expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 05 Juli 2015

Like Rain of Hearts ( Part 21 )



Part 21

.

            Kebanyakan memasuki awal bulan selalu menulis status seperti ini: “Welcome to January!” atau “Yeah is May! Hope May is better than April.” Hal ini berlaku juga bagi Disty. Bulan yang paling di tunggunya itu yaitu bulan Desember. Disty selalu menunggu datangnya bulan itu dan menulis status, “Welcome to December! My b’day’s month and special month.” Tapi sekarang, hal itu sudah tidak berlaku lagi.

            Disty memandangi layar laptopnya tanpa minat. Di layar laptopnya tampak jelas beranda facebook-nya yang kebanyakan menulis status menyambut datangnya bulan Desember. Desember. Kenapa ia jadi membenci bulan itu? Bahkan Disty berharap bulan Desember masih lama karena ia ingin sekali menjauhi bulan itu. Ya. Bulan yang indah itu berubah menjadi bulan yang buruk.

            Tanggal satu Desember. Tentu Disty tidak akan melupakan hari pentingnya. Yaitu tanggal tiga Desember. Hari ulang tahunnya sekaligus hari dimana Rio menyatakan perasaan padanya. Lusa nanti, Disty berusia lima belas tahun dan anniv-nya yang kedua tahun. Apakah hubungannya dengan Rio memang masih bertahan? Atau sudah tidak ada?

            Memang segalanya berubah setelah Disty bertemu Harry. Tapi kenapa Rio diam saja? Kenapa Michael, Donna atau Miley yang tidak menyukai kedekatannya dengan Harry? Mengapa tidak Rio saja yang marah padanya? Disty heran. Selain ia nyaman dekat dengan Harry, diam-diam Disty ingin mengetes seberapa besarnya cinta Rio padanya. Dan Dist tau apa hasilnya.

            Rio seperti tidak mau berjuang untuknya dan selalu bersikap cuek. Bayangkan saja, ia begitu bahagia dengan Harry, jalan berdua dengan Harry, makan bersama, tertawa bersama, tapi kenapa Rio tidak kesal? Kenapa Rio tidak cemburu? Kenapa Rio tidak membuat perhitungan dengan Harry? Oke. Mungkin Rio mengira ia dan Harry hanya berteman. Tetapi Disty lebih banyak menghabiskan waktu bersama Harry dibanding Rio.

            Kalau Rio benar-benar mencintainya, kenapa Rio tidak mau menegurnya? Kenapa seakan-akan Rio mengikhlaskan ia bahagia bersama Harry? Kenapa seakan-akan Rio sudah tidak mencintainya lagi? Mungkin semua ini memang salahnya. Salahnya yang sudah jauh di mata dan senyum indah seorang Harry Styles. Tapi Rio sama sekali tidak menunjukkan sedikitpun rasa kecemburuan dan kebencian terhadap Harry. Memangnya ada apa dengan Rio?

            Apa sebaiknya hubungan yang tidak jelas ini ia akhiri saja? Tidak ada salahnya kan mengakhiri sebuah hubungan? Atau lebih baik di diamkan saja seperti hubungannya dengan Lintar kemudian taken sama cowok lain? Tidak ada salahnya juga karena ini hanya pacaran, bukan menikah atau tunangan.

            “Sedari tadi aku menunggu status-mu untuk menyambut bulan Desember. Tapi kenapa sampai sekarang kau belum nulis juga?”

            Untung ada Luke disini. Satu-satunya orang yang benar-benar pengertian padanya dan selalu mendukung keputusannya. Disty berani bertaruh kalau Luke setuju jika mungkin ia akan pacaran dengan Harry. Tapi Disty masih ragu. Disty masih ragu dengan perasaannya. Apakah ia masih mencintai Rio? Apakah ia benar-benar jatuh cinta dengan Harry?

            “Aku bingung. Aku butuh pendapatmu.” Ucap Disty.

            “Ohya? Tentang apa?” Tanya Luke.

            Sebelum menjawab, Disty menarik nafas dalam-dalam. “Kau tentu tau peristiwa apa yang telah terjadi di bulan Desember. Tepatnya di hari ulang tahunku. Tepatnya dua tahun yang lalu. Sebuah peristiwa yang tidak akan pernah aku lupakan dan selalu ku kenang, tapi sekarang ku rasa sudah tidak berharga lagi.” Ucapnya.

            Luke terdiam sesaat. Just how fast the night changes. Dua tahun yang lalu. Luke tentu tidak akan pernah melupakan peristiwa dua tahun lalu yang menjadikan Disty sebagai gadis yang paling bahagia di dunia ini. Tapi Disty mengatakan bahwa peristwa itu sudah tidak berharga lagi?

            “Kau dan Rio. Jadi, kau ingin membicarakan soal Rio? Lebih tepatnya lagi hubunganmu dengan Rio?” Tanya Luke.

            “Ya. Menurutmu, apakah aku masih mencintai Rio?” Tanya Disty.

            Luke tersenyum mendengar pertanyaan Disty. “Hanya dirimu sendiri yang bisa menjawabnya. Tapi kalau ku perhatikan, kau lebih senang bersama Harry dan jarang bersama Rio.” Ucapnya.

            “Itu dia. Apa sebaiknya aku akhiri hubungan ini? Tapi aku tidak tega. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat. Rio sudah banyak sekali memberikanku inspirasi-inspirasi dan selalu membuatku tersenyum. Dan aku takut kalau Rio marah karena aku ingin mengakhiri hubungan ini.” Ucap Disty.

            “Tapi kau nyaman dengan Harry? Apa kau yakin Harry anak yang baik?” Tanya Luke.

            “Tentu saja. Harry anak yang baik dan ramah. Aku nyaman ngobrol dengannya dan dia sangat manis. Apalagi lesung pipitnya yang setiap hari selalu ingin ku lihat dan aku suka tidak konsen jika sedang ngobrol dengannya karena aku suka fokus melihat lesung pipitnya yang sering muncul jika Harry bicara, tertawa dan tersenyum.” Jawab Disty.

            Luke terlihat tengah berusaha menahan tawanya mendengar ucapan Disty. Entahlah apa yang membuatnya tertawa. Apa ucapan Disty terlalu berlebihan atau terlalu polos?

            “Kau hanya perlu belajar mencintai seseorang tanpa melihat dari segi fisik atau kelebihan orang itu. Belajarlah mencintai seseorang apa adanya.” Ucap Luke.

            “Iya aku tau. Tapi tidak mungkin aku bisa mencintai seseorang jika orang itu tidak menarik. Luk, tipe cowok yang bisa membuatku jatuh cinta itu ada. Dan Harry sudah termasuk di dalamnya!” Ucap Disty.

            “Kebanyakan gadis memang begitu. Tapi tak apa. Aku mengerti kok.” Ucap Luke.

            Disty menghela nafas panjang dan entah kenapa dadanya terasa sedikit sesak. “Saat aku mengenali Rio, aku mulai menyukai cowok yang jago main gitar karena Rio sendiri jago main gitar dan sangat sempurna. Dan setelah aku bertemu Harry? Mungkin cowok seperti Rio sudah tidak ku anggap penting lagi karena aku menyukai cowok yang mempunyai lesung pipit seperti Harry dan itu cukup membuatku bahagia. Aku bingung dengan perasaanku.” Ucapnya.

            “Artinya, kau harus mencari cowok yang yang jago main gitar sekaligus punya lesung pipit agar perasaanmu tidak bingung lagi.” Ucap Luke. Entah apa itu cuma bercanda atau saran yang serius.

            Disty sempat kepikiran dengan ucapan Luke. Tapi apa ada cowok yang seperti dikatakan Luke? Kalau ada, betapa sempurnanya cowok itu. Baginya, cowok sempurna seperti itu pasti tidak ada. Kalaupun ada, pasti langka dan selama ini Disty belum pernah menemukannya.

            “Ah sudahlah, lupakan saja ucapanku tadi. Tidak usah dipikirkan. Tadi aku hanya bercanda saja.” Ucap Luke.

            “Aku tau kau hanya bercanda. Mustahil ada cowok seperti itu. Apalagi di kehidupan nyata.” Ucap Disty.

            Jika saja Disty bisa membaca pikiran Luke, pasti saat itu juga gadis itu bakal loncat-loncat tidak jelas dan menghajarnya habis-habisan. Tapi sayangnya Disty tidak bisa membaca pikiran orang lain.

            “Lalu apa yang harus aku lakukan dengan hubungan ini? Apa sebaiknya aku memilih putus dengan Rio karena ku rasa Rio sudah tidak mencintaiku lagi?” Tanya Disty.

            “Kalau itu keputusan yang terbaik, kenapa kau tidak mau melakukannya?” Ucap Luke sambil tersenyum.

***

            Sudah Disty duga. Demi merayakan anniversary mereka yang ke dua tahun, Rio mengajak Disty menikmati indahnya Kota London pada malam hari. Di ulang tahunnya yang ke lima belas, Disty merasa tidak istimewa. Ulang tahunnya cukup sederhana. Tidak ada pesta. Tapi banyak yang mengucapkannya ulang tahun, termasuk di facebook. Banyak sekali yang mengirim ucapan ke kronologinya.

            Tanggal tiga Desember. Terasa aneh bagi Disty. Disty seperti tidak menganggap adanya tanggal ini atau lebih tepatnya lagi, tanggal ini sama seperti tanggal lainnya. Tidak ada yang istimewa seperti tahun yang lalu. Rio juga agak berubah. Cowok itu tidak seperti dirinya yang dulu dan seperti kehilangan cahaya hidup. Apa itu semua karena ia?

            “Makasih untuk dua tahun ini.” Ucap Rio sambil meraih tangan Disty.

            Yang dirasakan Disty sekarang sangat berbeda dengan yang ia rasakan satu tahun lalu. Jika dulu jantungnya suka berdebar-debar akibat genggaman tangan Rio, namun sekarang sudah tidak lagi. Genggaman itu terasa biasa, bahkan tidak berarti lagi.

            “Iya.” Ucap Disty singkat. Pasalnya gadis itu bingung mau berkata apa lagi. Yang ada dipikirannya hanya satu. Yaitu mengucapkan selamat tinggal pada Rio.

            Keputusannya memang sudah bulat untuk memutuskan hubungan yang sudah tidak bisa bertahan lagi. Lagipula, Rio seperti tidak mau mempertahankan hubungan ini. Entahlah bagaimana reaksi Rio. Disty berharap malam ini berjalan lancar dan baik-baik saja.

            “Dis, I wanna tell you something. Something that you should to know.” Ucap Rio dengan suara yang pelan.

            Actually, I wanna tell you too something about this relationship.” Ucap Disty.

            Go ahead. You first.” Ucap Rio mengalah.

            Sebelum bicara, sebisa mungkin Disty bersikap tenang dan mengambil nafas dalam-dalam. Ayolah Dis, kau pasti bisa! Kenapa tiba-tiba hatinya jadi ragu untuk mengatakannya? Disty begitu sayang akan hubungannya dengan Rio yang sudah mencapai dua tahun. Disty ingat betul saat-saat dimana Rio menyatakan cinta dengan sangat romantisnya. Dua tahun yang lalu. Haruskah akan berakhir seperti ini?

            “Disty… Disty ingin hubungan kita berakhir sampai disini.” Ucap Disty dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

            Tampaknya Rio sudah menduganya. Hubungannya dengan Disty memang tidak bisa bertahan lama sejak Disty mengenal Harry. Harry. Cowok yang sangat beruntung, sementara ia? Entah mengapa Rio jadi enggan mengatakan sesuatu yang dibicarakannya tadi. Ia hanya ingin Disty. Ia hanya ingin terus mencintai Disty dan terus menjaga Disty. Dan ia ingin Disty selalu menjadikan namanya sebagai nomor satu di hati Disty.

            “Bukan. Bukan karena Harry. Hanya saja..” Ucap Disty.

            “Tidak! Aku tidak mau kita putus!” Ucap Rio dengan tegas.

            Ucapan Rio barusan menandakan bahwa Rio adalah seseorang yang egois. Disty tidak suka dengan gaya bicara Rio. Disty tau Rio tidak ingin hubungan ini putus. Tapi harus bagaimana lagi?

            “Kalau kau tidak mau hubungan kita putus, kenapa kau tidak mau memperjuangkan agar hubungan kita tetap bertahan? Kenapa kau seakan-akan membiarkan aku bahagia dengan Harry dan membiarkan aku semakin mengagumi cowok itu?” Tanya Disty dengan suara tinggi.

            “Tadi kau bilang bukan karena Harry.” Ucap Rio.

            “Aku tidak peduli. Yang jelas aku ingin hubungan kita berakhir. Tepat di anniversary kita yang kedua tahun.” Ucap Disty.

            Sebisa mungkin Rio menahan segala perasaan yang sedang dirasakannya sekarang. “Ku bilang tidak! Aku sangat mencintaimu Dis. Karena itu aku ingin melihat kau bahagia. Kalau aku larang kau bertemu Harry, pasti kau akan marah dan membenciku dan aku tidak mau hal itu terjadi. Aku sayang kamu Dis dan aku tidak mau kehilanganmu.” Ucapnya sambil menggenggam tangan Disty lebih erat.

            I know Yo, I know. Tapi.. Aku..” Ucap Disty.

            I know you love Harry. Harry is better than me. He has beautiful eyes, smile and dimples that melt your heart. I know I don’t have what Harry had. But please, love me who I am. I love you who you are and always will be it.” Ucap Rio.

            Sorry. But we should end it!” Ucap Disty sambil melepaskan genggaman tangan Rio dengan kasar.

            Tentu saja Rio kaget dengan apa yang Disty lakukan. Faktanya, Disty sudah tidak lagi mencintainya karena Disty mencintai Harry yang menurut Disty jauh lebih sempurna dibandingkan dirinya. Perasaan gadis itu sudah berubah dan gadis itu sudah tidak lagi mencintainya. Tidak lagi!

            “Aku kecewa denganmu. Aku kira janjimu itu benar-benar janji. Tapi hanyalah sebuah janji palsu. I feel so disappointed.” Ucap Rio.

            Disty menatap Rio dengan tatapan entahlah. “Karena itulah cari gadis yang lebih baik dariku. Jangan pilih gadis bodoh seperti diriku. Yang tidak pernah setia dengan apapun.” Ucapnya.

            “Tidak. Tidak ada satupun gadis di hatiku kecuali dirimu.” Ucap Rio.

            “Maaf Yo. Ini keputusan Disty. Rio harus menghormati keputusan Disty. Please..” Ucap Disty dengan suara merendah.

            Rio terdiam sambil memikirkan sesuatu. Kira-kira mana yang lebih sakit antara ia putus dengan Disty atau ketika ia menceritakan sebuah rahasia besar pada Disty? Kira-kira mana yang lebih sakit? Rio akui dirinya egois. Tapi ia sangat mencintai Disty lebih dari apapun dan tidak ingin kehilangan gadis itu.

            “Kalau kita memang harus putus, oke, aku terima. Tapi aku bersumpah suatu hari nanti kau akan menyesali perbuatanmu ini.” Ucap Rio.

            “Ya. Aku akan menyesali perbuatanku ini. Terimakasih untuk dua tahun ini. Selamat tinggal.” Ucap Disty lalu pergi meninggalkan Rio.

            Lega. Ia lega telah melakukan ini. Tapi Disty takut jika suatu hari nanti ia benar-benar menyesali perbuatannya. Who knows?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar