Part 9
.
Ashley tidak menduga dengan apa yang
dilihatnya, juga Liza! Malam itu Tristan tampak berbeda dari Tristan yang
biasanya. Penampilan Tristan cukup rapi dan rambut Tristan sudah tidak
awut-awutan. Tristan yang baru ini seperti…. Astaga! Tidak! Tidak mungkin!
Ashley teringat dengan Luke dan rasa kebingungannya dengan sosok bernama Luke.
Apakah sosok bernama Luke itu nyata?
“Kau tampak rapi. Mama senang dengan
penampilanmu seperti ini. Apa kamu sudah berani bercermin?” Tanya Liza
hati-hati.
Tristan melahap menu makan malam
yang sederhana itu sebelum menjawab pertanyaan Liza. “Tidak juga. Tapi Tristan
sudah tidak takut lagi melihat cermin. Ternyata Tristan cukup tampan juga, dan
manis.” Jawabnya.
Jika saja Ashley tidak tau apa-apa
tentang Luke, mungkin saat itu juga ia tertawa terbahak-bahak. Tentu saja
Ashley merasa heran dengan perubahan sikap kakaknya. Jangan-jangan… Ashley
sadar ia mendadak meninggalkan rumah dan tidak mengunci kamarnya. Kemungkinan
besar Tristan yang ada di rumah memasuki kamarnya dan menemukan foto Luke
disana. Tapi Tristan kelihatan baik-baik saja kok.
Sementara itu Liza tersenyum
mendengar jawaban Tristan. “Kamu memang menawan. Wajahmu mirip Ayah. Sama-sama
tampan dan manis.” Ucapnya.
“Kalau boleh tau, mengapa kak Tris
sudah berani menatap cermin? Bukannya sama saja kak Tris melihat kak Luke
disana?” Tanya Ashley tanpa memikirkan resiko akan pertanyaannya itu.
Baik Tristan maupun Liza langsung
menatap Ashley. Sepertinya Liza kurang suka dengan pertanyaan Ashley yang
tentunya dapat menyakiti Tristan. Ya. Selama ini Tristan memang tidak berani
menatap dirinya di cermin karena takut ia melihat Luke disana dan Tristan
menjadi sedih.
“Ashley, jaga bicaramu!” Ucap Liza
setengah membentak.
“Luke..” Gumam Tristan.
Giliran Liza dan Ashley yang menatap
Tristan dengan heran. Tristan sudah berani mengucapkan nama yang dianggap haram
diucapkan oleh Tristan. Ashley yakin sekali Tristan memang benar-benar masuk ke
dalam kamarnya dan menemukan foto-foto disana. Foto-foto jika dilihat secara
teliti memiliki banyak kemiripan dengan Tristan.
“Luke.. Dia masih hidup..” Ucap
Tristan.
***
Tami mengajak Luke menuju rumahnya
yang letaknya cukup jauh dari keramaian kota. Untunglah mobil mereka tidak
ketahuan dan tidak ada yang bisa mengikuti mereka. Sopir pribadi Tami memang
cukup cerdik dalam menipu wartawan tadi. Luke yang asli mengantuk sempat
tertidur di samping Tami. Tentu Tami merasa beruntung bisa dekat dengan Luke,
si bintang baru yang banyak digemari oleh para gadis. Tetapi Tami tahu diri.
Dia hanyalah asisten manager Luke dan Tami sudah berjanji untuk tidak akan
jatuh cinta pada Luke sekalipun ia ingin.
Setelah tiba di rumah, saat itulah
Luke terbangun dan sempat mendapatkan mimpi aneh. Luke bermimpi tentang anak
kembar yang ia lihat di acara TV itu. Anak kembar yang sedang bermain bersama
dalam kebahagiaan. Entahlah apa maksud dari mimpinya itu yang jelas Luke merasa
mimpinya cukup aneh dan sedikit misterius.
“Rumahmu bagus juga. Aku bakal betah
tinggal disini.” Ucap Luke.
Tami tersenyum mendengar pujian Luke
dan mengajak Luke masuk ke dalam. Kebetulan disana ada orangtuanya dan adik
perempuannya yang memang tergila-gila dengan Luke. Untunglah adiknya itu sudah
tidur dan Tami bisa menjadi tenang.
“Kami turut berduka cita atas
meninggalnya Sara. Semoga Sara diterima di sisi Tuhan.” Ucap Ibu Tami.
Keduanya pun memutuskan untuk pergi
ke balkon kamar Tami dan disana Luke bisa merasakan kesejukan yang luar biasa
walau tempat ini jauh dari pantai. Tami bersyukur Luke senang berada di
rumahnya ini.
“Kau tidak sedih?” Tanya Tami.
Mendengar suara Tami, Luke tersadar.
“Sedih? Apa aku harus menangisi seseorang yang bukan menjadi ibu kandungku dan
tidak bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuatnya?” Tanyanya.
Luke masih sama. Luke yang keras
kepala. Luke yang tidak mau mengerti perasaan orang lain. Luke yang hatinya
begitu keras. Tami pikir Luke bisa mengertikan Sara dan merasa sedih dengan
meninggalnya Sara. Bagaimanapun juga, meski Sara bukanlah Ibu kandung Luke
tetapi Sara mau membiayai hidup Luke hingga Luke bisa menjadi orang yang sukses
sampai detik ini.
“Tapi Sara sudah membiayai hidupmu
dan membuatmu mencintai musik. Seharusnya kau berhutang budi padanya. Dasar
keras kepala!” Ucap Tami sedikit kesal.
“Memang itu kewajibannya.” Ucap
Luke.
Tami menjadi kesal dengan Luke dan
merasa selalu kalah dengan Luke. Bagi Tami, Luke itu adalah orang teraneh yang
pernah ia temui sekaligus cowok tertampan yang pernah ia temui dan sangat
berbakat. Diam-diam Tami merupakan salah satu fans gila Luke dan di
handphone-nya ia sudah banyak menyimpan foto Luke.
“Coba ceritakan apa yang kau dengar
dari percakapan Sara.” Ucap Tami.
Awalnya Luke enggan menceritakan
pada Sara. Takut nantinya jika Sara membongkar aibnya dan menyebarkannya
melalui internet dan semua orang akan tau siapa dia. Luke, yang jelas-jelas
bukan anak dari Sara melainkan adalah bocah berusia lima tahun yang terlantar.
“Namaku bukan Luke Flemmings. Flemmings
bukanlah nama belakangku tetapi kata Sara nama asliku memang Luke. Entah Luke
siapa. Dan ternyata aku bukan berasal dari sini. Aku bukan warga Amerika.” Ucap
Luke.
“Ohya? Terus asalmu darimana?” Tanya
Tami.
Luke tidak menjawab pertanyaan Tami.
Dia malah melanjutkan ceritanya. “Saat itu Sara ingin sekali memiliki anak
tetapi dia tidak akan bisa memiliki anak karena rahimnya sudah diangkat. Karena
itulah dia menyuruh suruhannya untuk mencari bocah apa saja yang bisa
dijadikannya sebagai anak angkatnya. Dan ternyata Sara memilihku.
Intinya, aku itu bagaikan seorang
anak yang dibuang dan tidak pernah dianggap. Bahkan ketika Sara mengadopsiku
dia sama sekali tidak menunjukkan rasa kasih sayangnya. Aku tidak perlu mencari
tahu siapa Ibuku. Tapi rasanya… Aku harus mencari tahu siapa keluargaku dan
bagaimana latar belakangku.”
“Kau benar-benar tidak ingat siapa
keluargamu?” Tanya Sara.
“Aku amnesia.” Jawab Luke.
Tami sedikit tertawa mendengar
jawaban yang diberikan Luke. Ya, amnesia, lagu favoritnya. Ternyata selama ini
Luke berhasil mengalami amnesia. Seharusnya Luke merasa senang karena lagu yang
dibawakannya akhirnya terwujud juga.
“Akan ku hapus lagu itu!” Ucap Luke
kesal.
“Oke-oke. Aku hanya bercanda saja.
Tapi apakah kau sama sekali tidak mengingat masa lalumu? Atau apakah kau tau
dimana Sara menemukanmu?” Tanya Tami.
Luke tidak langsung menjawab. “Aku
tidak tau bagaimana Sara bisa menemukanku. Aku tidak bisa mengingat masa
laluku.” Jawabnya.
Entah mengapa Tami menjadi gemas.
“Bodoh sekali aku menyukai lagu Amnesia karena jelas-jelas aku sangat membenci
orang yang terkena amnesia.” Ucapnya.
“Amnesia itu hanya ibaratnya saja,
bukan hilang ingatan secara permanen! Di lagu itu hanya ingin bisa move on dan
melupakan semua yang sudah terjadi bersama seseorang yang dicintainya. Siapapun
pasti tidak menginginkan amnesia, bahkan aku juga sangat tidak ingin mengalami
amnesia dan ingin mengembalikan ingatanku.” Ucap Luke.
“Lantas, apa rencanamu?” Tanya Tami.
***
Pagi-pagi sekali Ashley sudah siap
dengan seragam sekolahnya. Entah mengapa pagi itu dia begitu semangat. Namun
ada satu pikirannya yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Yaitu perkataan
Tristan yang mengatakan bahwa Luke masih hidup. Tiba-tiba bulu kuduk Ashley
merinding. Tidak mungkin Luke yang Tristan maksud adalah Luke Flemmings, si
penyanyi terkenal itu. Tapi jika diperhatikan baik-baik, antara Tristan dan
Luke memang ada banyak kemiripan. Jika saja Tristan mau merubah penampilannya
dan memakai pakaian yang bagus dan rambutnya di buat gaya mirip seperti Luke.
Pasti Ashley tidak akan bisa membedakan antara Tristan dengan Luke.
Semalaman Liza juga kaget dengan
ucapan Tristan. Luke masih hidup? Menurutnya Luke sudah mati karena dilahap api
besar itu bersama sang Ayah. Mungkin Tristan waktu itu sedang tidak sadar
bicaranya jadi bicara yang aneh-aneh.
Tiba-tiba ada tangan yang
menyentuhnya. Otomatis Ashley menjadi kaget dan ternyata Tristan yang menyentuh
pundaknya. Sebisa mungkin Ashley tersenyum dan mengagumi penampilan baru kakaknya
itu yang sudah mulai rapi. Wajah Tristan pun semakin manis.
“Aku tidak yakin apakah Luke masih
hidup. Mungkin kemarin pikiranku sedang tidak baik. Tapi sekarang aku sudah
mengikhlaskan semuanya.” Ucap Tristan.
Ashley mengangguk-angguk mendengar ucapan
Tristan lalu pergi menuju sekolahnya. Setiba di sekolah tepatnya di kelas,
terjadi keributan dan Ashley menjadi penasaran. Khusunya Eleanor dan
kawan-kawan. Sepertinya mereka sedang memicarakan soal Luke.
“Ada apa?” Tanya Ashley pada Vee.
“Kau ini payah! Padahal kau fans
gilanya Luke dan kau tidak tau apa-apa tentangnya. Apa boleh ku panggil kau
fake fan?” Ucap Vee.
Tampaknya Ashley tidak menyukai
perkataan Vee. “Aku bukannya fake fan atau apa. Hanya saja aku kudet. Jadi
mengertilah diriku.” Ucapnya.
Vee menghela nafas panjang-panjang.
“Aku dapat info katanya Luke mau ngadain konser di Australia dan tujuan
utamanya yaitu Sydney.” Ucapnya.
Mendengar ucapan Vee yang sebelumnya
tidak pernah di duga Ashley, Ashley langsung melebarkan matanya dan detakan
jantungnya terasa tidak normal. Luke mau datang ke negaranya? Ia memang tinggal
di Sydney tetapi hanya tinggal di pinggiran Kota dan mustahil rasanya jika bisa
pergi ke pusat Kota yang ramai. Apalagi menonton konser Luke. Kalaupun bisa,
dimana ia mendapatkan tiketnya?
“Kok bisa Luke datang kemari secepat
ini?” Tanya Ashley.
Vee mengangkat bahu. “Aku juga tidak
tau. Padahal seharusnya jadwal konser Luke ada di Eropa, bukan di Australia.
Dan katanya Luke mau break untuk beberapa bulan dan tempat break-nya itu
disini, di Sydney. Entah apakah itu hanya gosip atau memang beneran.” Ucapnya.
Ashley terdiam dan mencoba
mencermati kata demi kata yang diucapkan Vee. Tidak ada salahnya memang Luke
datang kemari. Tapi mengapa rasanya seperti ada sebuah keganjilan? Ashley yakin
sekali ada Luke punya maksud lain selain konser. Entah itu apa. Tapi rasanya,
mau tidak mau Ashley harus menonton konser itu atau kalau bisa ia harus bertemu
Luke secara langsung.
Harus!
***
Sydney.
Luke sama sekali tidak pernah
berpikiran sampai disana. Jelas sudah Sara mengatakan bahwa ternyata ia berasal
dari Sydney, bukan Los Angeles. Sara menemukannya di Sydney dan langsung
membawanya menuju Los Angeles. Betapa jahatnya Sara menyembunyikan
kewarganegaraannya yang sebenarnya. Tapi Luke tidak merasa marah atau kesal
karena mendapati kenyataan bahwa ia adalah warga Australia. Itu bukan menjadi
masalah baginya. Yang jelas, setelah ia sukses mengadakan konser disana, baru
Luke mulai melakukan pencariannya. Atau mungkin disana nanti sedikit demi
sedikit ia bisa mengembalikan ingatannya.
Permintaannya untuk mengadakan
konser di Australia mendapat persetujuan dari manager-nya dan meng-cancel
jadwal konsernya di Eropa. Kalaupun Sony tidak mengizinkannya, mudah bagi Luke
untuk kabur. Setelah itu, Luke akan break dalam waktu yang cukup lama. Kalau
ini sih Sony tidak setuju, tetapi Luke tetap teguh pendirian dan Sony tidak
bisa berbuat apa-apa.
“Jika kau menemukan keluargamu, apa
yang akan kau lakukan?” Tanya Tami.
Luke tidak langsung menjawab.
“Entahlah.” Jawabnya.
“Pesanku, siapapun keluargamu, kau
tidak boleh marah pada mereka. Kalaupun mereka mengaku telah membuangmu, kau
jangan marah.” Ucap Tami.
“Itu tidak penting. Terpenting aku
harus mengembalikan ingatanku.” Ucap Luke.
“Memangnya sejak umur berapa sih kau
mengalami amnesia? Kalau Sara berbohong dan ternyata kau bukan warga Australia
bagaimana?” Tanya Tami.
Luke menatap Tami. “Menurutmu,
wajahku ini menandakan kalau aku berasal dari Negara mana?” Tanyanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar