Part 34
.
Yang Disty lakukan adalah jalan
terbaik. Ia harus bisa melupakan Harry. Rasanya teramat susah melupakan
seseorang yang kita cintai. Tapi Disty harus melakukannya. Kali ini ia
mengorbankan untuk Lintar. Lintar yang sudah tiada. Lintar yang sudah tenang di
alam sana. Sekarang, statusnya adalah single. Tapi Disty tidak terlalu berharap
menjadi kekasih Rio. Tentu nantinya akan banyak yang membencinya.
Namun, senyum Harry, tawa Harry,
suara Harry, pelukan Harry, genggaman tangan Harry dan lesung pipit Harry yang
indah masih tidak bisa hilang dari pikirannya. Sekuat apapun ia melupakan
Harry, maka semakin kuat bayangan Harry di pikirannya. Tapi Disty agak tenang
karena sudah tidak mengkhawatirkan Harry. Disana, Harry akan baik-baik saja.
Baik-baik saja.
Michael, Luke, Miley, Donna dan
teman-temannya yang lain mendukung keputusannya yaitu mengakhiri hubungan
dengan Harry. Michael yang paling senang dan menggoda Disty untuk balikan
dengan Rio. Michael cukup membuatnya tersenyum. Walau Disty akui itu senyum
palsu. Disty hanya membutuhkan waktu.
“Adisty Christina Clifford..” Ucap
sebuah suara yang tidak lain adalah Rio.
Tentu saja Disty kaget melihat Rio
yang sudah ada di dekatnya. Pulang sekolah, Disty sedang menunggu Michael yang
belum keluar sejak tadi. Entah apa yang dikerjakan Michael di dalam sana
sementara Rio sudah duluan pulang. Luke juga tidak kelihatan.
“Rio! Aku sudah menepati janjiku.”
Ucap Disty.
Rio tersenyum. Namun senyumnya
terasa lain. Bukan senyum kebahagiaan. Seperti senyum kesinisan. “Kau cukup
pintar untuk aku bodohi. Dan kau cukup bodoh untuk memutusi cowok yang sangat
kau cintai.” Ucapnya. Nada suaranya terdengar berbeda.
Tentu saja Disty heran dengan ucapan
Rio. Apa maksudnya itu? “Aku tidak mengerti.” Ucapnya.
Belum sempat Rio menjawab, datang
seorang gadis cantik berambut pirang yang tingginya hampir sama dengan Rio.
Langsung saja Rio merangkul gadis itu dan mencium rambut gadis itu dengan
mesra. Gadis itu juga memegang lengan Rio dengan mesra. Disty melihat semua itu
dengan jelas dan entah apa yang dirasakannya saat ini.
“Ini Tara. Pacar baruku.” Ucap Rio
memperkenalkan gadis itu pada Disty.
Gadis yang bernama Tara itu
tersenyum lalu menjabat tangan Disty. Disty menerima jabatan tangan itu dan
sama sekali tidak marah atau kesal. Disty hanya kebingungan dengan apa yang
dilihatnya.
“Kau..” Ucap Disty.
“Gadis cantik, aku jelaskan ya agar
kau mengerti. Dia Tara. Pacar baruku. Kami baru jadian kemarin. Sebenarnya aku
masih kesal padamu dan ingin melihatmu semakin sedih. Aku sudah tidak
mencintaimu lagi dan selama ini aku hanya pura-pura baik padamu. Setelah kita
putus, saat itulah aku membenci dirimu. Sampai sekarang ini. Lihat. Kau sudah
kehilangan Harry dan sekarang kau kehilanganku. Biar aku perjelas. Kau sudah
kehilanga tiga cowok yang kau cintai. Pertama: Lintar, kedua: Rio, dan ketiga:
Harry. Apa yang kau rasakan sekarang?” Jelas Rio.
Baru Disty sadar dan mengerti bahwa
cowok dihadapannya ini tidak jauh beda dari setan! Setan jahat yang senang
melihatnya sengsara. Jadi, selama ini Rio pura-pura baik dan pengertian
padanya? Jadi perminta maafan Rio itu palsu? Bahkan Rio jauh lebih kejam dari
Harry. Harry. Perlahan, air mata Disty keluar. Hatinya sangat-sangat sakit.
Sakit sekali.
“Sorry.
We gotta go. Bye!” Ucap Rio lalu meninggalkan Disty.
Rasanya seperti slow motion. Disty melihat punggung Rio dan Tara dari kejauhan.
Dadanya begitu sesak. Rio. Teganya dia! Teganya Rio melakukan semua ini! Disty
sudah menuruti permintaan Rio untuk mengakhiri hubungan dengan Harry. Lantas,
inikah balasan atas perbuatannya? Inikah balasannya?
“Hei kau belum pulang? Maaf
membuatmu menunggu.” Ucap Michael diikuti Luke dari belakang.
Disty tidak mempedulikan ucapan
Michael. Tiba-tiba kepalanya pusing. Disty merasa apa yang dilihatnya tidak
jelas dan berputar-putar, kemudian Disty pingsan. Pingsan untuk yang kedua
kalinya.
***
Tanggal berapakah sekarang?
Setaunya, sekarang bulan Oktober. Oktober. Bulan yang berisi kepiluan dan
kesedihan. Disty menatap kosong pemandangan di depannya dengan kantung mata
panda. Sudah jelas-jelas ia hancur dan kehilangan semuanya. Lintar, Rio, dan
Harry. Disty benar-benar tidak menyangka teganya Rio berbuat seperti itu.
Seharusnya Disty sadar. Seharusnya ia sadar bahwa Rio adalah makhluk terjahat
dan ia tidak boleh mempercayai Rio.
“Aku sudah tau semuanya. Aku menyesal menganggap Rio adalah cowok yang
baik. Rio lebih jahat dibanding Harry.” Ucap Michael yang tiba-tiba sudah duduk
di sampingnya.
Langsung saja Michael memeluk adiknya itu. Disty menangis di pelukan
Michael. Belakang-belakangan ini ia sering menangis dan menangis adalah hobi
barunya. Tidak apa-apa. Menangis dapat membuatnya lega dan tenang. Bukan
berarti ia adalah gadis yang lemah dan hanya bisa menangis menghadapi masalah.
“It’s
okay, it’s okay. Setidaknya masih ada yang menyayangimu. Aku, Mom, Dad,
Luke, Donna, Miley..” Ucap Michael menghibur Disty.
Sebisa mungkin Disty mengatur
nafasnya yang naik turun. “Iya. Aku tau kak. Aku tau. Seperti apa yang
dikatakan Lintar. Aku adalah gadis beruntung dan aku tidak boleh bersedih dalam
hal apapun. Aku harus kuat menghadapi semuanya. Tapi aku membutuhkan waktu
untuk bisa bangkit kembali.” Ucapnya.
Michael tersenyum lalu mencium
rambut Disty dengan penuh cinta. “We just
gotta get out. Semangat Dis! Aku yakin Tuhan sedang menyusun sebuah rencana
indah untukmu. Kau hanya menunggu kapan Tuhan akan mengirimkan kebahagiaan yang
sebenarnya untukmu.” Ucapnya.
“Iya, aku tau kak, aku tau. Aku
memang sudah kehilangan tiga cowok yang aku cintai. Tapi aku tetap berusaha
untuk tersenyum. Lintar, Rio, Harry…” Ucap Disty.
“Kau harus membuat lagu Dis. Aku
tidak keberatan meminjamkan gitarku padamu.” Ucap Michael.
Disty terdiam mendengar ucapan
Michael. Di kala hatinya sedang tidak baik seperti ini, Disty suka membuat
lagu. Tapi sekarang tidak lagi. Disty rasa dirinya tidak mampu membuat lagu,
bahkan bermain gitar! Sudah hampir setahun Disty tidak menyentuh alat musik
itu. Tapi Disty bersumpah jika gitar yang dijualnya kembali, Disty janji akan
menjadi gadis yang bahagia dan kembali menjadi dirinya yang dulu. Namun
sayangnya gitar itu sudah hilang dan Disty tidak tau dimana ia harus mencari.
Jade benar-benar tidak mau memberitahukannya dan gadis itu keras kepala.
“Tidak kak. Disty hanya ingin gitar Disty
sendiri. Bukan yang lain. Tapi Disty kira Disty tidak akan bisa
mendapatkannya.” Ucap Disty.
“Tapi, jika aku berhasil menemukan
gitar itu kau akan kembali ceria?” Tanya Michael.
“Ya. Mungkin itu satu-satunya cara
untuk mengembalikan semangat Disty dan menjadi diri Disty yang dulu.” Jawab
Disty.
“Kalau begitu aku akan memohon pada
Jade bahkan jika aku harus bersimpuh dihadapannya.” Ucap Michael.
***
Apakah ia telah kehilangan cahaya
hidupnya? Banyak teman-teman di sekolahnya merasa simpati padanya. Terutama
Donna dan Miley. Sebisa mungkin dua sahabatnya itu menceriakannya dan
membuatnya tersenyum. Namun usaha mereka tidak membuahkan hasil. Sangat susah
untuk tersenyum, sekalipun itu senyum palsu.
Sepulang sekolah, Disty berjalan sendirian.
Berharap ia menemukan keajaiban. Entahlah apa itu. Namun ketika ia tiba di
sebuah warung kecil yang kata orang adalah warung yang suka dikunjungi
‘orang-orang yang tidak baik’, Disty langsung menghentikan langkahnya dan
menatap Harry yang sedang asyik menghirup rokok. Di samping kanan kirinya ada
dua cewek yang pakaiannya terbuka. Itulah kebahagiaan Harry yang sesungguhnya.
Bukan dirinya. Harry tidak akan bisa bahagia dengannya karena Disty hanya bisa
membuat beban Harry semakin berat.
“Dis, kau salah jalan pulang. Mana
Michael?”
Tiba-tiba Luke sudah ada di
sampingnya. Saat ini Disty malas bicara dengan Luke atau siapapun. Entahlah apa
yang diinginkan hatinya. Disty tidak bisa menebak apa yang sesungguhnya
diinginkan oleh hatinya.
“Kau lihat. Disana ada Harry.
Sementara di luar sana, Rio sedang bermesraan dengan cewek. Dan Lintar, dia
sudah ada di surga.” Ucap Disty.
Luke bisa merasakan semua kesakitan
yang dirasakan Disty. Gadis itu sedang tidak baik. Kali ini Luke ingin sekali
membuat gadis itu tersenyum. Disty sedang hancur dan Luke ingin menjadi obat
Disty.
“Apa yang kau inginkan Dis? Aku
janji akan memenuhi keinginanmu. Bahkan jika aku harus mencarinya di ujung
dunia.” Ucap Luke.
Disty menatap Luke. “Terimakasih
atas segala perhatianmu. Tapi aku tidak membutuhkan apapun.” Ucapnya lalu pergi
meninggalkan Luke.
Gadis itu benar-benar tidak bisa
diajak bicara karena hatinya sudah sangat sakit. “Aku tau hal yang paling kau
inginkan. Pasti gitar itu kan?” Teriak Luke. Namun Disty tidak mempedulikan
teriakan Luke.
***
Entah berapa lama Disty menjalani
hidup tanpa arah yang jelas. Seakan-akan nyawanya tidak menyatu dengan
tubuhnya. Sebenarnya banyak sekali yang berusaha membuat Disty bahagia. Tapi
tidak ada satupun yang berhasil. Diam-diam, Disty merindukan Lintar dan sangat
menyesal pindah ke Inggris. Jika saja ia masih tinggal di Indonesia.. Jika saja
ia tidak bertemu Rio dan Harry…
Jika saja pesawat yang ditumpangi
Lintar tidak jatuh… Jika saja ia bisa berhadapan dengan Lintar.. Mengapa hidup
ini penuh dengan kata ‘seandainya’? Apa makna hidup yang sebenarnya adalah
berandai-andai? Berandai-andaikan sesuatu yang mustahil terjadi. Itulah yang
dirasakan Disty saat ini.
Disty membuka kenop pintu kamarnya
dan ingin tidur sampai malam tiba. Meski sekarang masih bisa di bilang pagi.
Disty suka menghabiskan waktu di kamarnya jika tidak sekolah. Tapi rasanya
lebih baik sekolah dibanding berada di kamar terus tanpa ada kegiatan yang
jelas. Dan saat ia melihat tepat di atas kasurnya…..
Rasanya bagaikan mimpi. Yang ia
lihat dan rasakan hanyalah mimpi. Tidak. Ini nyata. Ini bukan mimpi. Tapi
rasanya sangat mustahil. Disty terdiam dan heran sekaligus tidak percaya
mendapati gitar yang selama ini diharapkannya hadir di sisinya dan kini ada di
atas kasurnya. Tidak. Ini semua tidak nyata.
Perlahan, Disty menyentuh gitar itu
dan rasanya nyata. Tiba-tiba air matanya mengalir tatkala menemukan stiker
berhuruf L yang masih setia menempel di gitarnya tanpa cela sedikitpun. Lintar.
Lintar kembali! Disty menyentuh stiker itu dan seakan-akan Lintar ada di
sampingnya sambil tersenyum padanya.
Setelah yakin bahwa semua ini nyata,
timbul satu pertanyaan di kepalanya. Siapa orang yang membawa gitar ini ke
dalam kamarnya? Apakah Michael? Apakah Michael berhasil memohon dengan sangat
pada Jade dan Jade akhirnya luluh dan memberitahu Michael? Cepat-cepat Disty
berlari keluar dan mendapati Michael yang sedang menonton TV.
“Siapa yang menaruh gitar itu? Siapa
yang mengembalikannya?” Tanya Disty.
Langsung saja Michael membalikkan
badan dan menatap Disty. “Yang jelas bukan aku orangnya.” Jawabnya.
“Aku serius kak! Gitarku kembali!
Siapa yang mengembalikannya? Kau tentu tau siapa orang yang masuk ke kamarku!
Apakah Mom atau Dad?” Tanya Disty.
“Bukan Mom atau Dad. Bukan aku.”
Jawab Michael.
Disty jadi geregetan melihat
ekspresi datar Michael. Michael pastinya tau siapa orang itu. Mustahil jika
Michael tidak tau. Kalau tidak tau, tentu Michael kaget dan heran. Sama seperti
dirinya. Dan ini, ekspresi Michael datar dan tidak menampakkan kekagetan,
kebahagiaan atau ekspresi lainnya.
“Lantas siapa?” Tanya Disty.
“Aku tanya ke kamu. Kalau kau sudah
tau orangnya, akan kau apakan orang itu?” Tanya Michael.
Disty tidak langsung menjawab.
“Aku.. Aku akan berterimakasih banyak padanya dan aku berharap aku kenal dengan
orang itu. Kalau cowok, aku janji akan jatuh cinta dengannya.” Jawabnya.
Michael tertawa kecil mendengar
kalimat terakhir Disty namun Disty malah menatapnya dengan tajam. “Dis.. Kau
jauh lebih pintar dariku. Tentunya kau tau siapa orangnya. Coba kau simpulkan
sendiri. Sejak pertama kau member paksa gitar itu pada Jade dan esoknya gitar
itu sudah tidak ada.” Ucap Michael.
“Jade? Jade yang mengantarnya?”
Tanya Disty.
“Bukan. Bukan Jade. Aku juga kaget
dan tidak menyangka menyadari siapa seseorang yang selama ini merawat dan
menyimpan gitarmu dengan baik. Aku tidak menyangka.” Ucap Michael.
Percuma bicara dengan Michael.
Michael tidak mau memberitahunya. Tapi tak apa. Mungkin Disty tidak ditakdirkan
untuk mengetahui siapa seseorang yang menyelamatkannya. Terpenting, apa yang ia
inginkan dan satu-satunya obat untuknya sudah kembali
Ya. Selanjutnya pasti akan terasa
lebih ringan dari sebelumnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar