie tidak dilarikan ke rumah sakit melihat Luke yang
membantuku untuk mengembalikan barang-barang tidak penting yang terjatuh
berserakan di lantai. Untunglah aku tidak membawa barang-barang yang tidak
boleh dilihat Luke. Aku perhatikan jari-jari tangannya yang uhhh ingin sekali
aku sentuh. Otakku mulai tidak benar dan aku tidak ingin menambah
ketidakbenaran di otakku. Luke? where the
hell did he come from?
“Thanks.”
Ucapku singkat lalu cepat-cepat berdiri dan berlari tanpa mempedulikan teriakan
Marie dan Liliy.
Marie yang sepertinya mencoba
mengejarku dan akhirnya mendapatkan lenganku langsung menariknya sampai aku
merasakan sakit. “What the hell
Farah? Luke! Dia sudah membantumu memasukkan barang-barangmu yang jatuh! Luke
adalah tipe cowok yang pengertian.” Ucapnya dengan mata yang bernyala-nyala.
Aku menatap Marie yang rasanya
seperti berhadapan dengan Gina. Oh aku teringat dengan Rey yang tidak jauh beda
dari Luke. Tapi aku tidak tau bagaimana Luke dan apa yang membuat cewek-cewek
pada tergila-gila padanya selain wajahnya yang tampan. Tapi jujur saja aku juga
kaget dengan apa yang terjadi pada diriku. Luke menolongku dan itu adalah hal
yang sangat mustahil padahal tadi Luke menatapku dengan tatapan tidak suka.
“Farah, aku sudah jatuh cinta
padanya. Bagaimana ini?” Tanya Marie.
Aku bosan melihat wajah Marie
kemudian aku melihat wajah Lily yang terlihat santai-santai saja. Lily sama
sekali tidak tertarik pada Luke. Sepertinya Lily sudah memiliki seorang pacar
yang sangat dia cintai sehingga tidak bisa tertarik dengan cowok lain sekalipun
cowok itu tampan sekali. Sementara aku?
***
Dan sampai sekarang pun aku masih
memikirkan Luke dan perbuatannya tadi yang tidak pernah aku duga. Dan aku masih
bingung sekaligus tidak mengerti dengan sikapnya yang tiba-tiba saja menjadi
sosok malaikat penolong. Tapi mungkin saja kan Luke memang baik dan suka
menolong walau dilihat dari luar Luke tampak sombong dan tidak ramah. Sudahlah
lupakan saja. Aku tidak mau terlalu lama memikirkan Luke.
Kemudian aku memutuskan membuka
ponselku dan aku langsung tersenyum melihat Alex disana yang sedang
merangkulku. Untuk apa memikirkan Luke jika aku masih memiliki Alex yang sangat
mencintaiku meski Alex tidak bisa dibandingkan dengan Luke? Maksudku Alex tidak
setampan Luke tetapi aku lebih suka dengan cowok yang biasa seperti Alex agar
aku nyaman menjalani hubungan dengannya tanpa harus khawatir kalau Alex harus
selingkuh. Tapi aku tidak bilang kalau tidak ada satupun cewek yang tidak
naksir padanya. Alex pernah bercerita padaku ada beberapa cewek yang suka padanya
tapi Alex lebih memilihku.
“Farah, ada malaikatmu di luar sana.
Sepertinya dia ingin mengajakmu makan malam.” Ucap Chloe.
Dasar Alex. Dia selalu saja membuat
kejutan dan datang secara tiba-tiba. Apakah aku diberi izin keluar? Aku menjadi
ragu namun mata Chloe meyakinkanku seperti mengatakan bahwa sekolah sudah
memberikan izin padaku untuk makan malam bersama Alex. Cepat-cepat aku
mengganti pakaian dan berdandan seadanya. Corine melihatku yang sedang
tergesa-gesa akhirnya mendekatiku.
“Jadi selama kau bertemu dengan
pacarmu kau hanya berdandan secukupnya dan memaakai pakaian seadanya?” Tanya
Corine.
Aku tau hidupku dengan hidup Corine
sangat berbeda. Bahkan mungkin pacar Corine adalah anak orang pejabat kaya.
Sudah aku katakan bahwa aku adalah gadis sederhana yang cuek dengan penampilan.
Asalkan penampilanku layak walau tidak cantik seperti Corine, ku rasa semuanya
akan baik-baik saja. Dan kalau saja aku menggunakan baju yang sedikit seksi,
pasti Alex akan banyak berkomentar padaku dan mengatakan bahwa aku berubah dan
menjadi diri yang lain, bukan diriku sendiri.
Sesaat aku melupakan Luke dan
berharap aku tidak pernah mengenalinya. Setelah ku rasa siap, aku berjalan
keluar dan memang aku diberikan izin untuk makan malam bersama Alex. Ku lihat Alex
tersenyum manis padaku dan kami berpelukan tanpa berciuman. Mungkin aneh jika
ada yang melihat pasangan yang sudah berumur dua tahun tapi sama sekali belum
pernah merasakan sebuah ciuman.
“Kau cantik dari dalam dirimu
sendiri. Itulah hal yang membuatku semakin mencintaimu.” Ucap Alex sambil
mengacak-acak rambutku.
Sialan Alex rambutku menjadi
berantakan dan aku sangat tidak menyukainya. Dan ya! Alex membawa mobil dan aku
sangat-sangat tidak percaya. Jadi Alex sudah bisa mengendarai mobil? Hebat sekali.
Alex merangkulku dan mengajakku masuk ke dalam mobilnya.
“Apakah ini mobilmu?” Tanyaku.
Alex tertawa. “Tentu saja tidak. Ini
mobil temanku.” Jawabnya.
Oh jadi Alex bela-belain minjem
mobil di temannya hanya untuk mengajak makan malam bersamaku? Aku jadi terharu
padanya. Alex memang baik dan sekali lagi aku beruntung memilikinya. Sama
sekali Alex tidak pernah membuatku kesal. Alex sangat menyayangiku dan tidak
pernah membuatku sakit. Dan dia rajin mengirim kabar padaku. Jika saja Alex
sudah lulus dan kembali tinggal di Indonesia..
Ternyata Alex membawaku ke restoran
China dan sudah bisa aku tebak. Pasti menu makanannya adalah makanan China
semua. Dengan gaya yang penuh keromantisan, Alex meraih tanganku dan sebisa
mungkin aku menahan tawanya. Bisa saja Alex menjadi sosok pangeran tampan
seperti di dalam Cinderella hehe.. Coba saja Alex membuka kacamatanya dan
memotong rambutnya dengan potongan keren pasti banyak cewek yang tergila-gila
padanya.
“Kau mau pesan apa?” Tanya Alex.
Aku melihat daftar menu yang aku
sendiri bingung. Namanya kok aneh-aneh ya? Tapi sejujurnya sih aku tidak lapar
karena aku tadi di traktir pizza sama Marie. Akhirnya kami berdua sepakat
membeli Chow Mein yang berupa mie kering. Tidak tahulah bagaimana rasanya tapi
kata Alex rasanya enak dan aku percaya-percaya saja. Kalau tidak enak biar dia
saja yang makan.
“Gimana hari pertamamu sekolah?”
Tanya Alex basa-basi.
Aku terdiam dan tiba-tiba saja
jantungku berdetak tak karuan saat melihat sekumpulan cowok yang ngg ku rasa habis
mabuk dan disana ada Luke. Astaga jadi cowok sekalem Luke bisa mabuk juga? Aku
perhatikan wajah Luke yang terlihat tidak baik-baik saja, rambutnya pun
acak-acakan. Untunglah dia tidak menghisap rokok seperti teman-temannya yang
lain.
“Apa yang kau pikirkan?” Tanya Alex
menyadariku.
Cepat-cepat aku tersadar dan kembali
fokus pada Alex. Tapi entah mengapa aku ingin terus melihat Luke dan diam-diam
merasa kasihan padanya. Mungkin saja Luke dari sini karena itulah dia bisa
sebebas itu. Tidak mungkin Luke dari negara lain. Tapi apa benar itu Luke? Apa
aku salah lihat? Shit! Aku benci pada
diriku sendiri.
Makanan pun datang dan aku merasa
mual melihat makanan itu. Sementara Alex terlihat makan dengan lahap tanpa ada
jeda sedikitpun. Aku alihkan pandang ke arah Luke. Dia sedang tertawa bersama
teman-temannya. Entah apa yang dia tertawakan tapi ku rasa Luke bukanlah anak
yang baik. Di sekolah dia terlihat kalem dan cuek tetapi di luar sana dia
terlihat sangat liar.
Dan jantung sialanku ini tidak
henti-hentinya berdetak saat melihatnya. Sialan!
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar