Part 23
.
Tak di sangkanya bahwa
ia dan Harry sudah pacaran. Tepatnya di hari ulang tahun Harry. Sangat
sempurna. Pertama Disty pacaran dengan Rio yaitu tepat di hari ulang tahunnya
sedangkan saat ia pertama pacaran dengan Harry, tepat di hari ulang tahun
Harry. Ciuman kemarin masih terasa di bibirnya dan Disty tidak bisa tidur
memikirkan semua itu.
Selama ia pacaran
dengan Rio, Rio sama sekali tidak pernah menciumnya. Bahkan mencium pipinya.
Rio hanya memeluknya saja. Tidak lebih. Mungkin Rio memang tidak menyukai
ciuman. Tapi Disty senang karena ciuman pertamanya jatuh pada seorang cowok
manis bernama Harry Styles, cowok yang sekarang sudah menjadi pacarnya. Entah
apa kata orang nanti. Disty tidak peduli.
Sebelum mandi, Disty
menyempatkan diri membuka facebook. Siapa tau ada yang mengomentari statusnya
yang mengatakan, “First kiss with Harry Styles. I think it was the best
thing I had.” Tapi tidak ada yang mengomentari. Tidak apa-apa. Malahan itu
bagus. Namun ketika Disty menemukan status Rio di berandanya, perasaannya
menjadi tidak enak.
‘Ciuman pertama yang
mengerikan. Semoga Tuhan membenci keduanya.’
***
Seharusnya Disty
bahagia pagi ini. Tapi Disty masih memikirkan status Rio tadi. Mengapa Rio
seperti sedang meneror-nya? Oke. Disty akui Rio tidak menyukai hubungannya
dengan Harry. Tapi tidak segitunya juga. Kenapa Rio tidak cuek saja? Marah sih
boleh tapi jangan mendoakan seperti itu.
“Dis, selamat ya kau
tidak jomblo lagi.” Ucap Donna.
Disty memaksakan
senyumnya tatkala menyadari kehadiran Donna. “Iya, terimakasih.” Balasnya
dengan suara lemas.
“Kau kenapa?” Tanya
Donna heran.
Disty menghela nafas
panjang. “Aku takut dengan status Rio. Coba kau buka profilnya.” Jawabnya.
Saking penasaran,
akhirnya Donna membuka facebook Rio dan kaget mendapati status terbaru Rio
disana. Bukan. Bukan Rio yang nulis. Pasti ada meng-hack facebook Rio. Tidak
mungkin Rio menulis status seperti in. Kalau Rio masih mencintai Disty,
seharusnya Rio mengikhlaskan Disty dengan cowok lain dan bersabar.
“Dia sedang emosi.
Biarkan saja.” Ucap Donna menghibur Disty.
“Iya, aku tau. Tapi
aku takut kalau-kalau Rio berusaha untuk menghancurkan hubunganku dengan Harry.
Aku tau ini semua salahku. Salahku yang sudah tidak mencintai Rio lagi dan
memilih meninggalkan Rio.” Ucap Disty.
“Bukan. Bukan salahmu.
Setiap hubungan terkadang memang harus berakhir walau salah satu dari keduanya
masih mencintai. Kau tidak salah. Sebaliknya Rio yang salah. Aku heran dengan
cowok itu. Dia berubah sekali. Apalagi keputusannya untuk meninggalkan band.
Aku heran dengannya.” Ucap Donna.
Disty menghela nafas
panjang. “Ya doakan saja hubunganku dengan Harry baik-baik saja dan Rio mau
menerima hubungan ini.” Ucapnya.
***
Baru kali ini Disty
merasakan sebuah rasa ketidaknyamanan dan merasa seperti sedang di terror.
Siapa lagi kalau bukan karena Rio? Setiap kali ia bertatapan dengan Rio,
tatapan Rio sama sekali tidak menampakkan wajah keramahan melainkan wajah
kebencian, ketidaksukaan dan kengerian. Bagi Disty, wajah Rio sekarang tampak mengerikan
dan mampu membuatnya ketakutan. Tapi syukurlah sampai saat ini Rio tidak pernah
menganggu Harry atau melukai Harry. Selalu saja Harry mengatakan bahwa dirinya
baik-baik saja dan itu cukup membuatnya tenang.
Sudah dua minggu Disty
pacaran dengan Harry dan Disty rasa semuanya akan baik-baik saja. Harry begitu
romantis dengan caranya sendiri. Harry sering membelikannya es krim dan makan
bersama. Mungkin Harry tidak bisa menjadi cowok terkenal seperti Rio, tapi
Harry banyak memiliki hal-hal yang tidak dimiliki Rio.
Di bawah rumah, disana
ada keributan. Siapa lagi kalau bukan Luke dan Michael yang bermain game?
Kakaknya itu memang seorang gamers dan tampaknya Luke ketularan virus kakaknya.
Walau hubungannya dengan Michael sedikit tidak baik karena ia dekat dengan
Harry, tapi Disty rasa tidak mungkin selama-lamanya kakaknya selalu
mencuekkannya dan menganggapnya tidak ada. Semenjak ia pacaran dengan Harry,
Disty bersyukur Michael tidak marah sedikitpun atau mengomentari hal itu.
“Rio semakin menggila.”
Ucap Disty sambil melihat Luke dan Michael bermain game. Tapi keduanya seperti
tidak peduli dengan keberadaannya dikarenakan keasyikan bermain game.
Kemudian sesuatu yang
tidak di duga keduanya pun terjadi. Mendadak layar TV mati dan Michael tidak bisa
melanjutkan permainannya padahal sebentar lagi ia akan menang. Disty tersenyum
puas. Mati lampu! Tumben juga mati lampu. Atau mungkin sedang konslet?
“Aku yakin sekali Dad
belum membayar tagihan listrik.” Ucap Michael mendengus kesal.
“Hei Dis sejak kapan
disini?” Tanya Luke.
Disty tersenyum sinis.
“Itulah kalian. Tau rasa. Main game terus kerjaannya tanpa memikirkan tagihan
listrik.” Ucapnya.
“Palingan hanya
sedikit.” Ucap Michael.
Tiba-tiba Luke
teringat sesuatu. “Tadi kau bilang Rio?” Tanyanya.
“Ya. Dia berubah. Rio
tidak menyukai hubunganku dengan Harry. Jadi aku merasa tidak tenang. Bagiku,
Rio sudah berubah menjadi monster sekarang.” Ucap Disty.
Luke tidak bisa
berkomentar apapun. Rio memang sudah benar-benar gila, tapi Luke merasa kasihan
dengan Rio. Jika saja Rio mau mengikhlaskan semuanya, pasti akan terasa lebih
ringan. Akhirnya Michael yang berkomentar.
“Biasalah. Rio belum
mengikhlaskanmu pacaran dengan Harry. Dia terlalu mencintaimu. Tapi aku tidak
bisa mengatur hidupmu. Kalau kau lebih nyaman dan bahagia bersama Harry, tidak
ada salahnya untuk meninggalkan Rio.” Ucap Michael.
“Tapi menurutmu, aku
lebih cocok sama Rio atau Harry?” Tanya Disty. Tapi keduanya tidak ada yang
menjawab karena lampu sudah nyala dan keduanya lanjut bermain game.
***
Menurutmu apakah aku tipe orang yang tidak
setia?
Sudah lama Disty
menatap wajahnya di depan cermin besar yang ada di kamar. Wajah yang cantik,
wajah yang manis, tidak ada satupun cowok yang tidak mau dengannya. Seharusnya
Disty merasa bangga mempunyai wajah seperti itu. Tapi gadis itu merasa dirinya
biasa-biasa saja, namun terlihat sangat spesial di mata Harry.
Lintar dan Rio. Dua
cowok yang sudah ia tinggalkan. Dua cowok yang pernah mengisi hatinya. Lintar.
Bagaimana kabarnya? Apa Lintar masih mengingatnya? Dan Rio. Cowok itu masih
terus menghantuinya dan tidak ingin melihatnya bahagia dengan Harry. Mau Rio
apa sih? Disty tidak mengerti apa yang ada dipikiran Rio. Rio yang sekarang
jauh berbeda dengan Rio yang pertama kali ia kenal.
Oke. Cukup dua saja.
Cukup Lintar dan Rio. Disty tidak mau kehilangan Harry. Disty yakin sekali
Harry yang terakhir di hidupnya. Caranya mencintai seseorang jauh berbeda
dengan cara orang lain. Jika mereka pacaran hanya untuk membuang status jomblo
padahal tidak mencintai pasangannya, Disty tidak begitu. Disty mencintai
seseorang dengan sungguh-sungguh. Pacaran bukanlah untuk menutup status jomblo,
tapi sama-sama mencintai satu sama lain.
Jika suatu hari nanti
ia akan meninggalkan Harry seperti saat ia meninggalkan Rio bagaimana? Tentu
Disty merasa takut. Takut jika sewaktu-waktu perasaannya bisa berubah. Disty
tidak mau menambah masalah lagi. Oke. Cukup Lintar dan Rio saja. Disty berjanji
kali ini akan setia pada Harry dan melakukan apapun untuk kebahagiaan Harry.
Apapun.
***
“Cowok seperti
Harry, apa menariknya? Rambut panjang dan lemah!”
“Dis…”
Emosi Disty langsung
naik ketika menemukan status itu. Status Rio beberapa menit yang lalu. Bodohnya
ia masih berteman dengan Rio di facebook. Sekarang, ia ada di rumah Harry untuk
sekedar melihat Harry melukis. Ya. Harry melukis wajahnya dan Disty yakin sekali
hasil lukisan Harry bagus.
“Harr, kenapa Rio
sangat membenci hubungan kita?” Tanya Disty.
Harry berjalan
mendekati Disty lalu membelai rambut gadis itu dengan penuh rasa cinta.
“Biarkan saja. Kau tidak perlu terpancing dengan statusnya. Aku juga pernah
membaca status-statusnya dan ku rasa Rio sangat membenciku.” Ucapnya.
Disty menghela nafas
berat. “Apa kau tidak marah atau kesal dengan apa yang telah Rio perbuat?”
Tanyanya.
Harry tersenyum dan
Disty merasa nyaman dengan senyuman itu. Senyuman yang mampu membuat hatinya
tenang dan teduh. Senyuman terbaik. Harry memang sangat menawan dan susah
menemukan cowok seperti Harry.
“Sejujur-jujurnya sih
iya. Tapi ya apa boleh buat? Kalau kita marah dan kesal, maka Rio merasa menang
dan puas. Kita cuekkan saja sampai Rio lelah mengejek kita. Nanti Rio akan
mempertanggung jawabkan dosanya pada Tuhan.” Ucap Harry.
“Kau ini orangnya
bijak sekali. Ayolah Harr, ceritakan tentang hidupmu. Tidak boleh ada rahasia
diantara kita.” Ucap Disty.
Selama pacaran dengan
Harry, bagi Disty, Harry masihlah cowok yang misterius. Disty ingin mengetahui
kehidupan Harry dari A sampai Z terutama tentang keluarga Harry. Ingin sekali
Disty bertemu dengan Mama Harry. Pasti menyenangkan.
“Kau tau mengapa aku
sangat membenci musik?” Tanya Harry.
Apa? Harry membenci
musik? Yang benar aja! Disty yakin Harry hanya bercanda. Semua orang menyukai
musik. Entah genre apa. Tidak ada orang yang tidak menyukai musik. Tapi
sepertinya wajah Harry menandakan suatu keseriusan dan sebentar lagi Harry akan
melanjutkan ucapannya, atau lebih tepatnya lagi kisah hidupnya sekaligus
rahasianya. Dan tampaknya wajah Harry sedikit berubah. Seperti tengah merasakan
kesedihan dan masa lalu yang kelam.
“Kau orang pertama
yang tau kisah ini selain keluargaku. Baiklah. Sebenarnya, waktu kecil aku
menyukai musik. Ayah dan Ibuku sangat mencintai musik. Tapi kakakku tidak
terlalu menyukai musik. Kata Ibu, aku pandai bermain piano, sama seperti
dirinya dan aku terus berlatih bermain piano setiap hari agar jago seperti Ibu.
Ketika aku berumur
tiga belas tahun, aku bertemu dengan seorang gadis. Sebut saja Taylor. Dia
sangat cantik dan aku langsung jatuh cinta padanya. Taylor. Gadis itu ternyata
berbakat di bidang musik dan jago bermain gitar dan Taylor memiliki suara yang
bagus. Aku sering melihatnya bermain gitar dan kami sering menyanyi bersama.
Bodohnya aku tidak bisa bermain gitar seperti Taylor. Entah apa karena
jari-jariku yang salah atau mungkin tidak tertartik.
Sampai ketika aku
sadar bahwa selama ini Taylor tidak mencintaiku. Diam-diam dia bermain di
belakangku dan berciuman dengan cowok lain. Hatiku saat itu sakit sekali dan
aku sangat membenci Taylor. Tega sekali dia meninggalkanku sementara aku
mencintainya setulus hati. Sejak saat itulah aku membenci gadis seperti Taylor.
Gadis cantik, berambut pirang, mencintai musik terutama jago bermain gitar. Aku
benci dengan tipe gadis seperti itu karena mengingatkanku pada Taylor.
Selanjutnya, aku
mendengar berita bahwa Ayahku mengalami kecelakaan tatkala sedang menuju
festival musik terbesar yang diadakan setiap tahunnya. Padahal Ayah akan tampil
di depan sambil bermain piano. Aku begitu sedih dan sakit. Ini pukulan keduaku.
Mengapa Ayah harus meninggalkanku? Itu karena acara festival musik sialan!
Karena acara itu Ayah jadi meninggal. Sejak saat itulah aku membenci segala hal
yang berbau musik.
Dan ini pukulan
ketigaku. Sejak Ayah meninggal, Ibuku jadi tidak benar. Dia suka pulang malam
dan suka pesta alkohol. Diam-diam Ibuku bekerja sebagai penyanyi bar. Rasanya
aku ingin mati menyusul Ayah. Aku benci hidupku. Aku benci musik. Bagiku, musik
telah menghancurkan segalanya. Hidupku setelah itu amat kelam. Sampai aku
bertemu dengan seorang gadis cantik di perpustakaan yang membuat duniaku
bersinar kembali dan aku berharap aku bisa akrab dan berteman dengan gadis
itu.”
Harry mengakhiri
ceritanya dengan kata-kata yang mampu membuat hati Disty menangis. Hatinya
menangis mendengar kisah pahit Harry tentang masa lalu Harry. Jadi, karena
itulah Harry sangat membenci musik. Tuhan…. Taylor… Disty merasa mirip dengan
Taylor. Ia dan Taylor sama-sama menyukai musik dan jago bermain gitar. Jika
saja Harry tau….
“Kau pernah cerita
kalau kau menyukai musik. Tapi ku harap kau tidak bernyanyi atau mengajakku
menonton acara musik karena itu mampu membunuhku. Ku mohon…” Ucap Harry.
Kali ini Disty
benar-benar menangis. Hatinya perih mendengar ucapan Harry. Gadis itupun
memeluk Harry dengan erat dan Harry membalas pelukan Disty.
Apapun. Apapun yang ia
lakukan untuk Harry.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar