expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 04 Juli 2015

Like Rain of Hearts ( Part 20 )



Part 20

.

            Ya. Disty merasa sudah tidak diperhatikan oleh Rio lagi. Rio yang sekarang agak pendiam dan jarang bicara. Rio yang sekarang berubah seratus delapan puluh derajat. Sikap Rio sama seperti sikap aneh Luke saat pertama kali ia mengenal Luke. Oke. Disty rasa dirinya akan baik-baik saja. Kalaupun hubungannya dengan Rio harus berakhir, ia akan menerimanya.

            Hujan turun membahasi sekolahnya. Disty tidak tau bagaimana cara untuk pulang. Ia tidak pulang dengan Rio, Michael ataupun Luke. Sepertinya ia harus pulang sendiri. Kasak-kusuk terdengar dari jarak yang tidak terlalu jauh. Disty mendengar beberapa gadis yang sedang membicarakannya. Maksudnya membicarakan tentang hubungannya dengan Rio, dan kedekatannya dengan Harry.

            “Disini kau rupanya.” Ucap Harry.

            Disty bersyukur karena Harry belum pulang. Cowok manis itu mengenakan jaket hitam tebal dan tampaknya Harry kedinginan. Ia juga kedinginan karena tidak membawa jaket. Alhasil Disty menutupi tubuhnya dengan dua tangannya.

            “Kau kedinginan. Pakai saja jaketku.” Ucap Harry sambil melepaskan jaketnya.

            Ingin sekali Disty mencegah perbuatan Harry tapi Harry duluan cepat dan cowok itu sukses memasangkan jaketnya di tubuh Disty. Agak besar memang, namun pantas digunakan oleh gadis itu. Harry tersenyum dan Disty hanyut dengan senyuman itu.

            “Kau juga kedinginan Harr. Sebaiknya kau yang pakai jaket ini.” Ucap Disty.

            “Tidak usah. Aku tahan dingin kok. Gimana kalau kita pulang bersama?”

            Disty menyetujui usulan Harry dan keduanya menaiki angkutan umum. Untunglah rumah Harry tidak jauh dari rumah Disty. Tetapi Harry memaksakan diri untuk mengantar Disty sampai di pintu gerbang rumah Disty. Selama di perjalanan, Disty merasa jantungnya berdebar-debar. Ia memang kedinginan. Tapi jaket Harry membuatnya hangat.

            “Kalau mandi hujan, pasti seru.” Gumam Harry sambil melihat ke luar jendela.

            Disty melihat pandangan mata Harry. “Bagus. Aku juga ingin main air. Turun disini aja yuk. Rumahku tidak jauh lagi.” Ucapnya bersemangat.

            “Ah, aku hanya bercanda. Nanti kakakmu marah dan aku takut kalau kau sakit.” Ucap Harry.

            Disty tersenyum. “Tidak-tidak. Aku suka mandi hujan.” Ucapnya.

            Akhirnya keduanya pun memutuskan untuk mandi hujan. Disty dan Harry turun dari angkutan umum itu lalu berlari di bawah hujan. Gaya mereka seperti anak-anak. Ya. Disty dan Harry sangat bergembira. Tidak peduli dengan pakaian mereka yang basah kuyup. Disty juga berusaha mengejar Harry dan keduanya jadi main kejar-kejaran.

            “Di Indonesia sering hujan. Saat kecil, aku suka bermain hujan sampai Mama-ku memarahiku.” Ucap Disty sambil tertawa.

            “Aku juga. I love rain. Rasanya damai ketika kulitku menyentuh air hujan walau kata orang mandi hujan itu bahaya. But I don’t care.” Ucap Harry.

            Benar-benar kebahagiaan yang luar biasa. Disty jadi rindu masa kecilnya. Disty rindu teman-teman lamanya. Disty rindu Indonesia. Disty berharap keluarganya akan berlibur ke Indonesia. Pasti ia akan senang jika itu terjadi.

            Tiba-tiba, Harry terdiam sambil memegang dadanya. Cowok itu terlihat membungkuk. Tentu saja Disty khawatir. Gadis itu pun mendekati Harry dan berharap Harry baik-baik saja.

            I’m alright. Aku memang suka begini.” Ucap Harry.

            “Kau kena asma?” Tanya Disty.

            “Ya begitulah. Aku alergi dengan tumbuh-tumbuhan tertentu dan aku tidak tahan dingin.” Jawab Harry.

            “Ya Tuhan.. Kenapa tidak bilang daritadi?” Tanya Disty.

            Kondisi Harry agak mendingan tapi Harry masih tengah berusaha mengatur nafasnya. Jarak rumahnya tidak jauh lagi. Keduanya pun mempercepat langkah untuk tiba di rumah Disty.

***

            Hujan semakin deras dan Michael khawatir karena Disty belum juga tiba di rumah. Dimana Disty? Mengapa adiknya itu belum juga pulang? Tadi ia sudah mengirim pesan ke Rio. Tetapi Rio mengatakan kalau dia tidak pulang bersama Disty. Lantas, Disty pulang dengan siapa? Luke tidak mungkin karena Luke sekarang ada di rumahnya.

            Di teras dengan ditemani gitarnya, Michael mencoba untuk tetap tenang sambil berusaha mencari nada-nada yang pas. Ponsel Disty mati dan Michael tidak bisa menghubungi adiknya itu. Dan… Michael begitu kaget melihat siapa yang datang. Yang baru saja tiba di pintu gerbang rumahnya.

            “Tidak masuk dulu? Aku takut kau kenapa-napa.” Ucap Disty.

            “Tidak apa-apa. Aku bisa pulang.” Ucap Harry.

            “Tidak! Kau sedang tidak sehat. Aku tidak mau mendengar kabar kalau kau dilarikan di rumah sakit hanya karena mandi hujan bersamaku.” Ucap Disty.

            Harry tersenyum sambil menatap lekat wajah Disty. Pandangan keduanya bertemu. Astaga! Selain senyuman dan lesung pipit, Harry memiliki bola mata yang indah, berwarna hijau. Disty memejamkan matanya dan merasakan sentuhan hangat di pipinya oleh tangan lembut Harry.

            “Aku sangat beruntung bertemu denganmu. Terimakasih sudah menerangi hari-hariku.” Ucap Harry dengan suara yang pelan kemudian meninggalkan Disty yang masih memejamkan matanya.

            Setelah sadar Harry pergi, cepat-cepat Disty masuk ke dalam rumahnya dan mendadak kaget karena Michael dan Luke sedari tadi memperhatikannya. Tapi Disty berusaha bersikap biasa dan cuek.

            Great! He almost kiss you.” Ucap Michael.

            Disty menatap Michael sinis. “Jangan urusi hidupku!” Ucapnya kemudian Disty menatap Luke. Sepertinya Luke tidak berkomentar apapun. “Ambilkan aku handuk!” Ucapnya dengan suara sedikit kesal. Tapi Luke tetap mau mengambilkannya handuk.

            “Lihat Luke, dia tidak sepertimu. Luke tidak mengomentari apa-apa. Sebaiknya kau banyak-banyak belajar dari Luke.” Ucap Disty.

            Sebisa mungkin Michael menahan emosinya. “Kau akan menyesal Dis.” Ucapnya.

            Kemudian Luke datang dan melemparkan handuk ke Disty. Disty sampai lupa kalau ia masih menggunakan jaket Harry. Sekilas, Disty tersenyum. Ia merasa senang dan terharu akan perbuatan Harry yang lebih mengutamakannya dibanding dirinya sendiri. Walau Harry kedinginan, tetapi Harry tetap meminjamkannya jaket.

            “Asal kau tau, Rio masih mencintaimu dan dia akan merasa sakit jika kau terus-terusan berhubungan dengan cowok gondrong itu!” Ucap Michael.

            “Jangan memanggilnya dengan sebutan cowok gondrong!” Bentak Disty lalu masuk ke dalam rumah.

            “Kau lihat adikku, aku kesal dengannya.” Ucap Michael.

            Lagi-lagi Luke tidak bicara sedikitpun. Cowok itu seakan-akan sedang bisu dan tidak bisa berbicara apapun.

***

            KENAPA TUHAN? KENAPA?!

            Di kamar mandi, Disty menangis dan ia memaki dirinya sendiri. Kenapa ia menjadi gadis yang sangat bodoh? Lihat! Rio mencintainya apa adanya dan selalu setia dengannya. Sedangkan ia? Mengapa ia bisa tertartik dengan Harry? Kenapa?

            Disty memang belum mengganti bajunya dan masih menggunakan jaket Harry. Gadis malang itu duduk menangis sambil bersender di dinding kamar mandi. Kebetulan ia tidak menutup pintu kamar mandi jadi siapapun bisa melihatnya menangis. Ibu dan Ayahnya sedang tidak ada di rumah jadi Disty bisa puas-puasin diri untuk menangis.

            “Disty!”

            Sialnya Luke mendapatinya yang sedang bersandar di dinding kamar mandi dengan penuh kemalangan. Cepat-cepat Luke mendekati Disty.

            “Sudahlah Dis. Sebaiknya kau ganti baju.” Ucap Luke dengan penuh pengertian.

            “Luk, Michael sudah membenciku. Dia membenciku hanya karena aku dekat dengan Harry dan melupakan Rio. Aku memang salah Luk. Aku gadis yang bodoh. Aku tega melupakan Rio dan lebih memilih Harry..”

            “Itu tidak penting. Yang paling penting kau cepat-cepat ganti baju biar tidak sakit.” Ucap Luke.

            Disty seakan-akan tidak mempedulikan ucapan Luke. “Setelah ini, kau pasti membenciku.” Ucapnya.

            Mendengar ucapan Disty, Luke tersenyum lalu duduk di samping gadis itu sambil memeluk gadis itu. Pelukan yang hangat. Disty merasa nyaman berada di pelukan itu. Sama seperti Luke. Walau bajunya ikutan basah, tapi Luke tidak peduli.

            “Aku Dis, satu-satunya orang yang tidak akan pernah membencimu meski seisi dunia ini membencimu.” Ucap Luke.

            Thanks.” Ucap Disty singkat lalu melepaskan diri dari pelukan Luke kemudian berdiri.

            “Kau memang lebih baik dibanding Michael.” Ucap Disty lalu pergi meninggalkan Luke.

            Untuk yang pertama kalinya. Ya. Untuk yang pertama kalinya Luke memeluk Disty walau hanya sebentar saja.

***

            Disty terlambat bangun! Jam di ponselnya menunjukkan hampir pukul tujuh pagi. Tentu saja Disty merasa kesal karena tidak ada yang membangunkannya. Biasanya, Michael yang selalu membangunkannya jika ia terlambat bangun. Secepat mungkin Disty berlari menuju kamar mandi dan mandi apa adanya.

            Di ruang makan, Disty mendengus kesal melihat Ayah, Ibu dan Michael yang terlihat bahagia dengan sarapan mereka. Disty merasa seperti tidak di anggap oleh ketiganya. Dengan perasaan yang sangat kesal, Disty mengambil sepotong roti di meja itu lalu pergi begitu saja.

            “Ada apa denganmu Dis? Kenapa kau tidak mau sarapan bersama kami?” Tanya Bella.

            Percuma saja. Ucapan Bella tidak dipedulikan oleh Disty. Disty terus saja jalan dan menjauhi rumahnya. Ya. Sekarang Disty berangkat sekolah menggunakan angkutan umum. Dia malas ikut Michael. Dan Rio, sudah Disty duga hubungannya kali ini sedang mengalami masa yang kritis dan tidak tau sampai kapan bertahan.

            Di pikirannya hanya ada satu, yaitu Harry. Apa kabar cowok itu? Apakah Harry tiba di rumah dengan selamat? Sewaktu ia main hujan dengan Harry, cowok itu kedinginan dan wajahnya pucat. Salahnya. Salahnya yang membiarkan Harry main hujan padahal Harry tidak cocok dengan hujan. Semoga Harry baik-baik saja.

            “Disty?”

            Tak di sangkanya Disty bertemu dengan Luke di jalan. Sekarang Luke sudah bawa motor sendiri dan tidak ada salahnya Disty nebeng sama Luke. Lagipula, Luke satu-satunya orang yang saat ini tidak membuatnya kesal. Disty juga tidak menyangka bahwa Luke yang dulu, Luke yang aneh, Luke yang suka membuatnya kesal berubah menjadi Luke yang sangat pengertian.

            Setiba di kelas, Disty duduk di bangkunya. Sendirian. Disty malas ngobrol dengan teman-temannya yang lain, terutama Miley dan Donna. Disty ingin membaca novel Harry tetapi suasana hatinya sedang tidak baik. Karena itulah Disty memilih untuk diam sambil memainkan ponselnya.

            1 Message From: Harry

            Dis, hari ini aku tidak masuk sekolah karena kurang sehat. Tapi jangan khawatirkan aku. Aku akan baik-baik saja J

            Mendapat pesan dari Harry, Disty menjadi khawatir bukan main. Harry sedang tidak baik. Harry sedang sakit dan mau tidak mau ia harus pergi ke rumah Harry hanya untuk mengetahui keadaan cowok itu. Disty sudah tau alamat rumah Harry dan sepulang sekolah nanti ia langsung pergi ke rumah Harry.

            “Hai Dis..”

            Tumben Donna menyapanya. Disty hanya membalas sapaan Donna dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Donna mendekati Disty.

            “Maafkan aku Dis. Seharusnya aku selalu ada untukmu dan mendengar semua ceritamu.” Ucap Donna dengan penuh rasa yang bersalah.

            “Tidak apa-apa. Aku tau kau dan Miley tidak menyukaiku karena Harry.” Ucap Disty.

            “Bukan. Aku tau kalau aku salah. Ini bukan masalah Harry. Tapi masalah persahabatan kita. Aku sadar Dis, kami salah menjauhimu karena kau dekat dengan Harry. Seharusnya kami tetap selalu ada untukmu.” Ucap Donna.

            “Iya, terimakasih. Tapi tetap saja aku salah. Michael saja sampai tidak suka pada Harry karena Harry dianggap sebagai perusak hubunganku dengan Rio.” Ucap Disty.

            Donna tersenyum. “How your feel now? Do you still love Rio or maybe you fall in love with Harry?” Tanyanya.

            Disty menghela nafas panjang. “I don’t know. But it feels so different. Sejak aku mengenal Harry, segalanya berubah. Aku jadi jarang bertemu dengan Rio. Bahkan hanya membalas pesan Rio. Aku lebih suka bersama Harry.” Jawabnya.

            “Perasaan setiap orang memang suka berubah. Aku pernah merasakannya Dis dan hanya karena itu aku putus dengan cinta pertamaku. But it’s okay. Bicaralah baik-baik dengan Rio, kalau kau sudah tidak tahan dengan hubungan ini, lebih baik diakhiri saja. Toh kalian masih bisa berteman dengan baik.” Ucap Donna.

            Apa yang diucapkan Donna itu benar? Apa iya ia harus mengakhiri hubungannya dengan Rio? Kalau Rio marah dan tidak mau bagaimana? Tiba-tiba Disty teringat dengan pesan teman lamanya sewaktu ia masih tinggal di Indonesia.

            ‘Jangan pacaran jika lo tidak siap dengan segala konsekuensinya.’

***
             
Rencana Disty untuk pergi ke rumah Harry sudah bulat. Pulang sekolah ini, Disty mencoba berusaha agar tidak dilihat oleh Michael, Rio ataupun Luke. Apalagi Michael. Kalau Michael sampai tau, pasti kakaknya itu tidak akan mengizinkannya. Untunglah ia tidak bertemu dengan Michael dan lainnya dan Disty berhasil naik di angkutan umum yang akan membawanya menuju rumah Harry.
           
“Disty tidak pulang denganmu?” Tanya Rio.

            Ya. Dugaan Disty salah. Michael, Rio dan Luke sempat melihat Disty yang akan menaiki angkutan umum itu. Tetapi Michael membiarkan Disty pergi dan tidak mau mengajaknya pulang bersama.

            “Selama ini Disty pulang denganmu, Yo. Seharusnya aku yang menanyakan hal itu ke kau.” Jawab Michael.

            Rio terdiam sesaat. “Ku rasa Disty sudah tidak mencintaiku lagi.” Ucapnya.

            I think so. Disty sudah terlalu hanyut dengan Harry. Jika aku berada di posisimu, tentu saja aku tidak akan membiarkan orang yang ku cintai jatuh di tangan cowok lain.” Ucap Michael seakan-akan menyindir Rio.

            “Harry tidak bermaksud merebut Disty dariku.” Ucap Rio.

            “Jangan menilai orang dari luarnya saja.” Ucap Michael lalu pergi meninggalkan Rio dan Luke.

            Luke menatap Rio. “Michael belum tau soal ini?” Tanyanya.

            “Jika Michael tau, pasti dia akan mendukung kedekatan Disty dengan Harry.” Jawab Rio.

***

            Rumah yang tidak terlalu besar, namun terasa nyaman. Rumah Harry yang sederhana mengingatkannya pada rumahnya di Indonesia. Perlahan Disty masuk ke dalam rumah itu. Disana ia melihat seorang gadis yang usianya kira-kira tiga atau empat tahun lebih tua darinya. Apa gadis itu kakak kandung Harry?

            “Disty ya?” Tanya gadis itu sambil tersenyum.

            Senyum gadis itu sangat manis dan dari senyum itu, Disty sudah bisa menebak bahwa gadis itu adalah kakak kandung Harry karena mirip sekali dengan Harry, juga gadis itu mempunyai lesung pipit di pipi kiri, sama seperti Harry.

            “Iya. Darimana kakak tau namaku Disty?” Jawab dan tanya Disty.

            “Ayo masuk!” Ajak gadis itu.

            Disty menuruti ucapan gadis itu. Rumah Harry memang sederhana tapi bagus dan rapi. Beruntung Harry mempunyai kakak kandung cewek yang sangat cantik dan ramah. Ingin sekali Disty merasakan gimana rasanya mempunyai saudara perempuan. Pasti sangat menyenangkan.

            “Namaku Gemma. Aku kakak Harry. Harry sering menceritakan tentangmu padaku. Katanya, Harry sangat beruntung kenal denganmu.” Ucap Gemma sambil mengantar Disty ke kamar Harry.

            Disty tersipu malu mendengar ucapan Gemma. Jadi Harry suka menceritakan tentang dirinya ke Gemma? Semoga Harry tidak menceritakan hal-hal buruknya. Setelah tiba di kamar Harry, Gemma membuka pintu kamar Harry. Disana terlihat Harry yang sedang memainkan tablet berwarna putih. Sepertinya Harry sudah baikan.

            “Disty?” Tanya Harry heran.

            Disty mendekati Harry. “Gimana keadaanmu? Sudah membaik kan?” Tanya Disty penuh perhatian sambil memegang kening Harry.

            “Aku baik-baik saja. Aku tidak menyangka kau akan datang kesini. Aku malu karena rumahku tidak sebagus rumahmu, jadi kau tidak nyaman.” Ucap Harry.

            Tentu saja Disty tertawa mendengar ucapan Harry. “Bahkan rumah lamaku tidak sebagus rumahmu. Tidak usah memikirkan soal rumah. Aku nyaman disini.” Ucapnya.

            Harry tersenyum dan Disty bisa menemukan lesung pipit Harry di pipi kirinya. Sangat manis. Sangat manis! Ingin sekali Disty menyentuh pipi kiri Harry, tapi ia tidak berani dan takut dikatakan tidak sopan.

            “Tau tidak Harr, sejak bertemu kamu, aku jadi suka lho liat cowok yang punya lesung pipit. Manis begitu.” Ucap Disty.

            “Ohya? Tapi banyak sekali cowok-cowok yang lebih manis dari diriku. Seperti sahabatmu itu. Luke ya namanya?” Ucap Harry.

            “Ah aku tidak tau. Yang jelas kau adalah cowok termanis yang pernah aku temui.” Ucap Disty.

            Jarak keduanya sudah sangat dekat dan Disty masih setia mengelus kening Harry. Sesekali menyeka rambut Harry yang jatuh di wajahnya. Ternyata Harry jauh lebih menawan jika Disty melihat wajah Harry dari jarak yang sangat dekat, seperti saat ini.

            “Kenapa kau tidak bersama Rio?” Tanya Harry.

            Mendengar Harry menyebut nama Rio, suasana hati Disty menjadi berubah. Rio. Kenapa sih Harry selalu menyebut nama itu? Apa Rio mengancam Harry agar Harry menjauhinya? Atau Michael? Tapi Harry terlihat baik-baik saja.

            “Dis, aku memang merasa beruntung dan senang bertemu dengan gadis sepertimu. Tapi aku tidak ingin menjadi pemisah antara kau dengan Rio. Kalian harus saling mencintai satu sama lain. Ku rasa Rio jauh lebih sempurna dibanding aku.” Ucap Harry.

            Lagi dan lagi. Dada Disty terasa sesak mendengar ucapan Harry. Di tambah lagi suara Harry yang terdengar serak dan berat. Kenapa ia begitu khawatir dengan Harry? Selama ia pacaran dengan Rio, ia tidak pernah sekhawatir seperti ini. Kenapa?

            Please don’t talk about Rio, okay?” Pinta Disty.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar