Part 8
.
Vee memang sahabat yang baik. Vee
mau memberinya uang untuk mencetak foto Luke. Ashley senang sekali karena
berhasil mencetak lima foto Luke yang menurutnya sangat keren. Dan foto yang
menurutnya paling keren ketika Luke berada di panggung dengan gitar birunya dan
Ashley benar-benar tidak bisa move on dengan foto itu. God! Apa yang sedang
terjadi padanya? Mengapa tiba-tiba ia bisa mengidolakan Luke seperti ini?
Ashley terdiam ketika menemukan foto
Luke yang sedang tersenyum manis dan jelas disana ada lesung pipit yang
menghiasi pipi kanannya. Tiba-tiba Ashley teringat dengan Tristan. Tristan pun
sama seperti Luke. Sama-sama mempunyai lesung pipit yang indah dan mendominasi
di pipi kanan. Apakah ini hanya kebetulan atau….
Secara refleks Ashley menyembunyikan
foto itu dengan cepat tatkala menyadari Tristan hampir berada di dekatnya.
Ashley berharap Tristan tidak melihatnya mengagumi foto-foto itu. Tapi gerakan
Ashley yang mencurigakan membuat Tristan beneran curiga dengan Ashley.
“Apa yang sedang kau lakukan? Apa
yang kau sembunyikan di dalam buku itu?” Tanya Tristan.
Keringat dingin membahasi sekujur
tubuh Ashley. Kalau Tristan sampai tau bagaimana? Apakah ia harus berkata jujur
dengan Tristan? Lalu bagaimana reaksi Tristan saat ia memberikan foto Luke? Apa
yang akan dirakasan Tristan nanti?
“Sudah malam. Sebaiknya kau tidur
saja.” Ucap Tristan lalu meninggalkan Ashley.
Setelah kepergian Tristan, Ashley
menjadi lega. Lega karena Tristan sudah pergi dan ia merasa aman. Tetapi Ashley
takut kalau-kalau Tristan diam-diam mengambil foto di dalam bukunya dan
menimbulkan masalah besar yang tidak bisa dibayangkannya.
***
Ada yang berbeda dari wajah Luke!
Itulah yang dirasakan Sara ketika sarapan pagi bersama Luke. Hari ini hari
ketiga Luke di rumahnya. Tinggal dua hari lagi ia berpisah dengan Luke dan
mengucapkan selamat tinggal pada Luke. Sara memerhatikan wajah Luke yang datar
dan terlihat kalem sambil memakan menu sarapan. Luke sedaritadi tidak membuka
suara sedikitpun. Senyum pun tidak.
“Gimana pancake buatan Mama? Enak
bukan? Mama susah payah membuatnya.” Ucap Sara.
Luke sama sekali tidak merespon
ucapan Sara. Pemuda itu terus saja makan walau tau pancake yang dimakannya
adalah buatan dari tangan Sara sendiri, tapi Luke seperti tidak peduli. Ia
ingat betul percakapan Sara dengan telepon kemarin malam yang mengungkapkan
rahasia besar Sara tentangnya. Salah sendiri Sara berbicara dengan keras dan di
tempat yang terbuka. Apa Sara melakukannya secara sengaja?
“Luk, sebenarnya Mama tidak ingin
berpisah denganmu. Mama sudah bilang. Mari kita memulai dari awal. Mama sayang
padamu.” Ucap Sara.
Mendadak Luke memberhentikan sarapannya
dan menatap Sara dengan tatapan yang sulit diartikan. “Sejak kapan kau menyamar
menjadi Ibuku?” Tanyanya.
***
Perasaan itu semakin hari semakin
kuat dan Novela semakin merasa tertekan. Dadanya selalu terasa sesak dan
rasanya sulit untuk bernafas. Baik nasehat Ibu dan Ayahnya sama sekali tidak
membuatnya tenang. Malah membuatnya semakin sedih apalagi jika membicarakan
tentang Albert. Apa Ayah dan Ibunya tidak tau bahwa sebenarnya Albert itu jahat
dan suka memandang rendah orang miskin?
Untunglah ada Phoebe yang adalah
sahabatnya sejak SMP dan Phoebe tau betul bagaimana kondisinya dan perasaannya
pada Tristan. Awalnya Phoebe heran mengapa Novela bisa jatuh cinta dengan
pemuda sederhana bernama Tristan yang bagi Phoebe tidak ada menariknya. Oke.
Mungkin bagi Novela, Tristan itu manis. Memang Tristan manis, tapi sayangnya
Tristan kurang memerhatikan penampilan sehingga umurnya lebih tua dari yang
sebenarnya.
Pagi inilah Novela menangis
dihadapan Phoebe mengenai masalah hidupnya yang sangat menyedihkan. Bahkan
tanpa Albert pun tetap menyedihkan karena orangtuanya tidak sudi jika ia
berdekatan dengan pemuda miskin seperti Tristan yang tidak jauh berbeda dari
orang gila. Memang Tristan tidak jauh beda dari orang gila dengan penampilan
lusuh yang aneh. Rambut berantakan, baju kotor dan celana yang sobek.
“Ve, cinta itu memang datang tanpa
memandang apapun. Bisa saja kau jatuh cinta dengan orang gila sekalipun.” Ucap
Phoebe.
“Tristan bukan orang gila! Tristan
itu normal!” Ucap Novela.
“Aku tidak mengatakan Tristan gila.
Coba jelaskan mengapa kau bisa jatuh cinta dengan Tristan sedangkan di luar
sana masih banyak cowok yang harus kau lihat.” Ucap Phoebe.
Pertama kali jatuh cinta dengan
Tristan? Novela nyaris melupakannya. Awalnya, Novela tidak sengaja bertemu
Tristan yang sedang membantu anak-anak yang bernasib malang dengan
membagi-bagikan makanan. Dari jauh, Tristan tampak seperti seorang pangeran
tampan dan bercahaya. Novela begitu kagum dengan Tristan. Oke. Waktu itu
penampilan Tristan tidak buruk-buruk amat walau memang tidak rapi. Tapi Tristan
begitu sempurna di matanya.
Setelah kejadian itu, Novela
berusaha mencari tahu tentang Tristan dan Novela merasa sedih ketika menyadari
Tristan adalah seorang pemuda miskin yang hanya tinggal bersama Ibu dan adik
perempuannya. Ayah Tristan sudah meninggal, entah apa penyebabnya. Tetapi
ketika ia berbicara dengan Tristan, perkataan pemuda itu sangat lembut dan
senyum pemuda itu sangat manis dan Tristan memiliki lesung pipit yang indah,
sama seperti miliknya.
Novela tau perasaan ini salah.
Ibunya melarangnya bergaul dengan anak miskin apalagi jika sampai jatuh cinta
kepada orang miskin. Sebisa mungkin Novela membuang perasaan aneh yang terus
saja bermain-main dipikirannya mengenai Tristan. Tapi sayangnya,
perasaan-perasaan itu akhirnya berubah menjadi perasaan cinta yang begitu kuat.
Novela tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia memang mencintai Tristan
dan ingin dekat dengan Tristan.
Tapi rasanya Tristan tidak
menyukainya. Novela sadar akan hal itu dan kesakitannya semakin bertambah.
Novela sempat marah kepada Tuhan karena memberikannya cinta yang begitu sakit,
padahal cinta itu adalah anugerah dan cinta itu sangat indah. Mungkin pada
dasarnya hidupnya seperti ini.
“Sekuat aku melupakannya, bayangan
Tristan semakin menjadi-jadi. Apa yang harus aku lakukan?” Ucap Novela.
Tampaknya Phoebe bingung menghadapi
masalah yang dialami Novela. Phoebe bukanlah seorang psikiater atau pakar
cinta. Ia mengambil jurusan akutansi sama seperti Novela. Phoebe cukup bodoh
jika disuruh memberikan masukan atau penyelesaian.
“Ya sudah. Ikuti saja apa kata
hatimu. Kalau kau serius mencintai Tristan, kau perjuangkan saja cintamu itu
apapun yang terjadi.” Ucap Phoebe.
“Tapi aku terlalu lemah dan hatiku
mudah sakit. Aku tidak suka disakiti seperti ini. Bahkan Tristan tidak tertarik
padaku. Dia itu sedikit misterius dan belakang-belakangan ini bersikap aneh.”
Ucap Novela.
Phoebe tersenyum. “Itu artinya kau
tidak perlu mengejar Tristan lagi kalau hatimu mudah sakit dibuatnya.” Ucapnya.
***
“Sejak kapan kau menyamar menjadi
Ibuku?”
Seketika itu juga wajah Sara berubah
menjadi pucat pasi. Sementara itu Luke tersenyum puas sambil melipat kedua
tangannya di dada. Luke merasa dirinya menang dan Sara kalah. Lihat saja
perubahan ekspresi wajah Sara. Mengapa tiba-tiba kelihatan pucat dan sedikit
ketakutan?
“Kau.. Kau sudah tau?” Tanya Sara.
“Pembicaraanmu kemarin malam dengan
seseorang.” Jawab Luke.
Dalam hati, Sara merutuki dirinya
sendiri. Sara tidak tau kalau Luke melihat dan mendengar percakapannya dengan
teman dekatnya. Sebenarnya malam itu Sara sedang curhat dengan temannya dan
meminta pendapat temannya tentang rahasia yang selama ini dipikulnya dan
disembunyikan dengan erat. Dan sekarang Luke sudah tau semuanya.
Sara menghela nafas dalam-dalam.
“Setelah kau mengetahui semuanya, apakah kau membenciku?” Tanyanya.
“Sebelumnya aku ingin bertanya.
Untuk apa kau mengadopsiku menjadi anak kalau kau tidak bisa merawatku?” Tanya
Luke.
Sara terdiam sesaat. Wajahnya
bertambah semakin pucat. “Aku… Aku hanya ingin menginginkan seorang anak karena
aku tidak akan bisa mempunyai anak karena rahimku sudah diangkat.” Jawabnya.
“Memangnya saat itu aku tinggal
dimana? Siapa Ibuku yang sebenarnya? Dan kenapa aku bisa amnesia?” Tanya Luke.
Pertanyaan-pertanyaan Luke membuat
kepala Sara menjadi pusing dan Sara merasa dunia berputar-putar. Sara merasa
kepalanya sakit sekali dan tiba-tiba dunia menjadi gelap. Sara tidak mengingat
apapun. Tidak sama sekali.
***
Tidak ada Ashley di rumah. Rumahnya
kali ini sepi. Tadi Ashley mendadak buru-buru pergi entah kemana sedangkan
Ibunya berjualan kue di pasar. Rasa penasaran Tristan pun datang dengan apa
yang disembunyikan Ashley kemarin malam. Diam-diam, Tristan berjalan menuju
kamar Ashley dan berharap menemukan apa yang dicarinya.
Ternyata kamar Ashley tampak rapi.
Sangat berbeda dengan kamarnya yang kacau dan tidak terawat. Tristan begitu
kagum dengan adiknya yang begitu rapi dan mencintai kebersihan. Tiba-tiba
Tristan menemukan cermin yang ditaruh Ashley di meja belajarnya dan cepat-cepat
Tristan menghindari cermin itu. Namun tadi ia sempat melihat sosok di cermin
walau hanya beberapa detik dan itu cukup membuat Tristan kembali sedih.
Mungkin phobia ini cukup aneh karena
Tristan takut melihat wajahnya sendiri dan sangat membenci cermin. Ingin sekali
Tristan menghancurkan cermin itu sehingga bayangannya disana menjadi hancur
seperti hatinya yang juga hancur.
Tiba-tiba Tristan menemukan sebuah
buku yang diletakkan tepat di depan cermin itu. Sial. Bagaimana cara
mengambilnya? Tristan rasa buku itulah yang digunakan sebagai ‘tempat
persembunyian’ sesuatu yang dibawa Ashley. Dengan langkah cepat, Tristan
mengambil buku itu dan berjalan menjauhi cermin. Dalam hati, Tristan merasa
lega.
Buku itu sudah ada di tangannya dan
Tristan tampak ragu untuk membukanya. Entah mengapa tangannya begitu gemetaran.
Tapi karena rasa penasarannya yang menjawab duluan, Tristan membuka sedikit
demi sedikit buku kosong itu hingga sampai dipertengahan buku. Tristan
mengerutkan keningnya. Ia menemukan bungkusan kertas putih yang Tristan rasa di
dalam ada foto. Maka Tristan pun mengambil sesuatu di dalam bungkusan kertas
itu.
Hening. Memang sejak tadi terasa
hening. Namun rasanya semakin hening. Tristan menatap foto itu dan entahlah apa
yang ia rasakan. Tiba-tiba matanya melebar melihat sebuah foto yang letaknya
paling belakang. Disana ada foto cowok yang terlihat begitu manis dan Tristan
menemukan lesung pipit di pipi kanan cowok itu. Kemudian Tristan melihat foto
lain yang Tristan duga cowok itu adalah seorang penyanyi karena foto lain cowok
itu sedang membawa gitar. Inikah yang membuat Ashley bersikap aneh? Tapi
mengapa di foto-foto itu rasanya aneh?
Tiba-tiba ada lembaran lain yang
terjatuh tepat di kakinya. Ternyata sebuah robekan dari sebuah majalah. Tristan
mengambil kertas yang terlipat itu dan membukanya. Foto yang tidak lain adalah
cowok yang tadi ia lihat. Dan Tristan terkejut bukan main melihat sebaris nama
yang menunjukkan nama cowok itu.
Luke Flemmings.
Siapa dia? Tristan menatap foto itu
dengan teliti. Luke Flemmings? Tanpa Tristan sadari, ia berhasil menatap
dirinya di depan cermin dan perlahan Tristan berjalan mendekati cermin itu
tanpa adanya rasa takut. Tristan terdiam sesaat menatap dirinya yang teramat
kacau. Namun Tristan menemukan sesuatu yang lain di wajahnya, dan sesuatu itu
juga ada di foto cowok yang bernama Luke tadi.
Luke?
***
Apakah seharusnya ia merasa sedih?
Luke kaget bukan main mendapat keterangan dari dokter bahwa Sara meninggal dan
Luke tidak tau apa penyebabnya. Kata dokter, Sara terkena serangan jantung dan
penyakit berbahaya lainnya sehingga bisa mati kapan saja. Kemudian Tami datang
diikuti beberapa orang yang adalah pekerja Soni yang memang dipekerjakan untuk
mengatur kegiatannya seperti konser dan lainnya. Luke tidak merasa kaget dengan
kedatangan Tami.
“Luk, Sara meninggal?” Tanya Tami
dengan nafas yang tidak beraturan.
“Ya. Aku juga tidak tau mengapa dia
bisa meninggal. Tapi aku mendapatkan satu fakta yang sudah aku dengar dari
mulutnya sendiri.” Ucap Luke.
“Apa itu?” Tanya Tami.
“Sara memang bukan Ibuku. Dia
mengadopsiku. Katanya dia ingin mempunyai anak tetapi karena tidak bisa
akhirnya dia mengadopsiku jadi anaknya.” Jawab Luke.
Tami menggeleng-gelengkan kepala
mendengar jawaban Luke. “Biar mereka yang mengurusi jenazah Sara. Sebaiknya kau
harus pergi dari tempat ini karena di luar sana ada banyak wartawan yang
mengejarmu. Mereka penasaran dengan Sara dan gosip kalau Sara bukanlah Ibu
kandungmu.” Ucapnya.
“Aku ingin pergi ke tempat yang
tenang.” Ucap Luke.
Tami tersenyum. “Aku tau dimana
tempatnya dan kau bisa menceritakan semuanya padaku.” Ucapnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar