Part 27
.
From: Star <skyfull888@yahoo.com>
Subject: -
Wait for me! I’ll be coming back to
you.
L
Mungkin email demi email itu sebagai pengganti mimpi buruknya selama ia pacaran
dengan Rio. Disty ingat betul orang yang ada di dalam mimpinya yang menyuruhnya
mengakhiri hubungan dengan Rio. Dan setelah Disty mengakhiri hubungan dengan
Rio, Disty sudah tidak lagi mendapat mimpi buruk. Syukurlah. Tapi email-email
itulah yang menjadi mimpi buruknya saat ini. Walau Disty berusaha sekuat tenaga
untuk mencuekkan email itu, tapi Disty tidak bisa melakukannya. Disty ingin
terus mengecek emailnya dan membaca pesan masuk dari Lintar.
Seminggu pasca sakit, Disty mulai mencoba menata kembali hidupnya dan
mencoba untuk ceria. Tentunya bersama Harry, Disty saling berbagi dengan Harry.
Disty sering menceritakan apapun pada Harry karena hal itu dapat membuatnya
tenang. Memang sih Disty masih belum sepenuhnya move on dari kehidupan lama. Dan
musik. Sekuat apapun ia menahan diri untuk tidak mendengarkan lagu, Disty tetap
tidak bisa melakukannya. Semua orang pasti suka mendengarkan lagu meski orang
itu sendiri membenci musik.
Entah mengapa hubungan Michael dengan Luke
kurang baik. Disty sering melihat wajah Michael yang muram. Michael jarang
tersenyum. Ia dan Luke juga jarang bertemu. Tidak apa-apa. Yang ia butuhkan
hanyalah Harry. Bukan Luke ataupun Michael.
Hari ini ada acara penting di sekolah untuk
memeriahkan Student Competition yang memang sering dilaksanakan di sekolahnya.
Ada banyak sekali penampilan-penampilan dari banyak murid dengan berbagai bakat
yang berbeda. Dulu, Rio suka tampil di acara seperti itu. Tapi sekarang tidak
lagi. Sebagai penggantinya, band Travis-lah yang memeriahkan acara itu. Tapi
Disty rasa tidak ada gunanya menyaksikan acara seperti itu karena tentu akan
membuatnya sakit. Apalagi acara disana kebanyakan yang berhubungan dengan
musik. Karena itulah Disty memutuskan untuk berdiam diri di perpustakaan.
Harry tidak sekolah hari ini. Katanya sih
malas karena ada acara seperti itu. Harry memang suka menghindari acara-acara
sekolah. Sama seperti Luke. Tentu Luke tidak menyukai acara-acara seperti itu.
Sejak dulu malah dan mungkin tidak akan suka untuk selama-lamanya. Paksaan
Miley dan Donna untuk menonton Student Competition telah dimenangkan oleh Disty
sendiri. Disty berhasil lolos dari cengkraman Miley dan Donna dan memilih kabur
ke perpustakaan.
“Luke?” Tanya Disty heran. Tumben Luke ada di
perpustakaan. Disty memilih duduk di dekat Luke setelah mengambil novel yang
dirasanya menarik.
“Kau tidak menonton acara di luar sana?” Tanya
Luke.
“Tidak. Aku malas nonton seperti itu. Ku rasa
kali ini kita sehati.” Jawab Disty sambil tersenyum.
Luke tertawa. “Acara yang sangat membosankan.
Mana pacarmu?” Tanyanya.
“Harry malas sekolah. Dia tidak suka acara
seperti itu. Ternyata ada tiga murid aneh di sekolah ini. Hebat.” Ucap Disty.
Tiba-tiba Disty teringat dengan sikap Michael
yang suka menyendiri, jarang bicara dan muram terus. Mungkin Luke tau kenapa
sikap kakaknya berubah seperti itu.
“Kau sedang tidak baik ya dengan Michael?”
Tanya Disty.
“Aku tidak tau. Michael kira aku mendukung
Harry dan dia jadi tidak menyukaiku.” Jawab Luke.
“Mendukung Harry?” Tanya Disty heran.
“Sewaktu kau sakit, Harry datang ke rumahmu
tapi malah bertengkar dengan Michael. Kau tentu tau kan kalau Michael tidak
suka dengan Harry karena mengira Harry sudah merubah hidupmu. Tapi aku
mengizinkan Harry masuk ke dalam rumahmu dan Michael mengira aku mendukung
Harry. Sejak saat itulah kami jarang bicara dan seperti orang yang tidak saling
kenal mengenal.” Jelas Luke.
Disty menghela nafas panjang. “Satu yang aku
harapkan dari Michael. Aku ingin dia menerima apapun keputusanku dan tidak
marah dengan apa yang aku lakukan. Justru kau lebih mengerti dibanding Michael.
Kau tidak mendukung Harry. Tapi kau mendukung dan menerima apapun keputusanku.
Sekarang aku ingin bertanya padamu. Menurutmu, apakah kau tidak marah atau
merasa kesal jika aku pacaran dengan Harry?” Ucapnya.
Luke tidak langsung menjawab. Selama ini ia
tidak pernah jujur dengan perasaannya sendiri. Luke lebih mementingkan Disty
dibanding dirinya sendiri. Tidak peduli apa yang dilakukan Disty asalkan gadis
itu bahagia.
“Tidak. Aku tidak kesal.” Jawab Luke.
“Aku tidak salah pacaran dengan Harry?” Tanya
Disty.
“Tidak jika kau menganggapnya benar.” Jawab
Luke.
“Okelah. Aku hanya memastikan ada orang yang
mendukung hubunganku dengan Harry dan tidak seperti Michael ataupun Rio.
Ternyata curhat denganmu enak juga. I’m so glad to have a friend like you.”
Ucap Disty.
Luke tersenyum mendengar kalimat terakhir
Disty. I’m so glad to have a friend like you. Ia dan Disty sudah lama
berteman. Bahkan mungkin bersahabat. Sudah hampi tiga tahun. Bulan Juli ia
bertemu dengan Disty. Tepat di teras rumah Michael dan Luke masih mengingat
semua itu dengan jelas. Dan Luke ingat pendapat Disty yang menilai bahwa
dirinya adalah anak yang sangat membosankan dan aneh, dan sekarang berubah
menjadi anak yang hebat, baik, ramah dan luar biasa.
“Aku sudah tidak aneh lagi kan?” Tanya Luke.
Tentu Disty tertawa mendengar pertanyaan Luke.
“Tidak, Luk. Luke adalah sahabat terbaik Disty dan cowok yang berada di deretan
nomor lima di hati Disty.” Jawabnya.
“Number five? Kenapa tidak di deretan
pertama saja?” Tanya Luke bercanda.
“Kalau mau di deretan pertama, Luke harus jadi
Ayah Disty dong karena Dad adalah cowok nomor satu di hati Disty.” Jawab Disty.
Tiba-tiba Disty teringat sesuatu. Sesuatu yang sangat penting. Cepat-cepat
Disty mengeluarkan ponselnya dan menyuruh Luke untuk membaca kotak masuk
emailnya. Luke menerima ponsel Disty dengan heran tapi terus saja menuruti
permintaan Disty.
Di layar ponsel Disty, tepatnya lagi di kotak
masuk email Disty, Luke banyak menemukan kotak masuk dari email skyfull888@yahoo.com. Ketika Luke
membaca email-email itu, Luke agak sedikit heran. Dan si pengirimnya menulis
inisial L setelah mengirim pesan singkat. L? Luke teringat dengan cinta pertama
Disty. L. Lintar.
“Dia masih mengingatmu?” Tanya Luke.
Tentu Disty tau siapa ‘dia’ yang dimaksud Luke. Siapa lagi kalau bukan
Lintar? “Aku tidak tau. Tapi aku yakin sekali si pemilik email itu Lintar
karena Lintar pernah berjanji akan datang menemuiku. Tapi entah kapan. Aku
hanya menunggu.” Jawabnya.
“Kisah cintamu rumit sekali. Cobalah menikmati masa jomblo sepertiku.”
Ucap Luke sambil melipatkan kedua tangannya di dada.
“Kau benar-benar tidak ada seseorang yang kau sukai? Apa bisa kau
menjalani hidup tanpa adanya seseorang meski kau tidak terlalu berharap orang
itu menyukaimu?” Tanya Disty.
Luke tidak menjawab pertanyaan Disty. Cowok itu memilih mengubah topik
pemb
icaraan. “Aku
ingin membahas tentang Lintar karena aku penasaran dengan cowok itu. Kau pernah
bilang kalau Lintar seakan-akan melupakanmu karena Lintar tidak pernah membalas
emailmu atau sekedar mengirim kabar.” Ucapnya.
Tapi Disty tertartik membicakan cinta pertamanya dengan Luke. “Iya. Aneh
bukan? Tapi kata Michael cuekkan saja. Kalau Lintar datang kemari aku tinggal
bilang kalau aku sudah tidak mengharapkannya lagi. Tidak salah kan?”
***
Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap
hari, setiap minggu, dan setiap bulan mereka lalui bersama. Adakalanya
terkadang Disty dan Harry butuh waktu sendiri karena mungkin sedang berdebat
dan Disty tidak setuju dengan apa yang diinginkan Harry dan Disty malah memilih
menjauh dari Harry. Tapi setelah itu mereka baikan lagi. Disty kebanyakan
bercandanya. Pernah tiba-tiba marah-marah tidak jelas dengan Harry sehingga
Harry takut kalau Disty sudah tidak lagi mencintainya. Tapi Disty melakukan itu
karena sedang bercanda dan membuat Harry kesal.
Sekarang memasuki bulan Juli. Genap empat
tahun Disty tinggal di London dan entah kapan kembali ke Inggris. Sebentar lagi
umurnya enam belas tahun tepatnya di bulan Desember dan Disty sudah naik kelas
sebelas. Kakaknya, Michael sudah naik kelas dua belas dan masa-masa SMA akan
berakhir. Cepat sekali. Padahal menurut Disty kakaknya itu idiot dan sikapnya
seperti anak kecil dan hobinya main game terus.
Tapi Michael sudah agak dewasa sekarang dan
sudah tidak lagi meributkan hubungannya dengan Harry. Michael juga kembali
bersahabat dengan Luke. Ya. Kemarin Luke berulang tahun yang ke delapan belas
dan bagi Disty umur seperti itu sudah tua. Delapan belas tahun. Umur yang sudah
bebas dan boleh melakukan apapun tanpa harus minta izin dengan orang tua. Kalau
Michael November nanti delapan belas tahun.
Masalahnya dengan email itu bukan menjadi
masalah yang berat sekarang. Disty sudah bisa cuek dengan email itu. Secuek
saat ia menghiraukan mimpi buruknya. Disty yakin masalah email itu akan
berakhir sama seperti mimpi buruknya. Entah bagaimana caranya. Yang penting
pasti ada penyelesaian dalam setiap masalah.
Di sekolah, seperti biasa Disty sering membaca
novel entah karangan siapa asalkan ceritanya menarik. Tapi Disty merasa sejak
menginjakkan kaki di sekolah, banyak pasang mata yang menatapnya dengan aneh.
Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka menatap aneh seperti itu? Padahal Disty
merasa dirinya tidak ada yang aneh.
“Mi, hari ini aku aneh tidak?” Tanya Disty.
Miley malah menatapnya dengan aneh dan itu
membuat Disty heran dan perasaannya tidak enak. Di tambah lagi semalaman Harry
tidak membalas pesannya. Pagi pun Harry enggan membalas pesannya. Ada ini semua
ada hubungannya dengan Harry? Memangnya Harry kenapa?
“Kau benar-benar tidak tau ya?” Ucap Miley.
“Memangnya ada apa sih?” Tanya Disty heran.
“Aku dengar dari cerita anak-anak, kemarin
sore Harry tawuran sama anak-anak yang bisa dikatan ‘tidak benar’ dan sekarang
Harry tidak masuk sekolah. Ternyata Harry punya banyak musuh di sekolah ini.
Aku dengar Travis mengatakan teman-temannya banyak yang menjadi musuh Harry.”
Jelas Miley.
Bukannya kaget. Disty malah tertawa. Miley..
Miley.. Sahabatnya itu ada-ada saja deh. Mana mungkin Harry berani tawuran.
Harry itu anaknya kalem dan tidak suka bikin keributan dan masalah seperti itu.
Adakah hal lain yang lebih lucu dari ini?
“Jangan bercanda Mi.” Ucap Disty.
“Dis, aku serius! Sebaiknya kau akhiri
hubunganmu dengan Harry. Aku merasa tidak enak. Travis bilang Harry itu
diam-diam menghanyutkan. Harry itu anaknya tidak benar dan nakal. Hidupnya saja
sudah tidak jelas seperti itu.” Ucap Miley.
“Sudahlah Mi. Harry itu anaknya baik. Tidak
mungkin Harry bisa seperti itu. Harry sudah janji padaku untuk selalu
mencintaiku dan tidak ingin menyakitiku.” Ucap Disty.
Sudah Miley duga Disty tidak akan percaya jika
ia mengatakan soal ini. Biarkanlah Disty yang mencari tau sendiri dan
menyimpulkan sendiri. Tapi Miley berharap sahabatnya itu akan baik-baik saja
dan tidak ingin melihat Disty menangis.
“Aku akan ke rumah Harry sepulang sekolah
nanti.” Ucap Disty.
***
Perasaan Disty semakin tidak enak saat menatap
rumah Harry yang sepi. Memang rumah Harry terlihat sepi setiap hari. Di dalam
rumah itu hanya ada Gemma dan Harry. Ayah Harry sudah tidak ada dan Ibu Harry
entah bagaimana kabarnya. Sebenarnya Disty merasa sedih dengan hidup Harry.
Kenapa Harry bisa seperti itu? Kenapa keluarga Harry tidak bisa menjadi
keluarga yang bahagia?
Disty masuk ke dalam pagar rumah Harry dan
ketika berada di depan pintu rumah Harry, Disty mengetuk pintu. Berharap
seseorang membukakan pintu itu. Tapi sebanyak dan selama ia mengetuk pintu itu,
tidak ada yang mau membukakannya. Tidak di kunci! Saking nekatnya, Disty
membuka pintu itu dan masuk ke dalam rumah Harry. Dan Disty sempat merinding
melihat pecahan kaca di ruang tamu rumah Harry. Apa sebenarnya yang terjadi?
‘kemarin sore Harry tawuran sama anak-anak yang bisa dikatan ‘tidak
benar’ dan sekarang Harry tidak masuk sekolah. Ternyata Harry punya banyak
musuh di sekolah ini’. Apa itu benar? Apa ucapan Miley benar? Apa
benar Harry tawuran dan punya banyak musuh di sekolahnya? Tapi kalau benar,
seharusnya Harry menceritakan semua itu padanya karena ia dan Harry sudah tidak
ada rahasia apapun lagi.
Tepat di depan pintu kamar Harry, jantung
Disty berderak tak karuan. Tangannya gemetaran bukan main. Beranikah ia membuka
pintu kamar Harry? Adakah Harry di dalam sana? Kalau Harry sedang tidak baik
bagaimana? Pecahan kaca di ruang tamu tadi jelas menunjukkan bahwa Harry sedang
tidak baik. Juga Gemma. Kakak Harry itu tidak kelihatan. Biasanya Gemma yang
suka membukakannya pintu dan mengajaknya masuk ke dalam rumahnya dan menemui
Harry.
Jantungnya semakin berdetak lebih cepat
tatkala merasa ada seseorang yang menyentuh pundaknya. Cepat-cepat Disty
membalikkan badan dan kaget dengan apa yang dilihatnya.
***
“Seharusnya kau tidak usah tawuran! Lihat!
Dirimu hancur seperti ini. Kenapa kau rahasiakan semua ini padaku?”
Sudah lama Disty mengomeli Harry yang wajahnya
lebam dan sisa-sisa darah di wajahnya. Disty mencoba untuk membersihkan
darah-darah itu dan mengobati Harry. Tak disangkanya, Harry jujur padanya kalau
selama ini Harry suka tawuran dan punya banyak musuh. Karena itulah Harry suka
sendirian dan sifatnya tertutup.
“Maafkan aku Dis, maafkan aku. Aku janji tidak
akan mengulangi lagi.” Ucap Harry.
Disty tidak membalas ucapan Harry. Wajah gadis
itu terlihat sebal dan enggan untuk tersenyum. Disty masih sibuk dengan
pekerjaannya yaitu mengobati Harry.
“Maafkan aku. Aku tau aku salah. Kamu mau kan maafkan aku?” Ucap Harry
dengan suara yang memohon.
Disty menatap Harry. “Minta maaflah pada dirimu sendiri dan berjanji
untuk tidak mengulanginya lagi. Lagipula, kenapa kau tawuran sih? Itu kan tidak
baik. Ayo beri aku alasan kenapa kau tawuran.” Ucapnya.
“Aku.. Aku tidak tau. Terkadang aku tidak bisa mengendalikan emosiku dan
tiba-tiba saja aku sudah babak belur seperti ini.” Jawab Harry.
Sebuah jawaban yang tidak memuaskan. Disty menatap Harry dengan heran.
Harry memang aneh. Katanya tidak bisa mengendalikan emosi. Memangnya pada saat
sebelum tawuran Harry sedang marah? Apa karena…. Ibunya?
Perlahan, Harry mengelus lembut rambut Disty. “Sekali lagi maafkan aku.
Kemarin aku terlalu emosi. Juga aku sempat marah dengan Gemma dan Gemma tidak
sengaja menyenggol gelas yang ada di meja ruang tamu. Maafkan aku, oke?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar