expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Selasa, 21 Juli 2015

Towers ( Part 19 )



Part 19

.

            Beberapa menit kemudian, seorang dokter berkepala botak keluar dari ruangan Luke dan bergantian menatap Michael, Calum, Ashton dan Tristan. Dokter itu sedikit kaget melihat Tristan. Mungkin Tristan adalah saudara kembar Luke, batin dokter itu walau tidak yakin.

            “Dok apa yang terjadi dengan Luke? Apakah Luke baik-baik saja?” Tanya Michael.

            “Dimana keluraga Luke?” Tanya dokter itu.

            Tidak ada yang menjawab. Michael, Calum, Ashton dan Tristan sama-sama bingung. Akhirnya Tristan mengangkat tangannya dan hal itu membuat Michael, Calum dan Ashton menjadi kaget.

            “Saya dok, saya saudara kembarnya.” Jawab Tristan tanpa ragu-ragu.

            Dokter itu terdiam sambil menatap Tristan dengan teliti. Memang benar Tristan adalah saudara kembar Luke karena keduanya sangat mirip. Dokter itu pun mempersilahkan Tristan masuk ke dalam ruangannya. Sementara itu, Michael, Calum dan Ashton menunggu di luar dengan jantung yang berdetak tidak normal. Semoga Luke baik-baik saja.

                                                                        ***

            Rasanya seperti berada di sebuah tempat yang asing dan tidak pernah ia datangi sebelumnya. Tristan duduk tepat di hadapan dokter itu dengan detakan jantung yang melaju cepat. Telapak tangannya terasa dingin sekali. Tristan mencuri pandang ke arah dokter yang menyiratkan suatu hal yang buruk.

            “Dari hasil tes tadi, Luke mengalami gagal ginjal yang sudah sangat parah. Ginjal kirinya sudah tidak berfungsi lagi. Sekarang ini Luke mengalami koma dan kita tidak tau kapan Luke akan sadar.” Jelas dokter itu.

            Bagaikan sebuah mimpi buruk. Meski Tristan tidak pernah melihat Luke secara langsung, tetapi Tristan merasakan kekhawatiran yang teramat sangat. Luke, seseorang yang sudah sangat ia yakini adalah saudara kembarnya, dan sekarang Luke mengalami koma. Hati Tristan begitu perih mendengarnya. Tristan tidak ingin kehilangan Luke untuk yang kedua kalinya, meski Tristan tidak tau bagaimana kronologi tiga belas tahun yang lalu.

            “Gimana caranya agar Luke bisa hidup?” Tanya Tristan.

            “Satu-satunya cara adalah mendonorkannya ginjal. Tetapi kami tidak yakin apakah nantinya berhasil atau tidak karena beresiko juga.” Jawab dokter itu.

            “Kalau tidak mendonorkan ginjal apakah Luke bisa sembuh?” Tanya Tristan.

            Dokter itu berpikir sebentar. “Mungkin saja bisa. Tetapi Luke hanya memiliki satu ginjal dan itu sangat berbahaya. Luke tentu tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan selama-lamanya harus istirahat di rumah demi keselamatannya. Juga Luke tidak boleh minum sembarangan. Di tambah lagi Luke harus sering mencuci darah karena ginjal kanannya tidak bisa menyaring darah seutuhnya.” Ucapnya.

            Tristan benar-benar tidak menyangka Luke bisa terkena penyakit itu. Apakah selama ini Luke tidak pernah menyadarinya? Jika saja tidak ada yang mendonorkan ginjal pada Luke, hidup Luke akan berubah 180 derajat dan Luke tidak akan bisa meneruskan impiannya. Itu sama saja dengan membunuh Luke secara perlahan.

            “Carikan pendonor ginjal yang cocok untuk Luke. Aku tidak ingin kehilangannya.” Ucap Tristan.

            “Akan kami usahakan.” Jawab dokter itu.

            Tristan menghela nafas lega. “Bolekah saya menjenguk Luke?” Tanyanya.

***

            Tami sudah ada di rumah sakit dan menemukan Tristan disana. Tristan yang berwajah sendu dan pucat. Pasti ada yang tidak beres dengan Luke. Tami menjadi khawatir. Tami takut jika Luke terkena penyakit serius.

            “Tristan?” Tanya Tami.

            Tristan tersenyum lemah. “Kalian bisa melihat Luke, ayo!” Ajaknya.

***

            Entah mengapa perasaan Liza menjadi tidak enak. Sudah berjam-jam lamanya Liza berdiam diri di ruang rawat Ashley dan tidak keluar sama sekali. Liza merasa di luar sana sedang ramai dan entahlah apa yang menyebabkan keramaian itu.

            Tiba-tiba kelopak mata Ashley bergerak secara perlahan dan sepertinya Ashley terbangun dari tidurnya. Liza tersenyum melihat Ashley yang sudah membuka kedua matanya. Namun setetes demi setetes air keluar membahasi pipinya yang putih pucat.

            “Ma..” Lirih Ashley.

            “Iya sayang? Ada apa?” Tanya Liza.

            Tampak Ashley yang tengah berusaha menahan tangisnya. Sepertinya Ashley telah mendapatkan mimpi buruk yang membuatnya menangis seperti ini. Sebisa mungkin Liza menenangkan Ashley dan berdoa agar Ashley baik-baik saja.

            “Ma.. Kenapa kak Tristan dan kak Luke tidak bisa bersama? Kenapa Tuhan menginginkan mereka berpisah?” Tanya Ashley sambil menangis.

            Luke lagi. Kali ini Liza penasaran dengan apa yang ada di pikiran Ashley. Kenapa selama berada di rumah sakit Ashley selalu membahas soal Luke? Luke sudah mati. Titik! Dan tidak ada yang boleh membahas soal Luke seperti apa yang dikatakan Tristan.

            “Sudah mama bilang. Luke sudah mati. Kamu tidak perlu membahas Luke.” Ucap Liza.

            “Ma! Ada satu hal yang tidak Mama tau. Kak Luke masih hidup. Waktu kebakaran itu, kak Luke tidak mati. Ashley tidak tau siapa yang menculik kak Luke dan kak Luke jadi amnesia. Tapi pada akhirnya kak Luke tau siapa kak Tristan begitu pula sebaliknya.” Jelas Ashley.

            Liza merinding mendengar penjelasan Ashley. Benarkah itu? Benarkah Luke yang selama ini Liza kira sudah mati ternyata masih hidup? Darimana Ashley bisa menyimpulkan semua itu?

            “Darimana kamu tau kalau Luke masih hidup?” Tanya Liza.

            Kali ini air matanya benar-benar turun seperti hujan. Tetapi Ashley berusaha untuk kuat. “Ashley mimpi Ma. Ada seseorang yang mengatakan suatu kebenaran pada Ashley..” Tangisnya.

            “Tapi itu hanya mimpi. Mama tidak percaya kalau kau tau dari mimpi.” Ucap Liza.

            Tangis Ashley semakin kencang. “Terserah Mama mau percaya atau tidak. Tapi seseorang itu mengatakan bahwa sebentar lagi kak Luke akan mati..” Ucapnya lalu tidak sadarkan diri.

***

                Perlahan, Tristan membuka pintu rawat Luke dengan jatung yang berdetak tak karuan. Begitu pula dengan Tami, Michael, Calum dan Ashton. Tristan belum juga memberikan jawaban yang pasti mengenai keadaan Luke dan apa yang sebenarnya terjadi dengan Luke.

            Dan disinilah ia. Tristan terpaku menatap sosok yang sangat mirip dengannya dengan gaya rambut yang tidak jauh beda dengannya. Dia-kah Luke? Tristan terduduk lemah di samping ranjang Luke sambil menunduk dan berusaha menahan tangisnya. Betapa malunya jika ia menangis.

            Sementara itu, Tami dan lainnya menyusul Tristan dan mendekati ranjang Luke. Tami tidak bisa menahan air matanya dan gadis itu pun menangis. Michael, Ashton dan Calum sama seperti Tristan. Sama-sama berusaha menahan air mata agar tidak turun.

            Tapi sepertinya Tristan tidak sanggup lagi menahan air matanya dan pemuda itu pun menangis. Menangis dalam kesepian dan kesunyian. Kemudian Tristan menyentuh wajah Luke dan sentuhan itu terasa nyata. Luke adalah nyata. Luke belum mati sewaktu tragedy tiga belas tahun yang lalu. Luke masih hidup. Tetapi mengapa ia harus bertemu dengan Luke dalam kondisi seperti ini? Bisakah Luke membuka matanya?

            Calum menepuk pelan bahu Tristan. “Tris, Luke kenapa? Luke baik-baik saja kan? Jangan membuat kami takut dan khawatir.” Ucapnya.

            Sebelum menjawab, Tristan berusaha menenangkan dirinya. “Luke… Dia… Dia terkena gagal ginjal. Ginjal kirinya rusak dan sudah tidak berfungsi lagi. Sekarang Luke sedang koma.” Jawabnya.

            Keempatnya kaget mendengar jawaban yang diberikan Tristan. Tristan sedang tidak bercanda kan? Luke terkena penyakit gagal ginjal? Tami yang paling dekat dengan Luke merasa bodoh karena selama ini tidak bisa menjaga Luke dengan baik. Luke memang tidak suka minum air putih dan lebih banyak minum minuman yang tidak sehat. Bahkan Tami harus mengikhlaskan Luke yang memang senang sekali masuk keluar bar dan itu dapat menyakiti diri Luke sendiri. Luke juga cepat lelah dan suka memaksakan diri. Semua itu salahnya. Salahnya!

            “Semua itu salahku. Seharusnya aku bisa menjaga Luke dengan baik.” Ucap Tami.

            “Tidak. Itu bukan salahmu.” Ucap Tristan.

            Semuanya pun terdiam. Kemudian Calum bicara. “Aku mau mendonorkan ginjalku untuk Luke. Demi Luke.” Ucapnya mantap.

            Tentu saja Tristan dan lainnya menjadi kaget. Calum sangat berani mengambil sebuah keputusan yang sangat sulit. Tapi jika Calum sanggup mendonorkan salah satu ginjalnya ke Luke, Calum tidak akan mati. Tapi hidup Calum akan berubah dan hanya bisa bertahan dengan satu ginjal. Itupun jika Calum sanggup.

            “Aku juga!” Tambah Michael.

            Ashton yang diam pun ikutan bicara. “Aku juga mau!” Ucapnya.

            Mengapa tiba-tiba berubah menjadi ajang perlombaan untuk mendonorkan ginjal? Apa mereka tidak tau resiko jika mendonorkan ginjal? Tami menyimpulkan tiga cowok itu tidak memikirkan hal apa yang akan terjadi setelah salah satu diantara mereka hanya memiliki satu ginjal. Kalaupun mereka sudah tau resikonya, belum tentu ginjal mereka cocok dengan Luke.

            “Apa kalian siap hidup dengan satu ginjal?” Tanya Tami.

            Calum, Michael dan Ashton sama-sama mengangguk. Tami sudah yakin tiga pemuda hebat itu dengan ikhlas mau memberikan satu ginjal mereka untuk Luke. Demi Luke. Demi kebahagiaan Luke dan impian-impian Luke. Dan mereka melakukan ini semua agar Luke bisa tersenyum kembali karena telah menemukan siapa keluarganya, dan Tristan.

            Sementara itu Tristan merasa dirinya sangat bodoh karena tidak berani mengatakan bahwa ia berniat mendonorkan ginjalnya untuk Luke. Semua ini terjadi begitu cepat dan Tristan ingin semua ini hanyalah sebuah mimpi.

            Sebuah mimpi buruk yang sebentar lagi akan berakhir.

***

            Yang dirasakan Tristan sama seperti dengan apa yang dirasakan fans Luke. Semua ini terjadi begitu cepat dan mereka berharap semua ini hanyalah sebuah mimpi. Mereka menangis mendengar berita bahwa saat ini Luke sedang mengalami koma di rumah sakit dan ginjal kirinya sudah tidak berfungsi lagi. Mereka hanya bisa berdoa agar Luke cepat sembuh dan kembali beraksi di atas panggung.

            Tristan yang sudah menjelaskan semuanya tentang Luke mampu membuat Liza menangis dan merasa bahwa Luke yang dimaksud Tristan adalah Luke Hemmings, anaknya yang selama ini ia kira sudah meninggal. Liza sempat pergi ke ruang rawat Luke dan wanita itu langsung menangis. Pemuda yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan berbagai selang infus adalah anaknya. Sangat mirip dengan Tristan dan Liza merasa bodoh karena baru menyadarinya.

            Ashley yang sudah sadar dan bisa dibawa pulang ke rumah begitu syok melihat keadaan Luke. Sama seperti mimpi-mimpinya selama ia di rawat di rumah sakit. Dan Ashley merasa takut jika Luke harus meninggalkannya. Dulu, Luke sudah meninggalkannya untuk yang pertama kalinya dan sekarang Luke tidak boleh lagi meninggalkannya.

            Niat Calum, Ashton dan Michael untuk mendonorkan ginjal ke Luke berujung kesedihan. Ginjal mereka tidak cocok untuk Luke karena golongan darah mereka berbeda dengan Luke. Ternyata, mendonorkan darah tidak semudah seperti memberikan barang yang kita miliki. Mereka hanya berdoa agar Luke cepat sembuh dan menemukan pendonor yang tepat.

            Sore hari yang sedang diguyur hujan itu, Tristan duduk di samping Ashley yang di matanya masih ada bekas air mata. Sudah dua minggu Luke koma dan Luke belum sadar juga. Sebisa mungkin Tristan menenangkan adiknya.

            “Luke akan baik-baik saja..” Ucap Tristan.

            Ashley mengelap bekas air mata di pipinya. “Kak, kenapa di saat kita menemukan kak Luke namun dalam kondisi seperti ini?” Tanyanya.

            “Ya mungkin ini memang sudah menjadi sekenario Tuhan. Luke akan sadar dan kita akan tersenyum bersama. Kau, aku, Luke dan Mama.” Ucap Tristan.

            “Kak Tris sudah yakin kalau Luke adalah saudara kita?” Tanya Ashley.

            Tristan tersenyum mendengar pertanyaan Ashley. “Ash, aku dan Luke adalah saudara kembar dan kita sangat mirip. Tentu aku dan dia ada semacam ikatan batin yang sangat kuat. Pertama kali melihat wajah Luke saja aku sudah yakin kalau dia adalah saudara kembarku. Luke masih hidup. Aku senang sekali.” Jawab Tristan.

            Ashley tersenyum sedih. “Tidak. Kak Luke akan mati.” Ucapnya.

            Tristan kaget mendengar ucapan Ashley. “Mati? Luke baik-baik saja. Luke tidak akan mati.” Ucapnya.

            “Kak, selama Ashley di rumah sakit, Ashley mendapatkan sebuah mimpi buruk tetapi mimpi itu menyampaikan suatu kebenaran. Mimpi itu menyampaikan bahwa sewaktu rumah kita terbakar, kak Luke memang ada di dalam. Tetapi kak Luke bisa menyelamatkan dirinya. Sayangnya kak Luke diculik oleh seseorang. Terus, mimpi itu menyampaikan bahwa tidak lama lagi Luke akan mati.” Jelas Ashley sambil menangis.

            Salah satu diantara kalian harus mati. Kau harus memilih: mengorbankan dirimu atau mengorbankan dirinya’

            Tiba-tiba kata-kata itu mucul di pikirannya dan sepertinya Tristan mulai mengerti. Maksud ‘kalian’ di kalimat itu adalah dirinya dan Luke. ‘dirinya’ itu adalah Luke. Artinya, Luke bisa diselamatkan jika ia… Jika ia mau mengorbankan nyawanya untuk Luke. Tristan tersenyum sedih. Adakah pilihan lain? Sungguh Tristan tidak ingin mati.

            “Kak, Luke akan mati! Kak Luke akan mati!” Tangis Ashley.

            Namun Tristan sudah tidak terpengaruh dengan kalimat yang diucapkan Ashley. Ia harus mencari cara untuk menyelamatkan Luke, juga menyelamatkan dirinya.

            Karena Tristan ingin melihat Luke dan ingin bersama seperti dulu.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar