expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 21 Juli 2015

Towers ( Part 8 )



Part 8

.

            Vee memang sahabat yang baik. Vee mau memberinya uang untuk mencetak foto Luke. Ashley senang sekali karena berhasil mencetak lima foto Luke yang menurutnya sangat keren. Dan foto yang menurutnya paling keren ketika Luke berada di panggung dengan gitar birunya dan Ashley benar-benar tidak bisa move on dengan foto itu. God! Apa yang sedang terjadi padanya? Mengapa tiba-tiba ia bisa mengidolakan Luke seperti ini?

            Ashley terdiam ketika menemukan foto Luke yang sedang tersenyum manis dan jelas disana ada lesung pipit yang menghiasi pipi kanannya. Tiba-tiba Ashley teringat dengan Tristan. Tristan pun sama seperti Luke. Sama-sama mempunyai lesung pipit yang indah dan mendominasi di pipi kanan. Apakah ini hanya kebetulan atau….

            Secara refleks Ashley menyembunyikan foto itu dengan cepat tatkala menyadari Tristan hampir berada di dekatnya. Ashley berharap Tristan tidak melihatnya mengagumi foto-foto itu. Tapi gerakan Ashley yang mencurigakan membuat Tristan beneran curiga dengan Ashley.

            “Apa yang sedang kau lakukan? Apa yang kau sembunyikan di dalam buku itu?” Tanya Tristan.

            Keringat dingin membahasi sekujur tubuh Ashley. Kalau Tristan sampai tau bagaimana? Apakah ia harus berkata jujur dengan Tristan? Lalu bagaimana reaksi Tristan saat ia memberikan foto Luke? Apa yang akan dirakasan Tristan nanti?

            “Sudah malam. Sebaiknya kau tidur saja.” Ucap Tristan lalu meninggalkan Ashley.

            Setelah kepergian Tristan, Ashley menjadi lega. Lega karena Tristan sudah pergi dan ia merasa aman. Tetapi Ashley takut kalau-kalau Tristan diam-diam mengambil foto di dalam bukunya dan menimbulkan masalah besar yang tidak bisa dibayangkannya.

***

            Ada yang berbeda dari wajah Luke! Itulah yang dirasakan Sara ketika sarapan pagi bersama Luke. Hari ini hari ketiga Luke di rumahnya. Tinggal dua hari lagi ia berpisah dengan Luke dan mengucapkan selamat tinggal pada Luke. Sara memerhatikan wajah Luke yang datar dan terlihat kalem sambil memakan menu sarapan. Luke sedaritadi tidak membuka suara sedikitpun. Senyum pun tidak.

            “Gimana pancake buatan Mama? Enak bukan? Mama susah payah membuatnya.” Ucap Sara.

            Luke sama sekali tidak merespon ucapan Sara. Pemuda itu terus saja makan walau tau pancake yang dimakannya adalah buatan dari tangan Sara sendiri, tapi Luke seperti tidak peduli. Ia ingat betul percakapan Sara dengan telepon kemarin malam yang mengungkapkan rahasia besar Sara tentangnya. Salah sendiri Sara berbicara dengan keras dan di tempat yang terbuka. Apa Sara melakukannya secara sengaja?

            “Luk, sebenarnya Mama tidak ingin berpisah denganmu. Mama sudah bilang. Mari kita memulai dari awal. Mama sayang padamu.” Ucap Sara.

            Mendadak Luke memberhentikan sarapannya dan menatap Sara dengan tatapan yang sulit diartikan. “Sejak kapan kau menyamar menjadi Ibuku?” Tanyanya.

***

            Perasaan itu semakin hari semakin kuat dan Novela semakin merasa tertekan. Dadanya selalu terasa sesak dan rasanya sulit untuk bernafas. Baik nasehat Ibu dan Ayahnya sama sekali tidak membuatnya tenang. Malah membuatnya semakin sedih apalagi jika membicarakan tentang Albert. Apa Ayah dan Ibunya tidak tau bahwa sebenarnya Albert itu jahat dan suka memandang rendah orang miskin?

            Untunglah ada Phoebe yang adalah sahabatnya sejak SMP dan Phoebe tau betul bagaimana kondisinya dan perasaannya pada Tristan. Awalnya Phoebe heran mengapa Novela bisa jatuh cinta dengan pemuda sederhana bernama Tristan yang bagi Phoebe tidak ada menariknya. Oke. Mungkin bagi Novela, Tristan itu manis. Memang Tristan manis, tapi sayangnya Tristan kurang memerhatikan penampilan sehingga umurnya lebih tua dari yang sebenarnya.

            Pagi inilah Novela menangis dihadapan Phoebe mengenai masalah hidupnya yang sangat menyedihkan. Bahkan tanpa Albert pun tetap menyedihkan karena orangtuanya tidak sudi jika ia berdekatan dengan pemuda miskin seperti Tristan yang tidak jauh berbeda dari orang gila. Memang Tristan tidak jauh beda dari orang gila dengan penampilan lusuh yang aneh. Rambut berantakan, baju kotor dan celana yang sobek.

            “Ve, cinta itu memang datang tanpa memandang apapun. Bisa saja kau jatuh cinta dengan orang gila sekalipun.” Ucap Phoebe.

            “Tristan bukan orang gila! Tristan itu normal!” Ucap Novela.

            “Aku tidak mengatakan Tristan gila. Coba jelaskan mengapa kau bisa jatuh cinta dengan Tristan sedangkan di luar sana masih banyak cowok yang harus kau lihat.” Ucap Phoebe.

            Pertama kali jatuh cinta dengan Tristan? Novela nyaris melupakannya. Awalnya, Novela tidak sengaja bertemu Tristan yang sedang membantu anak-anak yang bernasib malang dengan membagi-bagikan makanan. Dari jauh, Tristan tampak seperti seorang pangeran tampan dan bercahaya. Novela begitu kagum dengan Tristan. Oke. Waktu itu penampilan Tristan tidak buruk-buruk amat walau memang tidak rapi. Tapi Tristan begitu sempurna di matanya.

            Setelah kejadian itu, Novela berusaha mencari tahu tentang Tristan dan Novela merasa sedih ketika menyadari Tristan adalah seorang pemuda miskin yang hanya tinggal bersama Ibu dan adik perempuannya. Ayah Tristan sudah meninggal, entah apa penyebabnya. Tetapi ketika ia berbicara dengan Tristan, perkataan pemuda itu sangat lembut dan senyum pemuda itu sangat manis dan Tristan memiliki lesung pipit yang indah, sama seperti miliknya.

            Novela tau perasaan ini salah. Ibunya melarangnya bergaul dengan anak miskin apalagi jika sampai jatuh cinta kepada orang miskin. Sebisa mungkin Novela membuang perasaan aneh yang terus saja bermain-main dipikirannya mengenai Tristan. Tapi sayangnya, perasaan-perasaan itu akhirnya berubah menjadi perasaan cinta yang begitu kuat. Novela tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia memang mencintai Tristan dan ingin dekat dengan Tristan.

            Tapi rasanya Tristan tidak menyukainya. Novela sadar akan hal itu dan kesakitannya semakin bertambah. Novela sempat marah kepada Tuhan karena memberikannya cinta yang begitu sakit, padahal cinta itu adalah anugerah dan cinta itu sangat indah. Mungkin pada dasarnya hidupnya seperti ini.

            “Sekuat aku melupakannya, bayangan Tristan semakin menjadi-jadi. Apa yang harus aku lakukan?” Ucap Novela.

            Tampaknya Phoebe bingung menghadapi masalah yang dialami Novela. Phoebe bukanlah seorang psikiater atau pakar cinta. Ia mengambil jurusan akutansi sama seperti Novela. Phoebe cukup bodoh jika disuruh memberikan masukan atau penyelesaian.

            “Ya sudah. Ikuti saja apa kata hatimu. Kalau kau serius mencintai Tristan, kau perjuangkan saja cintamu itu apapun yang terjadi.” Ucap Phoebe.

            “Tapi aku terlalu lemah dan hatiku mudah sakit. Aku tidak suka disakiti seperti ini. Bahkan Tristan tidak tertarik padaku. Dia itu sedikit misterius dan belakang-belakangan ini bersikap aneh.” Ucap Novela.

            Phoebe tersenyum. “Itu artinya kau tidak perlu mengejar Tristan lagi kalau hatimu mudah sakit dibuatnya.” Ucapnya.

***

            “Sejak kapan kau menyamar menjadi Ibuku?”

            Seketika itu juga wajah Sara berubah menjadi pucat pasi. Sementara itu Luke tersenyum puas sambil melipat kedua tangannya di dada. Luke merasa dirinya menang dan Sara kalah. Lihat saja perubahan ekspresi wajah Sara. Mengapa tiba-tiba kelihatan pucat dan sedikit ketakutan?

            “Kau.. Kau sudah tau?” Tanya Sara.

            “Pembicaraanmu kemarin malam dengan seseorang.” Jawab Luke.

            Dalam hati, Sara merutuki dirinya sendiri. Sara tidak tau kalau Luke melihat dan mendengar percakapannya dengan teman dekatnya. Sebenarnya malam itu Sara sedang curhat dengan temannya dan meminta pendapat temannya tentang rahasia yang selama ini dipikulnya dan disembunyikan dengan erat. Dan sekarang Luke sudah tau semuanya.

            Sara menghela nafas dalam-dalam. “Setelah kau mengetahui semuanya, apakah kau membenciku?” Tanyanya.

            “Sebelumnya aku ingin bertanya. Untuk apa kau mengadopsiku menjadi anak kalau kau tidak bisa merawatku?” Tanya Luke.

            Sara terdiam sesaat. Wajahnya bertambah semakin pucat. “Aku… Aku hanya ingin menginginkan seorang anak karena aku tidak akan bisa mempunyai anak karena rahimku sudah diangkat.” Jawabnya.

            “Memangnya saat itu aku tinggal dimana? Siapa Ibuku yang sebenarnya? Dan kenapa aku bisa amnesia?” Tanya Luke.

            Pertanyaan-pertanyaan Luke membuat kepala Sara menjadi pusing dan Sara merasa dunia berputar-putar. Sara merasa kepalanya sakit sekali dan tiba-tiba dunia menjadi gelap. Sara tidak mengingat apapun. Tidak sama sekali.

***

            Tidak ada Ashley di rumah. Rumahnya kali ini sepi. Tadi Ashley mendadak buru-buru pergi entah kemana sedangkan Ibunya berjualan kue di pasar. Rasa penasaran Tristan pun datang dengan apa yang disembunyikan Ashley kemarin malam. Diam-diam, Tristan berjalan menuju kamar Ashley dan berharap menemukan apa yang dicarinya.

            Ternyata kamar Ashley tampak rapi. Sangat berbeda dengan kamarnya yang kacau dan tidak terawat. Tristan begitu kagum dengan adiknya yang begitu rapi dan mencintai kebersihan. Tiba-tiba Tristan menemukan cermin yang ditaruh Ashley di meja belajarnya dan cepat-cepat Tristan menghindari cermin itu. Namun tadi ia sempat melihat sosok di cermin walau hanya beberapa detik dan itu cukup membuat Tristan kembali sedih.

            Mungkin phobia ini cukup aneh karena Tristan takut melihat wajahnya sendiri dan sangat membenci cermin. Ingin sekali Tristan menghancurkan cermin itu sehingga bayangannya disana menjadi hancur seperti hatinya yang juga hancur.

            Tiba-tiba Tristan menemukan sebuah buku yang diletakkan tepat di depan cermin itu. Sial. Bagaimana cara mengambilnya? Tristan rasa buku itulah yang digunakan sebagai ‘tempat persembunyian’ sesuatu yang dibawa Ashley. Dengan langkah cepat, Tristan mengambil buku itu dan berjalan menjauhi cermin. Dalam hati, Tristan merasa lega.

            Buku itu sudah ada di tangannya dan Tristan tampak ragu untuk membukanya. Entah mengapa tangannya begitu gemetaran. Tapi karena rasa penasarannya yang menjawab duluan, Tristan membuka sedikit demi sedikit buku kosong itu hingga sampai dipertengahan buku. Tristan mengerutkan keningnya. Ia menemukan bungkusan kertas putih yang Tristan rasa di dalam ada foto. Maka Tristan pun mengambil sesuatu di dalam bungkusan kertas itu.

            Hening. Memang sejak tadi terasa hening. Namun rasanya semakin hening. Tristan menatap foto itu dan entahlah apa yang ia rasakan. Tiba-tiba matanya melebar melihat sebuah foto yang letaknya paling belakang. Disana ada foto cowok yang terlihat begitu manis dan Tristan menemukan lesung pipit di pipi kanan cowok itu. Kemudian Tristan melihat foto lain yang Tristan duga cowok itu adalah seorang penyanyi karena foto lain cowok itu sedang membawa gitar. Inikah yang membuat Ashley bersikap aneh? Tapi mengapa di foto-foto itu rasanya aneh?

            Tiba-tiba ada lembaran lain yang terjatuh tepat di kakinya. Ternyata sebuah robekan dari sebuah majalah. Tristan mengambil kertas yang terlipat itu dan membukanya. Foto yang tidak lain adalah cowok yang tadi ia lihat. Dan Tristan terkejut bukan main melihat sebaris nama yang menunjukkan nama cowok itu.

            Luke Flemmings.

            Siapa dia? Tristan menatap foto itu dengan teliti. Luke Flemmings? Tanpa Tristan sadari, ia berhasil menatap dirinya di depan cermin dan perlahan Tristan berjalan mendekati cermin itu tanpa adanya rasa takut. Tristan terdiam sesaat menatap dirinya yang teramat kacau. Namun Tristan menemukan sesuatu yang lain di wajahnya, dan sesuatu itu juga ada di foto cowok yang bernama Luke tadi.

            Luke?

***

            Apakah seharusnya ia merasa sedih? Luke kaget bukan main mendapat keterangan dari dokter bahwa Sara meninggal dan Luke tidak tau apa penyebabnya. Kata dokter, Sara terkena serangan jantung dan penyakit berbahaya lainnya sehingga bisa mati kapan saja. Kemudian Tami datang diikuti beberapa orang yang adalah pekerja Soni yang memang dipekerjakan untuk mengatur kegiatannya seperti konser dan lainnya. Luke tidak merasa kaget dengan kedatangan Tami.

            “Luk, Sara meninggal?” Tanya Tami dengan nafas yang tidak beraturan.

            “Ya. Aku juga tidak tau mengapa dia bisa meninggal. Tapi aku mendapatkan satu fakta yang sudah aku dengar dari mulutnya sendiri.” Ucap Luke.

            “Apa itu?” Tanya Tami.

            “Sara memang bukan Ibuku. Dia mengadopsiku. Katanya dia ingin mempunyai anak tetapi karena tidak bisa akhirnya dia mengadopsiku jadi anaknya.” Jawab Luke.

            Tami menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawaban Luke. “Biar mereka yang mengurusi jenazah Sara. Sebaiknya kau harus pergi dari tempat ini karena di luar sana ada banyak wartawan yang mengejarmu. Mereka penasaran dengan Sara dan gosip kalau Sara bukanlah Ibu kandungmu.” Ucapnya.

            “Aku ingin pergi ke tempat yang tenang.” Ucap Luke.

            Tami tersenyum. “Aku tau dimana tempatnya dan kau bisa menceritakan semuanya padaku.” Ucapnya.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar