Part 11
.
Waktu berjalan begitu cepat.
Menyisakan kenangan-kenangan yang indah. Tidak terasa Disty sudah naik ke kelas
sembilan dengan nilai yang memuaskan meski ada beberapa mata pelajaran yang
nilainya tidak memuaskan seperti Matematika. Michael juga naik ke kelas
sepuluh. Ukuran kelas yang sudah dianggap dewasa.
Hubungannya dengan Rio baik-baik
saja. Bagi Disty, Rio adalah tipe cowok yang pengertian dan setia. Memang Rio
pernah bergaul dengan teman ceweknya tetapi hanya sebatas teman saja dan Rio sering
meminta maaf padanya kalo dia digosipkan dekat dengan cewek lain. Disty bisa
mengertikan Rio. Di sekolah Rio anaknya terkenal dan banyak sekali yang
mengidolakannya.
Setelah James lulus, nama Rio
semakin disebut-sebut. Kakak teruta Disty sudah lulus dengan nilai yang
memuaskan. Yang Disty sedihkan, James tidak berkuliah di Inggris melainkan di
Amerika. Artinya ia dan James pasti akan jarang bertemu. Itu sudah menjadi
keputusan James. Tetapi James berjanji akan menyempatkan diri pulang ke Inggris.
“James pintar ya Dis bisa kuliah di
Amerika.” Ucap Donna. Ya. Mereka sekelas lagi.
“Tentu. Kakakku itu memang pintar.
Yaa walau rasanya sedih sih tidak bisa melihat James setiap hari tapi itu sudah
menjadi keputusannya.” Ucap Disty.
“Tenang Dis kan masih ada Rio.” Ucap
Miley sambil tertawa.
Rio. Disty selalu tersenyum jika
mengingat nama itu. Rio. Hubungan mereka sudah tujuh bulan dan Disty senang
tidak terjadi apa-apa diantara ia dan Rio. Disty juga hampir melupakan perasaan
anehnya ketika pertama kali bertatapan dengan Rio yang ia merasa sudah tidak
asing lagi dengan wajah Rio. Satu lagi. Sikap Ayahnya yang seperti tidak suka
akan hubungannya dengan Rio. Disty pernah curhat dengan Bella tetapi Bella
tidak bisa berbuat apa-apa. Pernah Disty ingin menanyakan hal ini pada Thomas
tetapi ia ragu.
“Hubungan kami semakin baik. Hanya
saja aku heran dengan sikap Ayah yang seakan-akan tidak menyukai aku pacaran
dengan Rio.” Ucap Disty.
“Aku kan sudah bilang Dis mungkin
itu hanya perasaanmu saja.” Ucap Donna.
Miley berpikir sesuatu. “Tapi aku
heran juga sih. Pasti ada sesuatu yang terjadi antara Ayahmu dengan Rio.”
Ucapnya.
“Tidak. Rio mengatakan kalau dia
sama sekali tidak punya masalah dengan Ayahku. Juga keluarganya.” Ucap Disty.
“Sudah ah tidak usah membahas hal
itu. Terpenting aku ingin memperbaiki nilaiku. Kemarin nilai-ku anjlok dan
Mamaku sempat marah.” Ucap Donna.
Tiba-tiba Disty teringat dengan
nilai matematika-nya yang amat menyedihkan. Disty memang lemah di pelajaran
matematika. Sudah hitung-hitungannya banyak, bikin kepala pusing, sakit perut
dan lain-lain. Mungkin yang jago matematika IQ-nya ribuan kali ya?
Sepulang sekolah, Disty tersenyum
senang melihat Rio. Namun sayang kali ini ia tidak bisa pulang dengan Rio
karena Rio ada urusan di sekolahnya dan selesainya sore nanti. Otomatis Disty
akan pulang sendiri karena Michael sudah duluan pulang. Semenjak James tidak di
sekolahnya, Michael suka bawa motor sendiri. Donna dan Miley juga sudah pulang.
“Maafkan aku ya Dis. Tapi aku benar-benar
sibuk hari ini. Seharusnya aku tadi mengirim-mu pesan jadi kau bisa pulang sama
Michael.” Ucap Rio dengan wajah yang bersalah.
Disty mencoba untuk menampilkan
senyumnya. “It’s okay. Disty bisa
pulang sendiri kok.” Ucapnya.
“Tidak meminta jemput Ayah atau Mama?” Tanya
Rio.
“Tidak. Kali ini Disty mau pulang
sendiri. Disty mau mandiri. Rio tenang aja. Disty akan baik-baik saja kok.”
Ucapnya meyakinkan Rio dan akhirnya Rio yakin dengan ucapan Disty walau
sejujur-jujurnya ia khawatir dengan Disty.
Setelah Rio kembali ke sekolah,
Disty melihat-lihat ke arah jalan raya. Disana masih ramai. Ada beberapa siswa
yang pulang naik angkutan umum. Haruskan ia naik angkutan umum juga? Tiba-tiba
senyumnya melebar tatkala melihat seorang cowok yang sudah tidak asing lagi.
Disty pun berlari menuju cowok itu.
“Luke!” Seru Disty.
Merasa dipanggil, Luke menoleh ke
belakang. “Disty? Belum pulang?” Tanyanya.
“Ya belumlah kan aku masih di
sekolah. Rio tidak bisa mengantarku pulang jadi aku pulang sendiri.” Jawab
Disty.
Luke menatap Disty heran.
“Seharusnya Rio memberitahumu sejak awal agar kau tidak pulang sendiri.”
Ucapnya.
“Ah sudahlah. Bagaimana kalau kita
pulang bersama? Atau gimana kalau kau ajak aku makan di pinggiran? Aku ingin
sekali seperti anak-anak yang lain yang hidupnya sederhana. Aku bosan makan di
restoran terus.” Ucap Disty.
Luke terdiam sesaat, lalu tersenyum.
“Oke.”
***
Luke memang berubah. Cowok itu sudah
tidak menyebalkan lagi dan lebih banyak tersenyum. Meski Luke masih tidak suka bergaul
atau bicara banyak, tetapi bagi Disty perubahan sikap Luke lumayan meningkat.
Rambutnya sih tetap sama seperti dulu dan entah kapan Luke akan merubahnya.
Luke sekarang masih sama seperti Luke yang dulu. Luke yang mempunyai poni
miring dan berambut pirang.
Tubuh Luke juga semakin tinggi dan
tingginya hampir menyamai James. Luke memang tinggi. Bahkan jika dibandingkan
dengan Rio, Luke lebih tinggi di banding Rio. Tapi Luke agak kurusan. Mungkin
karena cowok itu terlalu keras berpikir dan jarang memikirkan makanan, begitu
pikir Disty.
Di dalam angkutan umum ini, Disty
menikmati suasananya yang sangat berbeda. Ternyata seru juga. Tetapi Disty
merasakan sesuatu yang tidak enak. Kebanyakan penumpangnya adalah teman
sekolahnya dan seangkatannya yang mengenalnya. Mereka memandanginya dengan
tatapan heran sekaligus tatapan tidak ramah. Tentu saja mereka heran melihat
Disty pulang naik angkutan umum bersama Luke!
Mungkin mereka mengira Disty
selingkuh. Mereka mengira Disty bermain-main di belakang Rio dan hanya
memanfaatkan Rio. Ada satu gadis yang adalah teman kelasnya yang agak membenci
Disty. Namanya Henna. Sejak Disty dan Luke masuk ke dalam angkutan umum ini,
tak sekalipun Henna mengalihkan pandangan dari keduanya. Ditambah lagi sikap
Luke pada Disty yang memperlihatkan penuh pengertian dan perhatian. Luke lebih
memilih berdiri dan membiarkan Disty duduk. Juga seakan-akan Luke tengah
menjaga Disty agar Disty tidak diganggu oleh lainnya.
“Sstt.. Luke dan Disty…” Bisik Emma
di telinga Henna.
“Kenapa? Kau mengira Disty
selingkuh? Kalau iya, bitch banget
dia. Sudah bahagia punya pacar seganteng Rio malah selingkuh dengan cowok aneh
dan primitif seperti Luke.” Ucap Henna.
Sayangnya Luke bisa mendengar ucapan
Henna tetapi Luke memilih untuk diam. Kemudian Luke memencet bel pertanda dia
akan turun.
“Kita turun disini? Jaraknya masih
jauh lho.” Ucap Disty heran.
“Katanya mau mencoba menjadi gadis
biasa.” Ucap Luke dan dibalas senyum oleh Disty.
Tanpa Disty sadari, Luke tengah
menggenggam tangannya dan turun dari angkutan itu. Tentu saja Henna langsung
meraih ponselnya dan memofo setiap adegan itu dan akan ia laporkan pada Rio
sehingga Rio dan Disty bisa putus.
“Kau memang pintar dalam hal seperti
itu. Biar aku tebak. Kau ingin Rio putus dengan Disty kan?” Ucap Emma.
Sementara itu, Disty dan Luke
berlari menuju pinggir jalan. Disana wajah Disty terlihat ceria sekali. Selama
ini hidupnya begitu mewah. Pulang-Pergi selalu diantar dengan supir pribadi,
kalau malas makan makanan rumah selalu pergi ke restoran yang mewah. Coba
bayangkan jika hidupnya sederhana maybe seperti dulu? Ya. Disty rindu dengan
kehidupan lamanya yang sederhana. Ia tidak pernah naik mobil dan kalau sekolah
selalu diantar menggunakan motor.
“Luk, kau merasa ada yang aneh
tidak?” Tanya Disty.
Luke refleks melepas genggaman
tangannya. “Tidak. Memangnya ada apa?”
“Itu tatapan mereka. Mereka
menatapku dengan tidak suka. Padahal aku hanya pulang denganmu. Artinya aku
tidak selingkuh. Aku masih milik Rio dan hanya mencintai Rio.” Ucap Disty.
Luke terdiam. Ia benar-benar tidak
memikirkan akibat pulang bersama Disty. Gadis itu sudah mempunyai pacar dan
pacarnya bukan cowok biasa. Bagaimana jika Rio tau dan salah paham? Apa Rio dan
geng-nya akan mengeroyoknya hanya karena ia pulang bersama Disty? Sebenarnya
Luke merasa risih dengan tatapan mereka. Mereka seperti menyindirnya karena
cowok seperti dirinya bisa bersama Disty di saat Disty sudah bersama cowok yang
sangat-sangat berpengaruh di sekolah. Ia memang suka lepas diri jika bersama
Disty.
“Jadi kita makan? Tuh di dekat sana
ada penjual makanan.” Ucap Disty sambil menunjuk ke arah utara.
“Mungkin lain kali saja. Kita pulang
saja. Jaraknya sudah dekat kok.” Ucap Luke.
“Tapi aku lapar. Seenggaknya kita
memakan makanan ringan saja semisal burger atau roti apalah. Aku juga haus. Es
disana kelihatan segar.” Ucap Disty.
Benar juga. Sedari tadi Luke
berusaha menahan rasa hausnya dan ia juga lapar. Akhirnya Luke mengangguk
menuruti permintaan Disty. Keduanya pun berjalan ke tempat yang ditunjukkan
Disty. Sebuah tempat seperti penjual pedagang kaki lima yang ada di pinggiran
jalan tapi cukup ramai. Apalagi jika sore hari.
“Es-nya segar sekali.” Ucap Disty
saat menerima segelas plastis es berwarna oren yang berisi cream vanilla.
Luke memerhatikan gadis itu meminum
es orange itu dengan nikmat. Dan entah mengapa ia jadi enggan meminum
pesanannya tadi yang sama seperti Disty. Luke terus saja menatap wajah gadis
itu. Tiba-tiba dadanya menjadi sesak.
“Dis..” Ucap Luke dengan suara
pelan.
“Hmm..” Jawab Disty.
“Never
mind. Lupakan.” Ucap Luke lalu meminum es-nya.
Tidak lupa juga Disty membeli roti
goreng yang rasanya sedap. Dulu di rumahnya banyak sekali yang menjual roti
goreng dan Disty sangat menyukainya. Ya. Sudah setahun lebih ia berada di
London dan ia rindu Indonesia. Bagaimana Indonesia sekarang? Bagaimana keadaan
rumahnya dulu? Dan bagaimana kabar teman-teman lamanya? Dan Lintar….
Kenapa ia harus mengingat nama itu
lagi? Tapi jujur. Disty penasaran dengan Lintar dan hatinya masih tidak tenang
sebelum mendengar alasan Lintar yang tidak pernah membalas emailnya dan tidak
memberinya kabar. Haruskah ia pergi ke Indonesia hanya untuk bertemu Lintar?
Lantas bagaimana jika perasaannya pada Lintar yang sudah lenyap tumbuh lagi?
“Kau pernah jatuh cinta?” Tanya
Disty tiba-tiba. Mereka sedang dalam perjalanan pulang.
Luke sedikit kaget mendengar
pertanyaan Disty. “Pernah. Tapi hanya sebatas suka. Tidak lebih.” Jawabnya.
Disty tersenyum. “Ku kira kau cowok
yang tidak normal. Ternyata dugaanku salah.” Ucapnya.
Setelah tiba di rumah, Disty memaksa
Luke masuk ke dalam rumahnya dan Luke tidak bisa menolak. Kebetulan di teras
ada Michael yang sedang bermain gitar. Tumben, batin Disty. Michael yang
melihat kedatangan Disty bersama Luke tampak kaget. Seharusnya Disty pulang
bersama Rio, bukan Luke.
“Kenapa kau pulang dengan Luke? Rio
mana?” Tanya Michael.
Disty duduk di samping Michael
diikuti Luke. “Rio lagi ada urusan di sekolah jadi Disty pulang sama Luke.”
Jawabnya.
“Urusan? Jangan-jangan dia pacaran
lagi di belakang dengan cewek lain.” Ucap Michael.
Langsung saja Disty menatap tajam
wajah kakaknya. Michael kenapa sih mengucapkan kalimat yang jelek? Atau Michael
hanya menggodanya saja?
“Sorry-sorry.
Just kidding.” Ucap Michael dan jarinya melambangkan huruf ‘V’.
“Tumben main gitar di teras. Di
lihat Luke tuh.” Ucap Disty.
“Memangnya kenapa?” Tanya Michael.
“Ya udah Disty masuk dulu ya. Ohya
Luk makasih ya udah temani aku pulang. Nice
trip.” Ucap Disty lalu masuk ke dalam.
Setelah masuk ke dalam, Michael
menatap Luke. “Kau rindu dengan rumah ini? Aku yakin sekali Disty sudah tidak
menganggapmu sebagai anak yang menyebalkan. Lihat. Dia mau berjalan denganmu.”
Tiba-tiba Michael seperti teringat sesuatu. “Lalu kalian dilihat oleh banyak
orang? Bagaimana jika fans fanatik Rio yang melihat kalian pulang berdua? Wah
sebentar lagi kau dalam masalah besar. Rio sangat mencintai Disty dan dia tidak
ingin kehilangan Disty sekaligus tidak suka jika Disty berdekatan dengan cowok
lain. Ku lihat sejak dulu Rio tidak suka denganmu. Memangnya kalian punya
masalah ya?”
Butuh waktu lama untuk memahami
ucapan Michael. “Aku tidak pernah punya masalah dengan Rio. Mungkin begitulah
sifatnya. Sama seperti yang lain, yang selalu tidak suka denganku karena aku
sombong, sok pintar atau apalah.” Ucap Luke.
“Tapi dia seperti takut kalau kau
merebut Disty darinya.” Ucap Michael.
“Sekali lagi ya Mike, aku tidak
menyukai Disty. Maksudku bukan membenci Disty. Aku suka Disty sebagai teman dan
Disty sudah ku anggap sebagai adikku sendiri.” Ucap Luke.
***
“Mama prihatin dengan nilai
matematika-mu.” Ucap Bella.
Keluarga Clifford sedang makan malam
bersama. Kali ini mereka makan malam tanpa James karena James sudah terbang ke
Amerika. Mendengar ucapan Bella, Disty menghentikan makannya.
“Terus Mama mau menyuruh Disty
mengikuti kelas tambahan matematika? Kalau begitu Disty tidak mau. Disty pusing
disuruh belajar terus.” Ucap Disty.
“Aku tau!” Seru Michael tiba-tiba
yang membuat seluruh mata memandang ke arahnya.
“Tau apa?” Tanya Disty tidak
mengerti.
“Aku tau siapa yang bisa membuatmu
jatuh cinta dengan matematika.” Jawab Michael sambil tersenyum.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar