Part 20
.
Ya. Disty merasa sudah
tidak diperhatikan oleh Rio lagi. Rio yang sekarang agak pendiam dan jarang
bicara. Rio yang sekarang berubah seratus delapan puluh derajat. Sikap Rio sama
seperti sikap aneh Luke saat pertama kali ia mengenal Luke. Oke. Disty rasa
dirinya akan baik-baik saja. Kalaupun hubungannya dengan Rio harus berakhir, ia
akan menerimanya.
Hujan turun membahasi
sekolahnya. Disty tidak tau bagaimana cara untuk pulang. Ia tidak pulang dengan
Rio, Michael ataupun Luke. Sepertinya ia harus pulang sendiri. Kasak-kusuk
terdengar dari jarak yang tidak terlalu jauh. Disty mendengar beberapa gadis
yang sedang membicarakannya. Maksudnya membicarakan tentang hubungannya dengan
Rio, dan kedekatannya dengan Harry.
“Disini kau rupanya.”
Ucap Harry.
Disty bersyukur karena
Harry belum pulang. Cowok manis itu mengenakan jaket hitam tebal dan tampaknya
Harry kedinginan. Ia juga kedinginan karena tidak membawa jaket. Alhasil Disty
menutupi tubuhnya dengan dua tangannya.
“Kau kedinginan. Pakai
saja jaketku.” Ucap Harry sambil melepaskan jaketnya.
Ingin sekali Disty
mencegah perbuatan Harry tapi Harry duluan cepat dan cowok itu sukses
memasangkan jaketnya di tubuh Disty. Agak besar memang, namun pantas digunakan
oleh gadis itu. Harry tersenyum dan Disty hanyut dengan senyuman itu.
“Kau juga kedinginan
Harr. Sebaiknya kau yang pakai jaket ini.” Ucap Disty.
“Tidak usah. Aku tahan
dingin kok. Gimana kalau kita pulang bersama?”
Disty menyetujui
usulan Harry dan keduanya menaiki angkutan umum. Untunglah rumah Harry tidak
jauh dari rumah Disty. Tetapi Harry memaksakan diri untuk mengantar Disty
sampai di pintu gerbang rumah Disty. Selama di perjalanan, Disty merasa
jantungnya berdebar-debar. Ia memang kedinginan. Tapi jaket Harry membuatnya hangat.
“Kalau mandi hujan,
pasti seru.” Gumam Harry sambil melihat ke luar jendela.
Disty melihat
pandangan mata Harry. “Bagus. Aku juga ingin main air. Turun disini aja yuk.
Rumahku tidak jauh lagi.” Ucapnya bersemangat.
“Ah, aku hanya
bercanda. Nanti kakakmu marah dan aku takut kalau kau sakit.” Ucap Harry.
Disty tersenyum.
“Tidak-tidak. Aku suka mandi hujan.” Ucapnya.
Akhirnya keduanya pun
memutuskan untuk mandi hujan. Disty dan Harry turun dari angkutan umum itu lalu
berlari di bawah hujan. Gaya mereka seperti anak-anak. Ya. Disty dan Harry
sangat bergembira. Tidak peduli dengan pakaian mereka yang basah kuyup. Disty
juga berusaha mengejar Harry dan keduanya jadi main kejar-kejaran.
“Di Indonesia sering
hujan. Saat kecil, aku suka bermain hujan sampai Mama-ku memarahiku.” Ucap
Disty sambil tertawa.
“Aku juga. I love
rain. Rasanya damai ketika kulitku menyentuh air hujan walau kata orang
mandi hujan itu bahaya. But I don’t care.” Ucap Harry.
Benar-benar
kebahagiaan yang luar biasa. Disty jadi rindu masa kecilnya. Disty rindu
teman-teman lamanya. Disty rindu Indonesia. Disty berharap keluarganya akan
berlibur ke Indonesia. Pasti ia akan senang jika itu terjadi.
Tiba-tiba, Harry
terdiam sambil memegang dadanya. Cowok itu terlihat membungkuk. Tentu saja
Disty khawatir. Gadis itu pun mendekati Harry dan berharap Harry baik-baik
saja.
“I’m alright.
Aku memang suka begini.” Ucap Harry.
“Kau kena asma?” Tanya
Disty.
“Ya begitulah. Aku
alergi dengan tumbuh-tumbuhan tertentu dan aku tidak tahan dingin.” Jawab
Harry.
“Ya Tuhan.. Kenapa
tidak bilang daritadi?” Tanya Disty.
Kondisi Harry agak
mendingan tapi Harry masih tengah berusaha mengatur nafasnya. Jarak rumahnya
tidak jauh lagi. Keduanya pun mempercepat langkah untuk tiba di rumah Disty.
***
Hujan semakin deras
dan Michael khawatir karena Disty belum juga tiba di rumah. Dimana Disty?
Mengapa adiknya itu belum juga pulang? Tadi ia sudah mengirim pesan ke Rio.
Tetapi Rio mengatakan kalau dia tidak pulang bersama Disty. Lantas, Disty
pulang dengan siapa? Luke tidak mungkin karena Luke sekarang ada di rumahnya.
Di teras dengan
ditemani gitarnya, Michael mencoba untuk tetap tenang sambil berusaha mencari
nada-nada yang pas. Ponsel Disty mati dan Michael tidak bisa menghubungi
adiknya itu. Dan… Michael begitu kaget melihat siapa yang datang. Yang baru
saja tiba di pintu gerbang rumahnya.
“Tidak masuk dulu? Aku
takut kau kenapa-napa.” Ucap Disty.
“Tidak apa-apa. Aku
bisa pulang.” Ucap Harry.
“Tidak! Kau sedang
tidak sehat. Aku tidak mau mendengar kabar kalau kau dilarikan di rumah sakit
hanya karena mandi hujan bersamaku.” Ucap Disty.
Harry tersenyum sambil
menatap lekat wajah Disty. Pandangan keduanya bertemu. Astaga! Selain senyuman
dan lesung pipit, Harry memiliki bola mata yang indah, berwarna hijau. Disty
memejamkan matanya dan merasakan sentuhan hangat di pipinya oleh tangan lembut
Harry.
“Aku sangat beruntung
bertemu denganmu. Terimakasih sudah menerangi hari-hariku.” Ucap Harry dengan
suara yang pelan kemudian meninggalkan Disty yang masih memejamkan matanya.
Setelah sadar Harry
pergi, cepat-cepat Disty masuk ke dalam rumahnya dan mendadak kaget karena
Michael dan Luke sedari tadi memperhatikannya. Tapi Disty berusaha bersikap
biasa dan cuek.
“Great! He almost
kiss you.” Ucap Michael.
Disty menatap Michael
sinis. “Jangan urusi hidupku!” Ucapnya kemudian Disty menatap Luke. Sepertinya
Luke tidak berkomentar apapun. “Ambilkan aku handuk!” Ucapnya dengan suara
sedikit kesal. Tapi Luke tetap mau mengambilkannya handuk.
“Lihat Luke, dia tidak
sepertimu. Luke tidak mengomentari apa-apa. Sebaiknya kau banyak-banyak belajar
dari Luke.” Ucap Disty.
Sebisa mungkin Michael
menahan emosinya. “Kau akan menyesal Dis.” Ucapnya.
Kemudian Luke datang
dan melemparkan handuk ke Disty. Disty sampai lupa kalau ia masih menggunakan
jaket Harry. Sekilas, Disty tersenyum. Ia merasa senang dan terharu akan
perbuatan Harry yang lebih mengutamakannya dibanding dirinya sendiri. Walau
Harry kedinginan, tetapi Harry tetap meminjamkannya jaket.
“Asal kau tau, Rio
masih mencintaimu dan dia akan merasa sakit jika kau terus-terusan berhubungan
dengan cowok gondrong itu!” Ucap Michael.
“Jangan memanggilnya
dengan sebutan cowok gondrong!” Bentak Disty lalu masuk ke dalam rumah.
“Kau lihat adikku, aku
kesal dengannya.” Ucap Michael.
Lagi-lagi Luke tidak
bicara sedikitpun. Cowok itu seakan-akan sedang bisu dan tidak bisa berbicara
apapun.
***
KENAPA TUHAN? KENAPA?!
Di kamar mandi, Disty
menangis dan ia memaki dirinya sendiri. Kenapa ia menjadi gadis yang sangat
bodoh? Lihat! Rio mencintainya apa adanya dan selalu setia dengannya. Sedangkan
ia? Mengapa ia bisa tertartik dengan Harry? Kenapa?
Disty memang belum
mengganti bajunya dan masih menggunakan jaket Harry. Gadis malang itu duduk menangis
sambil bersender di dinding kamar mandi. Kebetulan ia tidak menutup pintu kamar
mandi jadi siapapun bisa melihatnya menangis. Ibu dan Ayahnya sedang tidak ada
di rumah jadi Disty bisa puas-puasin diri untuk menangis.
“Disty!”
Sialnya Luke mendapatinya
yang sedang bersandar di dinding kamar mandi dengan penuh kemalangan.
Cepat-cepat Luke mendekati Disty.
“Sudahlah Dis.
Sebaiknya kau ganti baju.” Ucap Luke dengan penuh pengertian.
“Luk, Michael sudah
membenciku. Dia membenciku hanya karena aku dekat dengan Harry dan melupakan
Rio. Aku memang salah Luk. Aku gadis yang bodoh. Aku tega melupakan Rio dan
lebih memilih Harry..”
“Itu tidak penting.
Yang paling penting kau cepat-cepat ganti baju biar tidak sakit.” Ucap Luke.
Disty seakan-akan
tidak mempedulikan ucapan Luke. “Setelah ini, kau pasti membenciku.” Ucapnya.
Mendengar ucapan
Disty, Luke tersenyum lalu duduk di samping gadis itu sambil memeluk gadis itu.
Pelukan yang hangat. Disty merasa nyaman berada di pelukan itu. Sama seperti Luke.
Walau bajunya ikutan basah, tapi Luke tidak peduli.
“Aku Dis, satu-satunya
orang yang tidak akan pernah membencimu meski seisi dunia ini membencimu.” Ucap
Luke.
“Thanks.” Ucap
Disty singkat lalu melepaskan diri dari pelukan Luke kemudian berdiri.
“Kau memang lebih baik
dibanding Michael.” Ucap Disty lalu pergi meninggalkan Luke.
Untuk yang pertama
kalinya. Ya. Untuk yang pertama kalinya Luke memeluk Disty walau hanya sebentar
saja.
***
Disty terlambat
bangun! Jam di ponselnya menunjukkan hampir pukul tujuh pagi. Tentu saja Disty
merasa kesal karena tidak ada yang membangunkannya. Biasanya, Michael yang
selalu membangunkannya jika ia terlambat bangun. Secepat mungkin Disty berlari
menuju kamar mandi dan mandi apa adanya.
Di ruang makan, Disty
mendengus kesal melihat Ayah, Ibu dan Michael yang terlihat bahagia dengan
sarapan mereka. Disty merasa seperti tidak di anggap oleh ketiganya. Dengan
perasaan yang sangat kesal, Disty mengambil sepotong roti di meja itu lalu
pergi begitu saja.
“Ada apa denganmu Dis?
Kenapa kau tidak mau sarapan bersama kami?” Tanya Bella.
Percuma saja. Ucapan
Bella tidak dipedulikan oleh Disty. Disty terus saja jalan dan menjauhi
rumahnya. Ya. Sekarang Disty berangkat sekolah menggunakan angkutan umum. Dia
malas ikut Michael. Dan Rio, sudah Disty duga hubungannya kali ini sedang
mengalami masa yang kritis dan tidak tau sampai kapan bertahan.
Di pikirannya hanya
ada satu, yaitu Harry. Apa kabar cowok itu? Apakah Harry tiba di rumah dengan
selamat? Sewaktu ia main hujan dengan Harry, cowok itu kedinginan dan wajahnya
pucat. Salahnya. Salahnya yang membiarkan Harry main hujan padahal Harry tidak
cocok dengan hujan. Semoga Harry baik-baik saja.
“Disty?”
Tak di sangkanya Disty
bertemu dengan Luke di jalan. Sekarang Luke sudah bawa motor sendiri dan tidak
ada salahnya Disty nebeng sama Luke. Lagipula, Luke satu-satunya orang yang
saat ini tidak membuatnya kesal. Disty juga tidak menyangka bahwa Luke yang
dulu, Luke yang aneh, Luke yang suka membuatnya kesal berubah menjadi Luke yang
sangat pengertian.
Setiba di kelas, Disty
duduk di bangkunya. Sendirian. Disty malas ngobrol dengan teman-temannya yang
lain, terutama Miley dan Donna. Disty ingin membaca novel Harry tetapi suasana
hatinya sedang tidak baik. Karena itulah Disty memilih untuk diam sambil
memainkan ponselnya.
1 Message From: Harry
Dis, hari ini aku tidak masuk
sekolah karena kurang sehat. Tapi jangan khawatirkan aku. Aku akan baik-baik
saja J
Mendapat pesan dari
Harry, Disty menjadi khawatir bukan main. Harry sedang tidak baik. Harry sedang
sakit dan mau tidak mau ia harus pergi ke rumah Harry hanya untuk mengetahui
keadaan cowok itu. Disty sudah tau alamat rumah Harry dan sepulang sekolah
nanti ia langsung pergi ke rumah Harry.
“Hai Dis..”
Tumben Donna
menyapanya. Disty hanya membalas sapaan Donna dengan senyum yang sedikit
dipaksakan. Donna mendekati Disty.
“Maafkan aku Dis.
Seharusnya aku selalu ada untukmu dan mendengar semua ceritamu.” Ucap Donna
dengan penuh rasa yang bersalah.
“Tidak apa-apa. Aku
tau kau dan Miley tidak menyukaiku karena Harry.” Ucap Disty.
“Bukan. Aku tau kalau
aku salah. Ini bukan masalah Harry. Tapi masalah persahabatan kita. Aku sadar
Dis, kami salah menjauhimu karena kau dekat dengan Harry. Seharusnya kami tetap
selalu ada untukmu.” Ucap Donna.
“Iya, terimakasih.
Tapi tetap saja aku salah. Michael saja sampai tidak suka pada Harry karena
Harry dianggap sebagai perusak hubunganku dengan Rio.” Ucap Disty.
Donna tersenyum. “How
your feel now? Do you still love Rio or maybe you fall in love with Harry?”
Tanyanya.
Disty menghela nafas
panjang. “I don’t know. But it feels so different. Sejak aku mengenal
Harry, segalanya berubah. Aku jadi jarang bertemu dengan Rio. Bahkan hanya
membalas pesan Rio. Aku lebih suka bersama Harry.” Jawabnya.
“Perasaan setiap orang
memang suka berubah. Aku pernah merasakannya Dis dan hanya karena itu aku putus
dengan cinta pertamaku. But it’s okay. Bicaralah baik-baik dengan Rio,
kalau kau sudah tidak tahan dengan hubungan ini, lebih baik diakhiri saja. Toh
kalian masih bisa berteman dengan baik.” Ucap Donna.
Apa yang diucapkan
Donna itu benar? Apa iya ia harus mengakhiri hubungannya dengan Rio? Kalau Rio
marah dan tidak mau bagaimana? Tiba-tiba Disty teringat dengan pesan teman
lamanya sewaktu ia masih tinggal di Indonesia.
‘Jangan pacaran jika
lo tidak siap dengan segala konsekuensinya.’
***
Rencana Disty untuk pergi ke rumah Harry sudah
bulat. Pulang sekolah ini, Disty mencoba berusaha agar tidak dilihat oleh
Michael, Rio ataupun Luke. Apalagi Michael. Kalau Michael sampai tau, pasti
kakaknya itu tidak akan mengizinkannya. Untunglah ia tidak bertemu dengan
Michael dan lainnya dan Disty berhasil naik di angkutan umum yang akan
membawanya menuju rumah Harry.
“Disty tidak pulang denganmu?” Tanya Rio.
Ya. Dugaan Disty
salah. Michael, Rio dan Luke sempat melihat Disty yang akan menaiki angkutan
umum itu. Tetapi Michael membiarkan Disty pergi dan tidak mau mengajaknya
pulang bersama.
“Selama ini Disty
pulang denganmu, Yo. Seharusnya aku yang menanyakan hal itu ke kau.” Jawab
Michael.
Rio terdiam sesaat.
“Ku rasa Disty sudah tidak mencintaiku lagi.” Ucapnya.
“I think so.
Disty sudah terlalu hanyut dengan Harry. Jika aku berada di posisimu, tentu
saja aku tidak akan membiarkan orang yang ku cintai jatuh di tangan cowok
lain.” Ucap Michael seakan-akan menyindir Rio.
“Harry tidak bermaksud
merebut Disty dariku.” Ucap Rio.
“Jangan menilai orang
dari luarnya saja.” Ucap Michael lalu pergi meninggalkan Rio dan Luke.
Luke menatap Rio.
“Michael belum tau soal ini?” Tanyanya.
“Jika Michael tau,
pasti dia akan mendukung kedekatan Disty dengan Harry.” Jawab Rio.
***
Rumah yang tidak
terlalu besar, namun terasa nyaman. Rumah Harry yang sederhana mengingatkannya
pada rumahnya di Indonesia. Perlahan Disty masuk ke dalam rumah itu. Disana ia
melihat seorang gadis yang usianya kira-kira tiga atau empat tahun lebih tua
darinya. Apa gadis itu kakak kandung Harry?
“Disty ya?” Tanya
gadis itu sambil tersenyum.
Senyum gadis itu
sangat manis dan dari senyum itu, Disty sudah bisa menebak bahwa gadis itu
adalah kakak kandung Harry karena mirip sekali dengan Harry, juga gadis itu
mempunyai lesung pipit di pipi kiri, sama seperti Harry.
“Iya. Darimana kakak
tau namaku Disty?” Jawab dan tanya Disty.
“Ayo masuk!” Ajak
gadis itu.
Disty menuruti ucapan
gadis itu. Rumah Harry memang sederhana tapi bagus dan rapi. Beruntung Harry
mempunyai kakak kandung cewek yang sangat cantik dan ramah. Ingin sekali Disty
merasakan gimana rasanya mempunyai saudara perempuan. Pasti sangat
menyenangkan.
“Namaku Gemma. Aku
kakak Harry. Harry sering menceritakan tentangmu padaku. Katanya, Harry sangat
beruntung kenal denganmu.” Ucap Gemma sambil mengantar Disty ke kamar Harry.
Disty tersipu malu
mendengar ucapan Gemma. Jadi Harry suka menceritakan tentang dirinya ke Gemma?
Semoga Harry tidak menceritakan hal-hal buruknya. Setelah tiba di kamar Harry,
Gemma membuka pintu kamar Harry. Disana terlihat Harry yang sedang memainkan
tablet berwarna putih. Sepertinya Harry sudah baikan.
“Disty?” Tanya Harry
heran.
Disty mendekati Harry.
“Gimana keadaanmu? Sudah membaik kan?” Tanya Disty penuh perhatian sambil
memegang kening Harry.
“Aku baik-baik saja.
Aku tidak menyangka kau akan datang kesini. Aku malu karena rumahku tidak
sebagus rumahmu, jadi kau tidak nyaman.” Ucap Harry.
Tentu saja Disty
tertawa mendengar ucapan Harry. “Bahkan rumah lamaku tidak sebagus rumahmu.
Tidak usah memikirkan soal rumah. Aku nyaman disini.” Ucapnya.
Harry tersenyum dan
Disty bisa menemukan lesung pipit Harry di pipi kirinya. Sangat manis. Sangat
manis! Ingin sekali Disty menyentuh pipi kiri Harry, tapi ia tidak berani dan
takut dikatakan tidak sopan.
“Tau tidak Harr, sejak
bertemu kamu, aku jadi suka lho liat cowok yang punya lesung pipit. Manis
begitu.” Ucap Disty.
“Ohya? Tapi banyak
sekali cowok-cowok yang lebih manis dari diriku. Seperti sahabatmu itu. Luke ya
namanya?” Ucap Harry.
“Ah aku tidak tau.
Yang jelas kau adalah cowok termanis yang pernah aku temui.” Ucap Disty.
Jarak keduanya sudah
sangat dekat dan Disty masih setia mengelus kening Harry. Sesekali menyeka
rambut Harry yang jatuh di wajahnya. Ternyata Harry jauh lebih menawan jika
Disty melihat wajah Harry dari jarak yang sangat dekat, seperti saat ini.
“Kenapa kau tidak
bersama Rio?” Tanya Harry.
Mendengar Harry
menyebut nama Rio, suasana hati Disty menjadi berubah. Rio. Kenapa sih Harry
selalu menyebut nama itu? Apa Rio mengancam Harry agar Harry menjauhinya? Atau
Michael? Tapi Harry terlihat baik-baik saja.
“Dis, aku memang
merasa beruntung dan senang bertemu dengan gadis sepertimu. Tapi aku tidak
ingin menjadi pemisah antara kau dengan Rio. Kalian harus saling mencintai satu
sama lain. Ku rasa Rio jauh lebih sempurna dibanding aku.” Ucap Harry.
Lagi dan lagi. Dada
Disty terasa sesak mendengar ucapan Harry. Di tambah lagi suara Harry yang
terdengar serak dan berat. Kenapa ia begitu khawatir dengan Harry? Selama ia
pacaran dengan Rio, ia tidak pernah sekhawatir seperti ini. Kenapa?
“Please don’t talk
about Rio, okay?” Pinta Disty.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar