Part 6
.
Entahlah kemana tujuan Tristan yang
jelas pemuda itu ingin mencari tempat yang tenang dan mengembalikan suasana
hatinya kesmula. Ashley. Kenapa adiknya itu berani melanggar sebuah janji yang
sudah lama dibuat? Semenjak kepergian saudaranya yang tidak lain adalah Luke,
Tristan yang begitu sakit membuat suatu perjanjian dengan Liza dan Ashley bahwa
mereka berjanji untuk tidak akan menyebut nama ‘Luke’ lagi mau tidak mau.
Untunglah Liza dan Ashley bisa mengerti dan berjanji untuk tidak lagi menyebut
nama itu dalam kondisi apapun. Tetapi mengapa Ashley berani menyebut nama itu?
Tristan terduduk lemah di bawah
pohon yang cukup rindang. Ia sandarkan punggungnya ke batang pohon yang kokoh
itu sambil memejamkan mata. Hatinya belum juga kembali normal dan bertambah
pedih. Luke. Saudara yang sangat ia sayangi dan merasa tidak bisa hidup tanpa
Luke. Selama ini Tristan kuat dan tegar menjalani hidupnya dengan kesendirian.
Tetapi mengapa kini rasanya sangat sulit? Mengapa Tristan begitu sangat
mengharapkan kehadiran Luke di sisinya walau sebentar saja?
Tapi ucapan Ashley terasa ganjal.
Selama ini adiknya itu seakan-akan telah melupakan Luke dan menganggap Luke
bukanlah kakaknya. Dan mengapa Ashley kembali mengingat nama itu? Pasti ada
yang Ashley sembunyikan darinya. Dan tidak mungkin juga secara tiba-tiba Ashley
mengingat nama Luke jika tidak ada alasan yang kuat.
Tiba-tiba Tristan kembali mengingat
mimpinya yang aneh. Kenapa tiba-tiba hidupnya berubah menjadi misteri? Tristan
mencoba memflashback tragedy tiga belas tahun lalu. Ketika kobaran api melahap
rumahnya, Ayahnya dan Luke. Mereka sempat menemukan jasad Ayahnya yang sangat
menyedihkan. Tetapi jasad Luke tidak ditemukan. Tristan berpikir. Apa benar di
kala kejadian itu Luke ada di rumah? Ya. Luke memang ada di rumah. Kalau tidak,
tentu Ayahnya tidak mungkin masuk ke dalam dan menyelamatkan Luke. Tapi
bagaimana jika Ayahnya aslinya tidak tau kalau Luke tidak ada di dalam rumah
dan asal saja masuk ke dalam?
Ingatan-ingatan itu berkumpul
menjadi satu dan membuat kepalanya menjadi sakit dan pedih. Bagaimana jika Luke
tidak ada di rumah pada saat itu? Bagaimana jika Luke diculik oleh seseorang?
Tapi rasanya mustahil. Tidak akan ada yang menginginkan Luke. Masih banyak anak
lain yang lebih menarik dan menggemaskan dibanding Luke. Untuk apa juga
menculik anak kecil yang tidak berdosa? Tapi bagaimana jika Luke masih hidup?
Tristan tersenyum nanar. Ia sudah
meyakini bahwa Luke sudah mati dan tidak akan pernah hidup. Tristan sudah
kehilangan saudaranya untuk selama-lamanya dan tidak akan pernah lagi bertemu
dengan Luke. Kecuali… Kecuali jika ia berhadapan di depan cermin. Disana ia
bisa melihat wajah Luke dengan jelas. Karena itulah Tristan sangat membenci
cermin karena hatinya akan sakit jika melihat Luke disana.
‘Salah
satu diantara kalian harus mati. Kau harus memilih: mengorbankan dirimu atau
mengorbankan dirinya’
Itulah kalimat yang membuat hati
Tristan tidak tenang. Tapi sepertinya mimpi itu bukanlah hanya sebagai bunga
tidur. Tetapi sebagai petunjuk dan peringatan. Apa perlu ia pergi menuju ahli
tafsir mimpi untuk mengartikan mimpi anehnya itu?
“Hai Tris..”
Suara lembut itu menyadarkannya.
Tristan kaget melihat Novela dengan senyum manisnya membawa serantang makanan
yang isinya lezat. Tristan menelan ludahnya. Perutnya menjadi lapar karena
sejak tadi pagi ia sama sekali belum menyentuh makanan. Rantang yang dibawa
Novela membuat nafsu makannya menggebu-gebu walau Tristan yakin rantang itu
tidak dibuat untuknya.
Tanpa mendapatkan izin dari Tristan,
Novela langsung duduk di samping Tristan. Wangi parfum yang dipakai Novela
membuat dada Tristan berdebar-debar hebat. Padahal itu hanya sebuah parfum dan
itu cukup mematikan saraf Tristan.
“Ini aku kasih untukmu. Semoga kau
suka.” Ucap Novela sambil menyerahkan rantang itu pada Tristan.
Ini mimpi? Tristan menatap rantang
itu dengan perasaan yang bingung. Novela terlalu baik padanya sedangkan ia
tidak pernah baik pada Novela. Bahkan ia seringkali mengacuhkan gadis itu.
Rasanya bodoh jika Tristan menerima makanan itu. Masih banyak anak-anak
kelaparan yang membutuhkan makanan itu. Bagi Tristan, ia kuat untuk tidak makan
dalam sehari asalkan bisa menahan rasa lemas dan mual di perutnya.
“Aku tidak lapar. Terimakasih.”
Tolak Tristan dengan halus.
Tampaknya Novela kecewa karena
makanan yang sudah susah ia buatkan untuk Tristan ditolak oleh Tristan walau
secara halus. Tapi kenapa juga ia harus kecewa? Jika Tristan tidak menginginkan
makanan itu, ya tidak apa-apa. Sepertinya Tristan bisa memahami perubahan
ekspresi wajah Novela.
“Mengapa kau bisa menemukanku?”
Tanya Tristan.
Novela tidak langsung menjawab. “Aku
bosan di rumah.” Jawabnya akhirnya.
Bosan? Tristan mengerutkan
keningnya. Novela adalah gadis yang sangat beruntung. Memiliki rumah yang
mewah, orangtua yang sangat menyayanginya, wajah yang cantik dan segudang
prestasi. Sedangkan ia? Tristan menganggap dirinya hanyalah sampah masyarakat
yang harus dibuang di tempat yang seharusnya. Dan rasanya salah besar jika ia
berdekatan dengan Novela.
“Bisa tidak kau tak usah lagi
menemuiku?” Pinta Tristan. Ia juga tidak tau mengapa kata-kata itu yang keluar
dari mulutnya.
Baru saja Novela menjawab, seseorang
yang sangat tidak diharapkannya datang menemuinya dan tersenyum sinis dengan
Tristan. Albert. Mengapa lelaki itu bisa menemukannya di tempat ini? Entah
mengapa hati Novela menjadi perih dan sakit. Sakit sekali. Mengapa hidupnya
serumit ini?
“Jadi kau yang bernama Tristan?”
Tanya Albert dengan gaya angkuhnya seakan-akan mencemoh sosok Tristan yang
terlihat kumuh dan miskin.
Tristan menatap Albert dengan
sedikit ketakutan. Siapa lelaki itu? Mengapa lelaki itu seakan-akan tidak
menyukainya? Oh astaga! Tristan baru sadar disampingnya ada Novela yang sedang
menunduk pasrah. Apa karena itu? Tapi sungguh Tristan tidak berniat mendekati
Novela. Jutsru Novela yang mendekatinya.
“Aku Tristan.” Ucap Tristan.
Albert tetap tersenyum sinis
padanya. “Aku tidak menyangka ternyata kau yang bernama Tristan. Ku kira,
Tristan adalah pemuda tampan yang kaya dan tidak kumuh seperti dirimu.”
Ucapnya.
Tentu saja Tristan merasa sakit hati
dengan apa yang diucapkan Albert. Lelaki sialan! Percuma memiliki wajah tampan
dan kaya jika suka mengejek orang yang ada di bawahnya. Kemudian, Tristan kaget
melihat reaksi Novela yang sangat tidak diduganya.
“Jaga mulutmu! Tidak sepantasnya kau
ada disini, lebih tepatnya lagi di keluargaku! Tristan jauh lebih baik darimu!”
Bentak Novela.
Apa? Novela membelanya? Tristan
benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Novela. Tristan mengira lelaki
itu adalah kekasih Novela, tapi ternyata tidak.
“Maaf sayang, jangan ikut campur
urusanku dengan pemuda itu.” Ucap Albert lembut.
Mendengar suara Albert yang sok dibuat
imut, hampir saja Novela mual dan jika bisa ia akan memuntahkan seisi perutnya
di pakaian yang digunakan Albert. Sementara itu, Tristan bisa menyimpulkan
bahwa lelaki itu memang benar adalah kekasih Novela karena Tristan rasa lelaki
itu cocok untuk Novela.
“Aku peringatkan padamu, jangan
sekali-kali mendekati calon isteriku! Dasar lelaki miskin! Maunya sama anak
orang kaya. Seharusnya kau sadar diri siapa dirimu dan tidak usah sok mencari
perhatian dengan kekasih orang lain.” Ucap Albert.
Kali ini Tristan yang bicara
mewakili apa yang dirasakan Novela. Sebelumnya Tristan berdiri dan kini
berhadapan langsung dengan Albert yang tingginya sama dengan tingginya. Hanya
saja tubuh Albert lebih atletis dibanding tubuhnya yang kurus.
“Aku tau kalau aku miskin. Tapi
jangan sesekali mengejek kaum kami. Justru kaum kami derajatnya lebih tinggi
dihadapan Tuhan dibanding kaum kalian yang hanya bisa mengejek orang.” Ucap
Tristan lalu meninggalkan Albert yang sepertinya sedang marah besar.
Sepeninggal Tristan, Albert beralih
menatap Novela yang ternyata tengah menangis. Gadis itu menangis dan Albert
bingung bagaimana cara menenangkan gadis itu.
“Aku lebih memilih hidup bersama
Tristan dibanding lelaki seperti dirimu!” Ucap Novela.
***
Dan lagi. Di malam hari yang sudah
sangat larut ini, Ashley terdiam dan duduk sambil melihat foto yang ia
menangkan dari hasil perebutan Eleanor dan kawan-kawan. Kejadian tadi pagi
memang sangat tidak di duganya. Mengapa Ashley bisa mendapatkan foto yang mampu
membuat hatinya bingung dan terasa aneh?
Tadi, Ashley mendapati Tristan yang
kondisinya lebih buruk dibanding sejak terakhir ia melihat Tristan. Ashley
merasa berdosa dengan kakaknya. Ashley tidak tau mengapa tiba-tiba ia menyebut
sebuah nama yang sangat diharamkan Tristan. Foto itulah yang membuat Ashley
penasaran dan akhirnya berani menyebut nama Luke Hemmings pada Tristan.
Sekali lagi Ashley memandangi foto
Luke dengan cermat. Benar-benar sosok yang sangat sempurna. Pantas saja Eleanor
dan lainnya pada heboh. Eleanor kan paling tidak tahan dengan cowok-cowok keren
seperti Luke. Ashley bisa menyimpulkan bahwa Luke adalah seorang penyanyi
tetapi mengapa selama ini Ashley tidak tau? Kalau Luke terkenal, setidaknya ia
sudah tidak asing lagi dengan nama itu. Atau hanya ia saja yang memang kurang
update?
Luke Flemmings. Kepala Ashley
benar-benar pusing memikirkan hal itu. Mau tidak mau besok ia harus pergi ke
warnet untuk mengorek semua tentang Luke Flemmings, darimana asalnya, siapa
orangtuanya dan bagaimana hidupnya. Bagaimana jika ia memberitahu soal ini pada
Ibunya? Apa Ibunya akan kaget juga? Atau Tristan? Tapi rasanya tidak usah
memberitahu Tristan dalam waktu yang singkat ini karena Ashley tidak ingin
menambah beban Tristan.
Mungkin ia sendiri yang harus
menyelesaikan masalah ini.
***
Sedaritadi TV di kamarnya menyala
terus dan Luke menonton tanpa minat. Sebenarnya Luke bosan menonton acara TV
walau menarik. Tapi malam ini mood-nya cukup buruk. Hari liburannya memang
mampu membuatnya tenang dan seperti menjadi dirinya yang dulu. Dirinya yang
belum menjadi terkenal seperti ini. Tinggal empat hari lagi ia berada di tempat
ini setelah itu bebas. Luke bebas dan merasa merdeka karena Sara sudah
merelakannya pergi dan memilih keputusannya.
Namun rasanya tidak tenang jika Luke
meninggalkan rumah Sara tanpa mendapatkan sekecil apapun rahasia yang dimiliki
Sara. Sejak bertemu Sara beberapa hari yang lalu, Sara terlihat misterius dan
sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sara juga agak berbeda dengan Sara yang
dulu. Sara sekarang lebih tua dan sepertinya sudah tidak tertartik lagi dengan
kosmetik atau alat kecantikan lainnya.
Luke menghela nafas dalam-dalam. Di
luar sana terdengar bunyi petir yang tidak terlalu besar. Sepertinya hujan
sebentar lagi akan turun. Tumben sekali. Baginya, hujan membawa kedamaian, juga
lautan. Luke sangat menyukai hal yang berbau air seperti hujan, laut, kolam dan
lainnya. Entah mengapa.
Tiba-tiba Luke menemukan sebuah
acara keluarga di TV itu dan menampilkan dua bocah berwajah kembar dan imut.
Usia dua bocah itu kira-kira lima tahun. Disana Luke bisa menyaksikan keduanya
bermain dengan riang dan seperti tidak ada beban hidup. Luke terdiam sesaat.
Kemudian ia merasakan sakit di kepalanya. Sakit sekali. Luke tidak pernah
merasakan kesakitan ini sebelumnya.
Rasanya seperti berada di tempat
yang gelap dan menyeramkan. Luke merasa takut dan ingin sekali pergi dari
tempat itu. Tapi karena gelap dan mengerikan, Luke hanya bisa pasrah. Kemudian
Luke mendengar ada sebuah tangisan anak laki-laki yang membuatnya semakin
ketakutan. Apa maksud dari semua ini?
Setelah keadaannya membaik,
cepat-cepat Luke mematikan TV itu dan memilih untuk tidur. Aneh. Hanya melihat
dua bocah kembar Luke merasa takut. Atau jangan-jangan ia phobia dengan anak
kembar?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar