expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 18 Maret 2016

Summer 2015: ( 5 ) Heartbeat Song





            You, where the hell did you come from? You're a different, different kind of fun

And I'm so used to feeling numb now, I've got pins and needles on my tongue

Anticipating what's to come like a finger on a loaded gun

I can feel it rising temperature inside me haven't felt it for a lifetime


This is my heartbeat song and I'm gonna play it

Been so long I forgot how to turn it up, up, up, up all night long

Oh up, up all night long

This is my heartbeat song and I'm gonna play it

Turned it on but I know you can take it up, up, up, up all night long

Oh up, up all night long..”
***

Tentu saja teman-temanku pada heboh menanyakan apa yang sudah aku lakukan seharian penuh bersama Alex. Aku terus saja tersenyum tanpa menjelaskan pada mereka. Pagi ini sekolah sudah dimulai dan rasanya aku hanya ingin terus tidur di kasurku yang empuk. Sama seperti temanku yang lain. Sepertinya mereka hanya ingin berlibur di London dengan gratis bukannya malah belajar. Diantara kali berlima, Lily-lah yang paling pintar. Yaa aku rasa orang-orang Jepang memang pintar.

            Pagi ini kami menggunakan pakaian bebas dan mungkin seterusnya asalkan sopan. Tapi sama saja artinya tidak sopan bagiku karena Corine dan lainnya menggunakan rok di atas lutut walau baju mereka terlihat sopan. Aku masih dengan rok sederhanaku yang panjangnya di bawah lutut. Terlihat kuno memang tapi aku tidak peduli.

            “Kurasa kau harus mengganti pakaianmu.” Ucap Corine.

            Giliran Corine yang mengomentari pakaianku dan sebisa mungkin aku bersabar. Setidaknya pakaianku masih layak dipakai dan tujuanku kemari bukan untuk mencari sensasi. Tujuanku kemari yaitu untuk belajar dan tentunya menikmati musim panas dan bersama Alex. Tanpa Alex, aku bukanlah apa-apa. Aku akui itu.

            Kami pun berjalan dan sempat bertemu dengan murid-murid lainnya. Aku menjadi malu. Mereka semua cantik-cantik sementara aku.. Hmm ayolah Farah. Kau adalah kau dan jangan melihat orang lain. Tidak ada cewek yang tidak cantik dan kau harus beruntung karena kau memiliki Alex.

            Selanjutnya, kami berkumpul di lapangan untuk mengetahui dimana kelas kita. Aku berharap aku tetap sekelas bersama Corine, Marie, Lily dan Chloe. Aku juga sempat melihat anak-anak cowok yang kelihatan ribut. Semoga saja aku mendapatkan kelas yang nyaman dan tidak ada anak cowok yang mengangguku karena aku sangat tidak menyukainya. Seperti dulu. Aku sering diganggu oleh anak cowok dan aku merasa kesal.

            Syukurlah aku berada di kelas yang sama dengan Lily dan Marie. Juga satu kelas bersama Stella tapi tidak dengan Shelva. Lily tampak bahagia bisa sekelas denganku dan aku berharap aku bisa menjadi teman baik walau otakku tidak bisa dibandingkan dengan otaknya. Marie menurutku juga pintar. Ya dia berasal dari Jerman dan kurasa di Jerman pintar-pintar.

            Satu kelas berisi sepuluh orang dan rasanya cukup aneh. Di sekolahku, satu kelas isinya empat puluhan dan terasa sumpek. Mungkin sama seperti saat aku les yang isinya tidak lebih dari dua puluh orang. Kami pun masuk ke kelas dan aku berharap setelah ini kami akan dipulangkan karena aku ingin bertemu dengan Alex. Aku ingin tau apa saja kegiatannya selama dia tidak kuliah dan penasaran bagaimana tempat tinggalnya. Ku rasa tempat tinggal Alex sederhana dan tidak berlebihan. Lho kenapa aku jadi memikirkan Alex?

            “Ya Tuhan! Lihat itu! Cowok itu!” Seru Marie saat kami memasuki kelas yang sangat indah dan aku sempat berpikir jika kelas di sekolahku seperti itu maka aku akan betah sekolah dan tidak mau pulang.

            Ada seorang cowok berambut cokelat dan tubuhnya tinggi banget. Gaya-nya cool dan terlihat cuek. Dia berjalan sendirian tanpa bersama teman-temannya. Cowok itu memakai kaus hitam dan skinny jeans hitam dan di bagian lututnya robek-robek. Dilihat dari sini saja cowok itu sudah sangat tampan. Pantasan saja mata Marie tadi melebar dan bersemangat sekali melihat sosok cowok ganteng di kelas kami. Sekarang cowok itu mendengarkan lagu dengan headsetnya. Menurutku dia adalah cowok yang sombong dan suka menyendiri.

            Marie memaksaku dan Liliy untuk duduk di depan cowok itu tapi aku tidak mau. Cowok itu duduk di kursi paling belakang dan aku ingin duduk di depan. Tapi demi kebersamaan, akhirnya aku nurut saja. Juga Lily yang ( syukurlah ) tidak tertartik dengan cowok itu dan ingin duduk di kursi          yang paling depan.

            “Apakah dia cowok Inggris? USA? Jerman? Prancis? Kanada?” Tanya Marie.

            Aku jadi kesal dengan sikap Marie. Sama seperti teman-temanku yang ada di Indonesia yang begitu tergila-gila pada Rey sementara aku tidak padahal Rey menyukaiku. Nah lho jangan-jangan cowok yang duduk dibelakangku menyukaiku lagi? Eh aku mikir apa sih jelaslah tidak dan aku tidak mau itu terjadi. Mustahil juga kalau dia menyukaiku. Perasaan pikiranku jadi tidak bener saat melihat cowok itu.

            Seorang guru muda memasuki kelas itu dan tersenyum ramah kepada kami semua. Semoga tidak ada sesi perkenalan disini karena aku tidak mau maju ke depan kelas sambil menyebut nama, asal bahkan pacar. Tapi sayangnya guru itu menyuruh kami maju ke depan sambil memperkenalkan diri. Dan pada saat cowok itu memperkenalkan diri, ku lihat Marie seakan-akan seperti tidak bisa bernafas. Aku melihat ke arah lain. Bahkan Stella juga terlihat kagum dengan cowok itu. Hah siapa sih sebenarnya cowok itu?

            “Namaku Luke Hemmings.”

            Singkat sekali dia bicara dan aku tidak menyukai cara bicaranya yang tidak sopan. Tiba-tiba saja mata kami bertemu dan aku tampak kaget saat aku bertatapan dengan mata birunya. Tidak! Cepat-cepat aku mengalihkan pandang dan aku rasa itu adalah kesalahan terbesar saat aku tiba di London. Cowok itu tidak menjelaskan asalnya darimana mungkin karena dia tidak suka dengan negara kelahirannya.

            Selanjutnya aku yang maju ke depan. Entah mengapa jantungku terasa berdebar-debar dan aku tidak bisa untuk tidak menatap cowok yang bernama Luke itu. Ayolah Farah, kau sudah memiliki Alex dan kau tidak usah melirik ke cowok lain. Aku jadi berpikir bagaimana perjuangan Alex selama di London. Tentunya cewek-cewek disini banyak yang menggiurkan dan aku menjadi ragu apakah Alex bisa bertahan. Nah pikiranku kembali menjadi tidak benar.

            “Namaku Farah Sarasvati Waston. Aku dari Indonesia.” Ucapku.

            Mungkin semuanya pada kaget karena aku berasal dari Indonesia karena wajahku tidak ke-asia-asiaan walau seumur hidupku aku menghabiskan waktuku di Indonesia. Aku yang tidak ingin melirik ke arah Luke namun leherku yang menginginkannya akhirnya meliriknya. Untunglah Luke tidak melihatku, untuk apa juga dia melihatku?

            “Kau tidak mengatakan kalau kau adalah blasteran?” Tanya Lily.

            Aku menggeleng pelan. “ Tidak perlu.” Jawabku sambil tersenyum.

            Pelajaran pun dimulai dan aku sama sekali tidak fokus. Pelajarannya tidak terlalu berat dan banyak bercandanya tetapi aku rasa pikiranku sedang tidak berada di tempatnya. Itu semua karena cowok yang bernama Luke dan selama ini aku tidak pernah membayangkan akan bertemu dengan cowok seperti Luke. Dia memang begitu tampan, aku akui itu. Tapi aku bersumpah untuk tidak tertarik padanya dan melupakannya. Lihat saja kan si Luke yang tetap diam dan aku bersyukur karena Luke bukan tipe cowok yang suka menganggu cewek. Bahkan bisa kusimpulkan kalau Luke adalah tipe cowok kalem dan hanya ingin sendiri.

            Akhirnya hari ini selesai dan rasanya begitu lega. Tenggorokanku terasa haus dan Lily mengajakku pergi untuk mencari makanan. Aku sependapat dengan Liliy karena perutku meminta jatah makanan. Aku pun berdiri namun entahlah apa itu tidak sengaja atau keteledoranku aku menjatuhkan tasku dan sialnya lagi tasku belum aku tutup sehingga isi di dalam tasku keluar semua. Marie menutup mulutnya. Bukan kaget karena isi tasku yang jatuh, tetapi jatuhnya di tempat yang tidak tepat.

            Aku mendongakkan wajahku dan berusaha untuk tetap tenang. Namun aku melihat wajah Luke yang menatapku dengan tatapan tidak ramah. Namun demi Tuhan wajahnya tetap terlihat begitu tampan dan aku tidak bisa mengalihkan pandang ke arah lain. Farah bodoh, Farah bodoh! Aku menyesal melihatnya dan aku ingin pindah ke kelas lain agar aku tak lagi melihat wajahnya yang menganggu pikiranku.

            “Maaf.” Ucapku dengan lidah yang kelu dan mengambil isi dari dalam tasku lalu memasukkannya ke dalam tasku.

            Namun apa yang selanjutnya terjadi? Aku harap setelah ini Marie tidak dilarikan ke rumah sakit melihat Luke yang membantuku untuk mengembalikan barang-barang tidak penting yang terjatuh berserakan di lantai. Untunglah aku tidak membawa barang-barang yang tidak boleh dilihat Luke. Aku perhatikan jari-jari tangannya yang uhhh ingin sekali aku sentuh. Otakku mulai tidak benar dan aku tidak ingin menambah ketidakbenaran di otakku. Luke? where the hell did he come from?

            Thanks.” Ucapku singkat lalu cepat-cepat berdiri dan berlari tanpa mempedulikan teriakan Marie dan Liliy.

            Marie yang sepertinya mencoba mengejarku dan akhirnya mendapatkan lenganku langsung menariknya sampai aku merasakan sakit. “What the hell Farah? Luke! Dia sudah membantumu memasukkan barang-barangmu yang jatuh! Luke adalah tipe cowok yang pengertian.” Ucapnya dengan mata yang bernyala-nyala.

            Aku menatap Marie yang rasanya seperti berhadapan dengan Gina. Oh aku teringat dengan Rey yang tidak jauh beda dari Luke. Tapi aku tidak tau bagaimana Luke dan apa yang membuat cewek-cewek pada tergila-gila padanya selain wajahnya yang tampan. Tapi jujur saja aku juga kaget dengan apa yang terjadi pada diriku. Luke menolongku dan itu adalah hal yang sangat mustahil padahal tadi Luke menatapku dengan tatapan tidak suka.

            “Farah, aku sudah jatuh cinta padanya. Bagaimana ini?” Tanya Marie.

            Aku bosan melihat wajah Marie kemudian aku melihat wajah Lily yang terlihat santai-santai saja. Lily sama sekali tidak tertarik pada Luke. Sepertinya Lily sudah memiliki seorang pacar yang sangat dia cintai sehingga tidak bisa tertarik dengan cowok lain sekalipun cowok itu tampan sekali. Sementara aku?

***

            Dan sampai sekarang pun aku masih memikirkan Luke dan perbuatannya tadi yang tidak pernah aku duga. Dan aku masih bingung sekaligus tidak mengerti dengan sikapnya yang tiba-tiba saja menjadi sosok malaikat penolong. Tapi mungkin saja kan Luke memang baik dan suka menolong walau dilihat dari luar Luke tampak sombong dan tidak ramah. Sudahlah lupakan saja. Aku tidak mau terlalu lama memikirkan Luke.

            Kemudian aku memutuskan membuka ponselku dan aku langsung tersenyum melihat Alex disana yang sedang merangkulku. Untuk apa memikirkan Luke jika aku masih memiliki Alex yang sangat mencintaiku meski Alex tidak bisa dibandingkan dengan Luke? Maksudku Alex tidak setampan Luke tetapi aku lebih suka dengan cowok yang biasa seperti Alex agar aku nyaman menjalani hubungan dengannya tanpa harus khawatir kalau Alex harus selingkuh. Tapi aku tidak bilang kalau tidak ada satupun cewek yang tidak naksir padanya. Alex pernah bercerita padaku ada beberapa cewek yang suka padanya tapi Alex lebih memilihku.

            “Farah, ada malaikatmu di luar sana. Sepertinya dia ingin mengajakmu makan malam.” Ucap Chloe.

            Dasar Alex. Dia selalu saja membuat kejutan dan datang secara tiba-tiba. Apakah aku diberi izin keluar? Aku menjadi ragu namun mata Chloe meyakinkanku seperti mengatakan bahwa sekolah sudah memberikan izin padaku untuk makan malam bersama Alex. Cepat-cepat aku mengganti pakaian dan berdandan seadanya. Corine melihatku yang sedang tergesa-gesa akhirnya mendekatiku.

            “Jadi selama kau bertemu dengan pacarmu kau hanya berdandan secukupnya dan memaakai pakaian seadanya?” Tanya Corine.

            Aku tau hidupku dengan hidup Corine sangat berbeda. Bahkan mungkin pacar Corine adalah anak orang pejabat kaya. Sudah aku katakan bahwa aku adalah gadis sederhana yang cuek dengan penampilan. Asalkan penampilanku layak walau tidak cantik seperti Corine, ku rasa semuanya akan baik-baik saja. Dan kalau saja aku menggunakan baju yang sedikit seksi, pasti Alex akan banyak berkomentar padaku dan mengatakan bahwa aku berubah dan menjadi diri yang lain, bukan diriku sendiri.

            Sesaat aku melupakan Luke dan berharap aku tidak pernah mengenalinya. Setelah ku rasa siap, aku berjalan keluar dan memang aku diberikan izin untuk makan malam bersama Alex. Ku lihat Alex tersenyum manis padaku dan kami berpelukan tanpa berciuman. Mungkin aneh jika ada yang melihat pasangan yang sudah berumur dua tahun tapi sama sekali belum pernah merasakan sebuah ciuman.

            “Kau cantik dari dalam dirimu sendiri. Itulah hal yang membuatku semakin mencintaimu.” Ucap Alex sambil mengacak-acak rambutku.
            Sialan Alex rambutku menjadi berantakan dan aku sangat tidak menyukainya. Dan ya! Alex membawa mobil dan aku sangat-sangat tidak percaya. Jadi Alex sudah bisa mengendarai mobil? Hebat sekali. Alex merangkulku dan mengajakku masuk ke dalam mobilnya.

            “Apakah ini mobilmu?” Tanyaku.

            Alex tertawa. “Tentu saja tidak. Ini mobil temanku.” Jawabnya.

            Oh jadi Alex bela-belain minjem mobil di temannya hanya untuk mengajak makan malam bersamaku? Aku jadi terharu padanya. Alex memang baik dan sekali lagi aku beruntung memilikinya. Sama sekali Alex tidak pernah membuatku kesal. Alex sangat menyayangiku dan tidak pernah membuatku sakit. Dan dia rajin mengirim kabar padaku. Jika saja Alex sudah lulus dan kembali tinggal di Indonesia..

            Ternyata Alex membawaku ke restoran China dan sudah bisa aku tebak. Pasti menu makanannya adalah makanan China semua. Dengan gaya yang penuh keromantisan, Alex meraih tanganku dan sebisa mungkin aku menahan tawanya. Bisa saja Alex menjadi sosok pangeran tampan seperti di dalam Cinderella hehe.. Coba saja Alex membuka kacamatanya dan memotong rambutnya dengan potongan keren pasti banyak cewek yang tergila-gila padanya.

            “Kau mau pesan apa?” Tanya Alex.

            Aku melihat daftar menu yang aku sendiri bingung. Namanya kok aneh-aneh ya? Tapi sejujurnya sih aku tidak lapar karena aku tadi di traktir pizza sama Marie. Akhirnya kami berdua sepakat membeli Chow Mein yang berupa mie kering. Tidak tahulah bagaimana rasanya tapi kata Alex rasanya enak dan aku percaya-percaya saja. Kalau tidak enak biar dia saja yang makan.

            “Gimana hari pertamamu sekolah?” Tanya Alex basa-basi.

            Aku terdiam dan tiba-tiba saja jantungku berdetak tak karuan saat melihat sekumpulan cowok yang ngg ku rasa habis mabuk dan disana ada Luke. Astaga jadi cowok sekalem Luke bisa mabuk juga? Aku perhatikan wajah Luke yang terlihat tidak baik-baik saja, rambutnya pun acak-acakan. Untunglah dia tidak menghisap rokok seperti teman-temannya yang lain.

            “Apa yang kau pikirkan?” Tanya Alex menyadariku.

            Cepat-cepat aku tersadar dan kembali fokus pada Alex. Tapi entah mengapa aku ingin terus melihat Luke dan diam-diam merasa kasihan padanya. Mungkin saja Luke dari sini karena itulah dia bisa sebebas itu. Tidak mungkin Luke dari negara lain. Tapi apa benar itu Luke? Apa aku salah lihat? Shit! Aku benci pada diriku sendiri.

            Makanan pun datang dan aku merasa mual melihat makanan itu. Sementara Alex terlihat makan dengan lahap tanpa ada jeda sedikitpun. Aku alihkan pandang ke arah Luke. Dia sedang tertawa bersama teman-temannya. Entah apa yang dia tertawakan tapi ku rasa Luke bukanlah anak yang baik. Di sekolah dia terlihat kalem dan cuek tetapi di luar sana dia terlihat sangat liar.

            Dan jantung sialanku ini tidak henti-hentinya berdetak saat melihatnya. Sialan!

***











Tidak ada komentar:

Posting Komentar