expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 04 Juli 2015

Like Rain of Hearts ( Part 11 )



Part 11

.

            Waktu berjalan begitu cepat. Menyisakan kenangan-kenangan yang indah. Tidak terasa Disty sudah naik ke kelas sembilan dengan nilai yang memuaskan meski ada beberapa mata pelajaran yang nilainya tidak memuaskan seperti Matematika. Michael juga naik ke kelas sepuluh. Ukuran kelas yang sudah dianggap dewasa.

            Hubungannya dengan Rio baik-baik saja. Bagi Disty, Rio adalah tipe cowok yang pengertian dan setia. Memang Rio pernah bergaul dengan teman ceweknya tetapi hanya sebatas teman saja dan Rio sering meminta maaf padanya kalo dia digosipkan dekat dengan cewek lain. Disty bisa mengertikan Rio. Di sekolah Rio anaknya terkenal dan banyak sekali yang mengidolakannya.

            Setelah James lulus, nama Rio semakin disebut-sebut. Kakak teruta Disty sudah lulus dengan nilai yang memuaskan. Yang Disty sedihkan, James tidak berkuliah di Inggris melainkan di Amerika. Artinya ia dan James pasti akan jarang bertemu. Itu sudah menjadi keputusan James. Tetapi James berjanji akan menyempatkan diri pulang ke Inggris.

            “James pintar ya Dis bisa kuliah di Amerika.” Ucap Donna. Ya. Mereka sekelas lagi.

            “Tentu. Kakakku itu memang pintar. Yaa walau rasanya sedih sih tidak bisa melihat James setiap hari tapi itu sudah menjadi keputusannya.” Ucap Disty.

            “Tenang Dis kan masih ada Rio.” Ucap Miley sambil tertawa.

            Rio. Disty selalu tersenyum jika mengingat nama itu. Rio. Hubungan mereka sudah tujuh bulan dan Disty senang tidak terjadi apa-apa diantara ia dan Rio. Disty juga hampir melupakan perasaan anehnya ketika pertama kali bertatapan dengan Rio yang ia merasa sudah tidak asing lagi dengan wajah Rio. Satu lagi. Sikap Ayahnya yang seperti tidak suka akan hubungannya dengan Rio. Disty pernah curhat dengan Bella tetapi Bella tidak bisa berbuat apa-apa. Pernah Disty ingin menanyakan hal ini pada Thomas tetapi ia ragu.

            “Hubungan kami semakin baik. Hanya saja aku heran dengan sikap Ayah yang seakan-akan tidak menyukai aku pacaran dengan Rio.” Ucap Disty.

            “Aku kan sudah bilang Dis mungkin itu hanya perasaanmu saja.” Ucap Donna.

            Miley berpikir sesuatu. “Tapi aku heran juga sih. Pasti ada sesuatu yang terjadi antara Ayahmu dengan Rio.” Ucapnya.

            “Tidak. Rio mengatakan kalau dia sama sekali tidak punya masalah dengan Ayahku. Juga keluarganya.” Ucap Disty.

            “Sudah ah tidak usah membahas hal itu. Terpenting aku ingin memperbaiki nilaiku. Kemarin nilai-ku anjlok dan Mamaku sempat marah.” Ucap Donna.

            Tiba-tiba Disty teringat dengan nilai matematika-nya yang amat menyedihkan. Disty memang lemah di pelajaran matematika. Sudah hitung-hitungannya banyak, bikin kepala pusing, sakit perut dan lain-lain. Mungkin yang jago matematika IQ-nya ribuan kali ya?

            Sepulang sekolah, Disty tersenyum senang melihat Rio. Namun sayang kali ini ia tidak bisa pulang dengan Rio karena Rio ada urusan di sekolahnya dan selesainya sore nanti. Otomatis Disty akan pulang sendiri karena Michael sudah duluan pulang. Semenjak James tidak di sekolahnya, Michael suka bawa motor sendiri. Donna dan Miley juga sudah pulang.

            “Maafkan aku ya Dis. Tapi aku benar-benar sibuk hari ini. Seharusnya aku tadi mengirim-mu pesan jadi kau bisa pulang sama Michael.” Ucap Rio dengan wajah yang bersalah.

            Disty mencoba untuk menampilkan senyumnya. “It’s okay. Disty bisa pulang sendiri kok.” Ucapnya.

             “Tidak meminta jemput Ayah atau Mama?” Tanya Rio.

            “Tidak. Kali ini Disty mau pulang sendiri. Disty mau mandiri. Rio tenang aja. Disty akan baik-baik saja kok.” Ucapnya meyakinkan Rio dan akhirnya Rio yakin dengan ucapan Disty walau sejujur-jujurnya ia khawatir dengan Disty.

            Setelah Rio kembali ke sekolah, Disty melihat-lihat ke arah jalan raya. Disana masih ramai. Ada beberapa siswa yang pulang naik angkutan umum. Haruskan ia naik angkutan umum juga? Tiba-tiba senyumnya melebar tatkala melihat seorang cowok yang sudah tidak asing lagi. Disty pun berlari menuju cowok itu.

            “Luke!” Seru Disty.

            Merasa dipanggil, Luke menoleh ke belakang. “Disty? Belum pulang?” Tanyanya.

            “Ya belumlah kan aku masih di sekolah. Rio tidak bisa mengantarku pulang jadi aku pulang sendiri.” Jawab Disty.

            Luke menatap Disty heran. “Seharusnya Rio memberitahumu sejak awal agar kau tidak pulang sendiri.” Ucapnya.

            “Ah sudahlah. Bagaimana kalau kita pulang bersama? Atau gimana kalau kau ajak aku makan di pinggiran? Aku ingin sekali seperti anak-anak yang lain yang hidupnya sederhana. Aku bosan makan di restoran terus.” Ucap Disty.

            Luke terdiam sesaat, lalu tersenyum. “Oke.”

***

            Luke memang berubah. Cowok itu sudah tidak menyebalkan lagi dan lebih banyak tersenyum. Meski Luke masih tidak suka bergaul atau bicara banyak, tetapi bagi Disty perubahan sikap Luke lumayan meningkat. Rambutnya sih tetap sama seperti dulu dan entah kapan Luke akan merubahnya. Luke sekarang masih sama seperti Luke yang dulu. Luke yang mempunyai poni miring dan berambut pirang.

            Tubuh Luke juga semakin tinggi dan tingginya hampir menyamai James. Luke memang tinggi. Bahkan jika dibandingkan dengan Rio, Luke lebih tinggi di banding Rio. Tapi Luke agak kurusan. Mungkin karena cowok itu terlalu keras berpikir dan jarang memikirkan makanan, begitu pikir Disty.

            Di dalam angkutan umum ini, Disty menikmati suasananya yang sangat berbeda. Ternyata seru juga. Tetapi Disty merasakan sesuatu yang tidak enak. Kebanyakan penumpangnya adalah teman sekolahnya dan seangkatannya yang mengenalnya. Mereka memandanginya dengan tatapan heran sekaligus tatapan tidak ramah. Tentu saja mereka heran melihat Disty pulang naik angkutan umum bersama Luke!

            Mungkin mereka mengira Disty selingkuh. Mereka mengira Disty bermain-main di belakang Rio dan hanya memanfaatkan Rio. Ada satu gadis yang adalah teman kelasnya yang agak membenci Disty. Namanya Henna. Sejak Disty dan Luke masuk ke dalam angkutan umum ini, tak sekalipun Henna mengalihkan pandangan dari keduanya. Ditambah lagi sikap Luke pada Disty yang memperlihatkan penuh pengertian dan perhatian. Luke lebih memilih berdiri dan membiarkan Disty duduk. Juga seakan-akan Luke tengah menjaga Disty agar Disty tidak diganggu oleh lainnya.

            “Sstt.. Luke dan Disty…” Bisik Emma di telinga Henna.

            “Kenapa? Kau mengira Disty selingkuh? Kalau iya, bitch banget dia. Sudah bahagia punya pacar seganteng Rio malah selingkuh dengan cowok aneh dan primitif seperti Luke.” Ucap Henna.

            Sayangnya Luke bisa mendengar ucapan Henna tetapi Luke memilih untuk diam. Kemudian Luke memencet bel pertanda dia akan turun.

            “Kita turun disini? Jaraknya masih jauh lho.” Ucap Disty heran.

            “Katanya mau mencoba menjadi gadis biasa.” Ucap Luke dan dibalas senyum oleh Disty.

            Tanpa Disty sadari, Luke tengah menggenggam tangannya dan turun dari angkutan itu. Tentu saja Henna langsung meraih ponselnya dan memofo setiap adegan itu dan akan ia laporkan pada Rio sehingga Rio dan Disty bisa putus.

            “Kau memang pintar dalam hal seperti itu. Biar aku tebak. Kau ingin Rio putus dengan Disty kan?” Ucap Emma.

            Sementara itu, Disty dan Luke berlari menuju pinggir jalan. Disana wajah Disty terlihat ceria sekali. Selama ini hidupnya begitu mewah. Pulang-Pergi selalu diantar dengan supir pribadi, kalau malas makan makanan rumah selalu pergi ke restoran yang mewah. Coba bayangkan jika hidupnya sederhana maybe seperti dulu? Ya. Disty rindu dengan kehidupan lamanya yang sederhana. Ia tidak pernah naik mobil dan kalau sekolah selalu diantar menggunakan motor.

            “Luk, kau merasa ada yang aneh tidak?” Tanya Disty.

            Luke refleks melepas genggaman tangannya. “Tidak. Memangnya ada apa?”

            “Itu tatapan mereka. Mereka menatapku dengan tidak suka. Padahal aku hanya pulang denganmu. Artinya aku tidak selingkuh. Aku masih milik Rio dan hanya mencintai Rio.” Ucap Disty.

            Luke terdiam. Ia benar-benar tidak memikirkan akibat pulang bersama Disty. Gadis itu sudah mempunyai pacar dan pacarnya bukan cowok biasa. Bagaimana jika Rio tau dan salah paham? Apa Rio dan geng-nya akan mengeroyoknya hanya karena ia pulang bersama Disty? Sebenarnya Luke merasa risih dengan tatapan mereka. Mereka seperti menyindirnya karena cowok seperti dirinya bisa bersama Disty di saat Disty sudah bersama cowok yang sangat-sangat berpengaruh di sekolah. Ia memang suka lepas diri jika bersama Disty.

            “Jadi kita makan? Tuh di dekat sana ada penjual makanan.” Ucap Disty sambil menunjuk ke arah utara.

            “Mungkin lain kali saja. Kita pulang saja. Jaraknya sudah dekat kok.” Ucap Luke.

            “Tapi aku lapar. Seenggaknya kita memakan makanan ringan saja semisal burger atau roti apalah. Aku juga haus. Es disana kelihatan segar.” Ucap Disty.

            Benar juga. Sedari tadi Luke berusaha menahan rasa hausnya dan ia juga lapar. Akhirnya Luke mengangguk menuruti permintaan Disty. Keduanya pun berjalan ke tempat yang ditunjukkan Disty. Sebuah tempat seperti penjual pedagang kaki lima yang ada di pinggiran jalan tapi cukup ramai. Apalagi jika sore hari.

            “Es-nya segar sekali.” Ucap Disty saat menerima segelas plastis es berwarna oren yang berisi cream vanilla.

            Luke memerhatikan gadis itu meminum es orange itu dengan nikmat. Dan entah mengapa ia jadi enggan meminum pesanannya tadi yang sama seperti Disty. Luke terus saja menatap wajah gadis itu. Tiba-tiba dadanya menjadi sesak.

            “Dis..” Ucap Luke dengan suara pelan.

            “Hmm..” Jawab Disty.

            Never mind. Lupakan.” Ucap Luke lalu meminum es-nya.

            Tidak lupa juga Disty membeli roti goreng yang rasanya sedap. Dulu di rumahnya banyak sekali yang menjual roti goreng dan Disty sangat menyukainya. Ya. Sudah setahun lebih ia berada di London dan ia rindu Indonesia. Bagaimana Indonesia sekarang? Bagaimana keadaan rumahnya dulu? Dan bagaimana kabar teman-teman lamanya? Dan Lintar….

            Kenapa ia harus mengingat nama itu lagi? Tapi jujur. Disty penasaran dengan Lintar dan hatinya masih tidak tenang sebelum mendengar alasan Lintar yang tidak pernah membalas emailnya dan tidak memberinya kabar. Haruskah ia pergi ke Indonesia hanya untuk bertemu Lintar? Lantas bagaimana jika perasaannya pada Lintar yang sudah lenyap tumbuh lagi?

            “Kau pernah jatuh cinta?” Tanya Disty tiba-tiba. Mereka sedang dalam perjalanan pulang.

            Luke sedikit kaget mendengar pertanyaan Disty. “Pernah. Tapi hanya sebatas suka. Tidak lebih.” Jawabnya.

            Disty tersenyum. “Ku kira kau cowok yang tidak normal. Ternyata dugaanku salah.” Ucapnya.

            Setelah tiba di rumah, Disty memaksa Luke masuk ke dalam rumahnya dan Luke tidak bisa menolak. Kebetulan di teras ada Michael yang sedang bermain gitar. Tumben, batin Disty. Michael yang melihat kedatangan Disty bersama Luke tampak kaget. Seharusnya Disty pulang bersama Rio, bukan Luke.

            “Kenapa kau pulang dengan Luke? Rio mana?” Tanya Michael.

            Disty duduk di samping Michael diikuti Luke. “Rio lagi ada urusan di sekolah jadi Disty pulang sama Luke.” Jawabnya.

            “Urusan? Jangan-jangan dia pacaran lagi di belakang dengan cewek lain.” Ucap Michael.

            Langsung saja Disty menatap tajam wajah kakaknya. Michael kenapa sih mengucapkan kalimat yang jelek? Atau Michael hanya menggodanya saja?

            Sorry-sorry. Just kidding.” Ucap Michael dan jarinya melambangkan huruf ‘V’.

            “Tumben main gitar di teras. Di lihat Luke tuh.” Ucap Disty.

            “Memangnya kenapa?” Tanya Michael.

            “Ya udah Disty masuk dulu ya. Ohya Luk makasih ya udah temani aku pulang. Nice trip.” Ucap Disty lalu masuk ke dalam.

            Setelah masuk ke dalam, Michael menatap Luke. “Kau rindu dengan rumah ini? Aku yakin sekali Disty sudah tidak menganggapmu sebagai anak yang menyebalkan. Lihat. Dia mau berjalan denganmu.” Tiba-tiba Michael seperti teringat sesuatu. “Lalu kalian dilihat oleh banyak orang? Bagaimana jika fans fanatik Rio yang melihat kalian pulang berdua? Wah sebentar lagi kau dalam masalah besar. Rio sangat mencintai Disty dan dia tidak ingin kehilangan Disty sekaligus tidak suka jika Disty berdekatan dengan cowok lain. Ku lihat sejak dulu Rio tidak suka denganmu. Memangnya kalian punya masalah ya?”

            Butuh waktu lama untuk memahami ucapan Michael. “Aku tidak pernah punya masalah dengan Rio. Mungkin begitulah sifatnya. Sama seperti yang lain, yang selalu tidak suka denganku karena aku sombong, sok pintar atau apalah.” Ucap Luke.

            “Tapi dia seperti takut kalau kau merebut Disty darinya.” Ucap Michael.

            “Sekali lagi ya Mike, aku tidak menyukai Disty. Maksudku bukan membenci Disty. Aku suka Disty sebagai teman dan Disty sudah ku anggap sebagai adikku sendiri.” Ucap Luke.

***

            “Mama prihatin dengan nilai matematika-mu.” Ucap Bella.

            Keluarga Clifford sedang makan malam bersama. Kali ini mereka makan malam tanpa James karena James sudah terbang ke Amerika. Mendengar ucapan Bella, Disty menghentikan makannya.

            “Terus Mama mau menyuruh Disty mengikuti kelas tambahan matematika? Kalau begitu Disty tidak mau. Disty pusing disuruh belajar terus.” Ucap Disty.

            “Aku tau!” Seru Michael tiba-tiba yang membuat seluruh mata memandang ke arahnya.

            “Tau apa?” Tanya Disty tidak mengerti.

            “Aku tau siapa yang bisa membuatmu jatuh cinta dengan matematika.” Jawab Michael sambil tersenyum.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar