Part 21
.
Kebanyakan memasuki
awal bulan selalu menulis status seperti ini: “Welcome to January!” atau
“Yeah is May! Hope May is better than April.” Hal ini berlaku juga bagi
Disty. Bulan yang paling di tunggunya itu yaitu bulan Desember. Disty selalu menunggu
datangnya bulan itu dan menulis status, “Welcome to December! My b’day’s
month and special month.” Tapi sekarang, hal itu sudah tidak berlaku lagi.
Disty memandangi layar
laptopnya tanpa minat. Di layar laptopnya tampak jelas beranda facebook-nya
yang kebanyakan menulis status menyambut datangnya bulan Desember. Desember.
Kenapa ia jadi membenci bulan itu? Bahkan Disty berharap bulan Desember masih
lama karena ia ingin sekali menjauhi bulan itu. Ya. Bulan yang indah itu
berubah menjadi bulan yang buruk.
Tanggal satu Desember.
Tentu Disty tidak akan melupakan hari pentingnya. Yaitu tanggal tiga Desember.
Hari ulang tahunnya sekaligus hari dimana Rio menyatakan perasaan padanya. Lusa
nanti, Disty berusia lima belas tahun dan anniv-nya yang kedua tahun. Apakah
hubungannya dengan Rio memang masih bertahan? Atau sudah tidak ada?
Memang segalanya
berubah setelah Disty bertemu Harry. Tapi kenapa Rio diam saja? Kenapa Michael,
Donna atau Miley yang tidak menyukai kedekatannya dengan Harry? Mengapa tidak
Rio saja yang marah padanya? Disty heran. Selain ia nyaman dekat dengan Harry,
diam-diam Disty ingin mengetes seberapa besarnya cinta Rio padanya. Dan Dist
tau apa hasilnya.
Rio seperti tidak mau
berjuang untuknya dan selalu bersikap cuek. Bayangkan saja, ia begitu bahagia
dengan Harry, jalan berdua dengan Harry, makan bersama, tertawa bersama, tapi
kenapa Rio tidak kesal? Kenapa Rio tidak cemburu? Kenapa Rio tidak membuat
perhitungan dengan Harry? Oke. Mungkin Rio mengira ia dan Harry hanya berteman.
Tetapi Disty lebih banyak menghabiskan waktu bersama Harry dibanding Rio.
Kalau Rio benar-benar
mencintainya, kenapa Rio tidak mau menegurnya? Kenapa seakan-akan Rio
mengikhlaskan ia bahagia bersama Harry? Kenapa seakan-akan Rio sudah tidak
mencintainya lagi? Mungkin semua ini memang salahnya. Salahnya yang sudah jauh
di mata dan senyum indah seorang Harry Styles. Tapi Rio sama sekali tidak
menunjukkan sedikitpun rasa kecemburuan dan kebencian terhadap Harry. Memangnya
ada apa dengan Rio?
Apa sebaiknya hubungan
yang tidak jelas ini ia akhiri saja? Tidak ada salahnya kan mengakhiri sebuah
hubungan? Atau lebih baik di diamkan saja seperti hubungannya dengan Lintar
kemudian taken sama cowok lain? Tidak ada salahnya juga karena ini hanya
pacaran, bukan menikah atau tunangan.
“Sedari tadi aku
menunggu status-mu untuk menyambut bulan Desember. Tapi kenapa sampai sekarang
kau belum nulis juga?”
Untung ada Luke
disini. Satu-satunya orang yang benar-benar pengertian padanya dan selalu
mendukung keputusannya. Disty berani bertaruh kalau Luke setuju jika mungkin ia
akan pacaran dengan Harry. Tapi Disty masih ragu. Disty masih ragu dengan
perasaannya. Apakah ia masih mencintai Rio? Apakah ia benar-benar jatuh cinta
dengan Harry?
“Aku bingung. Aku
butuh pendapatmu.” Ucap Disty.
“Ohya? Tentang apa?”
Tanya Luke.
Sebelum menjawab,
Disty menarik nafas dalam-dalam. “Kau tentu tau peristiwa apa yang telah
terjadi di bulan Desember. Tepatnya di hari ulang tahunku. Tepatnya dua tahun
yang lalu. Sebuah peristiwa yang tidak akan pernah aku lupakan dan selalu ku
kenang, tapi sekarang ku rasa sudah tidak berharga lagi.” Ucapnya.
Luke terdiam sesaat. Just
how fast the night changes. Dua tahun yang lalu. Luke tentu tidak akan
pernah melupakan peristiwa dua tahun lalu yang menjadikan Disty sebagai gadis
yang paling bahagia di dunia ini. Tapi Disty mengatakan bahwa peristwa itu
sudah tidak berharga lagi?
“Kau dan Rio. Jadi,
kau ingin membicarakan soal Rio? Lebih tepatnya lagi hubunganmu dengan Rio?”
Tanya Luke.
“Ya. Menurutmu, apakah
aku masih mencintai Rio?” Tanya Disty.
Luke tersenyum
mendengar pertanyaan Disty. “Hanya dirimu sendiri yang bisa menjawabnya. Tapi
kalau ku perhatikan, kau lebih senang bersama Harry dan jarang bersama Rio.”
Ucapnya.
“Itu dia. Apa
sebaiknya aku akhiri hubungan ini? Tapi aku tidak tega. Dua tahun bukanlah
waktu yang singkat. Rio sudah banyak sekali memberikanku inspirasi-inspirasi
dan selalu membuatku tersenyum. Dan aku takut kalau Rio marah karena aku ingin
mengakhiri hubungan ini.” Ucap Disty.
“Tapi kau nyaman
dengan Harry? Apa kau yakin Harry anak yang baik?” Tanya Luke.
“Tentu saja. Harry
anak yang baik dan ramah. Aku nyaman ngobrol dengannya dan dia sangat manis.
Apalagi lesung pipitnya yang setiap hari selalu ingin ku lihat dan aku suka
tidak konsen jika sedang ngobrol dengannya karena aku suka fokus melihat lesung
pipitnya yang sering muncul jika Harry bicara, tertawa dan tersenyum.” Jawab
Disty.
Luke terlihat tengah
berusaha menahan tawanya mendengar ucapan Disty. Entahlah apa yang membuatnya
tertawa. Apa ucapan Disty terlalu berlebihan atau terlalu polos?
“Kau hanya perlu
belajar mencintai seseorang tanpa melihat dari segi fisik atau kelebihan orang
itu. Belajarlah mencintai seseorang apa adanya.” Ucap Luke.
“Iya aku tau. Tapi
tidak mungkin aku bisa mencintai seseorang jika orang itu tidak menarik. Luk,
tipe cowok yang bisa membuatku jatuh cinta itu ada. Dan Harry sudah termasuk di
dalamnya!” Ucap Disty.
“Kebanyakan gadis
memang begitu. Tapi tak apa. Aku mengerti kok.” Ucap Luke.
Disty menghela nafas
panjang dan entah kenapa dadanya terasa sedikit sesak. “Saat aku mengenali Rio,
aku mulai menyukai cowok yang jago main gitar karena Rio sendiri jago main
gitar dan sangat sempurna. Dan setelah aku bertemu Harry? Mungkin cowok seperti
Rio sudah tidak ku anggap penting lagi karena aku menyukai cowok yang mempunyai
lesung pipit seperti Harry dan itu cukup membuatku bahagia. Aku bingung dengan
perasaanku.” Ucapnya.
“Artinya, kau harus
mencari cowok yang yang jago main gitar sekaligus punya lesung pipit agar
perasaanmu tidak bingung lagi.” Ucap Luke. Entah apa itu cuma bercanda atau
saran yang serius.
Disty sempat kepikiran
dengan ucapan Luke. Tapi apa ada cowok yang seperti dikatakan Luke? Kalau ada,
betapa sempurnanya cowok itu. Baginya, cowok sempurna seperti itu pasti tidak
ada. Kalaupun ada, pasti langka dan selama ini Disty belum pernah menemukannya.
“Ah sudahlah, lupakan
saja ucapanku tadi. Tidak usah dipikirkan. Tadi aku hanya bercanda saja.” Ucap
Luke.
“Aku tau kau hanya
bercanda. Mustahil ada cowok seperti itu. Apalagi di kehidupan nyata.” Ucap
Disty.
Jika saja Disty bisa
membaca pikiran Luke, pasti saat itu juga gadis itu bakal loncat-loncat tidak
jelas dan menghajarnya habis-habisan. Tapi sayangnya Disty tidak bisa membaca
pikiran orang lain.
“Lalu apa yang harus
aku lakukan dengan hubungan ini? Apa sebaiknya aku memilih putus dengan Rio
karena ku rasa Rio sudah tidak mencintaiku lagi?” Tanya Disty.
“Kalau itu keputusan
yang terbaik, kenapa kau tidak mau melakukannya?” Ucap Luke sambil tersenyum.
***
Sudah Disty duga. Demi
merayakan anniversary mereka yang ke dua tahun, Rio mengajak Disty menikmati
indahnya Kota London pada malam hari. Di ulang tahunnya yang ke lima belas,
Disty merasa tidak istimewa. Ulang tahunnya cukup sederhana. Tidak ada pesta.
Tapi banyak yang mengucapkannya ulang tahun, termasuk di facebook. Banyak
sekali yang mengirim ucapan ke kronologinya.
Tanggal tiga Desember.
Terasa aneh bagi Disty. Disty seperti tidak menganggap adanya tanggal ini atau
lebih tepatnya lagi, tanggal ini sama seperti tanggal lainnya. Tidak ada yang
istimewa seperti tahun yang lalu. Rio juga agak berubah. Cowok itu tidak
seperti dirinya yang dulu dan seperti kehilangan cahaya hidup. Apa itu semua
karena ia?
“Makasih untuk dua
tahun ini.” Ucap Rio sambil meraih tangan Disty.
Yang dirasakan Disty
sekarang sangat berbeda dengan yang ia rasakan satu tahun lalu. Jika dulu
jantungnya suka berdebar-debar akibat genggaman tangan Rio, namun sekarang
sudah tidak lagi. Genggaman itu terasa biasa, bahkan tidak berarti lagi.
“Iya.” Ucap Disty
singkat. Pasalnya gadis itu bingung mau berkata apa lagi. Yang ada dipikirannya
hanya satu. Yaitu mengucapkan selamat tinggal pada Rio.
Keputusannya memang
sudah bulat untuk memutuskan hubungan yang sudah tidak bisa bertahan lagi.
Lagipula, Rio seperti tidak mau mempertahankan hubungan ini. Entahlah bagaimana
reaksi Rio. Disty berharap malam ini berjalan lancar dan baik-baik saja.
“Dis, I wanna tell
you something. Something that you should to know.” Ucap Rio dengan suara
yang pelan.
“Actually, I wanna
tell you too something about this relationship.” Ucap Disty.
“Go ahead. You
first.” Ucap Rio mengalah.
Sebelum bicara, sebisa
mungkin Disty bersikap tenang dan mengambil nafas dalam-dalam. Ayolah Dis, kau
pasti bisa! Kenapa tiba-tiba hatinya jadi ragu untuk mengatakannya? Disty
begitu sayang akan hubungannya dengan Rio yang sudah mencapai dua tahun. Disty
ingat betul saat-saat dimana Rio menyatakan cinta dengan sangat romantisnya.
Dua tahun yang lalu. Haruskah akan berakhir seperti ini?
“Disty… Disty ingin
hubungan kita berakhir sampai disini.” Ucap Disty dengan suara yang nyaris
tidak terdengar.
Tampaknya Rio sudah menduganya.
Hubungannya dengan Disty memang tidak bisa bertahan lama sejak Disty mengenal
Harry. Harry. Cowok yang sangat beruntung, sementara ia? Entah mengapa Rio jadi
enggan mengatakan sesuatu yang dibicarakannya tadi. Ia hanya ingin Disty. Ia
hanya ingin terus mencintai Disty dan terus menjaga Disty. Dan ia ingin Disty
selalu menjadikan namanya sebagai nomor satu di hati Disty.
“Bukan. Bukan karena
Harry. Hanya saja..” Ucap Disty.
“Tidak! Aku tidak mau
kita putus!” Ucap Rio dengan tegas.
Ucapan Rio barusan
menandakan bahwa Rio adalah seseorang yang egois. Disty tidak suka dengan gaya
bicara Rio. Disty tau Rio tidak ingin hubungan ini putus. Tapi harus bagaimana
lagi?
“Kalau kau tidak mau
hubungan kita putus, kenapa kau tidak mau memperjuangkan agar hubungan kita
tetap bertahan? Kenapa kau seakan-akan membiarkan aku bahagia dengan Harry dan
membiarkan aku semakin mengagumi cowok itu?” Tanya Disty dengan suara tinggi.
“Tadi kau bilang bukan
karena Harry.” Ucap Rio.
“Aku tidak peduli.
Yang jelas aku ingin hubungan kita berakhir. Tepat di anniversary kita yang
kedua tahun.” Ucap Disty.
Sebisa mungkin Rio
menahan segala perasaan yang sedang dirasakannya sekarang. “Ku bilang tidak!
Aku sangat mencintaimu Dis. Karena itu aku ingin melihat kau bahagia. Kalau aku
larang kau bertemu Harry, pasti kau akan marah dan membenciku dan aku tidak mau
hal itu terjadi. Aku sayang kamu Dis dan aku tidak mau kehilanganmu.” Ucapnya
sambil menggenggam tangan Disty lebih erat.
“I know Yo,
I know. Tapi.. Aku..” Ucap Disty.
“I know you love
Harry. Harry is better than me. He has beautiful eyes, smile and dimples that
melt your heart. I know I don’t have what Harry had. But please, love me who I
am. I love you who you are and always will be it.” Ucap Rio.
“Sorry. But we
should end it!” Ucap Disty sambil melepaskan genggaman tangan Rio dengan
kasar.
Tentu saja Rio kaget
dengan apa yang Disty lakukan. Faktanya, Disty sudah tidak lagi mencintainya
karena Disty mencintai Harry yang menurut Disty jauh lebih sempurna dibandingkan
dirinya. Perasaan gadis itu sudah berubah dan gadis itu sudah tidak lagi
mencintainya. Tidak lagi!
“Aku kecewa denganmu.
Aku kira janjimu itu benar-benar janji. Tapi hanyalah sebuah janji palsu. I
feel so disappointed.” Ucap Rio.
Disty menatap Rio
dengan tatapan entahlah. “Karena itulah cari gadis yang lebih baik dariku.
Jangan pilih gadis bodoh seperti diriku. Yang tidak pernah setia dengan
apapun.” Ucapnya.
“Tidak. Tidak ada
satupun gadis di hatiku kecuali dirimu.” Ucap Rio.
“Maaf Yo. Ini
keputusan Disty. Rio harus menghormati keputusan Disty. Please..” Ucap
Disty dengan suara merendah.
Rio terdiam sambil
memikirkan sesuatu. Kira-kira mana yang lebih sakit antara ia putus dengan
Disty atau ketika ia menceritakan sebuah rahasia besar pada Disty? Kira-kira
mana yang lebih sakit? Rio akui dirinya egois. Tapi ia sangat mencintai Disty
lebih dari apapun dan tidak ingin kehilangan gadis itu.
“Kalau kita memang
harus putus, oke, aku terima. Tapi aku bersumpah suatu hari nanti kau akan menyesali
perbuatanmu ini.” Ucap Rio.
“Ya. Aku akan
menyesali perbuatanku ini. Terimakasih untuk dua tahun ini. Selamat tinggal.”
Ucap Disty lalu pergi meninggalkan Rio.
Lega. Ia lega telah
melakukan ini. Tapi Disty takut jika suatu hari nanti ia benar-benar menyesali
perbuatannya. Who knows?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar