expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 04 Juli 2015

Like Rain of Hearts ( Part 15 )



Part 15

.

            Semenjak kejadian di ruang musik, Disty sudah tidak mempermasalahkan mimpi anehnya itu. Walau mimpinya itu masih saja datang menghantuinya, tetapi karena sudah terbiasa, Disty menganggap mimpi itu hanyalah sebuah angin berlalu. Disty ingat ucapan Rio bahwa Rio selalu ada di sampingnya apapun yang terjadi dan ia berjanji pada Rio bahwa ia tidak akan takut lagi.

            Ya. Disty sudah terbiasa dengan mimpi itu dan Disty rasa ia sudah memenangi pertandingan ini. Biarkanlah mimpi gilanya itu bermain-main di dalam tidurnya karena Disty merasa sudah menang.

            Morning dad!” Sapa Disty ceria dan mendekati Thomas.

            “Pagi, pagi. Tidak jalan-jalan keluar?” Tanya Thomas.

            Hari ini Rio sedang pergi bersama keluarganya jadi minggu yang cerah ini Disty hanya sendirian. Maunya pergi ke rumah Miley atau Donna tapi Disty merasa malas. Sekarang sudah memasuki bulan Maret. Tidak terasa Disty akan naik ke kelas sepuluh dan dianggap menjadi dewasa.

            “Gimana hubunganmu dengan Rio?” Tanya Thomas tiba-tiba. Tumben sekali Thomas menanyakan tentang hubungannya.

            “Baik. Bahkan semakin baik. Rio semakin sayang sama Disty, begitu pula sebaliknya.” Jawab Disty.

            Thomas terlihat menarik nafas dalam-dalam. “Apa tidak ada cowok selain Rio?” Tanyanya.

            Tentu saja Disty kaget dengan pertanyaan Ayahnya. “Maksud Ayah? Tentu saja tidak ada! Rio itu satu-satunya cowok yang ada di hati Disty selain Ayah, Michael dan James.” Jawabnya.

            “Ayah hanya takut membuatmu sakit hati.” Ucap Thomas.

            Jujur, Disty sama sekali tidak paham dengan maksud ucapan Thomas. Sejak awal Ayahnya memang kurang menyukai hubungannya dengan Rio. Langsung saja Disty teringat dengan mimpinya. Disty merasa mimpi itu ada hubungannya dengan Thomas, juga Rio. Tapi apa? Ayahnya pernah mengatakan sama sekali tidak mengenal Rio.

            “Dad, katakana yang sejujur-jujurnya apa yang dad pikirkan.” Ucap Disty.

            “Rio akan memberitahumu.” Ucap Thomas.

            “Memberitahu apa? Rio tidak pernah menyembunyikan apapun dari Disty meski terkadang sikapnya aneh.” Ucap Disty.

            “Dis..” Ucap Thomas pelan sambil menatap wajah Disty. “Mungkin ini dosa terbesar Ayah. Maafkan Ayah. Tapi Ayah ingin kau bahagia dengan siapapun. Maafkan Ayah.” Ucapnya.

            Benar-benar aneh. Ayahnya sangat misterius. Bella sendiri tidak tau apa rahasia Thomas. Jadi apa yang harus ia lakukan agar semua pertanyaan-pertanyaan di otaknya ini terjawab semua? Tidak ada yang mau memberinya jawaban. Tidak ada.

***

            “Hei!”

            Otomatis Luke kaget karena Michael menepuk bahunya. Entah apa yang dimainkan Luke dengan laptopnya dan Luke selalu menjauhkan laptopnya dari mata Michael. Sepertinya Luke mempunyai rahasia di dalam laptopnya itu dan Michael tidak boleh mengetahuinya.

            “Jangan-jangan kau adalah seorang hacker!” Tebak Michael.

            “Hacker? Aku tidak tau apa itu hacker dan aku tidak suka merusak situs-situs orang.” Ucap Luke.

            “Kau dengan Disty sedang tidak baik ya? Ku lihat kau sudah tidak mau lagi mengajari Disty.” Ucap Michael.

            Luke tidak langsung menjawab. Pandangannya ia fokuskan pada layar laptopnya. “Ku rasa Disty sudah menyerah dan aku memutuskan untuk berhenti mengajarinya. Ya. Aku terlalu keras padanya.” Ucapnya.

            Michael tersenyum. “Aku curiga denganmu.” Ucapnya.

            “Curiga?” Tanya Luke.

            “Oh ayolah Luk! Kau harus jujur dengan perasaanmu. Aku tau sudah lama kau menyukai Disty tetapi kau tidak mau mengakuinya.” Ucap Michael.

            “Sudah ku bilang. Aku menyukai Disty hanya sebatas teman.” Ucap Luke.

            “Hmm.. Oke. Ku harap kau sedang jujur. Tapi kalaupun kau menyukai Disty, peluangmu untuk mendapatkan Disty sedikit sekali dan Disty tidak akan bisa untuk tidak mencintai Rio. Terbukti dengan hubungan mereka yang berumur satu tahun lebih.”

            Luke tidak mempedulikan ucapan Michael. Disty. Sebenarnya, seberapa besar dan seberapa penting nama itu baginya? Luke tidak tau. Yang jelas, ia masih bersyukur bisa melihat gadis itu tersenyum dan bahagia, walau Disty tidak menyukainya. Luke yakin sekali suatu saat nanti apa yang ia harapkan akan terwujud. Yang hanya bisa ia lakukan hanyalah menunggu. Ya. Menunggu waktu yang tepat.

***

            Semenjak berhenti menjadi guru matematika Disty, semenjak itulah Luke jarang melihat Disty. Kira-kira hampir dua bulan. Luke jarang ke rumah Michael jika tidak ada urusan penting atau Michael tidak membutuhkannya. Luke memang senang sekali berdiam diri di rumah, khususnya kamarnya dan jarang keluar rumah. Mamanya pernah memarahinya karena ia tidak mempunyai kegiatan apapun.

            Sekarang sudah memasuki bulan Mei. Sebentar lagi ia akan naik ke kelas sebelas. Bermacam-macam tes dari setiap mata pelajaran akan menghampirinya. Setidaknya Luke bisa mensibukkan dirinya dengan buku, pensil, pulpen dan internet. Diam-diam, Luke senang bermain internet dan men-search informasi-informasi yang menurutnya penting. Luke juga banyak mempunyai akun-akun rahasia dan terkadang suka mengerjai orang di dunia maya hanya untuk membuat hatinya terhibur.

            Entah apa yang membuatnya memberanikan diri untuk pergi ke rumah Disty. Kebetulan Luke ingin member Disty kue brownis kesukaan Disty. Siapa tau hubungannya dengan Disty bisa menjadi baik dan Luke berjanji untuk tidak membuat gadis itu kesal padanya.

            Namun ketika ia tiba tepat di pintu gerbang Disty, sesuatu yang sangat tidak ingin dilihatnya pun terjadi. Ya. Rio dan Disty.

***

            “Oke. Kita mau nyanyi lagu apa?” Tanya Disty.

            Sore itu, Rio iseng bermain di rumah Disty. Kebetulan Disty sedang bermain gitar di teras. Waktu yang tepat. Rio ingin sekali bernyanyi bersama gadis itu. Entah lagu apa. Tentu saja Disty bahagia dengan kehadiran Rio.

            “Terserah kau saja deh.” Jawab Disty.

            Disty berpikir sesaat, lalu menjawab. “Taylor Swift ft Ed Sheeran, Everything Has Changed!” Jawabnya dan diangguki Rio.

            Kali ini Rio yang memainkan gitar dan Disty yang nyanyi. Suara Disty yang terdengar bagus itu menyempurnakan lagu itu. Ya. Disty memang bakat menjadi penyanyi dan jago memainkan alat musik. Tapi sayang Disty selalu menutupi diri dan tidak mau dilihat banyak orang. Disty memang bernyanyi hanya untuk dirinya sendiri.

            Cause all I know is we said hello

And your eyes look like coming home

All I know is a simple name Everything has changed

All I know is you held the door

You'll be mine and I'll be yours

All I know since yesterday Is everything has changed..”

Tanpa keduanya sadari, sedaritadi Luke melihat keduanya dengan tatapan dan perasaan entahlah. Tapi sepertinya Luke ingin sekali berada di posisi Rio dan bernyanyi dengan Disty. Pasti ia akan bahagia. Namun entah apa yang membuatnya enggan melakukan itu semua dan membiarkan Disty bahagia dan tersenyum hanya untuk Rio.

Music is my everything and study is my enemie.” Ucap Rio.

Disty tertawa. “Not study. But math. I think if Luke was here, he’ll angry because I’m mocking his love or maybe I should call ‘his girlfriend’? ” Ucapnya.

No. Luke never have a girlfriend or his girl close friend. Yeah, he’s very serious.” Ucap Rio.

And bore.” Tambah Disty.

Mengapa mereka mengejeknya sih? Sadar tidak mereka bahwa Luke ada di luar pagar rumah Disty? Luke tau Disty dan Rio sedang menertawakannya. Menertawakan kebodohannya dan mengata-ngatainya sebagai cowok yang membosankan, serius dan sudah terlalu ketinggalan zaman. Oke. Luke menerima semua itu dan ia sama sekali tidak merasa marah.

“Ya.. Tapi tidak baik juga mengejek Luke. Dia temanku. Ku rasa dia sudah banyak membantuku dan aku tidak ingin menyakiti perasaannya.” Ucap Rio.

“Kalaupun kau menyakiti Luke, dia akan baik-baik saja dan cuek.” Ucap Disty.

Keduanya tertawa bersama lalu menyanyikan lagu lain. Disty dan Rio memang pasangan yang sangat romantis dan sempurna. Disty tidak sia-sia jatuh cinta pada Rio. Mungkin Rio bukan yang pertama, tetapi mungkin Rio yang terakhir baginya meski jalan hidupnya masih panjang dan Disty takut jika suatu saat nanti rasa cintanya pada Rio menghilang. Ya.

Sedangkan Luke, cowok itu memutuskan untuk meninggalkan rumah Disty. Brownis yang sia-sia. Akan ia apakan brwonis ini? Ia tidak sanggup memakannya karena Luke pikir brownis ini hanya tercipta untuk Disty, bukan untuk lainnnya.

***

Terkadang, hidup itu terasa susah dan berat. Selama ini Luke selalu bersyukur pada Tuhan karena Tuhan begitu baik pada keluarganya. Luke masih mempunyai Ayah-Ibu yang sangat menyayanginya dan dua kakak cowok yang begitu pengertian padanya. Jika ia merasa tidak bersyukur, maka ia adalah manusia terbodoh di dunia ini.

Tidak tau kemana ia melangkah. Luke hanya ingin menikmati suasana angin sore dengan kesendirian. Ya. Semuanya memiliki pasangan untuk saling melengkapi satu sama lain, sedangkan ia masih sendiri dan Luke rasa itu hal yang biasa. Ia memang ditakdirkan untuk sendirian. Kalaupun ada yang mau dekat dengannya, lebih baik ia menyingkir karena baginya cinta itu bukan main-main.

Masih dengan style lamanya. Luke yang sederhana, Luke yang terlihat ketinggalan jaman, dan Luke yang kelihatan polos dengan wajah yang penuh kesedihan, kasihan dan poni miring yang menutupi dahinya. Mungkin Luke banyak berubah. Dua bulan lagi ia berumur tujuh belas tahun tetapi Luke merasa bahwa ia masih seperti bocah laki-laki yang polos.

Tiba di pinggir jalan yang lumayan sepi, langkah kakinya terhenti melihat beberapa anak terlantar yang sepertinya sedang kelaparan. Tetapi wajah mereka terlihat bahagia dan terpenting selalu bersyukur. Luke tersenyum lalu berjalan mendekati anak-anak itu. Tentu saja anak-anak itu kaget akan kehadirannya.

“Hai..” Sapa Luke berusaha untuk ramah.

Detik pertama tidak ada jawaban. Entah bagaimana pandangan anak-anak itu tentang dirinya. Apa Luke terlihat aneh baginya? Kemudian, si bocah perempuan berambut keriting pun bicara.

“Kakak siapa?” Tanyanya.

“Namaku Luke. Aku tidak sengaja melihat kalian dan akhirnya aku memutuskan untuk menemui kalian.” Jawab Luke.

“Jarang ada orang yang mau menemui kami. Tapi ku rasa kakak orangnya baik dan murah senyum. Aku suka senyum kakak. Manis.” Ucap gadis lain yang berpipi tembem.

Luke tertawa dan di pipi kanannya muncul sebuah lesung pipit yang indah. Luke memang menawan. Hanya saja dia tidak mau peduli dengan dirinya sendiri dan suka merendah dihadapan orang.

“Rambut kak Luke kelihatan keren.” Ucap bocah laki-laki yang berambut pirang sama seperti dirinya.

Tiba-tiba Luke teringat sesuatu. “Mau?” Tanyanya sambil mengangkat kotak brownisnya.

Tentu saja bocah-bocah yang berjumlah tujuh orang itu bahagia bukan main karena mendapat rezeki besar yaitu sekotak kue yang lezat. Luke pun duduk diantara anak-anak itu sambil membuka kotak brownis yang masih terasa hangat dan baunya membuat air liur siapa saja keluar.

“Wah! Seumur hidup baru kali ini aku melihat kue selezat ini!” Ucap si pipi tembem.

“Iya. Enak sekali padahal aku belum memakannya.” Ucap anak yang lain.

Baru saja Luke hendak memotong brownis itu, datang seorang cowok yang sepertinya seusia dengan Luke dan cowok itu membawa gitar. Sepertinya cowok itu tidak suka dengan kehadiran Luke.

“Jangan makan makanan orang kaya!” Ucap cowok itu.

Tentu saja Luke kaget dan refleks menjatuhkan potonga brownis itu. Luke melihat cowok yang bersuara tadi dan wajahnya tampak asing. Luke pikir cowok itu tidak berasal dari sini karena wajahnya menandakan bahwa cowok itu berasal dari Asia. Rambutnya hitam dan matanya juga hitam. Sama sekali tidak memperlihatkan wajah cowok-cowok Inggris pada umumnya.

“Kak Cal datang! Yeay!!” Seru salah satu dari anak-anak itu.

Cowok yang bernama Calum itu mendekati Luke sambil mengelap keringat yang membahasi dahinya. “Siapa kau? Mengapa kau berani membagikan makanan itu pada adik-adikku?” Tanyanya dengan suara yang tidak ramah.

Luke berusaha untuk tenang. “Aku tidak sengaja bertemu mereka dan aku ingin membagikan kue ini ke mereka. Ku rasa perbuatanku tidak salah.” Jawabnya.

“Iya. Menjadi anak orang kaya memang enak. Mudah sekali mendapatkan yang mereka inginkan tanpa harus bekerja susah payah.” Ucap Calum lalu duduk.

“Aku tidak merasa menjadi anak orang kaya. Keluargaku pas-pasan. Kebetulan kue ini aku buat sendiri karena Ayahku adalah pengusaha roti.” Ucap Luke.

Calum tidak membalas ucapan Luke. Entah apa yang ada dipikiran cowok yang baru dikenalinya itu. Tapi menurut Luke, Calum sedang tidak baik. Dan ternyata anak-anak itu adalah adiknya. Maksudnya adik angkatnya dan Calum-lah yang menghidupi mereka.

Calum terlihat menghela nafas berat. “Sudah setahun Ayah dan Ibuku meninggal dan aku tinggal seorang diri. Aku mencari uang sendiri dan aku tidak bersekolah lagi. Sebagai gantinya, aku suka bernyanyi dan aku mempunyai band. Lumayan untuk menghidupi hidupku dan adik-adikku.” Ucapnya.

Luke tidak menyangka hidup Calum seperti itu. Tetapi ia begitu salut dengan Calum. Walau Calum susah, tapi Calum bisa membantu anak-anak yang terlantar. Sedangkan ia? Luke memang tidak bisa menghasilkan uang, tetapi ia akan terus belajar dan berjanji akan membahagiaan orang tuanya.

“Sahabatku, Riley, saat ini sedang sakit parah dan aku takut jika umurnya tidak panjang lagi. Padahal Riley yang memimpin band kami dan tanpa Riley, kami tidak tau harus bagaimana. Riley-lah yang menyemangati kami dan Riley yang membuat kami mencintai musik.” Ucap Calum.

“Jadi, apa masalahmu?” Tanya Luke.

Calum menatap Luke. “Tentu saja aku tidak bisa menghasilkan uang karena band kami tidak akan bisa jalan tanpa Riley dan diancam bubar. Walau tidak terkenal dan mungkin terdengar ‘tidak baik’, tapi aku takut jika itu benar-benar terjadi. Aku tidak bisa mencari uang sendiri tanpa band-ku.” Jawabnya.

Luke berpikir sesaat. “Siapa temanmu yang lain?” Tanyanya.

“Ashton dan Niall.” Jawab Calum.

“Aku bisa membantumu.” Ucap Luke.

Calum menatap Luke heran. “Aku tidak mengerti ucapanmu.”

Luke tersenyum lalu berdiri. “Aku ingin menemui mereka.” Ucapnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar