Epilog
.
“Ayo
kejar aku!” Seru Tristan.
Luke
yang sepertinya sudah tidak sanggup lagi mengejar Tristan akhirnya memilih
untuk masuk ke dalam rumah untuk mengambil air putih karena Luke kehausan.
Baginya, Luke sangat payah dibanding Tristan. Berlari sedikit saja sudah merasa
lelah seperti ini sedangkan Tristan walau berlari sampai berjam-jam lamanya
hanya merasa sedikit lelah, dan terkadang Luke suka iri dengan Tristan. Namun
walau begitu, Luke sangat menyayangi Tristan melebihi apapun.
Ia
dan Tristan adalah saudara kembar dan susah membedakan antara dirinya dengan
Tristan. Mungkin orang-orang bisa membedakan mereka melalui tinggi tubuh
mereka. Tristan lebih tinggi lima centi dibanding Luke. Mereka juga dijuluki
dengan sebutan menara kembar karena mereka memang kembar dan terlihat bagaikan
menara.
Setibanya
di dapur, Luke yang berniat mengambil segelas air putih tiba-tiba tidak sengaja
menyenggol lilin yang pada saat itu menyala terang. Hanya satu lilin. Satu
lilin tentu tidak akan membahayakannya. Namun walau lilin itu terlihat lemah,
sayangnya lilin itu jatuh di tempat yang berbahaya. Tepatnya di sebuah botol
besar yang berisi minyak tanah. Salah Liza yang menaruh botol itu sembarangan.
Tentu
saja Luke merasa kaget. Yang ia lihat hanyalah kobaran api yang semakin besar,
yang membuatnya ketakutan dan ingin menangis. Luke tidak tau dimana jalan
keluar dan bagaimana cara menyelamatkan diri. Semua itu terjadi secara
tiba-tiba dan tanpa di duganya.
“Tristan!
Tristan! Tristan!”
Percuma
Luke berteriak. Tristan tidak bisa mendengar teriakan dan tangisannya. Api
semakin besar dan Luke merasa nyawanya sebentar lagi akan berpisah dari
raganya. Luke meringkuk sambil menatap kobaran api yang sudah membuatnya panas
dan sulit bernafas. Asap api yang berwarna hitam itu juga membuat kulitnya
menjadi abu dan berkeringat.
Namun
Luke merasa belum siap untuk mati. Hidupnya masih panjang dan masa depan
menunggunya. Akhirnya Luke berdiri dan berpikir keras untuk menyelamatkan diri.
Satu-satunya
jalan keluar adalah jendela belakang yang jarang dibuka. Kata Liza, jendela itu
berbahaya dan di luar jendela itu ada sebuah jurang yang dalam. Rumah Luke
memang tidak strategis dan berbahaya. Jika ia keluar dari jendela itu, sama
saja membunuh dirinya sendiri. Tetapi entah apa yang membuat Luke nekat
memanjat menuju jendela itu dan keluar.
Untuk
sementara ini Luke berhasil menaiki jendela yang baginya mengerikan itu. Api
semakin besar dan ia harus segera keluar dari tempat ini. Memang sulit rasanya
namun jika Luke melakukannya dengan hati-hati, tentu ia akan selamat.
Namun
terkadang Tuhan memutuskan kehendak lain yang tidak sesuai dengan keinginan
manusia. Luke terpeleset di jendela itu dan terjatuh ke bawah. Hanya sakit yang
ia rasakan. Luke merasa tubuhnya seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum tajam dan
kepalanya sukses terbentur batu yang keras. Setelah itu Luke pingsan dan sudah
tidak ingat apa-apa lagi.
Dan
Luke tidak tau ada seorang laki-laki yang diam-diam membawanya. Laki-laki itu
terlihat bahagia.
“Aku
sudah menemukan bocah yang kau inginkan! Apa kau sudah puas, Sara?”
***
THE END!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar