Part 12
.
Benar saja! Seisi sekolah pada heboh
membicarakan Disty yang katanya pulang berdua bersama Luke. Tidak tau siapa
yang membocorkan berita itu dan bisa sampai didengar oleh seisi sekolah. Tentu
saja Rio mengetahui berita itu. Tetapi ekspresi cowok itu tidak menandakan
kalau ia sedang kesal atau ekspresi marah lainnya. Rio hanya diam. Entah apa
yang dipikirkannya.
“Jangan salahkan Disty. Salahkan aku
saja. Disty tidak salah apapun.” Ucap Luke saat melihat sikap Rio yang berbeda.
Rio menatap Luke. “Aku percaya
dengan Disty. Gadis itu hanya mencintaiku. Jadi aku tidak perlu khawatir kalau
dia dekat dengan cowok termasuk kau.” Ucapnya.
Dalam hati Luke bersyukur ternyata
Rio tidak sensitif. Tapi sewaktu Rio pacaran dengan Cara, Rio selalu kesal dan
marah jika Cara jalan berdua dengan cowok lain. Dan sekarang? Pasti ada sesuatu
yang membuat Rio tidak marah. Lihat saja Rio yang seperti sedang memikirkan
sesuatu dan sepertinya cukup berat.
Sementara itu, di kelas Disty
ditatap dengan penuh rasa ketidaksukaan oleh teman-temannya. Hampir semua yang
menatapnya dengan cara seperti itu. Disty menelan ludahnya. Sebegitunyakah
mereka? Kenapa mereka berlebihan sekali? Rio saja tidak marah dengannya dan
mengapa mereka yang marah?
“Mereka hanya cemburu denganmu Dis.”
Ucap Donna sambil menenangkan Disty.
“Iya Dis. Rio saja tidak marah
kenapa mereka harus marah? Tapi kau beneran tidak tertartik dengan Luke kan?”
Ucap Miley.
Disty menatap Miley dengan tatapan
aneh. “Aku tertartik dengan Luke? Tentu saja tidak. Luke sudah aku anggap
sebagai teman dekat dan kakakku sendiri. Semenjak James pergi, Luke seakan-akan
bisa menggantikan peran James walau berbeda. Lagipula aku masih cinta sama Rio.
Tidak akan aku biarkan hal-hal kecil seperti itu merusak hubunganku dengan
Rio.” Ucapnya.
“Betul itu Dis. Kalian memang
pasangan yang cocok.” Ucap Donna.
“Tapi.. Aku lagi ada masalah penting
dan aku bingung, tapi tidak ada hubungannya dengan Rio.” Ucap Disty.
“Apa itu?” Tanya Miley.
“Mama menyuruhku mengikuti kelas
tambahan matematika agar nilai matematika-ku meningkat. Tapi aku malas.” Jawab
Disty.
“That’s
so terrible! Tapi bagaimanapun juga kau harus merubah nilaimu Dis.” Ucap
Donna.
Tiba-tiba Disty teringat dengan ide
Michael. “Tapi ada jalan lain yang Michael usulkan.” Ucapnya.
“Apa?” Tanya Miley.
Disty menghela nafas dalam-dalam.
“Aku akan belajar matematika bersama Luke dan dia nantinya yang akan menjadi
guruku.” Jawabnya.
***
Di kantin, banyak yang heboh
membicarakan Disty dengan Luke. Terutama saat Luke dan Michael datang ke
kantin. Semua pada berbisik-bisik sesekali mencuri pandang ke arah Luke. Tentu
saja Luke dapat mendengar desas-desus dari murid-murid yang melihatnya.
“Eh itu tuh Luke. Cowok seperti dia
kok bisa ya pulang sama Disty. Jangan-jangan Luke mau merebut Disty dari Rio
lagi.”
“Iya benar. Tapi Luke ngaca dulu
dong cowok seperti apa dia dan sesuai tidak dengan tipe Disty.”
Sebisa mungkin Luke tenang dan
menghiraukan ucapan-ucapan itu. Berusaha merebut Disty dari Rio? Secepat itukah
mereka menyimpulkannya? Seharusnya mereka berpikir dulu dan tidak perlu menuduh
seperti itu. Kalau seandainya mereka berada di posisinya, bagaimana perasaan
mereka?
“Disini memang gila, Luk. Aku
percaya kalau kau tidak sedang menjauhkan Disty dari Rio. Aku sudah lama
mengenalmu dan aku tau bagaimana sifatmu.” Ucap Michael.
“Iya. Mereka cepat sekali
menyimpulkan sesuatu. Anehnya, Rio tidak marah denganku atau menatapku dengan
rasa ketidaksukaan. Aku heran. Dulu saat Rio pacaran dengan Cara, ada cowok
yang dekat dengan Cara, Rio langsung membuat perhitungan dengan cowok itu.”
Ucap Luke.
Michael membenarkan ucapan Luke.
“Kau benar. Mungkin Rio sekarang sudah dewasa dan mengerti.” Ucapnya.
“Tapi aku sedikit merasa aneh dengan
Rio. Dia seperti sedang mempunyai masalah yang ada hubungannya dengan Disty.
Semenjak mereka pacaran, ku lihat wajah Rio jarang menampakkan keceriaan dan
agak pendiam.” Ucap Luke.
“Sudahlah. Tidak baik membicarakan
hubungan orang lain. Ohya, aku mempunyai satu tawaran padamu dan aku berharap
kau mau menerimanya.”
“Apa itu?” Tanya Luke.
Michael tersenyum. “You’ll be a Disty’s Math Teacher!”
Ucapnya.
***
“Rio!” Seru Disty.
Sepulang sekolah, Disty tidak
sengaja melihat Rio dan gadis itu langsung berlari menuju Rio. Rio tersenyum
melihat kedatangan Disty. Kali ini ia bisa pulang dengan gadis itu.
“Ng.. Rio tidak marah kan dengan
Disty?” Tanya Disty tiba-tiba.
Rio menatap Disty. “Marah? Untuk apa
aku marah? Karena banyak yang membicarakan kau dengan Luke? Aku pikir itu hal
yang biasa. Kalian kan juga dekat.” Jawabnya. Tanpa sedikitpun menandakan
ekspresi kemarahan atau kecemburuan.
Disty menatap Rio heran. “Aku dan
Luke tidak dekat. Aku akrab dengan Luke karena Luke sahabat kakakku. Ku kira
kau akan marah tapi syukurlah tidak.” Ucapnya.
Rio tersenyum lalu mengacak-ngacak
poni Disty. “Dasar dari sebuah hubungan adalah sebuah kepercayaan. Aku percaya
denganmu kalau kau hanya mencintaiku meski kau banyak bergaul dengan cowok
lain. Kalau aku marah, artinya aku egois. Aku membebaskanmu untuk dekat dengan
siapa saja sekalipun itu Luke. Aku juga percaya dengan Luke kalau dia tidak
bermaksud untuk mengambilmu dariku.” Ucapnya.
Apa yang dikatakan Rio memang benar.
Dasar dari sebuah hubungan adalah kepercayaan. Bagaimanapun juga kita harus
saling percaya satu sama lain agar hubungan kita baik-baik saja. Banyak lho
hubungan yang hancur karena saling tidak percaya. Diam-diam Disty kagum dan
sangat beruntung mempunyai pacar seperti Rio yang tidak terlalu posesif padanya
dan tidak terlalu banyak mengaturnya.
Keduanya pun pulang bersama.
Sesampai di rumah, Disty menawarkan Rio untuk masuk ke dalam rumahnya tetapi
Rio menolak. Disty merasa ada yang berbeda dengan Rio. Entah itu apa. Apa
ucapan Rio tadi bohong? Bagaimana jika sebenarnya Rio tidak suka jika ia
bersama Luke?
“Hai Dis!” Sapa Michael. Sepertinya
Michael sudah pulang sejak tadi. Disty pun duduk di samping Michael.
“Aku mau kok belajar sama Luke
asalkan dia sabar mengajariku.” Ucap Disty.
Michael tertawa. “Tentu saja! Luke
mau mengajarimu dan dia akan sabar menghadapimu. Hitung-hitung biar Luke punya
pekerjaan lain.” Ucapnya.
“Hmm.. Aku heran apa yang dilakukan
Luke di rumah. Menurutmu apa? Apa Luke selalu belajar tanpa henti?” Ucap Disty.
Michael mengangkat bahu. “Luke itu
masih misterius bagiku dan aku selalu tidak bisa menebak jalan pikirannya yang
kadang-kadang aneh dan tidak nyambung.” Ucapnya.
***
Luke memang sudah menjadi guru bagi
Disty. Setiap hari Senin, Rabu dan Jum’at Luke selalu datang ke rumah Disty dan
mengajari gadis itu matematika. Ada juga pelajaran yang lain. Tetapi bagi Disty
hal itu sama sekali tidak memengaruhinya. Disty tidak akan pernah paham dengan
apa yang diajarkan Luke. Awalnya sih memang paham tapi besoknya pasti lupa.
Tapi kalau ada tugas dari sekolah tentu Disty mudah mengerjakannya karena Luke
mau membantunya. Ternyata punya teman yang pintar itu enak sekali walau
rada-rada aneh.
“Aku heran deh Luk. Kenapa
matematika susah sekali.” Keluh Disty.
Saat itu keduanya sedang istirahat
sambil memakan pizza yang tadi dibeli oleh Michael. “Karena kau tidak ada niat
untuk mempelajarinya. Coba kalau kau berniat sungguh-sungguh, pasti kau akan
bisa.” Jawab Luke.
“Aku memang tidak punya niat sih
hehe. Tapi sejak dulu aku tidak suka pelajaran hitung-hitungan, tapi Mama-ku
memaksaku untuk tetap mengikuti kelas matematika. Menyebalkan sekali.” Ucap
Disty.
Itulah yang membuat Luke senang.
Luke senang melihat ekspresi wajah Disty yang sedang kesal. Sejak menjadi guru
bagi Disty, Luke semakin dekat dengan Disty dan bisa mengetahui bagaimana sifat
Disty yang sesungguhnya. Disty anaknya menyenangkan, ceria dan jarang sedih.
Hidupnya bersemangat dan tetap tersenyum dikala banyak yang membencinya.
Luke tau semenjak Disty pacaran
dengan Rio banyak sekali yang membencinya. Hubungan Disty dengan Rio semakin
hari semakin membaik dan Luke rasa Rio adalah cowok yang tepat untuk Disty. Ya.
Sebentar lagi hubungan mereka akan mencapai satu tahun. Ya, Desember nanti.
Waktu memang berjalan begitu cepat.
Luke sadar umurnya semakin bertambah. Perasaan baru kemarin ia berumur sepuluh
tahun dan sekarang umurnya enam belas tahun. Bagaimanapun juga ia harus bisa
bersikap dewasa dan tidak perlu menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak
bermanfaat. Ia harus bisa menyelesaikan sekolahnya dengan baik dan membuat
bangga Ayah dan Ibunya.
Tanpa keduanya sadari, sebuah motor
berhenti di luar pagar Disty. Ternyata itu Rio. Tentu saja Disty berlari menuju
Rio sambil membuka pagar. Gadis itu pun menyuruh Rio duduk di teras. Disana ada
Luke. Entah hal apa yang selanjutnya terjadi. Tapi Rio tau kalau Luke sudah
lama menjadi guru matematika bagi Disty dan Rio tidak keberatan.
“Disty semakin pintar ya. Beruntung
dia punya guru sepertimu.” Ucap Rio.
Sifat dan sikap Rio memang berubah.
Dia sudah tidak lagi menampakkan wajah ketidaksukaan pada Luke. Rio lebih
sering merendahkan dirinya. Tetapi pesona Rio di sekolah tetap menjadi nomor
satu dan banyak yang berharap agar Rio putus dengan Disty.
“Aku juga ingin pintar sepertimu.”
Ucap Rio.
“Banyak-banyak belajar Yo biar jadi
seperti Luke. Besok Luke ingin menjadi professor dan akan menemukan
penemuan-penemuan baru.” Ucap Disty.
Rio tertawa mendengar ucapan Disty.
Tidak. Tetapi itu tawa yang sepertinya dipaksakan. Tawanya terhenti saat
melihat seorang laki-laki yang berjalan keluar teras. Thomas, ya, Ayah Disty.
Cepat-cepat Rio menunduk dan berusaha untuk tidak melihat Ayah Disty.
“Ayah mau kemana?” Tanya Disty.
“Mau keluar sebentar.” Jawab Thomas
dengan nada yang kurang ramah.
Tentu saja Disty heran dengan sikap
Ayahnya. Terlebih saat ia bersama Rio. Sebenarnya ada apa sih? Apakah Ayahnya
mengenal Rio? Apa mereka mempunyai hubungan? Disty mengalihkan pandang ke arah
Rio yang sedang menunduk. Aneh.
“Yo..” Ucap Disty.
“Hmm..” Ucap Rio.
“Ayah kenapa ya? Kok dia seperti
tidak menyukaimu?” Tanya Disty.
Ingin sekali Rio berteriak
sekencang-kencangnya. Ingin sekali ia mengatakan sejujur-jujurnya pada Disty
tapi ia tidak sanggup melihat gadis itu menangis. Ia tidak sanggup melihat
gadis yang sangat dicintainya itu menangis. Biarlah hanya ia yang merasakan
sakitnya.
“Aku pulang dulu ya.” Ucap Luke yang
sepertinya merasa tidak enak karena ada Rio. Luke memang begitu. Jika Disty
bersama Rio, Luke memilih untuk pergi karena tidak ingin menganggu Disty dan
Rio.
“Yo..” Ucap Disty menyadarkan Rio.
“Eh, Ayahmu? Tidak. Aku tidak tau.”
Ucap Rio.
Disty tau Rio sedang menyembunyikan
sesuatu. “Kita harus jujur Yo. Kita harus sama-sama jujur dan percaya. Semenjak
kita pacaran, sikap Ayah agak berubah. Ayah seakan-akan tidak menyukai Disty
pacaran sama Rio. Disty takut apa yang ditakutkan Disty terjadi. Disty tidak
ingin kehilangan Rio. Disty sayang sekali sama Rio.” Ucapnya.
Hati Rio terasa perih begitu
mendengar suara Disty. Ya. Rio juga tidak ingin kehilangan Disty. Ia ingin
selalu menjadi cowok satu-satunya yang ada di hati Disty. Ia ingin selalu Disty
mencintainya untuk selama-lamanya. Inikah yang dinamakan cinta sejati? Selama Rio
pacaran, rasanya tidak seperti saat ia pacaran dengan Disty. Baginya Disty
sangat berbeda dengan gadis yang lain. Tapi kenapa harus Disty? Kenapa?
Rio pun menggenggam kedua tangan
Disty sambil menatap gadis itu dengan dalam. Tatapan Rio membuat jantung Disty
berdetak tak karuan. Tatapan Rio sangat mematikan baginya, dan genggaman tangan
Rio membuat aliran darahnya berhenti mengalir.
“No
matter what happens. I’ll always beside you and I’ll always love you.
Jangan takut. Kita akan selalu bersama. Hubungan kita akan baik-baik saja. Kau
dan aku.” Ucap Rio.
Disty memejamkan matanya. Kau dan
aku. Sepertinya ia harus membuat sebuah lagu lain. Lagu yang mengisahkan
tentang hubungannya dengan Rio dan tidak ada satupun yang bisa menghancurkan
hubungan mereka. Ya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar