expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 05 Juli 2015

Like Rain of Hearts ( Part 23 )



Part 23

.

            Tak di sangkanya bahwa ia dan Harry sudah pacaran. Tepatnya di hari ulang tahun Harry. Sangat sempurna. Pertama Disty pacaran dengan Rio yaitu tepat di hari ulang tahunnya sedangkan saat ia pertama pacaran dengan Harry, tepat di hari ulang tahun Harry. Ciuman kemarin masih terasa di bibirnya dan Disty tidak bisa tidur memikirkan semua itu.

            Selama ia pacaran dengan Rio, Rio sama sekali tidak pernah menciumnya. Bahkan mencium pipinya. Rio hanya memeluknya saja. Tidak lebih. Mungkin Rio memang tidak menyukai ciuman. Tapi Disty senang karena ciuman pertamanya jatuh pada seorang cowok manis bernama Harry Styles, cowok yang sekarang sudah menjadi pacarnya. Entah apa kata orang nanti. Disty tidak peduli.

            Sebelum mandi, Disty menyempatkan diri membuka facebook. Siapa tau ada yang mengomentari statusnya yang mengatakan, “First kiss with Harry Styles. I think it was the best thing I had.” Tapi tidak ada yang mengomentari. Tidak apa-apa. Malahan itu bagus. Namun ketika Disty menemukan status Rio di berandanya, perasaannya menjadi tidak enak.

            ‘Ciuman pertama yang mengerikan. Semoga Tuhan membenci keduanya.’

***
            Seharusnya Disty bahagia pagi ini. Tapi Disty masih memikirkan status Rio tadi. Mengapa Rio seperti sedang meneror-nya? Oke. Disty akui Rio tidak menyukai hubungannya dengan Harry. Tapi tidak segitunya juga. Kenapa Rio tidak cuek saja? Marah sih boleh tapi jangan mendoakan seperti itu.

            “Dis, selamat ya kau tidak jomblo lagi.” Ucap Donna.

            Disty memaksakan senyumnya tatkala menyadari kehadiran Donna. “Iya, terimakasih.” Balasnya dengan suara lemas.

            “Kau kenapa?” Tanya Donna heran.
            Disty menghela nafas panjang. “Aku takut dengan status Rio. Coba kau buka profilnya.” Jawabnya.

            Saking penasaran, akhirnya Donna membuka facebook Rio dan kaget mendapati status terbaru Rio disana. Bukan. Bukan Rio yang nulis. Pasti ada meng-hack facebook Rio. Tidak mungkin Rio menulis status seperti in. Kalau Rio masih mencintai Disty, seharusnya Rio mengikhlaskan Disty dengan cowok lain dan bersabar.

            “Dia sedang emosi. Biarkan saja.” Ucap Donna menghibur Disty.

            “Iya, aku tau. Tapi aku takut kalau-kalau Rio berusaha untuk menghancurkan hubunganku dengan Harry. Aku tau ini semua salahku. Salahku yang sudah tidak mencintai Rio lagi dan memilih meninggalkan Rio.” Ucap Disty.

            “Bukan. Bukan salahmu. Setiap hubungan terkadang memang harus berakhir walau salah satu dari keduanya masih mencintai. Kau tidak salah. Sebaliknya Rio yang salah. Aku heran dengan cowok itu. Dia berubah sekali. Apalagi keputusannya untuk meninggalkan band. Aku heran dengannya.” Ucap Donna.

            Disty menghela nafas panjang. “Ya doakan saja hubunganku dengan Harry baik-baik saja dan Rio mau menerima hubungan ini.” Ucapnya.

***

            Baru kali ini Disty merasakan sebuah rasa ketidaknyamanan dan merasa seperti sedang di terror. Siapa lagi kalau bukan karena Rio? Setiap kali ia bertatapan dengan Rio, tatapan Rio sama sekali tidak menampakkan wajah keramahan melainkan wajah kebencian, ketidaksukaan dan kengerian. Bagi Disty, wajah Rio sekarang tampak mengerikan dan mampu membuatnya ketakutan. Tapi syukurlah sampai saat ini Rio tidak pernah menganggu Harry atau melukai Harry. Selalu saja Harry mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan itu cukup membuatnya tenang.

            Sudah dua minggu Disty pacaran dengan Harry dan Disty rasa semuanya akan baik-baik saja. Harry begitu romantis dengan caranya sendiri. Harry sering membelikannya es krim dan makan bersama. Mungkin Harry tidak bisa menjadi cowok terkenal seperti Rio, tapi Harry banyak memiliki hal-hal yang tidak dimiliki Rio.

            Di bawah rumah, disana ada keributan. Siapa lagi kalau bukan Luke dan Michael yang bermain game? Kakaknya itu memang seorang gamers dan tampaknya Luke ketularan virus kakaknya. Walau hubungannya dengan Michael sedikit tidak baik karena ia dekat dengan Harry, tapi Disty rasa tidak mungkin selama-lamanya kakaknya selalu mencuekkannya dan menganggapnya tidak ada. Semenjak ia pacaran dengan Harry, Disty bersyukur Michael tidak marah sedikitpun atau mengomentari hal itu.

            “Rio semakin menggila.” Ucap Disty sambil melihat Luke dan Michael bermain game. Tapi keduanya seperti tidak peduli dengan keberadaannya dikarenakan keasyikan bermain game.

            Kemudian sesuatu yang tidak di duga keduanya pun terjadi. Mendadak layar TV mati dan Michael tidak bisa melanjutkan permainannya padahal sebentar lagi ia akan menang. Disty tersenyum puas. Mati lampu! Tumben juga mati lampu. Atau mungkin sedang konslet?

            “Aku yakin sekali Dad belum membayar tagihan listrik.” Ucap Michael mendengus kesal.

            “Hei Dis sejak kapan disini?” Tanya Luke.

            Disty tersenyum sinis. “Itulah kalian. Tau rasa. Main game terus kerjaannya tanpa memikirkan tagihan listrik.” Ucapnya.

            “Palingan hanya sedikit.” Ucap Michael.

            Tiba-tiba Luke teringat sesuatu. “Tadi kau bilang Rio?” Tanyanya.

            “Ya. Dia berubah. Rio tidak menyukai hubunganku dengan Harry. Jadi aku merasa tidak tenang. Bagiku, Rio sudah berubah menjadi monster sekarang.” Ucap Disty.

            Luke tidak bisa berkomentar apapun. Rio memang sudah benar-benar gila, tapi Luke merasa kasihan dengan Rio. Jika saja Rio mau mengikhlaskan semuanya, pasti akan terasa lebih ringan. Akhirnya Michael yang berkomentar.

            “Biasalah. Rio belum mengikhlaskanmu pacaran dengan Harry. Dia terlalu mencintaimu. Tapi aku tidak bisa mengatur hidupmu. Kalau kau lebih nyaman dan bahagia bersama Harry, tidak ada salahnya untuk meninggalkan Rio.” Ucap Michael.

            “Tapi menurutmu, aku lebih cocok sama Rio atau Harry?” Tanya Disty. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab karena lampu sudah nyala dan keduanya lanjut bermain game.

***
           
Menurutmu apakah aku tipe orang yang tidak setia?

            Sudah lama Disty menatap wajahnya di depan cermin besar yang ada di kamar. Wajah yang cantik, wajah yang manis, tidak ada satupun cowok yang tidak mau dengannya. Seharusnya Disty merasa bangga mempunyai wajah seperti itu. Tapi gadis itu merasa dirinya biasa-biasa saja, namun terlihat sangat spesial di mata Harry.

            Lintar dan Rio. Dua cowok yang sudah ia tinggalkan. Dua cowok yang pernah mengisi hatinya. Lintar. Bagaimana kabarnya? Apa Lintar masih mengingatnya? Dan Rio. Cowok itu masih terus menghantuinya dan tidak ingin melihatnya bahagia dengan Harry. Mau Rio apa sih? Disty tidak mengerti apa yang ada dipikiran Rio. Rio yang sekarang jauh berbeda dengan Rio yang pertama kali ia kenal.

            Oke. Cukup dua saja. Cukup Lintar dan Rio. Disty tidak mau kehilangan Harry. Disty yakin sekali Harry yang terakhir di hidupnya. Caranya mencintai seseorang jauh berbeda dengan cara orang lain. Jika mereka pacaran hanya untuk membuang status jomblo padahal tidak mencintai pasangannya, Disty tidak begitu. Disty mencintai seseorang dengan sungguh-sungguh. Pacaran bukanlah untuk menutup status jomblo, tapi sama-sama mencintai satu sama lain.

            Jika suatu hari nanti ia akan meninggalkan Harry seperti saat ia meninggalkan Rio bagaimana? Tentu Disty merasa takut. Takut jika sewaktu-waktu perasaannya bisa berubah. Disty tidak mau menambah masalah lagi. Oke. Cukup Lintar dan Rio saja. Disty berjanji kali ini akan setia pada Harry dan melakukan apapun untuk kebahagiaan Harry.

            Apapun.

***

            Cowok seperti Harry, apa menariknya? Rambut panjang dan lemah!”

            “Dis…”

            Emosi Disty langsung naik ketika menemukan status itu. Status Rio beberapa menit yang lalu. Bodohnya ia masih berteman dengan Rio di facebook. Sekarang, ia ada di rumah Harry untuk sekedar melihat Harry melukis. Ya. Harry melukis wajahnya dan Disty yakin sekali hasil lukisan Harry bagus.

            “Harr, kenapa Rio sangat membenci hubungan kita?” Tanya Disty.

            Harry berjalan mendekati Disty lalu membelai rambut gadis itu dengan penuh rasa cinta. “Biarkan saja. Kau tidak perlu terpancing dengan statusnya. Aku juga pernah membaca status-statusnya dan ku rasa Rio sangat membenciku.” Ucapnya.

            Disty menghela nafas berat. “Apa kau tidak marah atau kesal dengan apa yang telah Rio perbuat?” Tanyanya.

            Harry tersenyum dan Disty merasa nyaman dengan senyuman itu. Senyuman yang mampu membuat hatinya tenang dan teduh. Senyuman terbaik. Harry memang sangat menawan dan susah menemukan cowok seperti Harry.

            “Sejujur-jujurnya sih iya. Tapi ya apa boleh buat? Kalau kita marah dan kesal, maka Rio merasa menang dan puas. Kita cuekkan saja sampai Rio lelah mengejek kita. Nanti Rio akan mempertanggung jawabkan dosanya pada Tuhan.” Ucap Harry.

            “Kau ini orangnya bijak sekali. Ayolah Harr, ceritakan tentang hidupmu. Tidak boleh ada rahasia diantara kita.” Ucap Disty.

            Selama pacaran dengan Harry, bagi Disty, Harry masihlah cowok yang misterius. Disty ingin mengetahui kehidupan Harry dari A sampai Z terutama tentang keluarga Harry. Ingin sekali Disty bertemu dengan Mama Harry. Pasti menyenangkan.

            “Kau tau mengapa aku sangat membenci musik?” Tanya Harry.

            Apa? Harry membenci musik? Yang benar aja! Disty yakin Harry hanya bercanda. Semua orang menyukai musik. Entah genre apa. Tidak ada orang yang tidak menyukai musik. Tapi sepertinya wajah Harry menandakan suatu keseriusan dan sebentar lagi Harry akan melanjutkan ucapannya, atau lebih tepatnya lagi kisah hidupnya sekaligus rahasianya. Dan tampaknya wajah Harry sedikit berubah. Seperti tengah merasakan kesedihan dan masa lalu yang kelam.

            “Kau orang pertama yang tau kisah ini selain keluargaku. Baiklah. Sebenarnya, waktu kecil aku menyukai musik. Ayah dan Ibuku sangat mencintai musik. Tapi kakakku tidak terlalu menyukai musik. Kata Ibu, aku pandai bermain piano, sama seperti dirinya dan aku terus berlatih bermain piano setiap hari agar jago seperti Ibu.

            Ketika aku berumur tiga belas tahun, aku bertemu dengan seorang gadis. Sebut saja Taylor. Dia sangat cantik dan aku langsung jatuh cinta padanya. Taylor. Gadis itu ternyata berbakat di bidang musik dan jago bermain gitar dan Taylor memiliki suara yang bagus. Aku sering melihatnya bermain gitar dan kami sering menyanyi bersama. Bodohnya aku tidak bisa bermain gitar seperti Taylor. Entah apa karena jari-jariku yang salah atau mungkin tidak tertartik.

            Sampai ketika aku sadar bahwa selama ini Taylor tidak mencintaiku. Diam-diam dia bermain di belakangku dan berciuman dengan cowok lain. Hatiku saat itu sakit sekali dan aku sangat membenci Taylor. Tega sekali dia meninggalkanku sementara aku mencintainya setulus hati. Sejak saat itulah aku membenci gadis seperti Taylor. Gadis cantik, berambut pirang, mencintai musik terutama jago bermain gitar. Aku benci dengan tipe gadis seperti itu karena mengingatkanku pada Taylor.

            Selanjutnya, aku mendengar berita bahwa Ayahku mengalami kecelakaan tatkala sedang menuju festival musik terbesar yang diadakan setiap tahunnya. Padahal Ayah akan tampil di depan sambil bermain piano. Aku begitu sedih dan sakit. Ini pukulan keduaku. Mengapa Ayah harus meninggalkanku? Itu karena acara festival musik sialan! Karena acara itu Ayah jadi meninggal. Sejak saat itulah aku membenci segala hal yang berbau musik.

            Dan ini pukulan ketigaku. Sejak Ayah meninggal, Ibuku jadi tidak benar. Dia suka pulang malam dan suka pesta alkohol. Diam-diam Ibuku bekerja sebagai penyanyi bar. Rasanya aku ingin mati menyusul Ayah. Aku benci hidupku. Aku benci musik. Bagiku, musik telah menghancurkan segalanya. Hidupku setelah itu amat kelam. Sampai aku bertemu dengan seorang gadis cantik di perpustakaan yang membuat duniaku bersinar kembali dan aku berharap aku bisa akrab dan berteman dengan gadis itu.”

            Harry mengakhiri ceritanya dengan kata-kata yang mampu membuat hati Disty menangis. Hatinya menangis mendengar kisah pahit Harry tentang masa lalu Harry. Jadi, karena itulah Harry sangat membenci musik. Tuhan…. Taylor… Disty merasa mirip dengan Taylor. Ia dan Taylor sama-sama menyukai musik dan jago bermain gitar. Jika saja Harry tau….

            “Kau pernah cerita kalau kau menyukai musik. Tapi ku harap kau tidak bernyanyi atau mengajakku menonton acara musik karena itu mampu membunuhku. Ku mohon…” Ucap Harry.

            Kali ini Disty benar-benar menangis. Hatinya perih mendengar ucapan Harry. Gadis itupun memeluk Harry dengan erat dan Harry membalas pelukan Disty.

            Apapun. Apapun yang ia lakukan untuk Harry.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar