expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 21 Juli 2015

Towers ( Epilog )



Epilog

.

            “Ayo kejar aku!” Seru Tristan.

            Luke yang sepertinya sudah tidak sanggup lagi mengejar Tristan akhirnya memilih untuk masuk ke dalam rumah untuk mengambil air putih karena Luke kehausan. Baginya, Luke sangat payah dibanding Tristan. Berlari sedikit saja sudah merasa lelah seperti ini sedangkan Tristan walau berlari sampai berjam-jam lamanya hanya merasa sedikit lelah, dan terkadang Luke suka iri dengan Tristan. Namun walau begitu, Luke sangat menyayangi Tristan melebihi apapun.

            Ia dan Tristan adalah saudara kembar dan susah membedakan antara dirinya dengan Tristan. Mungkin orang-orang bisa membedakan mereka melalui tinggi tubuh mereka. Tristan lebih tinggi lima centi dibanding Luke. Mereka juga dijuluki dengan sebutan menara kembar karena mereka memang kembar dan terlihat bagaikan menara.

            Setibanya di dapur, Luke yang berniat mengambil segelas air putih tiba-tiba tidak sengaja menyenggol lilin yang pada saat itu menyala terang. Hanya satu lilin. Satu lilin tentu tidak akan membahayakannya. Namun walau lilin itu terlihat lemah, sayangnya lilin itu jatuh di tempat yang berbahaya. Tepatnya di sebuah botol besar yang berisi minyak tanah. Salah Liza yang menaruh botol itu sembarangan.

            Tentu saja Luke merasa kaget. Yang ia lihat hanyalah kobaran api yang semakin besar, yang membuatnya ketakutan dan ingin menangis. Luke tidak tau dimana jalan keluar dan bagaimana cara menyelamatkan diri. Semua itu terjadi secara tiba-tiba dan tanpa di duganya.

            “Tristan! Tristan! Tristan!”

            Percuma Luke berteriak. Tristan tidak bisa mendengar teriakan dan tangisannya. Api semakin besar dan Luke merasa nyawanya sebentar lagi akan berpisah dari raganya. Luke meringkuk sambil menatap kobaran api yang sudah membuatnya panas dan sulit bernafas. Asap api yang berwarna hitam itu juga membuat kulitnya menjadi abu dan berkeringat.

            Namun Luke merasa belum siap untuk mati. Hidupnya masih panjang dan masa depan menunggunya. Akhirnya Luke berdiri dan berpikir keras untuk menyelamatkan diri.

            Satu-satunya jalan keluar adalah jendela belakang yang jarang dibuka. Kata Liza, jendela itu berbahaya dan di luar jendela itu ada sebuah jurang yang dalam. Rumah Luke memang tidak strategis dan berbahaya. Jika ia keluar dari jendela itu, sama saja membunuh dirinya sendiri. Tetapi entah apa yang membuat Luke nekat memanjat menuju jendela itu dan keluar.

            Untuk sementara ini Luke berhasil menaiki jendela yang baginya mengerikan itu. Api semakin besar dan ia harus segera keluar dari tempat ini. Memang sulit rasanya namun jika Luke melakukannya dengan hati-hati, tentu ia akan selamat.

            Namun terkadang Tuhan memutuskan kehendak lain yang tidak sesuai dengan keinginan manusia. Luke terpeleset di jendela itu dan terjatuh ke bawah. Hanya sakit yang ia rasakan. Luke merasa tubuhnya seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum tajam dan kepalanya sukses terbentur batu yang keras. Setelah itu Luke pingsan dan sudah tidak ingat apa-apa lagi.

            Dan Luke tidak tau ada seorang laki-laki yang diam-diam membawanya. Laki-laki itu terlihat bahagia.

            “Aku sudah menemukan bocah yang kau inginkan! Apa kau sudah puas, Sara?”

***
THE END!

Towers ( Part 20 )



Part 20

.

            Perlahan, Luke membuka kelopak matanya dan merasa tubuhnya begitu lemah. Bahkan menggerakkan tangannya saja ia tidak sanggup. Sedang dimana ia sekarang? Luke mencium bau obat-obatan dan tersadar bahwa ia berada di rumah sakit. Rumah sakit. Luke berusaha mengingat hal terakhir sebelum ia berada di tempat ini.

            Tiba-tiba tubuhnya bergemetar dan sepertinya Luke telah menemukan sesuatu. Sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya. Ya. Luke sudah ingat sekarang. Luke sudah ingat bagaimana masa lalunya dan mengapa ia bisa amnesia. Namun Luke tidak bisa mengingat mengapa ia bisa berada di rumah sakit dengan kondisi lemah seperti ini.

            “Kak Luke?”

            Suara itu… Luke memejamkan matanya dan berharap suara itu adalah nyata. Kemudian Luke membuka matanya dan merasa tangannya di genggam oleh seseorang. Luke menoleh ke arah samping kiri dan mendapati Ashley yang sedang tersenyum ke arahnya. Ashley. Luke tau betul siapa Ashley itu. Ashley adalah adik kandungnya yang telah ia lupakan. Seharusnya Luke tidak melupakan Ashley dan keluarganya.

            “Apa yang kak Luke rasakan?” Tanya Ashley.

            Sebisa mungkin Luke tersenyum. “Aku baik-baik saja. Hanya saja tubuhku terasa lemah.” Jawabnya.

            “Syukurlah. Kak Luke istirahat saja. Disini Ashley akan menjaga kak Luke.” Ucap Ashley.

            Tiba-tiba Luke teringat dengan Tristan. Tristan yang adalah saudara kembarnya. Luke ingat betul dengan memori masa lalunya. Disana, ia tampak bahagia bersama Tristan. Bermain bersama, tertawa bersama, bahkan pernah melakukan hal konyol sehingga menganggu para tetangga. Luke memang sangat dekat dengan Tristan seperti sesuatu yang tidak bisa terpisahkan. Luke tersenyum mengingat semua itu. Masa lalu yang sangat indah. Mengapa ia baru bisa mengingat sekarang?

            Sekarang, dimana Tristan? Luke ingin sekali bertemu Tristan dan ingin memeluk saudaranya itu. Sudah tiga belas tahun ia terpisah oleh Tristan dan Luke rasa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melepas rasa rindunya pada Tristan.

            “Dimana Tristan?” Tanya Luke.

            Ashley tidak menjawab pertanyaan Luke. Gadis itu terdiam dan entah apa yang ada di pikirannya. “Kak Tristan baik-baik saja kok. Kak Luke tidak usah memikirkan kak Tristan.” Jawabnya.

            “Tapi aku ingin bertemu Tristan.” Ucap Luke.

            “Ashley tau kok kak. Nanti kalau kak Luke sembuh baru kita sama-sama menemui kak Tristan.” Ucap Ashley.

            Luke percaya dengan apa yang dikatakan Ashley. Ia harus bisa sembuh dan tidak sabaran bertemu dengan Tristan. Luke sangat tidak sabar melihat dirinya yang lain dan pastinya akan terasa aneh. Sekarang ia hanya bisa bersabar.

            “Kapan aku bisa keluar dari rumah sakit? Dimana Tami? Aku kena penyakit apa?” Tanya Luke.

            Di saat Ashley bingung mau menjawab apa, Tami datang memasuki kamar Luke sambil membawa sekeranjang buah-buahan. Senyum Tami melebar tatkala melihat Luke yang sudah sadar. Berita baik. Dunia tidak bersedih lagi. Sebentar lagi Luke akan kembali dan menjadi bintang yang bersinar di atas sana.

            “Wah jagoanku sudah sembuh.” Ucap Tami.

            “Hei! Apa yang sedang terjadi padaku? Aku sakit apa?” Tanya Luke.

            Tami tidak menjawab pertanyaan Luke. Gadis itu malah melirik ke arah Ashley yang sedang kebingungan. Haruskah ia berkata jujur pada Luke?

            “Kak Luke hanya kelelahan saja. Besok kak Luke boleh pulang.” Jawab Ashley akhirnya.

            Tetapi Luke merasa baik Ashley dan Tami sedang menyembunyikan sesuatu padanya.

***

            “Aku sadar sekarang kalau aku tidak bisa memaksa perasaan seseorang.” Ucap Albert.

            Novela terdiam mendengar ucapan Albert. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu. Tapi sepertinya Albert akan memutuskan ikatan antara keluarganya dengan keluarga Albert.

            “Oke. Maafkan aku. Aku tau kau tidak mencintaiku. Aku janji setelah ini meninggalkanmu.” Ucap Albert.

            Dan benar saja. Setelah mengucapkan kalimat itu, Albert meninggalkan Novela dan Novela seharusnya merasa senang karena Albert sudah pergi dari kehidupannya. Seharusnya saat ini Novela berteriak sekencang-kencangnya saking bahagianya.

            Namun, gadis itu bukannya merasa senang. Tetapi gadis itu menangis. Novela menangis dan merasa Tuhan sudah sangat tidak adil padanya.

***

            Inikah rumahnya?

            Setelah dinyatakan sembuh dan boleh pulang, Luke dengan diantar Ashley, Tami, Michael, Calum dan Ashton mendatangi rumah Ashley yang mungkin dapat membuat Luke kaget. Benar saja. Luke tampak kaget melihat rumah Ashley yang menurut Luke tidak cocok untuk di huni. Luke sudah tidak amnesia lagi. Luke masih mengingat siapa dirinya. Dirinya adalah sosok Luke yang banyak digemari oleh ribuan fans-nya bahkan jutaan. Luke yang adalah seorang penyanyi muda yang sedang naik daun.

            Bahkan Luke tidak melupakan tiga temannya yang tidak lain adalah Calum, Michael dan Ashton. Luke masih ingat akan janjinya untuk memilih bergabung di band Michael dan mereka akan menjadi band yang terkenal. Luke janji setelah ini ia akan mengajak Calum, Michael dan Ashton berkeliling dunia.

            Tapi dimana Tristan? Luke tidak sabaran bertemu dengan Tristan. Sedaritadi Luke menahan diri untuk tidak menanyakan keberadaan Tristan. Kemudian, seorang wanita yang bagi Luke terlihat sudah tidak asing lagi mucul dan mata wanita itu berkaca-kaca. Mama! Batin Luke. Langsung saja Luke memeluk wanita itu dengan erat.

            Liza begitu bahagia melihat Luke. Luke yang selama ini ia kira sudah tiada. Ternyata Luke masih hidup dan pelukan Luke terasa nyata. Cukup lama mereka berpelukan dan Luke melepaskan pelukannya.

            “Luke.. Maafkan Luke. Luke yang tidak sengaja membakar rumah kita. Luke yang membuat Ayah mati. Maafkan Luke. Sekarang Luke ingat semuanya.” Ucap Luke sambil menahan tangisnya.

            Sementara itu Liza menangis. “Tidak apa-apa. Mama tidak peduli apapun yang sudah kau perbuat. Yang penting kita sudah berkumpul disini.” Ucapnya.

            “Tristan. Mana Tristan?” Tanya Luke.

            Lagi-lagi semuanya terdiam dan mematung. Luke menjadi gemas. Mengapa mereka tidak mau memberitahu dimana keberadaan Tristan? Tapi Tristan baik-baik saja kan? Kemudian Luke melihat Ashley yang menangis diikuti Tami, Calum, Michael, dan Ashton. Mengapa mereka menangis? Apa yang terjadi dengan Tristan?

            “Dimana Tristan?” Tanya Luke sekali lagi.

            Tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara tangisan yang mampu menyesakkan dada dan membuat hati perih. Mengapa tidak ada yang menjawab pertanyaannya? Dimana sebenarnya Tristan?

            “Tristan.. Dia..” Lirih Liza.


***

            “Kenapa kalian tidak mau memberitahuku? Kenapa?”

            Setelah lama diam dan mengunci mulutnya, akhirnya Luke berbicara juga. Entah apa yang dirasakannya. Tapi sepertinya Luke merasa marah. Sedangkan lainnya hanya terdiam sambil menunduk.

            Luke, cowok itu menunduk dan bersimpuh sambil berusaha menahan air matanya. Luke tidak ingin air matanya jatuh dan membasahi Tristan. Luke tidak ingin air matanya jatuh membasahi gundukan tanah itu. Kenapa? Kenapa semuanya bisa terjadi?

            “Biar aku yang menjelaskan semuanya ke Luke..” Ucap suara seorang gadis yang tidak lain adalah Novela.

***

            Tentu saja Mia, Ibu Novela kaget akan kedatangan Luke. Setaunya, Luke adalah penyanyi terkenal dan banyak digemari oleh jutaan fans. Baru pertama kali melihat Luke saja Mia sudah jatuh cinta dengan Luke. Maksudnya bukan jatuh cinta seperti para remaja. Tapi jatuh cinta akan sosok Luke yang terlihat begitu sempurna. Tapi diam-diam Mia merasakan suatu keanehan dengan Luke. Seperti sudah tidak asing lagi dengan wajah Luke.

            “Ternyata kau anak orang kaya.” Ucap Luke sambil melihat-lihat isi rumah Novela.

            “Tampaknya kau sudah baikan.” Ucap Novela.

            Luke terdiam mendengar ucapan Novela. Perasaannya pada Novela masih ia rasakan walau Luke tidak yakin apakah yang ia rasakan adalah perasaan cinta. Tapi rasanya sangat bodoh untuk memikirkan perasaan yang tidak jelas itu. Yang ada dipikirannya hanyalah Tristan. Luke masih merasa tidak yakin dengan apa yang ia lihat dengan apa yang telah terjadi hari ini. Mereka cuma bercanda kan membawanya ke sebuah pemakaman dan menemukan batu nisan yang bertuliskan nama ‘Tristan Hemmings’?

            “Maafkan aku. Tapi kau harus percaya padaku.” Ucap Novela. Gadis itu mengajak Luke duduk di belakang rumahnya tepat di pinggir kolam renang. “Tristan sudah meninggal.” Sambungnya.

            Luke menatap Novela dan berharap gadis itu sedang bercanda. Tidak mungkin Tristan meninggal. Tidak mungkin! Luke sangat ingin bertemu dengan Tristan dan menambah ingatan masa lalunya bersama saudara kembarnya yang sangat ia sayangi.

            “Tidak. Aku masih tidak yakin. Kalian semua sedang mempermainkanku!” Ucap Luke.

            Sebisa mungkin Novela menahan tangisnya. Tristan, satu-satunya cowok yang ia cintai tetapi harus meninggalkannya. Tristan, itulah yang membuat Novela menangis berhari-hari dan membuat bengkak matanya. Tentu saja Novela ingin sekali Tristan kembali dan duduk di sampingnya. Tidak peduli apakah Tristan mencintainya atau tidak. Asalkan Tristan masih ada dan Novela bisa melihat senyum manis Tristan.

            Akhirnya Novela menangis. Melihat hal itu, hati Luke merasa pedih dan juga ingin sekali menangis. Apa benar Tristan sudah tiada? Mengapa Novela terlihat sesedih itu? Mengapa Tristan bisa meninggal?

            “Luk.. Aku tidak memaksamu untuk mempercayai ucapanku. Tapi aku mengatakan sejujur-jujurnya.” Ucap Novela sambil berusaha mengatur nafasnya. “Tristan sudah meninggal dan kau tidak akan pernah bisa melihatnya.” Sambungnya.

            “Tidak! Aku harus melihat Tristan! Katakan dimana Tristan!” Ucap Luke. Kali ini Luke tidak bisa menahan air matanya. Hatinya begitu sakit.

            “Tristan sudah tiada Luk..” Jawab Novela dengan suara yang lemas.

            Tidak. Air mata itu tidak boleh turun. Cepat-cepat Luke menghapus air matanya. Tetapi mengapa air matanya begitu bandel? Kenapa ia mudah menangis seperti ini? Selama ini Luke menyimpulkan bahwa seseorang yang mudah menangis adalah seseorang yang sangat lemah. Dan ia adalah seseorang yang sangat lemah.

            “Sewaktu kau koma, Tristan sangat khawatir padamu. Kau terkena penyakit gagal ginjal dan ginjal kirimu sudah tidak berfungsi. Ada beberapa orang yang ingin mendonorkan ginjalnya untukmu, termasuk Calum, Ashton dan Michael. Tetapi tidak ada yang cocok. Juga karena golongan darahmu langka, yaitu AB resesif. Bahkan Ibumu tidak bisa mendonorkannya karena kau mewarisi golongan darah itu dari Ayahmu yang sudah meninggal.

            Seandainya kau bisa sadar, Tristan sangat menyayangimu dan dia takut kehilanganmu. Setiap malam Tristan selalu menjagamu dan menangis. Dia ingin kau sadar dan ingin kau dan dia tertawa bersama dan mengingat masa lalu yang indah. Tristan tidak ingin kehilanganmu untuk yang kedua kalinya.

            Sampai akhirnya Tristan-lah yang memutuskan untuk memberikan satu ginjalnya untukmu dan tentunya golongan darah kalian sama. Usaha Tristan membuahkan hasil. Kau selamat Luk berkat ginjal Tristan. Aku juga merasa senang. Tristan rela memberikan satu ginjalnya demi masa depanmu dan Tristan sudah tidak peduli lagi dengan masa depannya. Di pikiran Tristan hanyalah namamu Luk.

            Tapi Tuhan seperti ingin mengambil Tristan kembali. Proses pencangkokan ginjal itu berjalan lancar. Tristan sempat sadar. Tetapi sayangnya Tristan mengalami pendarahan yang hebat dan jika tidak cepat-cepat mendapat donor darah, Tristan akan mati. Aku panik itu. Tidak mudah mencari golongan darah AB resesif dan pada akhirnya Tristan meninggal dengan tenang sambil tersenyum.

            Itulah kesedihan terbesarku dan aku sangat membenci dengan takdir Tuhan. Luk, aku mencintai Tristan. Tristan adalah satu-satunya lelaki yang aku cintai. Tapi dia sudah tiada Luk! Tristan sudah tidak ada!”

            Akankan Luke mempercayai ucapan Novela? Tetapi hatinya merasa sakit. Sakit sekali. Dadanya terasa sesak dan rasanya sulit untuk bernafas. Air mata itu masih turun dan mungkin saja semua yang dikatakan Novela adalah benar.

            Karena Luke merasa separuh jiwanya hilang dan tidak akan kembali.

            Kini menara itu sendiri. Menara itu sendiri dan sudah tidak kembar lagi. Akankan menara itu sanggup menjalani hidup dengan kesendirian?

***

            Dua tahun kemudian….

            5 Seconds of Summer berhasil mengeluarkan dua albumnya yang selalu menduduki peringkat nomor satu. Tidak menyangka bukan. Seorang Luke yang egois dan suka menyendiri akhirnya memutuskan untuk membentuk sebuah band bernama 5 Seconds of Summer. Tentu saja itu lebih baik dari sebelumnya dan Luke merasa senang. Sekarang ia tidak lagi sendiri. Ada tiga sahabatnya yang selalu membuatnya ceria.

            “Aku tidak sabaran kembali ke tour kita dan berkeliling dunia.” Ucap Calum.

            “Aku juga! Dan sampai sekarang aku tidak percaya kalau kita adalah satu band yang terkenal di seluruh dunia.” Ucap Michael kemudian melirik ke arah Luke yang sedang asyik makan siang. “Thanks bro! Ini semua karena kau juga. Kau menyelamatkan hidup kami.” Ucapnya sambil tersenyum.

            Mendengar suara Michael, Luke langsung memberhentikan makanannya. “Tidak. Bukan aku yang menyelamatkan kalian. Tetapi kalian-lah yang menyelamatkanku.” Ucapnya.

            Setelah ini mereka akan mengadakan tour di Asia khususnya Asia Tenggara dan salah satu Negara yang masuk ke dalam daftar tour mereka adalah Malaysia. Luke tersenyum. Setaunya di Malaysia ada sebuah bangunan berupa menara kembar yang menjulang tinggi. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Terkadang Luke melupakan Tristan dan tertawa lepas bersama teman-temannya.

            Because heartache doesn’t last forever and sometimes we say that we’ll fine.

***

Towers ( Part 19 )



Part 19

.

            Beberapa menit kemudian, seorang dokter berkepala botak keluar dari ruangan Luke dan bergantian menatap Michael, Calum, Ashton dan Tristan. Dokter itu sedikit kaget melihat Tristan. Mungkin Tristan adalah saudara kembar Luke, batin dokter itu walau tidak yakin.

            “Dok apa yang terjadi dengan Luke? Apakah Luke baik-baik saja?” Tanya Michael.

            “Dimana keluraga Luke?” Tanya dokter itu.

            Tidak ada yang menjawab. Michael, Calum, Ashton dan Tristan sama-sama bingung. Akhirnya Tristan mengangkat tangannya dan hal itu membuat Michael, Calum dan Ashton menjadi kaget.

            “Saya dok, saya saudara kembarnya.” Jawab Tristan tanpa ragu-ragu.

            Dokter itu terdiam sambil menatap Tristan dengan teliti. Memang benar Tristan adalah saudara kembar Luke karena keduanya sangat mirip. Dokter itu pun mempersilahkan Tristan masuk ke dalam ruangannya. Sementara itu, Michael, Calum dan Ashton menunggu di luar dengan jantung yang berdetak tidak normal. Semoga Luke baik-baik saja.

                                                                        ***

            Rasanya seperti berada di sebuah tempat yang asing dan tidak pernah ia datangi sebelumnya. Tristan duduk tepat di hadapan dokter itu dengan detakan jantung yang melaju cepat. Telapak tangannya terasa dingin sekali. Tristan mencuri pandang ke arah dokter yang menyiratkan suatu hal yang buruk.

            “Dari hasil tes tadi, Luke mengalami gagal ginjal yang sudah sangat parah. Ginjal kirinya sudah tidak berfungsi lagi. Sekarang ini Luke mengalami koma dan kita tidak tau kapan Luke akan sadar.” Jelas dokter itu.

            Bagaikan sebuah mimpi buruk. Meski Tristan tidak pernah melihat Luke secara langsung, tetapi Tristan merasakan kekhawatiran yang teramat sangat. Luke, seseorang yang sudah sangat ia yakini adalah saudara kembarnya, dan sekarang Luke mengalami koma. Hati Tristan begitu perih mendengarnya. Tristan tidak ingin kehilangan Luke untuk yang kedua kalinya, meski Tristan tidak tau bagaimana kronologi tiga belas tahun yang lalu.

            “Gimana caranya agar Luke bisa hidup?” Tanya Tristan.

            “Satu-satunya cara adalah mendonorkannya ginjal. Tetapi kami tidak yakin apakah nantinya berhasil atau tidak karena beresiko juga.” Jawab dokter itu.

            “Kalau tidak mendonorkan ginjal apakah Luke bisa sembuh?” Tanya Tristan.

            Dokter itu berpikir sebentar. “Mungkin saja bisa. Tetapi Luke hanya memiliki satu ginjal dan itu sangat berbahaya. Luke tentu tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan selama-lamanya harus istirahat di rumah demi keselamatannya. Juga Luke tidak boleh minum sembarangan. Di tambah lagi Luke harus sering mencuci darah karena ginjal kanannya tidak bisa menyaring darah seutuhnya.” Ucapnya.

            Tristan benar-benar tidak menyangka Luke bisa terkena penyakit itu. Apakah selama ini Luke tidak pernah menyadarinya? Jika saja tidak ada yang mendonorkan ginjal pada Luke, hidup Luke akan berubah 180 derajat dan Luke tidak akan bisa meneruskan impiannya. Itu sama saja dengan membunuh Luke secara perlahan.

            “Carikan pendonor ginjal yang cocok untuk Luke. Aku tidak ingin kehilangannya.” Ucap Tristan.

            “Akan kami usahakan.” Jawab dokter itu.

            Tristan menghela nafas lega. “Bolekah saya menjenguk Luke?” Tanyanya.

***

            Tami sudah ada di rumah sakit dan menemukan Tristan disana. Tristan yang berwajah sendu dan pucat. Pasti ada yang tidak beres dengan Luke. Tami menjadi khawatir. Tami takut jika Luke terkena penyakit serius.

            “Tristan?” Tanya Tami.

            Tristan tersenyum lemah. “Kalian bisa melihat Luke, ayo!” Ajaknya.

***

            Entah mengapa perasaan Liza menjadi tidak enak. Sudah berjam-jam lamanya Liza berdiam diri di ruang rawat Ashley dan tidak keluar sama sekali. Liza merasa di luar sana sedang ramai dan entahlah apa yang menyebabkan keramaian itu.

            Tiba-tiba kelopak mata Ashley bergerak secara perlahan dan sepertinya Ashley terbangun dari tidurnya. Liza tersenyum melihat Ashley yang sudah membuka kedua matanya. Namun setetes demi setetes air keluar membahasi pipinya yang putih pucat.

            “Ma..” Lirih Ashley.

            “Iya sayang? Ada apa?” Tanya Liza.

            Tampak Ashley yang tengah berusaha menahan tangisnya. Sepertinya Ashley telah mendapatkan mimpi buruk yang membuatnya menangis seperti ini. Sebisa mungkin Liza menenangkan Ashley dan berdoa agar Ashley baik-baik saja.

            “Ma.. Kenapa kak Tristan dan kak Luke tidak bisa bersama? Kenapa Tuhan menginginkan mereka berpisah?” Tanya Ashley sambil menangis.

            Luke lagi. Kali ini Liza penasaran dengan apa yang ada di pikiran Ashley. Kenapa selama berada di rumah sakit Ashley selalu membahas soal Luke? Luke sudah mati. Titik! Dan tidak ada yang boleh membahas soal Luke seperti apa yang dikatakan Tristan.

            “Sudah mama bilang. Luke sudah mati. Kamu tidak perlu membahas Luke.” Ucap Liza.

            “Ma! Ada satu hal yang tidak Mama tau. Kak Luke masih hidup. Waktu kebakaran itu, kak Luke tidak mati. Ashley tidak tau siapa yang menculik kak Luke dan kak Luke jadi amnesia. Tapi pada akhirnya kak Luke tau siapa kak Tristan begitu pula sebaliknya.” Jelas Ashley.

            Liza merinding mendengar penjelasan Ashley. Benarkah itu? Benarkah Luke yang selama ini Liza kira sudah mati ternyata masih hidup? Darimana Ashley bisa menyimpulkan semua itu?

            “Darimana kamu tau kalau Luke masih hidup?” Tanya Liza.

            Kali ini air matanya benar-benar turun seperti hujan. Tetapi Ashley berusaha untuk kuat. “Ashley mimpi Ma. Ada seseorang yang mengatakan suatu kebenaran pada Ashley..” Tangisnya.

            “Tapi itu hanya mimpi. Mama tidak percaya kalau kau tau dari mimpi.” Ucap Liza.

            Tangis Ashley semakin kencang. “Terserah Mama mau percaya atau tidak. Tapi seseorang itu mengatakan bahwa sebentar lagi kak Luke akan mati..” Ucapnya lalu tidak sadarkan diri.

***

                Perlahan, Tristan membuka pintu rawat Luke dengan jatung yang berdetak tak karuan. Begitu pula dengan Tami, Michael, Calum dan Ashton. Tristan belum juga memberikan jawaban yang pasti mengenai keadaan Luke dan apa yang sebenarnya terjadi dengan Luke.

            Dan disinilah ia. Tristan terpaku menatap sosok yang sangat mirip dengannya dengan gaya rambut yang tidak jauh beda dengannya. Dia-kah Luke? Tristan terduduk lemah di samping ranjang Luke sambil menunduk dan berusaha menahan tangisnya. Betapa malunya jika ia menangis.

            Sementara itu, Tami dan lainnya menyusul Tristan dan mendekati ranjang Luke. Tami tidak bisa menahan air matanya dan gadis itu pun menangis. Michael, Ashton dan Calum sama seperti Tristan. Sama-sama berusaha menahan air mata agar tidak turun.

            Tapi sepertinya Tristan tidak sanggup lagi menahan air matanya dan pemuda itu pun menangis. Menangis dalam kesepian dan kesunyian. Kemudian Tristan menyentuh wajah Luke dan sentuhan itu terasa nyata. Luke adalah nyata. Luke belum mati sewaktu tragedy tiga belas tahun yang lalu. Luke masih hidup. Tetapi mengapa ia harus bertemu dengan Luke dalam kondisi seperti ini? Bisakah Luke membuka matanya?

            Calum menepuk pelan bahu Tristan. “Tris, Luke kenapa? Luke baik-baik saja kan? Jangan membuat kami takut dan khawatir.” Ucapnya.

            Sebelum menjawab, Tristan berusaha menenangkan dirinya. “Luke… Dia… Dia terkena gagal ginjal. Ginjal kirinya rusak dan sudah tidak berfungsi lagi. Sekarang Luke sedang koma.” Jawabnya.

            Keempatnya kaget mendengar jawaban yang diberikan Tristan. Tristan sedang tidak bercanda kan? Luke terkena penyakit gagal ginjal? Tami yang paling dekat dengan Luke merasa bodoh karena selama ini tidak bisa menjaga Luke dengan baik. Luke memang tidak suka minum air putih dan lebih banyak minum minuman yang tidak sehat. Bahkan Tami harus mengikhlaskan Luke yang memang senang sekali masuk keluar bar dan itu dapat menyakiti diri Luke sendiri. Luke juga cepat lelah dan suka memaksakan diri. Semua itu salahnya. Salahnya!

            “Semua itu salahku. Seharusnya aku bisa menjaga Luke dengan baik.” Ucap Tami.

            “Tidak. Itu bukan salahmu.” Ucap Tristan.

            Semuanya pun terdiam. Kemudian Calum bicara. “Aku mau mendonorkan ginjalku untuk Luke. Demi Luke.” Ucapnya mantap.

            Tentu saja Tristan dan lainnya menjadi kaget. Calum sangat berani mengambil sebuah keputusan yang sangat sulit. Tapi jika Calum sanggup mendonorkan salah satu ginjalnya ke Luke, Calum tidak akan mati. Tapi hidup Calum akan berubah dan hanya bisa bertahan dengan satu ginjal. Itupun jika Calum sanggup.

            “Aku juga!” Tambah Michael.

            Ashton yang diam pun ikutan bicara. “Aku juga mau!” Ucapnya.

            Mengapa tiba-tiba berubah menjadi ajang perlombaan untuk mendonorkan ginjal? Apa mereka tidak tau resiko jika mendonorkan ginjal? Tami menyimpulkan tiga cowok itu tidak memikirkan hal apa yang akan terjadi setelah salah satu diantara mereka hanya memiliki satu ginjal. Kalaupun mereka sudah tau resikonya, belum tentu ginjal mereka cocok dengan Luke.

            “Apa kalian siap hidup dengan satu ginjal?” Tanya Tami.

            Calum, Michael dan Ashton sama-sama mengangguk. Tami sudah yakin tiga pemuda hebat itu dengan ikhlas mau memberikan satu ginjal mereka untuk Luke. Demi Luke. Demi kebahagiaan Luke dan impian-impian Luke. Dan mereka melakukan ini semua agar Luke bisa tersenyum kembali karena telah menemukan siapa keluarganya, dan Tristan.

            Sementara itu Tristan merasa dirinya sangat bodoh karena tidak berani mengatakan bahwa ia berniat mendonorkan ginjalnya untuk Luke. Semua ini terjadi begitu cepat dan Tristan ingin semua ini hanyalah sebuah mimpi.

            Sebuah mimpi buruk yang sebentar lagi akan berakhir.

***

            Yang dirasakan Tristan sama seperti dengan apa yang dirasakan fans Luke. Semua ini terjadi begitu cepat dan mereka berharap semua ini hanyalah sebuah mimpi. Mereka menangis mendengar berita bahwa saat ini Luke sedang mengalami koma di rumah sakit dan ginjal kirinya sudah tidak berfungsi lagi. Mereka hanya bisa berdoa agar Luke cepat sembuh dan kembali beraksi di atas panggung.

            Tristan yang sudah menjelaskan semuanya tentang Luke mampu membuat Liza menangis dan merasa bahwa Luke yang dimaksud Tristan adalah Luke Hemmings, anaknya yang selama ini ia kira sudah meninggal. Liza sempat pergi ke ruang rawat Luke dan wanita itu langsung menangis. Pemuda yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan berbagai selang infus adalah anaknya. Sangat mirip dengan Tristan dan Liza merasa bodoh karena baru menyadarinya.

            Ashley yang sudah sadar dan bisa dibawa pulang ke rumah begitu syok melihat keadaan Luke. Sama seperti mimpi-mimpinya selama ia di rawat di rumah sakit. Dan Ashley merasa takut jika Luke harus meninggalkannya. Dulu, Luke sudah meninggalkannya untuk yang pertama kalinya dan sekarang Luke tidak boleh lagi meninggalkannya.

            Niat Calum, Ashton dan Michael untuk mendonorkan ginjal ke Luke berujung kesedihan. Ginjal mereka tidak cocok untuk Luke karena golongan darah mereka berbeda dengan Luke. Ternyata, mendonorkan darah tidak semudah seperti memberikan barang yang kita miliki. Mereka hanya berdoa agar Luke cepat sembuh dan menemukan pendonor yang tepat.

            Sore hari yang sedang diguyur hujan itu, Tristan duduk di samping Ashley yang di matanya masih ada bekas air mata. Sudah dua minggu Luke koma dan Luke belum sadar juga. Sebisa mungkin Tristan menenangkan adiknya.

            “Luke akan baik-baik saja..” Ucap Tristan.

            Ashley mengelap bekas air mata di pipinya. “Kak, kenapa di saat kita menemukan kak Luke namun dalam kondisi seperti ini?” Tanyanya.

            “Ya mungkin ini memang sudah menjadi sekenario Tuhan. Luke akan sadar dan kita akan tersenyum bersama. Kau, aku, Luke dan Mama.” Ucap Tristan.

            “Kak Tris sudah yakin kalau Luke adalah saudara kita?” Tanya Ashley.

            Tristan tersenyum mendengar pertanyaan Ashley. “Ash, aku dan Luke adalah saudara kembar dan kita sangat mirip. Tentu aku dan dia ada semacam ikatan batin yang sangat kuat. Pertama kali melihat wajah Luke saja aku sudah yakin kalau dia adalah saudara kembarku. Luke masih hidup. Aku senang sekali.” Jawab Tristan.

            Ashley tersenyum sedih. “Tidak. Kak Luke akan mati.” Ucapnya.

            Tristan kaget mendengar ucapan Ashley. “Mati? Luke baik-baik saja. Luke tidak akan mati.” Ucapnya.

            “Kak, selama Ashley di rumah sakit, Ashley mendapatkan sebuah mimpi buruk tetapi mimpi itu menyampaikan suatu kebenaran. Mimpi itu menyampaikan bahwa sewaktu rumah kita terbakar, kak Luke memang ada di dalam. Tetapi kak Luke bisa menyelamatkan dirinya. Sayangnya kak Luke diculik oleh seseorang. Terus, mimpi itu menyampaikan bahwa tidak lama lagi Luke akan mati.” Jelas Ashley sambil menangis.

            Salah satu diantara kalian harus mati. Kau harus memilih: mengorbankan dirimu atau mengorbankan dirinya’

            Tiba-tiba kata-kata itu mucul di pikirannya dan sepertinya Tristan mulai mengerti. Maksud ‘kalian’ di kalimat itu adalah dirinya dan Luke. ‘dirinya’ itu adalah Luke. Artinya, Luke bisa diselamatkan jika ia… Jika ia mau mengorbankan nyawanya untuk Luke. Tristan tersenyum sedih. Adakah pilihan lain? Sungguh Tristan tidak ingin mati.

            “Kak, Luke akan mati! Kak Luke akan mati!” Tangis Ashley.

            Namun Tristan sudah tidak terpengaruh dengan kalimat yang diucapkan Ashley. Ia harus mencari cara untuk menyelamatkan Luke, juga menyelamatkan dirinya.

            Karena Tristan ingin melihat Luke dan ingin bersama seperti dulu.

***