expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 29 November 2013

Miracle of Rainbown ( Part 20 & 21 )

Part 20

.

.

.

“Agni..” Kata cewek itu.

Bukan. Bukan senyum sinis atau senyum meremehkan. Tapi senyum manis dan kebahagiaan. Kembali Agni merasakan masa lalunya. Berawal ia, Cakka, Oik bersahabat, lalu saat ia menyetujui janji Oik untuk meninggalkan Cakka. Agni merasakan ini cuman mimpi. Tidak mungkin masa lalu itu kembali hadir di masa ini.

“Ag..” Kata Oik.

Tanpa ada rasa malu, ragu, takut atau apa, Agni udah duduk disamping Cakka. Tangan Cakka merangkulnya. Agni merasakan kehangatan yang luar biasa. Ah, masa lalu. Tak ku sangka hadir di hari ini. Agni ingin hari ini nggak akan pernah berakhir.

“Mulai sekarang, kita bertiga adalah sahabat.” Kata Cakka. Ia mempererat rangkulannya pada Agni dan Oik.

Agni menatap Cakka sedikit heran. “Tapi Kka, Oik..”

“Jangan mempermasalahkan hal itu. Gue dan Cakka adalah adik kakak.” Kata Oik mulai membuka suara.

Tentu Agni kaget dan nggak percaya apa yang dikatakan Oik. Cakka lalu menjelaskan dari A sampai Z dan Agni mengerti. Ia mengerti sekarang. Ia mengerti saat ia pernah melihat bola mata Oik yang berkaca-kaca. Oh Oik, aku yakin kamu pasti mendapatkan pangeran yang mencintaimu apa adanya.

“Kenapa kalian nggak jadian aja?” Tanya Oik semangat.

Mendadak pipi Agni memerah. Sementara Cakka hanya tersenyum. Ia belum siap menjadi pacar Agni walau sesungguhnya ia sangat mencintai Agni. Terlebih dahulu, Cakka ingin menghabiskan masa-masanya bersama Agni dan Oik. Dua cewek yang sangat ia sayangi.

“Gue jadi terbayang masa lalu gue yang begitu indah.” Gumam Cakka.

“Ya. Masa lalu yang indah.” Tambah Agni.

Ketiganya memandangi langit senja yang warnanya mulai gelap. Tentu sang pelangi itu udah hilang karena waktu. Bila ada harapan yang dapat terkabulkan, mereka ingin pelangi itu selalu menghiasi bumi setiap hari, setiap saat.

Dan selamanya.

***

Masalah Cakka kini sudah padam. Tinggal masalah Rio dan Gabriel. Ulangan semester genap tinggal sebentar lagi. Di kelas 2IPA-1, Rio terlihat sibuk membolak-balikkan bukunya. Masalah Gabriel ia lupakan untuk sementara. Tetapi tidak hari ini. Karena ada sebuah suara yang mengagetkannya.

“Cowok sempurna.” Kata cowok itu pelan. Tanpa ekspresi marah atau tidak suka.

“Lo..” Tunjuk Rio ke arah cowok yang melihatnya tanpa ekspresi.

“Kita butuh bicara. Sore ini, lo temui gue di tempat semula.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, Gabriel berlalu begitu saja. Tempat semula yang diucapkan Gabriel tadi Rio pahami. Cuman ada rasa kejanggalan di kalimat Gabriel. Ada apa Gabriel mengajaknya?

“Hei! Gosip mengatakan, lo udah putus ya sama Shilla?” Tanya Dayat tiba-tiba.

Rio sedikit kaget. “Ng.. Sebenarnya gue nggak pernah pacaran sama Shilla.” Jawab Rio.

“Terus, kenapa kalian seperti sepasang kekasih? Lalu, kenapa Gabriel begitu membenci lo saat lo bersama Shilla?”

Keinginan Shilla yang sulit ia hindari. Coba tidak ada foto sialan itu. Tapi Rio bersyukur mengingat Shilla sekarang bukanlah Shilla yang dulu. Shilla sekarang adalah cewek yang baik dan ramah.

“Kenapa nggak jawab?” Tanya Dayat menyadarkan Rio.

“Itu.. Sudahlah. Sebaiknya lo makan tuh semua pelajar agar nilai lo meningkat. Lo kan pengin jadi juara umum.” Jawab Rio lalu kembali pada bukunya.

Namun, Rio nggak bisa tenang seperti tadi. Ucapan Gabriel tadi membuatnya penasaran, dan otaknya nggak bisa menerima informasi dengan baik. Rio yakin, sia-sia ia sekolah hari ini. Yel, mau lo apa sih? Kalo lo mau nembak Shilla, tembak aja dia. Tapi, kalo lo masih dendam ama gue, gue pasrah aja. Gue rela kok nyawa gue nggak sampe delapan jam!

***

Sivia merasakan perubahan besar pada diri Alvin. Apa itu? Entahlah, ia sendiri tidak tau. Tapi ia merasakan Alvin jarang menemuinya. Berkirim pesan pun jarang. Sivia takut, Alvin tidak mencintainya lagi. Sivia takut jika Alvin menyatakan putus dan ia nangis darah sampe hasil ulangan semesternya hancur karena Alvin.

Sebegitu dahsyatnya cinta! Jam kelima dan enam, Sivia nggak konsen ke pelajaran. Pikirannya hanya pada Alvin.

“Lo kenapa Vi?” Tanya Ify melihat Sivia yang lain dari biasanya.

“Mmm, Alvin.” Jawab Sivia.

Ify mengerutkan dahi. “Kak Alvin kenapa? Dia baik-baik aja kan?”

Ingat Alvin, Ify teringat Rio. Tiga kali ia bertemu lelaki impiannya itu. Pertama, saat di ruang musik. Ia memainkan piano dan tanpa sadar Rio bernyani indah. Kedua, saat ia memotert Rio dan ia tertangkap basah. Dan yang ketiga, saat ia menjenguk Rio. Oh, apakah pertemuan keempat berlangsung seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya? Dan, siapa Acha? Ify belum berani menanyakan.

“Belakang-belakangan ini dia aneh Fy.” Jawab Sivia.

Ify tidak terlalu menseriuskan ucapan Sivia. Ia sibuk pada pikirannya sendiri. Rio.. Acha.. Rio.. Acha.. Apa jangan-jangan.. Ingat Fy. Nama Acha itu banyak. Ingat Fy sekali lagi, nama Acha itu banyak. Nggak mungkin kebetulan itu terjadi. Kalo kebetulan itu sampai terjadi, bisa sakit hatinya.

“Lo kenapa? Mikirin kak Rio? Kak Rio baik-baik aja kok Fy.” Kata Sivia.

Tergerak hati Ify untuk menceritakan masalah yang dialaminya. Segala rasa penasarannya ia ceritakan pada Sivia. Gila, curhat di jam pelajaran. Untungnya guru nggak terlalu mempedulikan. Asalkan nilai bagus, guru itu nggak akan marah.

“Jadi menurut lo pacar kak Rio itu Acha?” Tanya Sivia.

Ify mengangguk.

“Terus, kenapa kalo Acha?” Tanya Sivia lagi.

Walau Sivia sahabat dekatnya, Ify nggak berani bercerita yang sesungguhnya. Cukup mendapat tanggapan kalo Rio itu pacar Acha, penasarannya sedikit berkurang.

“Siapa Acha itu? Darimana lo tau nama Acha?” Tanya Sivia penasaran. Sekejap ia melupakan masalah Alvin.

“Kak Rio nggak sadar nyebut nama Acha. Waktu dia nggak sadar di gua, dia nyebut nama Acha. Dan waktu di rumah sakit, dia nyebut nama Acha juga.” Jelas Ify.

“Jadi, lo menyimpulkan Acha itu pacar kak Rio?”

Ify mengangguk, walau sedikit nggak yakin.

“Siapa tau kan Acha itu saudara kak Rio?”

Benar juga. Mungkin Acha itu saudara Rio. Tapi kalau saudara, kenapa Rio begitu, mmm, gimana ya.. Sedikit penuh harap ketika mengucapkan nama ‘Acha’. Ify yakin. Acha sangat berpengaruh dalam hidup Rio. Lalu, mengapa Rio nggak pernah bertemu Acha? Dimana Acha sekarang?

“Tanya ama kak Rio aja deh Fy biar penasaran lo hilang.” Usul Sivia.

Usul itu emang udah dipikirkannya. Tapi Ify ragu bertanya ke Rio. Waktu di rumah sakit pun Ify urungkan niat bertanya itu.

“Gue nggak berani. Mmm, gimana kalo lo suruh kak Alvin nanya ke kak Rio?”

***

‘Gue harus bicara ama Alvin!’ Tekad Sivia dalam hati. Ia menunggu Alvin dengan sabar di luar gerbang. Malu kan nunggu di depan kelas Alvin. Karena bosan juga, Sivia menyetel lagu dan memasang earphone di telinganya. Alunan lembut lagu Change My Mind dari One Direction itu menenangkan hatinya.

Memang. Jika hatinya tak tenang, lagu adalah penawarnya. Sivia menjadi tenang ketika telinganya menangkap alunan lagu yang lembut, terutama lagu favoritnya. Segala masalah yang membuatnya gelisah atau tidak tenang hilang seketika, walau sementara juga sih.

Tadi Ify menelponnya. Sahabatnya itu udah pulang duluan. Maunya sih menemaninya menunggui Alvin, tapi tugas rumah Ify banyak banget. Sivia pun merelakan Ify tak menemainya disini.

Duh, kelas 2IPA-1 kok belum pulang ya? Lihat, jam berapa ini! Apa ada jam tambahan? Atau, ada guru galak yang melarang muridnya pulang sebelum mengerjakan soal super sulit buatannya? Sivia nggak bisa menebak. Menunggu dengan sabar adalah temannya saat ini. Sampai sore ataupun malam ia nggak bosan menunggu. Percuma juga telpon Alvin. HP cowok itu nggak aktif.

Setelah satu jam menunggu, anak kelas dua keluar juga. Sivia menjadi lega. Ia berlari masuk ke dalam. Tapi, kelegaannya seketika itu lenyap. Ketika ia melihat cowoknya bergandengan tangan ama seorang cewek.

***

Beberapa menit sebelumnya....

“Mmm, adek selalu pulang sama lo ya?” Tanya Alvin pada Dayat.

“Nggak. Dia suka pulang sendiri. Kenapa?”

“Oh, nggak ada. Lo yakin dia udah pulang sekarang?”

Dayat menatap Alvin bingung. “Lo kenapa sih? Adek gue kan pulangnya sama elo. Lo gimana sih? Tapi, di jam ginian dia udah pulang. Dia itu males nunggunin lo. Belakang-belakangan ini adek gue sering pulang bareng Ify.”

Benar. Belakang-belakangan ini ia sedikit menjauhi Sivia. Oh, gue emang salah! Cowok macam apa gue yang tega berselingkuh di belakang? Kenapa juga gue masih terpesona ama kecantikan Febby?

“Kenapa lo jarang menemuinya?” Tanya Dayat menyelidiki.

“Ha? Siapa?”

“Lo mikirin apa sih? Jangan-jangan...”

Perkataan Dayat dipotong ama suara Bu Astuti yang sepertinya ingin menutupi pertemuan untuk hari ini. “Baiklah anak-anak, cukup sampai disini. Ibu hanya berpesan supaya kalian belajar yang rajin.”

Sekolah kembali ramai dengan kepulangan anak-anak kelas sebelas. Seorang cewek yang daritadi menunggu tiba-tiba memegang tangan cowok yang kini adalah pacarnya. Sial! Banyak pasang mata yang melihatnya.

“Lo.. Lo gila! Lo..” Kata Alvin.

“Yuk kita pulang. Lo janji kan ajak gue pulang bareng.” Kata Febby manja.

Ternyata, belum sepenuhnya Febby tobat! Cewek itu mengundang banyak orang agar melihatnya berpacaran ama Febby. Seharusnya, Alvin sadar bahwa yang dilakukannya adalah salah. Dasar lo Vin! Otak lo dimana?

“Gue nggak nyangka, lo ternyata masih playboy Vin, gue kecewa.” Kata Dayat yang tiba-tiba udah ada di depannya. Cowok itu tentu bisa menebak bagaimana reaksi adiknya jika melihat Alvin selingkuh ama Febby.

“Bu.. Bukan.. Gue..”

“Alvin..” Lirih seseorang.

***

Sedikit ia ragu berdiri di tempat ini. Seperti perjanjiannya, Rio siap menemui Gabriel di tempat ini. Tanpa membawa siapapun. Lalu, dimana Gabriel? Apa cowok itu tidak berani menampakkan diri? Rio berusaha memiscall Gabriel. Tapi usahanya sia-sia. Nomer Gabriel nggak dapat dihubungi.

Terbesit dipikirannya untuk segera meninggalkan tempat ini. Rio merasakan adanya ketidakberesa. Apa Gabriel sedang mengumpulkan orang-orang untuk menghajarnya habis-habisan? Tidak. Gabriel menyuruhnya kesini karena ingin berbicara penting.

“Nyawa lo tinggal dikit, cowok sempurna.” Kata suara seseorang.

Gabriel! Cowok itu mendekatinya seperti ingin membunuhnya. Rio mundur selangkah. Ada senjata yang dibawa Gabriel. Bukan pisau tajam yang dipakai Gabriel ketika akan membunuhnya.

Melainkan pistol!

***

Part 21

.

.

.

Rumah sakit Mount Elizabeth Hospital...

Suasana di salah satu ruang rumah sakit itu panik. Dokter maupun suster mendadak kaget menyadari bahwa pasien yang udah lama berobat disini mengalami koma, tentu karena penyakit yang udah nggak bisa disembuhkan lagi.

Asri hampir saja pingsan mendengar berita itu. Untung Iqbal berusaha menenangkan istrinya. Putrinya itu mengalami koma secara mendadak. Oh, cobaan apa lagi ini? Apa Acha bisa kembali tersenyum seperti dulu?

“Kita butuh Rio, Pa..” Kata Asri menahan air matanya.

“Sabar. Sebentar lagi Rio mau semesteran. Jangan beritahu hal ini ke dia. Nanti dia nggak konsen.” Jelas Iqbal.

Hanya do’a saja yang dapat mereka lakukan setelah usaha sekian lama. Kira-kira dua tahunan Acha di rawat di rumah sakit ini dan penyakitnya nggak sembuh-sembuh juga. Oh, apakah ada keajaiban disana?

***

“DIAM! LO NGGAK AKAN LEPAS BEGITU AJA DARI GUE!!” Bentak Gabriel dengan tangan kanan yang memegang pistol ke arah kening Rio.

Rio mencoba tenang. Sulit baginya kabur dari tempat ini. Jika ia sedikit bergerak, jangan harap nyawanya bakal selamat! Tempat ini sepi. Mustahil ada yang menolongnya.

“Lo.. Lo mau gue mati?” Tanya Rio.

“Ya.” Jawab Gabriel.

“Setelah gue mati, apa lo yakin Shilla mau nerima lo?”

“Gue nggak peduli. Yang penting lo mati dan gue bahagia. Meski gue di hukum seumur hidup di penjara, gue nggak peduli.”

Pistol itu tepat berada di kening Rio. Tinggal menunggu detik berikutnya, pistol itu mulai melakukan tugas dari empunya. Meski pistol itu berukuran kecil, namun pelurunya dapat membunuh siapa saja dalam sekali tembakan.

“Gue emang bukan teman yang baik, tembak kepala gue. Gue ikhlas.” Kata Rio pelan. Cowok itu memejamkan mata. Yang ia lihat adalah senyum manis Acha. Namun, senyum itu menghilang dan digantikan oleh senyum lain. Senyum yang....

Tiba-tiba pistol yang di bawa Gabriel jatuh ke lantai. Tangan Gabriel menjadi gemetar. Cowok itu mundur dua langkah dan menunduk melihat pistol tadi yang mungkin nggak akan ia gunakan. Tau hal itu, Rio membuka mata dan melihat Gabriel yang kini beralih menatapnya. Rio nggak bisa memprediksi apa yang Gabriel inginkan sekarang.

“Yo..” Kata Gabriel.

Cowok itu maju selangkah. Tangannya memegang bahu Rio. Senyum menghiasi wajahnya yang tadi dipenuhi amarah dan emosi yang nggak ke kontrol.

“Lo sahabat gue yang paling baik.” Kata Gabriel.

Rio tersenyum. “Sudah gue duga lo nggak berani macam-macam sama gue.”


Keduanya tertawa. Gabriel sadar. Memusuhi Rio sama saja menghancurkan hidupnya. Baginya, Rio adalah seseosok sahabat yang selalu ada untuknya. Sulit menemukan orang seperti Rio.

Gabriel melepas tangannya di bahu Rio. “Mmm, lo masih.. sama..”

“Shilla? Jujur aja. Gue nggak pernah merasa pacaran sama dia. Lo Yel cowok yang paling cocok buat Shilla. Dan.. Sebenarnya gue udah punya pacar kok..”

Tentu Gabriel kaget. “Lo.. Lo udah punya pacar? Siapa?”

Mungkin Gabriel cowok pertama yang tau siapa sebenarnya sosok bidadari hidupnya. Sudah terlalu lama ia menyembunyikan kisah hidupnya bersama bidadarinya itu.

***

Tangisan dan penyesalan. Di dalam kamar, Sivia menangis tersedu-sedu. Di luar kamar, Alvin mencoba menjelaskan dan ia akui dirinya emang salah. Menyesal ia menerima ajakan Febby.

“Gue heran lo masih terpikat ama Febby.” Kata Shilla yang juga ikutan membujuk Sivia supaya keluar rumah.

“Gue menyesal.” Kata Alvin. Ia membelakangi pintu kamar itu, lalu ia duduk sementara punggungnya bersandar di pintu.

Shilla mengikuti apa yang dilakukan Alvin. Kalo dilihat dengan seksama, mereka berdua seperti orang susah saja. “Sebenarnya Febby cuman buat hubungan lo ama Sivia hancur. Dia sama sekali nggak mencintai lo. Gue tau siapa Febby itu. Cowoknya banyak..” Jelas Shilla.

Andaikan waktu itu ia nggak mempedulikan Febby, mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Waktu nggak bisa diputar kembali.

KREK !!!

Pintu dibuka. Seorang cewek yang bermata sembab menatap cowok dengan senyum sinis. Cowok playboy! Sia-sia gue mencintainya.

“Via..” Kata Alvin berdiri.

“Ngapain lo masih disini? Urusin noh Febby dan lainnya.” Usir Sivia.

Shilla hendak bicara namun keduluan Alvin. “Vi, maafin gue, gue salah. Gue terpikat dengan pesona Febby. Maafin gue ya Vi..”

“Ohya? Terus, kalo kita balikan lagi, apa lo mengucapkan kata maaf itu lagi?”

“Tidak Vi! Alvin janji nggak akan selingkuh. Karena hanya satu cewek yang Alvin cintai, yaitu kamu..”

“Basi. Kak Shill, usir cowok itu. SEKARANG !!!”

Sivia nggak peduli siapa Shilla. Jikalau Shilla tersinggung karena bentakannya, Sivia nggak peduli, asalkan Alvin pergi.

“Dengerin aku Vi, Febby yang bikin rencana agar hubungan kamu ama Alvin hancur.” Jelas Shilla.

“Nggak. Alvin lebih mencintai Febby daripada Via.”

“Vi..”

“GUE AKAN BUKTIKAN KALO GUE BENAR-BENAR CINTA SAMA KAMU.” Kata Alvin lalu meninggalkan tempat itu.

Siapapun pasti tau apa yang kini dirasakan Alvin. Bukan sepenuhnya salah Febby, tapi salahnya juga. Salahnya yang mau menerima tawaran Febby dan mempercayai kata-kata Febby. Gue menyesal!

***

Hari senin...

Semua pasti nggak menyukai hari ini, karena hari ini merupakan hari mulainya ulangan semester genap. Hari pertama ulangan, Rio tampak begitu semangat. Kegiatan yang nggak dianggapnya penting ia tinggalkan. Konsentrasinya kini terpusat pada ulangan yang dilaksanakan seminggu lebih. Setelah itu ia bisa bebas dan tersenyum menemui bidadarinya.

Ah ya, bagaimana kabar Acha? Tante Asri nggak pernah memberi kabar belakang-belakangan ini. Apa mungkin Tante Asri ingin memberinya kejutan? Saat ia tiba di Singapura, bidadarinya sembuh dan dapat bersamanya lagi? Rio tak henti-hentinya tersenyum memikirkan semua itu. Ia yakin sekali, Acha pasti bisa sembuh dan menjadi Acha seperti dulu.

Sepulang dari sekolah, CRAG yang sempat hancur kembali akur lagi. Gabriel kini nggak mempermasalahkan Shilla. Ia sih masih cinta ama cewek itu, tapi Gabriel belum siap melaksanakan aksi-aksinya dulu.

“Gue nggak nyangka kalian berdua akur.” Kata Cakka tersenyum pada Rio dan Gabriel. Ketiganya tertawa, sementara Alvin melamun sambil memainkan pulpennya.

Siapa lagi kalo bukan Sivia?

“Udah deh, jangan pikirin Via. Pikirkan dulu ulangan besok.” Hibur Cakka.

“Tapi kan, gue nggak tenang. Gue berdosa sama Via. Dan Via nggak mau balikan lagi sama gue.” Kata Alvin.

“Apa Via udah mengatakan hubungannya sama lo putus? Belum kan? Artinya, Via masih sayang elo. Tunggulah beberapa waktu, gue yakin Via tersenyum lagi sama lo.”

Sepertinya Alvin mendapatkan ide yang cemerlang. Terlihat jelas wajahnya yang berseri-seri.  Lalu dengan semangatnya ia membuka buku pelajaran Fisika yang akan diujikan besok. Cakka, Rio, dan Gabriel tentu bingung melihat perubahan Alvin.

“Lo kenapa?” Tanya Gabriel. Yang ditanya nggak jawab dan sibuk ama buku fisikanya.

“Ohya Yo, kalo lo? Belakang-belakangan ini gue perhatiin lo deket sama adek kelas yang jadi temannya Via. Lo suka sama cewek itu?” Tanya Cakka tiba-tiba.

Pertanyaan yang membuat hatinya bimbang. Jika benar.. Jika benar ia menyimpan sedikit perasaan pada Ify, bagaimana dengan bidadarinya? Tidak! Ify emang memiliki banyak kemiripan tingkah dengan Acha. Tapi bukan Ify bidadarinya.

Rio harus menjaga cintanya, sesuai janji yang dulu pernah ia ucapkan ke Acha.

***

Nggak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Ulangan semester genap telah selesai dilaksanakan. Pagi-pagi sekali, Ify sudah bangun. Ia melakukan kegiatan yang wajib ia lakukan. Yaitu memotret pemandangan yang menurutnya indah. Karena terlalu serius memikirkan ulangan, Ify hampir melupakan cowok yang kian lama kian dicintainya itu. Namun, mulai detik ini, Ify berusaha melupakan Rio.

Acha, nama yang pernah diucapkan lirih ama Rio memang pacarnya. Udah Ify duga. Ia dapat informasi ini dari Shilla. Sementara Shilla mendapatkan informasi ini dari Gabriel. Tapi, Gabriel nggak menceritakan lebih lanjut tentang Acha. Cukup memberitahu bahwa Acha itu pacar Rio Shilla paham. Dan ternyata bidadari Rio adalah Acha, bukan Ify!

Tapi, kalo bukan Ify, mengapa sewaktu di rumah sakit itu ia melihat Rio dan Ify seperti menyimpan suatu perasaan khusus? Apa Rio menyukai Ify? Lantas, dimanakan keberadaan Acha?

“Lo suka ama Rio?” Tanya Shilla yang tiba-tiba datang menemui Ify yang lagi asyik motret pemandangan.

Kali ini Ify menjawab dengan jujur karena Shilla bukan Shilla yang dulu. Shilla yang sering membentakinya. “Ya, Ify suka ama kak Rio. Bagi Ify, kak Rio adalah pangeran hidup Ify, yang mewarnai hidup Ify.” Ify berhenti bicara. Lalu ia mengambil nafas dalam-dalam. “Tapi sekarang nggak lagi. Kak Rio udah punya pacar. Ify nggak berani menghancurkan hubungan mereka. Ify ingin mencari pangeran lain, walau sosoknya sulit Ify temukan.” Lanjutnya.

Shilla sedikit nggak suka mendengar penjelasan Ify. “Lo cewek yang ditakdirkan untuk Rio. Percayalah, Rio menyimpan rasa suka ke elo.”

Ify terkejut mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Shilla. “Nggak mungkin kak, nggak mungkin. Kak Rio cinta mati ama pacarnya, buktinya, pas kak Rio nggak sadarkan diri, dia mengucapkan nama Acha. Artinya, kak Rio nggak mau kehilangan Acha.”

“Iya Fy, tapi pas gue liat lo dan Rio di rumah sakit, gue perhatiin Rio baik-baik. Cowok itu menyimpan rasa suka ke elo. Gue nggak salah lihat!”

“Enggak kak. Mungkin itu rasa iba. Kak Rio iba ama Ify karena Ify adalah gadis jelek dan miskin yang dijauhin cowok.”

Shilla tersenyum. “Sebenarnya lo cantik Fy, lo menyembunyikan aura kecantikan itu. Ntar deh gue bawain lo ke salon agar lo berubah menjadi bidadari.”

Memang benar. Kalo dirias dan memerhatikan penampilan, Ify bisa berubah menjadi bidadari dan dapat melumpuhkan cowok manapun. Hanya saja Ify nggak suka pergi ke salon atau mengurus penampilan. Rambutnya aja setiap hari ia kepang nggak jelas. Dan kalo keluar rumah nggak pernah merhatiin penampilan.

“Lo tau dimana Acha?” Tanya Shilla.

Sebuah pertanyaan yang membuatnya kaget bak disengat listri ribuan volt. Yang ia pikirkan bukan Acha pacar Rio, melainkan Acha lain!

“Eng.. Nggak tau.” Jawab Ify.

“Gabriel juga nggak tau. Tapi gue merasa Acha sedang rapuh dan butuh pertolongan. Kemungkinan besar dia mengidap suatu penyakit mematikan.”

Kembali Ify disengat listrik ribuan volt. Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Ify berusaha membuang pikiran negatifnya.

“Darimana kakak tau?” Tanya Ify berusaha tenang.

“Rio pernah bilang, bahwa bidadarinya seperti pelangi, dan pelangi itu rapuh. Artinya, Acha yang disebut bidadari itu mungkin sedang mengalami penyakit yang sulit untuk diobati. Acha rapuh dan Rio nggak mau kehilangannya.” Jelas Shilla dan Ify nggak ngerti. “Mungkin emang benar. Rio menunggu Acha sembuh dari penyakitnya, makanya Rio sering melamun dan menyendiri hingga sikapnya berubah.”

Ada benarnya juga! Penyebab perubahan sikap Rio adalah Acha! Ify mulai mengerti pembicaraan Shilla. Tapi yang penyakit tadi, Ify nggak berani memikirkan lebih lanjut. Mungkin ada Acha sedang melanjutkan sekolah di luar negeri dan Rio nggak setuju hingga sikapnya berubah. Tapi juga, mengapa Shilla menyimpulkan kalo Acha itu rapuh? Dan Rio pernah mengatakannya!

“Mmm, pindah kelain topik aja ya.” Kata Shilla akhirnya.

“Iya deh kak, ntar Ify penasaran lagi kalo ngomongin Acha terus-terusan.”

Shilla mulai serius. Tampaknya cewek itu ingin berbagi pada Ify atau lebih tepatnya curhat. Selama ini ia sering curhat ama Febby, tapi Febby bukanlah sahabatnya.

“Gue.. Gue mau cerita sedikit ama lo.” Kata Shilla sedikit malu.

“Apa kak? Apa Ify bisa bantu?”

“Sebenarnya.. Sebenarnya..”

Perkataan Shilla yang putus-putus membuat Ify gemes. Kenapa sih Shilla? Kok wajahnya berubah merah gitu? Apa jangan-jangan...

“Shilla lagi suka ama cowok. Tapi mungkin cowok itu nggak suka ama Shilla. Jujur, Shilla sangat menyesal.” Kata Shilla sedih.

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

Follow : @uny_fahda19,
gak usah mention langsung aq follback kok ;)

Miracle of Rainbown ( Part 19 )

Hy all !!!


Ini part 19 nya,,, Maap kalo pendek ato gak memuaskan,,

Lima part lagi akan menyusul+epilog ,,


Part 19

.

.

.

Di cafee Day, Febby hanya memesan secangkir cappucino, sementara Alvin tidak memesan apapun. Cowok itu sebenarnya malas ke tempat ini. Dan ia menyesal tadi nggak pulang langsung, ternyata Febby mencarinya di sekolah. Parahnya lagi, Febby mau balikan padanya. Apa cewek itu nggak nyadar kalo ia udah punya pacar?

“Gue serius mo balikan ama lo.” Kata Febby.

Alvin menatap Febby tak suka. “Gue nggak mau. Gue udah punya pacar.”

Jawaban itu udah dipikirkannya. Tentu Alvin nggak mau balikan lagi. Cowok itu kadung cinta ama adek kelas yang penampilannya biasa-biasa aja. Tapi Febby tau, Alvin masih menyimpan cinta untuknya. Febby yakin itu.

“Ya.. Gue tau sih. Gimana kalo kita pacaran diam-diam?” Usul Febby. Ia meraih tangan Alvin dan menatap Alvin sambil tersenyum. “Gue masih sayang ama lo, tolong, hargai perasaan gue. Gue yakin lo juga masih mencintai gue.”

Perkataan terakhir Febby membuat jantungnya berhenti berdetak. Jujur, Alvin emang masih mencintai Febby. Sewaktu putus ama Febby, Alvin merasakan hatinya ditusuk-tusuk. Sakit sekali. Karena itulah ia berhenti jadi playboy.

“Vin, apa lo masih mencintai gue?” Tanya Febby.

Setan-setan merayunya untuk segera menjawab ‘iya’. Febby emang cantik. Sangat cantik. Ia akui itu. Bahkan Febby jauh lebih cantik daripada Sivia. Tapi, apa ia tega ama Sivia yang susah payah ia dapatkan? Apa hanya karena Febby hubungannya ama Sivia hancur? Tidak! Alvin harus menjaga hubungan ini. Ia emang masih mencintai Febby, tapi ia nggak mau balikan.

“Ya. Tapi gue nggak mau balikan.” Jawab Alvin. Febby tersenyum.

“Gue tau lo sayang banget ama pacar lo. Tapi, apa salahnya sih kita pacaran diam-diam? Gue janji nggak akan hianati lo. Gue kan udah tobat.”

Andai kata gue bisa jawab ‘ya’. Bodoh sekali jika ia menyetujui permintaan Febby. Biarpun diam-diam, pasti suatu hari semua orang tau kalo ia selingkuh. Dan, cap playboy ternyata masih belum hilang.

“Gue cinta elo..” Kata Febby. Ia memasang tampang manisnya.

“Gu.. Gue..” Alvin nggak berani melihat wajah itu. Wajah yang sempat menghiasi hari-harinya. “Gue nggak bisa. Maaf.”

Bukan namanya Febby kalo menyerah. Febby selalu berusaha sekuat mungkin agar keinginannya tercapai. Ayo Feb! Kali ini lo pasti bisa!

“Vin, pliss. Kalo lo masih mencintai gue, terima permintaan gue. Kita pacaran diam-diam. Kalo nggak mau ketahuan, lo nyamar aja jadi orang lain. Beres kan?”

Tuhan.. Apa yang harus aku lakukan? Alvin bingung. Ia ingin sekali balikan ama Febby, tapi ia nggak mau dikatakan cowok playboy lagi. Apa kata orang kalo ternyata ia selingkuh? Bagaimana dengan Sivia?

“Vin..”

Entah mengapa, tangan Febby ia genggam. Alvin rindu ama tangan halus ini. Dulu, ia selalu menggenggam tangan itu. Apa.. Apa ia memilih balikan ama Febby? Tapi dilihat dari wajah Febby, cewek itu benar-benar udah tobat.

“Vin, jawab.” Kata Febby.

Pandangan mereka bertemu. Alvin rindu ama wajah cantik yang ia lihat ini. Dan senyuman itu, sulit ia hilangkan dari pikirannya.

“Ng.. Lo mau tau apa jawaban gue?” Kata Alvin.

***

“Mau jenguk siapa?” Tanya cewek itu.

Seketika itu Gabriel diam di tempat melihat cewek yang sangat ia cintai datang menghampirinya. Gabriel menyimpulkan kalo Shilla habis jenguk Rio.

“Tante gue.” Bohong Gabriel. Sebenarnya ia ingin mengetahui keadaan Rio. Tapi ia nggak mampu melanjutkan langkah karena ada Shilla dihadapannya.

“Tante lo sakit apa?” Tanya Shilla.

“Bukan urusan lo!” Ketus Gabriel meninggalkan Shilla.

Lho? Kok tiba-tiba Gabriel ketus gitu ya? Salah gue apa? Ingin sekali Shilla mengejar Gabriel. Berhubung waktu yang singkat, ia nggak jadi mengejar Gabriel. Dalam hati, Shilla bersyukur ternyata Gabriel masih ada. Perkiraannya Gabriel melarikan diri atau apa.

Shilla keluar dari rumah sakit. Siang menjelang sore. Butuh refresing nih. Shilla memutuskan jalan-jalan ke taman agar pikirannya cerah. Mungkin disana ada pemandangan yang dapat membuat pikirannya kembali segar.

***

Mobil honda jazz itu berhenti di sebuah tempat yang asri. Di dalam mobil itu, seorang cowok keluar dan membukakan pintu di sebelah kiri. Lalu, muncul seorang cewek cantik. Si cowok tersenyum pada si cewek. Mereka bergandengan tangan dan berjalan masuk ke dalam taman yang dulu sering mereka kunjungi.

“Gue tau lo masih mencintai gue.” Kata Febby. Ia tersenyum manis melihat cowok disampingnya yang kini menjadi pacarnya.

Alvin menoleh melihat Febby dan tersenyum. “Ya. Rasa cinta itu nggak bisa hilang begitu aja. Tapi, kalo Sivia tau..”

“Jangan khawatir. Nggak ada yang tau kalo lo selingkuh. Gue juga jarang-jarang kok jalan ama lo.”

Tenanglah hati Alvin mendengar kalimat Febby. Tapi hatinya tak sepenuhnya tenang. Dosa besar ia lakukan terhadap Sivia. Dirinya emang nyamar kalo jalan ama Febby, tapi kan suatu saat nanti pasti diketahui orang lain. Sekarang aja ia nggak nyamar. Alvin takut ada orang yang melihatnya jalan berdua ama Febby.

“Feb, kalo ada yang liat kita sekarang gimana?” Tanya Alvin.

Mereka berdua berhenti dan duduk di sebuah tempat yang nyaman. Di tempat itu ada meja kecil. Tempat itu ditutupi karpet sehingga kalo kita duduk nggak kotor.

“Nggak akan. Tempat ini sepi. Nggak ada tanda-tanda orang yang mengenali kita.” Jawab Febby santai. Ia memesan jus sirsak, sementara Alvin memesan jus alpukat.

Alvin nggak begitu yakin. Ia merasa ada seseorang yang mengawasinya. Argh! Kenapa juga gue mau balikan ama Febby? Lo jangan terpikat ama kecantikan Febby. Ingat Vin, lo masih punya Sivia. Lo kan nggak mau jadi playboy lagi dan suka mempermainkan perasaan cewek?

Dua jus itu diantar di meja tempat Alvin dan Febby duduk. Febby menyedot jus sirsak yang konon dapat menyembuhkan penyakit. Nggak tau penyaikt apa. Kata Mama, ia disuruh banyak-banyak minum jus sirsak atau sekalian makan buahnya. Febby sih mau-mau aja asalkan nggak bikin gemuk, hehehe...

“Gue kangen tau ama tempat ini.” Gumam Febby.

“Ya. Tempat kita berdua.” Tambah Alvin.

“Mmm, lo sering ajak Sivia kesini?” Tanya Febby.

Alvin nggak jawab. Ia sibuk menyedot jus alpukatnya. Jujur aja, setiap malam minggu Alvin mengajak Sivia ke tempat ini. Alvin mengatakan kalo ini adalah tempatnya dan Sivia. Sekarang, ia mengatakan tempat ini adalah tempatnya dan Febby. Gimana sih lo Vin?

“Vin..” Kata Febby.

“Ya?”

“Gue pengen kita..”

“Kita apa? Kita kan udah pacaran?”

“Bukan. Ada sesuatu yang mau gue minta.”

“Apa?”

“Gue mau...”

***

Huh! Sepinya sih tempat ini. Maklum, bukan malam minggu. Shilla berjalan menelusuri taman itu. Di telinganya ada earphone yang selalu menemaninya. Ia ingat tadi pertemuannya ama Gabriel. Coba ya tadi ia nggak cepat-cepat pergi. Mungkin ia dapat bicara banyak ama Gabriel.

Dari kejauhan, Shilla melihat seorang cewek dan cowok saling menatap dalam diam. Mereka kan? Beruntung Shilla datang ke tempat ini. Diam-diam ia melihat kelanjutan dari pemandangan itu. Febby pintar! Batinnya.

Astaga! Mengapa mereka jadi... Shilla ingin muntah melihat pemandangan itu. Ia yakin seratus persen kalo Febby yang melakukan semua itu. Bukan Alvin. Ia harus menyelesaikan masalah yang satu ini agar Sivia nggak salah paham.

Dasar Febby! Liat ntar tanggal mainnya, batin Shilla. Sekali lagi ia melihat pasangan itu yang barusan selesai kiss-kissan. Huek! Tenang aja, Febby bakal dapet pelajaran. Shilla pun meninggalkan tempat itu.

***

Sebentar lagi mau ujian semester genap. Tinggal hitung beberapa hari lagi. Kabar baik bagi Rio. Cowok itu udah keluar dari rumah sakit. Ia malas benar tidur di kamar rumah sakit. Karena kondisinya nggak parah-parah amat, cukup tiga hari Rio dirawat di rumah sakit. Ia nggak sabaran bertemu teman-temannya.

Satu lagi. Setelah ujian semester, Mama janji mengajaknya terbang ke Singapura. Bukan cuman kangen ama Papa, tapi kangen ama Acha. Rio yakin, ceweknya itu sembuh, dan ia nggak sabaran melihat wajah manis Acha ketika bertemu dengannya.

“Udah masuk? Semangat banget sekolah.” Kata Dayat.

“Ya. Mmm, lo tau gimana Gabriel?” Tanya Rio ragu. Tadi ia berusaha mencari Gabriel. Tapi batang hidung cowok itu nggak keliatan. Di kelas ini aja Gabriel belum datang.

“Belum datang. Sebenarnya, masalah lo dengan Gabriel apa sih?”

Sebenarnya Rio malas menceritakan. Kejadian di gua itu harus ia lupakan. Anggap aja itu cuman mimpi buruk. Rio ingat saat ia akan dibunuh ama Gabriel.

“Ya udah kalo nggak mau kasih tau.” Kata Dayat lalu menggantikan kegiatan, yaitu baca buku. Kan bentar lagi mau kenaikan kelas, jadi belajarnya harus rajin dong.

“Sejak kapan lo kutu buku?” Tanya Rio.

Dayat nggak menjawab. Ia fokus pada bacaannya. Bel tanda mulainya pelajaran pun dimulai. Semua siswa fokus pada pembelajaran. Ingat, seminggu lagi mau ulangan. Jadi nggak ada waktu buat main-main.

***

Seperti biasa, Ify, Sivia dan Agni berada di kantin ketika istirahat. Kali ini wajah Agni berbeda dari biasanya. Sivia tau mengapa Agni agak pemurung hari ini. Ingat kejadian kemarin, ia jadi tau kalo Agni sebenarnya suka ama Cakka. Tapi Oik melarangnya menyukai Cakka karena dulu Agni berjanji pada Oik kalo ia nggak akan lagi deketin Cakka.

“Kalo kak Agni suka kak Cakka, bilang aja ke kak Cakka.” Kata Sivia. Ia memakan bakso yang tadi dipesannya.

Agni menghela nafas panjang. “Mereka kan udah jadian.”

“Kata siapa?”

Sementara itu, Ify memilih diam karena nggak ngerti apa yang dibicarakan ama Agni dan Sivia. Dipikirannya yaitu tentang kejadian dua hari yang lalu. Ketika ia menjenguk Rio. Rio sekarang udah mulai sekolah. Ify nggak bisa nebak gimana reaksi Gabriel ketika bertemu Rio. Semoga aja Gabriel baikan ama Rio.

Mengenai hubungan Rio ama Shilla, sampai saat ini belum ada kabar. Ada yang bilang hubungan mereka main-main, ada yang bilang mereka masih pacaran, ada juga yang bilang mereka udah putus.

“Itu menurut kesimpulan gue.” Jawab Agni. Ia menyedot es kelapanya.

“Tapi kan, menurut Via, kak Cakka itu naksir deh ama kak Agni.”

Memang. Cakka pernah bilang padanya kalo Cakka suka padanya. Tapi Agni cuek aja. Ia yakin Cakka cuman sebentar menyukainya.

“Nggak. Cakka nggak suka gue.” Kata Agni sedih. Air matanya menetes mengingat kejadian kemarin. Saat cowok yang disukainya memeluk erat Oik. “Oik yang pantas jadi pacar Cakka, bukan Agni.” Lanjutnya.

“Kak Agni nggak boleh nyerah gitu dong. Via yakin mereka nggak jadian.”

Begitulah Sivia. Cewek yang selalu mendukung hubungan teman dekatnya. Semisal Ify yang sangat mengharapkan Rio. Sivia mendukung Ify seratus persen.

“Ya udah deh, terserah kakak.” Kata Sivia.

Tak jauh dari tempat itu, seorang cewek tersenyum ke arah mereka. Cewek itu seperti berpikir sesuatu. Yeah! Dia mendapatkan ide yang cemerlang.

‘Lo pantas mendapatkannya Ag.’ Batin cewek itu.

***

Sore yang cerah. Satu keajaiban datang. Pelangi hadir menemani kesedihannya. Agni menyapu pandangannya ke arah langit yang dihiasi pelangi cantik. Tempat ini, di tempat inilah ia mulai berbicara santai ama Cakka tanpa membentak Cakka. Lebih baik diam daripada membentak. Agni capek membentak Cakka.

Jaket yang menutupi badannya ia eratkan karena cuaca yang cukup dingin sehabis hujan. Namun ada juga kehangatan yang hadir di sekitar tempat itu. Sayangnya Agni nggak bisa merasakan kehangatan itu.

Entah darimana ia mendengar sebuah suara indah yang menggetarkan hatinya. Suara itu nyata! Hatinya ingin sekali mencari suara indah itu. Agni berdiri dan berjalan sedikit ke arah barat. Pertama yang ia rasakan adalah kesakitan untuk kedua kalinya.

Dia.. Cowok itu.. Merangkul si cewek dengan penuh kasih sayang. Ingin sekali Agni menghajar cewek itu. Tapi.. Cewek yang ingin ia hajar melihatnya sambil tersenyum. Agni memerhatikan senyum itu. Apakah itu senyum sinis atau senyum...

“Agni..” Kata cewek itu.

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

Follow : @uny_fahda19,
gak usah mention langsung aq follback kok ;)

Miracle of Rainbown ( Part 18 )

Part 18

.

.

.

Uangnya hari ini emang banyak. Nggak kayak hari biasanya. Awalnya ia mau menggunakan uang itu tuk sekedar shooping bersama Sivia dan Agni. Tapi ia tau, uang itu sangat berharga dan ia harus menggunakannya dengan baik. Setelah membeli roti dan buah-buahan dengan uangnya itu, Ify menyetop taksi. Taksi biru itu mengantarnya menuju sebuah tempat tujuannya.

Rumah sakit!

Sedikit ia ragu memasuki rumah sakit. Tapi kaki-kakinya melawan. Kedua kaki itu terus saja berjalan walau hatinya masih ragu. Kamar 121E. Itulah kamar rawat Rio. Perlahan, Ify mengetuk pintu itu.

Pintu terbuka. Seorang wanita yang umurnya kira-kira empat puluhan tersenyum ramah padanya. Ify nggak yakin wanita itu adalah Mama Rio. Mungkin wanita itu kerabat dekat Rio.

“Sampai saat ini, Rio belum sadar. Ohya, saya Gya. Tante Rio.” Kata wanita itu tersenyum.

Ify membalas senyum wanita itu. “Saya Ify, teman Rio. Bolehkan saya duduk disini sambil menunggu Rio sadar?”

“Tentu boleh. Kebetulan saya lagi ada urusan. Kamu mau kan menjaga Rio disini sampai sore?”

Tentu, mengapa tidak? Batin Ify. Setelah Gya pergi, Ify duduk di kursi kecil yang senjaga di taruh di samping ranjang Rio. Ify menatap wajah itu dengan seksama. Manis! Rio adalah cowok termanis yang pernah ia lihat. Dalam tidurpun, Rio tampak manis. Ify terus tersenyum melihat wajah itu.

Sedikit ada yang lain dari wajah Rio. Ify merasakan Rio sedang mengalami masalah yang besar. Apa masalah ini ada hubungannya ama Acha? Apa Acha adalah pacar Rio? Terus, dimana Acha?

Tiba-tiba, tangan itu bergerak. Dada Ify berdesir. Rio sadar! Ify meletakkan tangannya di samping lengan Rio. Sebuah keajaiban datang pada hari itu. Tangan Rio menggenggam tangannya dan Rio nggak mau melepasnya. Apa-apaan ini? Ify panik bukan main. Lalu, terdengar lirihan Rio.

“A.. Acha..”

Nama itu lagi! Apa Rio mengira dirinya adalah Acha? Perlahan, kedua mata Rio terbuka. Cepat-cepat Ify melepaskan diri dari tangan itu. Berhasil! Rio mengerjapkan mata. Penglihatannya belum sepenuhnya jelas. Setelah dirasa jelas, Rio menoleh ke samping kiri. Ada cewek yang memerhatikannya tanpa berkedip.

“Kak.. Kak Rio..”

“I..Ify ya?” Tanya Rio. Ia berusaha mengumpulkan penglihatannya menjadi normal.

“Iya.. Kakak udah sadar?” Tanya Ify.

Rio menatap Ify sambil tersenyum. Tiba-tiba, wajah Ify berubah menjadi sebuah wajah seorang cewek yang sangat dirindunya. Cepat-cepat Rio mengalihkan pandang.

“Ify aneh ya kak?” Tanya Ify.

Selang beberapa menit, Rio memberanikan diri menatap Ify. Wajah yang tadi dilihatnya menghilang. Syukurlah, semuanya kembali normal.

“Makasih ya udah jenguk Rio.” Kata Rio.

“Iya kak, syukurlah kakak sadar.”

Suasana menjadi sunyi. Ify canggung dan malu setengah mati duduk di kursi ini. Dan Rio, cowok itu juga sedikit canggung. Ia merasakan kalo Ify ada hubungannya ama Acha.

“Gabriel.. Dimana dia sekarang?” Tanya Rio akhirnya.

“Ify nggak tau. Tapi dia baik-baik aja.” Jawab Ify.

“Lalu.. Shilla? Apa dia..”

“Kak Shilla baik-baik aja. Tapi kemarin dia sempat pingsan.”

Belum sepenuhnya Rio mengingat kejadian di gua itu. Terakhir ia ingat ketika ia membantu Mimi mencari balon di gua tersebut.

“Ohya, ini Ify bawain kakak roti ama buah.”

Bertepaan dengan itu, perut Rio berbunyi. Ify tertawa kecil. Pas sekali waktunya. Rio lapar dan ia membawa roti.

“Makasih ya, Rio emang lapar. Masa Rio kenyang ama suntikan infus aja?” Canda Rio. Ify kembali tertawa dan kali ini Rio memerhatikan tawa itu. Tawa yang berbeda dari tawa lainnya. “Kamu makin cantik aja deh kalo ketawa.” Lanjutnya.

Tawanya berhenti mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Rio. Makin cantik? Bercandanya kelewatan. Ify tak terlalu mempedulikannya.

“Ayo dimakan.” Kata Ify.

“Mmm..”

“Kenapa? Kakak kan lapar?”

“Masalahnya.. Tangan Rio nggak bisa digerakin. Gimana kalo kamu aja yang suapin Rio?”

Mendadak Rio jadi manja. Awalnya Ify ragu, namun ia memberanikan diri menyuapi Rio. Dengan tangan yang bergemetaran, roti itu berhasil masuk ke dalam mulut Rio. Rio mengunyah roti itu dengan semangat.

“Lagi.. Lagi!” Pinta Rio manja.

Sepotong roti itu habis dilahap Rio. Dasar rakus! Kayak nggak pernah makan sebulan aja. Ify tersenyum senang. Oh, andaikan hari ini dapat terulang kembali...

“Uhuk.. Uhuk..”

Rio tersedak. Berhubung Ify nggak bawa air, Ify jadi bingung sendiri. Dirinya panik bukan main. Secepatnya ia harus mendapatkan air.

“Kamu kenapa?” Tanya Rio.

“Lho? Kakak kan tersedak?” Tanya Ify heran.

Setelah tau dirinya dijailin Rio, Rio tertawa puas. Kena deh Ify! Baru kali ini Ify melihat Rio tertawa. Selama ini, Rio jarang tertawa ngakak kayak gitu. Dan tawanya itu menandakan kebahagiaan. Sekejap Rio melupakan masalahnya. Beban-beban itu hilang entah kemana. Dengan tawa, beban dan masalah itu terasa ringan.

“Kak Rio jahat!” Kata Ify.

“Hahaha.. Ekspresimu lucu sekali.. Hahaha..”

Karena kesel juga, Ify ikutan tertawa. Lasingan, tawa Rio itu lucu sekali. Ify nggak bisa nahan diri untuk nggak tertawa.

“Heh, ikutan tertawa juga.” Kata Rio.

“Soalnya kakak lucu sih..”

Mungkin waktu ini bukan waktu yang tepat membicarakan soal Acha. Ify ingin menikmati dulu hari-hari indah ini. Bayangkan, ini masih siang dan ia tidak diizinkan pulang sebelum tante Gya datang.

Di luar, seorang cewek memandangi dua orang yang sedang tertawa itu. Matanya berkaca-kaca dan terharu. Sebegitu jahatnya kah ia pada cewek itu? Ia yakin. Mereka sama-sama saling suka. Lihat aja! Terlihat jelas sinyal cinta di mata Rio maupun mata Ify. Tapi, apakah benar bidadari Rio itu adalah Ify?

***

Hidupnya kini bahagia. Sesuai yang diinginkannya. Walau Mama jarang mengurusinya, tapi ia tetap bahagia. Disampingnya, ada seseorang yang sangat menyayanginya. Ya, Cakka. Oik mendapat kabar bahwa Agni pindah ke Surabaya ikut Tantenya. Sebetulnya, Oik sedih melihat Agni pergi. Tapi inilah kenyataannya.

Dua bulan sudah ia bersama Cakka. Ternyata, Cakka tipe sahabat yang ceria dan cerewet. Oik suka mendengar ocehan Cakka. Kadang-kadang ia tertawa jika ocehan Cakka lucu. Cakka juga pandai membuat teka-teki yang lucu. Sungguh, Oik ingin cepat-cepat besar dan menjadi pacar Cakka.

Hingga suatu hari, Oik mendengar pengakuan Cakka. Sahabatnya itu diam-diam menyimpan sebuah rahasia keluarga yang tidak ia ketahui.

“Kamu tau siapa sebenarnya Papa kamu?” Tanya Cakka.

Oik menggeleng. Kata Mama, Papa meninggal sejak ia berada di dalam kandungan. Jadi, Oik nggak mengenali siapa Papanya. Mama selalu mengelak jika ia menanyai soal Papa.

“Oik nggak tau.”

Keduanya terdiam. Ada desahan kecil yang Cakka keluarkan. Jadi, Tante Rima belum menceritakan pada Oik?

“Emangnya, Cakka tau siapa Papa Oik?”

Cakka menoleh ke arah Oik, lalu ia tersenyum. Oik, malaikat kecilnya. Ia sangat menyayangi Oik. Dulu, sewaktu masih ada Agni, Cakka sengaja tidak memperhatikan Oik. Ia takut, lama-kelamaan Oik menganggapnya sebagai sahabat dan besar nanti berubah menjadi cinta.

“Papa Oik adalah.. Papa Cakka.” Kata Cakka.

Tentu Oik kaget mendengar jawaban Cakka. Papanya adalah Ayah Cakka? Nggak mungkin. Lalu, kapan Mama menikah ama Papa Cakka?

“Dulu, Mama kamu suka sekali ama Papa. Begitupun sebaliknya. Tapi orangtua masing-masing nggak merestui hubungan mereka. Mama kamu dan Papa frustrasi. Dan akhirnya, mereka diam-diam berhubungan lalu Mamamu melahirkan kamu. Setelah itu, Mama kamu nggak mau menikah. Dia hanya mencintai satu cowok, yaitu Papaku..”

***

“Oik? Lo.. Lo adek gue?” Tanya Cakka.

Oik mendekat Cakka dan duduk disamping Cakka. Pandangannya lurus menatap pemandangan di depannya. Tadi, Mama pulang dan langsung minta maaf. Kata Mama, sebentar lagi dia mau menikah. Tentu ia tau siapa Papa barunya. Siapa lagi kalo bukan Ayah Cakka?

“Sebentar lagi mereka menikah.” Kata Oik menunduk. Air matanya menetes membasahi pipinya.

“Ya, gue tau. Kita satu Ayah tapi lain Ibu. Wajah lo seperti Mama lo, jadi, lo dan gue nggak mempunyai kemiripan.”

Tahan Ik, jangan keluarkan air mata itu. Lo harus bahagia, Cakka sekarang adalah kakak lo dan lo harus menerimanya. Masih banyak cowok lain yang harus lo temui. Ya, Oik sadar. Cakka bukanlah satu-satunya cowok yang ia cintai, dan, ada satu cewek yang pantas menjadi kekasih Cakka. Cewek yang dulu rela meninggalkan Cakka demi kebahagiaannya.

“Terus, apa Mama lo nggak sedih?” Tanya Oik berusaha tersenyum.

“Gue nggak peduli. Terpenting, gue mo ubah hidup gue. Gue bukan Cakka yang dulu. Cakka yang sekarang adalah Cakka yang berhadapan dengan tantangan hidup yang sulit dilalui, tapi Cakka siap kok menghadapinya.”

“Lo gila? Setelah itu lo tinggal sama siapa?”

“Numpang di rumah orang, atau nggak nyari kontrakan sendiri.”

“NGGAK!” Bentak Oik tiba-tiba. Cakka adalah kakaknya yang artinya adalah saudaranya. Oik nggak akan membiarkan Cakka menderita sementara ia bahagia. Cakka berhak untuk bahagia. “Cakka nggak boleh tinggal di rumah orang. Cakka harus tinggal sama Oik.”

Cakka menatap Oik sambil tersenyum. “Kali ini, biarkan kakak yang memilih sendiri jalan hidup kakak. Kakak yakin, kakak baik-baik saja. Banyak sahabat yang kakak miliki. Mereka yakin bisa membantu kakak. Satu harapan kakak ke kamu, jadilah anak yang baik. Jangan sok berkuasa. Ramahlah pada adik kelas. Kakak ingat, kamu dulu sering labrak adik kelas. Untuk itu kakak ingin kamu merubah sikapmu yang buruk. Jadilah Oik yang berguna dan selalu membantu siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Kamu janji?”

Oik tersenyum menatap Cakka. Ia menaikkan jari kelingkingnya dan jarinya pun bertemu ama jari kelingking Cakka. Artinya, Oik berjanji nggak akan melanggar janji Cakka. Cakka adalah kakaknya dan harus ia hormati.

“Oik janji. Tapi, kalo kakak butuh bantuan Oik, jangan ragu ya minta bantuan Oik.”

“Oke sayang..”

Mereka berpelukan. Cinta mereka kini bersatu. Bukan cinta sepasang kekasih yang saling mencintai, tapi cinta adik terhadap kakak dan sebaliknya.

Di belakang, seorang cewek melihat pemandangan itu dengan hati yang ditusuk-tusuk. Ia tau, dirinya nggak pantas mendapatkan Cakka.

“Pulang yuk kak..” Kata cewek disampingnya.

Cewek yang melihat Cakka itu menoleh ke samping lalu mengangguk. Nggak ada gunanya ia berdiri di tempat ini. Keduanya pun meninggalkan tempat itu. Masing-masing menyimpan suatu pertanyaan yang sama.

‘Apakah benar Cakka jadian ama Oik?’

***

Cowok itu berjalan menuju sebuah bangunan yang besar dan bertingkat. Bangunan itu tempat tinggal sementara bagi manusia-manusia yang sakit. Sejenak ia ragu melanjutkan langkah. Apakah ia akan menemui orang itu? Kalo ternyata orang itu marah padanya gimana? Ia emang pantas mendapat balasan karena ulahnya yang udah keluar batas.

Lanjutkan aja! Kedua kakinya pun berjalan ketika menerima sinyal dari otak. Cowok itu sudah memasuki rumah sakit. Di sekitarnya, ada beberapa orang yang berlalu lalang. Juga ada yang duduk di bangku.

Ketika ia hendak menaiki tangga, sepasang mata mengawasinya. Cowok itu mengurung niat melanjutkan langkah dan membalikkan badan. Di hadapannya kini ada seorang cewek yang menjadi sumber utama perbuatannya.

“Mau jenguk siapa?” Tanya cewek itu.

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

Follow : @uny_fahda19

Miracle of Rainbown ( Part 17 )

Hy all !!!

Ini part 17 nya,, maap kalo pendek ato gak memuaskan,,,

Terus baca ya cerbung gaje q ini,,,,




Part 17

.

.

.

“TIDAK !!!” Teriak Shilla histeris lalu pingsan seketika.

Bersamaan dengan pingsannya Shilla, pisau itu lepas dari tangannya. Gabriel melepas Rio lalu bangkit, menatap cewek yang tergeletak tak sadarkan diri. Sebisa mungkin ia tahan rasa sakitnya akibat pisau itu. Darah tadi bukan darah Rio, melainkan darah tangannya sendiri. Gabriel nekat menyayat tangannya dengan pisau.

“Lo..” Kata Cakka.

Gabriel berjalan mendekati Cakka sambil menahan rasa sakit di tangannya. “Rio selamat. Cepat lo bawa ke rumah sakit.” Katanya seraya meninggalkan tempat itu.

Semua berkumpul dan menghela nafas lega. Mereka tau Gabriel nggak mungkin berani membunuh Rio. Sebenci apapun ia pada Rio, Gabriel masih punya hati dan perasaan.

“Vin, lo sama pacar lo urus Shilla. Gue dan sisanya urus Rio.” Perintah Cakka.

Alvin mengangkat Shilla, walau rasa sakitnya akibat dari tinjuan Gabriel masih terasa. Sivia mengikuti Alvin dan menjaga agar keseimbangan Alvin tidak goyah. Mereka berjalan secara hati-hati menuju keluar gua.

 “Rio sadar!” Seru Agni.

Tubuh itu perlahan bergerak. Agni, Cakka dan Ify melihatnya dengan gemetaran. Nggak tau kenapa. Rio membuka mulutnya, seperti ingin mengatakan sesuatu. Tetapi kedua matanya masih terpejam.

“A..Acha..” Lirih Rio tanpa membuka mata.

Acha? Masing-masing bertanya pada diri sendiri. Siapa Acha itu? Selama ini, Rio nggak pernah bercerita tentang Acha. Setelah mengucap dengan lirih, Rio kembali tak sadarkan diri.

Sementara Cakka dan Agni sibuk berusaha membantu Rio, cewek yang satu ini tidak melakukan apapun. Ify diam. Darahnya seperti berhenti mengalir ketika Rio mengucapkan sebuah nama. Acha. Acha siapa? Terus, apa Rio memiliki hubungan khusus ama Acha? atau jangan-jangan...

“Fy..” Kata Agni.

Karena terlalu serius dengan pikirannya, Ify jadi lupa kalo dirinya sendiri yang belum melakukannya. Cepat-cepat Ify membantu Agni dan Cakka.

Mereka pun berjalan dengan hati-hati menyusul Alvin keluar gua. Kalo nggak hati-hati, tanggung sendiri deh akibatnya. Terjebak di gua misterius dan nggak bisa balik ke rumah lagi. Untunglah Agni hafal gua itu dan mereka selamat sampai tujuan.

***

Esoknya...

Walau awalnya Mama melarang Shilla sekolah karena kejadian kemarin, Shilla ngotot pengin sekolah. Akhirnya Mama mengalah. Ia yakin putrinya itu baik-baik saja.

@school

Berita heboh sedang dibicarakan ama gosipholic. Yaitu menyangkut soal Rio. Tapi nama Gabriel nggak dikaitkan karena kejadian di gua kemarin adalah rahasia dan mustahil banget diketahui ama orang lain.

Pagi itu, Shilla terduduk lemas di bangkunya. Benar juga kata Mama, harusnya ia nggak sekolah dulu. Otaknya saat ini sulit mencerna informasi, apalagi pelajaran! Mengetahui hal itu, Febby pun bertanya.

“Lo kenapa?” Tanya Febby.

“Ng.. Gue nyesel dengan rencana ini.” Jawab Shilla menunduk.

‘Sudah gue duga!’ Batin Febby. Pasti ntar Shilla meminta bantuannya. Huh! Dasar cewek yang nggak berani menghadapi resiko dari perbuatannya. Sudah capek ia menasehati Shilla agar membatalkan rencana itu, tapi Shilla nggak mempedulikan nasehatnya. Gilirannya sekarang untuk nggak mau membantu Shilla.

“Emangnya ada apa? Gabriel?” Tanya Febby.

“Iya. Bahkan lebih parah dari yang gue pikirkan.” Jawab Shilla.

Febby menatap Shilla penuh selidik. “Apa karena Gabriel, Rio dibawa ke rumah sakit?” Tanyanya.

“Ya. Kemarin Gabriel hampir membunuh Rio gara-gara Rio tembak gue.”

Febby tersenyum puas. “Salah lo sendiri kan. Ngapain juga lo nyium Rio segala kalo lo udah nggak suka lagi ama Rio? Dan, bagaimana perasaan lo ama Gabriel? Gue yakin, Gabriel membenci lo dan muntah ngeliat wajah lo.”

“Lo..” Shilla menunjuk Febby. Jadi, Febby udah berani padanya? “Lo jangan ngawur kalo bicara. Sebaiknya, lo bantu gue agar masalah gue ama Gabriel terselesaikan dan CRAG kembali akur seperti dulu.”

“Bantu? Apa gue salah denger tuh?”

Darimana Febby dapat obat sampai berani-beraninya membantah Shilla? Febby kan sahabat setia yang selalu menuruti dan mendukung segala keinginannya? Apa ini artinya Febby keluar dari gengnya dan mencari geng lain? Atau, mencoba menggantikan posisinya?

“Gue bukan teman lo lagi. Masih banyak urusan yang harus gue selesaikan.” Kata Febby seraya berdiri. Ia mengambil tas pingganya lalu menatap tajam ke arah Shilla.

“Urusan apa?” Tanya Shilla.

Febby tak menjawab, lalu ia pergi meninggalkan Shilla dan duduk di bangku paling ujung. Untunglah bangku itu kosong sehingga ia bisa duduk tanpa meminta persetujuan.

‘Gue tau apa rencana lo!’ Batin Shilla tersenyum sinis ke arah Febby.

***

Geng Shilla terpecah. Febby memilih gabung ama geng The Chibi, salah satu geng cewek SMA Vega yang juga terkenal seperti CRAG. Sementara Oik dan Pricilla memilih membuat geng sendiri. Shilla yakin, semua murid SMA Vega pada bertanya satu sama lain atas bubaran gengnya yang dulu paling terkenal. Shilla berjanji setelah masalahnya ama Gabriel selesai, ia akan berubah. Dan tentu saja melaksanakan janji Rio.

Ngomong-ngomong soal Rio, cowok itu dirawat di RS Rise Sentausa. Kata Alvin sih keadaan Rio baik-baik aja. Hanya saja Rio belum sadar. Shilla tau, semua ini salahnya. Dan Shilla nggak nyangka Gabriel berbuat sedemikian. Hampir aja Gabriel membunuh Rio. Tapi cowok itu memilih melukai dirinya sendiri.

Sekarang, saatnyalah berbicara serius ama Gabriel. Masalah itu harus diselesaikan dan CRAG kembali akur seperti dulu. Ini baru yang namanya bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan. Shilla berjalan menuju kelas 2IPA-1 dengan harapan Gabriel mau mendengar penjelasannya.

“Gabriel nggak masuk. Nomor HPnya nggak aktif.” Jelas Cakka ketika Shilla udah nyampe di kelas 2IPA-1.

Kemana juga Gabriel? Apa luka ditangannya belum sembuh? Atau ada hal lain yang membuatnya nggak masuk hari ini?

“Geng lo bubaran ya?” Tanya Cakka.

Shilla mengangguk. Jangan bicarain tentang geng deh, Shilla enek ingat Febby.

“Mmm..” Cakka ragu mengatakannya. “Apa lo tau hubungan gue ma Oik yang sebenarnya?” Lanjutnya.

Shilla menatap Cakka heran.

“Bukan.. Bukan.. Mungkin lo nggak tau.” Kata Cakka.

“Hubungan..” Kata Shilla berpikir-pikir. Ia tau siapa Oik. Oik adalah teman dekatnya. Setiap masalah yang dialami Oik selalu diceritakannya ke Shilla.

“Lo dan Oik memiliki hubungan khusus. Oik pernah cerita ke gue kalo mamanya dulu dekat ama Papa lo. Jadi lo dapat menyimpulkan sendiri.” Kata Shilla meninggalkan Cakka. Bukannya ngobrol ama Gabriel, malah ngobrol ama Cakka tentang Oik.

Papa? Dekat ama Mama Oik?

***

Seperti biasa, saat pulang sekolah, Alvin mengajak pacarnya pulang. Tapi kali ini Sivia menolak karena ada janji ama Ify. Alvin pun nggak bisa membantah Sivia.

“Jaga diri lo baik-baik ya.” Kata Alvin.

Sivia mengangguk dan tersenyum. Setelah itu Alvin meninggalkannya. Kemudian, datang Ify dan Agni.

“Gimana, kita jadi kan shooping?” Tanya Sivia semangat.

Wah, kok Sivia mendadak suka shooping ya? Ketularan siapa tuh? Agni mengangguk setuju. Sementara Ify masih bimbang.

“Bukannya lo setuju ikut shooping ama kita berdua?” Tanya Agni.

Masalahnya, siang ini juga ia ingin sekali menjenguk Rio. Ify penasaran ama nama yang disebutkan Rio sewatu Rio nggak sadar. Acha? Sadar Fy! Nama Acha itu banyak. Bukan hanya satu. Ada jutaan yang make nama Acha di dunia ini.

“Gue tau, lo mau ke rumah sakit kan?” Tebak Sivia.

Ify mengangguk.

“Ya udah. Kita ke rumah sakit dulu, setelah itu kita shooping, gimana?” Usul Sivia dan diangguki Agni.

Bukannya Ify menolak atau apa, ia mau sih diajak shooping ama Sivia. Kebetulan uangnya hari lagi nggak sedikit kayak kemarin-kemarin. Tapi, hatinya menyuruhnya untuk segera menemui Rio. Meskipun Rio belum sadar, Ify harus pergi ke rumah sakit itu. Sendiri, tanpa Sivia dan Agni.

“Eng.. Kalian berdua shooping aja. Gue sendiri aja ke rumah sakitnya. Kapan-kapanlah kalian jenguk Rio.” Kata Ify.

Sivia tersenyum jahil. “Hayoo, lo nggak mau diganggu ama kita-kita kan? Jangan-jangan, lo mau pedekate ama kak Rio?”

Muka Ify menjadi merah. Sivia.. Sivia.. Sok tau aja. Belakang-belakangan ini Ify hampir melupakan perasaannya pada Rio. Semenjak ia tau Rio udah punya pacar dan jadian ama Shilla, ia mundur demi mendapatkan Rio. Sekarang, yang menjadi pertanyaannya, ia harus tau siapa Acha yang disebutkan Rio. Walau Ify ragu menanyakan hal itu. Takut ntar kalo Rio marah.

“Gue pergi dulu. Bawa oleh-oleh ya..” Kata Ify tersenyum lalu meninggalkan Agni dan Sivia.

Sivia dan Agni saling pandang-memandang. Lalu keduanya tertawa.

***


Itu mobilnya! Seru seorang cewek. Cewek itu berjalan mendekati mobil Avanza yang terparkir manis tak jauh dari sekolah. Dengan berani, cewek itu menarik lengan cowok yang duduk di samping mobil itu. Otomatis, cowok itu mendadak kaget.

“Belum pulang?” Tanya cewek itu.

Mengapa ia ada disini? Batin si cowok. Apa cewek itu ingin mengganggu hidupnya lagi? Setelah hidupnya yang kelam berubah menjadi cerah.

“Gue udah tobat.” Kata cewek itu lirih. Air matanya menetes membasahi pipinya yang putih dan halus.

“Terus, apa mau lo?”

“Gue mau.. Gue mau balikan ama lo lagi..”

***

Siang yang panas itu, Cakka tidak langsung pulang ke rumahnya. Masih memakai seragam sekolah, Cakka menjalankan motornya ke sebuah tempat favoritnya. Tempat itu lumayan sepi dan jarang ada orang yang datang kemari. Disinilah ia berusaha mengembalikan ingatannya yang sempat hilang.

Angin sepoi-sepoi membantunya mengingat masa-masa itu. Cakka bersenderan pada pohon yang lebat. Ia letakkan kedua tangannya di belakang kepala. Kakinya ia selonjorkan. Sesaat, matanya terpejam. Dalam gelap, ia melihat sosok Agni yang tersenyum manis padanya. Lalu, ada Oik yang berwajah berkebalikan dengan Agni. Yaitu berwajah mendung dan tidak suka. Ada apa dengan Oik?

Selain masalahnya dengan Oik, ada satu masalah yang membuat pikirannya kacau. Kedua orangtuanya sebentar lagi cerai. Kata Papa, sudah memiliki calon istri baru yang katanya lebih sempurna dari Mama. Dadanya seperti tertusuk benda tajam ketika Papa meremehkan Mama. Ada apa sebenarnya? Padahal, orangtuanya adalah sepasang kekasih yang saling mencintai satu sama lain.

Tapi, ada satu ekspresi yang ia tangkap dari wajah Papa saat membentak Mama. Yaitu ekspresi tidak rela. Cakka yakin, Papa masih mencintai Mama. Bahkan, calon istri Papa belum ia ketahui wajahnya dan namanya. Tinggal menunggu waktu orangtuanya akan berpisah pada kehidupan masing-masing, dan ia bingung mau ikut siapa. Lebih baik tidak ikut siapapun dan mencoba membuka kehidupan baru yang penuh dengan perjuangan, atau mengemis pada sahabat-sahabatnya.

“Kak Cakka..” Lirih sebuah suara. Dan, ingatan itu kembali pulih.

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

Follow : @uny_fahda19

Miracle of Rainbown ( Part 16 )

Hy all !!!

Ini part 16 nya,,

Terus baca ya cerbung gaje qu ini ;)


Part 16

.

.

.

Udah setengah jam lebih Shilla menunggu Rio. Cowok itu nggak muncul-muncul juga. Shilla takut sesuatu terjadi pada Rio. Ia coba menelpon nomor Rio. Operator bilang, nomor itu nggak aktif. Duh.. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada Rio. Gawat!

Sekolah udah mulai sepi. Shilla hanya ditemani mobil honda jazz Rio di belakangnya. Perasaannya mulai nggak enak. Apa sebaiknya ia menyusul Rio ke gua itu? Sendiri? Shilla nggak yakin. Jika ada teman, tentu Shilla berani.

“Dimana Rio?” Tanya Alvin yang sudah ada di sampingnya.

Shilla mendadak kaget. “Rio.. Tadi dia ke gua itu.” Jawab Shilla.

Shit! Alvin memukul jidatnya. Bisa-bisanya cowok seperti Rio terkena jebakan Gabriel. Ya, ia tadi sempat melihat Gabriel masuk ke dalam gua bersama seorang gadis kecil berumuran tujuh tahun. Gue harus telpon Cakka!

“Kenapa?” Tanya Shilla.

Alvin nggak menjawab. Ia menunggu Cakka menerima panggilannya. Ayo.. Angkat Kka.. Angkat.. Kalo nggak, Rio bakal mati sekarang.

“Ya? Lo harus ke sekolah.. Rio.. Dia sedang dalam bahaya.. Oke.”

“Rio kenapa?” Tanya Shilla penasaran. Ia melihat wajah Alvin yang panik.

“Pacar lo dalam bahaya!” Kata Alvin sedikit membentak.

“Lo tau darimana kalo Rio dalam bahaya?”

Sebenarnya Alvin malas menjawab pertanyaan Shilla. Tentu semua ini ada hubungannya dengan Shilla. Gabriel nggak akan menjebak Rio kalo Rio nggak nembak Shilla. Kka.. Ayo datang..

***

“Lo nggak bisa lepas begitu aja dari gue.”

“Lo..” Tunjuk Rio pada seorang cowok yang tadi meninju punggungnya.

“Kenapa? Lo kaget ya? Dasar orang yang suka melanggar janji.”

Cowok yang bernama Gabriel itu langsung meninju perut Rio. Rio sempat membalas tinju itu, tapi entah mengapa tenaganya saat itu tidak seperti biasa. Alhasil pukulannya tadi tidak bisa mencelakai Gabriel.

“Stop Yel! Salah gue apa? Melanggar janji apa gue?” Tanya Rio. Ia berusaha menahan rasa sakit di perutnya.

“Salah lo..” Gabriel menggantung. “Shilla. Lo pasti tau.” Lanjutnya lalu meninju mulut Rio. Darah segar keluar dari mulutnya akibat tinju dari Gabriel.

“Yel.. Gue nggak ada niat pacaran sama Shilla..” Kata Rio membela diri.

Gabriel menatap Rio tajam. Sekali lagi, ia meninju Rio sampai Rio jatuh ke bawah. Pintar juga ya Rio, nggak mau membalas perbuatannya. Apa Rio sudah tau kesalahannya?

“Terus, kenapa lo macarain dia? Gue tau lo lebih sempurna dari gue. Gue tau lo cowok nomor satu di SMA Vega, bahkan mungkin di seluruh dunia. Gue tau wajah gue nggak setampan wajah lo. Dan gue tau, Shilla sangat menyukai lo dan lo janji nggak akan macarin dia. Tapi sekarang, lo malah buat pengakuan kalo lo jadian sama Shilla kemarin. Sahabat macam apa lo? Ohya, kita kan bukan sahabat lagi. Jadi suka-suka lo aja mau nembak siapa saja.” Kata Gabriel. Ia melihat puas ke arah Rio yang mungkin sebentar lagi pingsan. Dasar cowok lemah!

“Gu.. Gue nggak suka sama Shilla.” Kata Rio.

“Nggak suka? Kalo nggak suka, kenapa lo nembak dia?”

Sangat sulit memberi penjelasan pada Gabriel. “Karena ada satu hal. Makanya gue terpaksa nembak dia. Dan hubungan gue sama Shilla nggak akan lama.”

“Pembohong! Pendusta!” Bentak Gabriel. Lalu, ia mengeluarkan pisau lipat dari balik jaketnya. Rio terhenyak. Gabriel mau membunuhnya? Hanya karena Shilla? Pisau itu kini berada di perutnya dan siap menusuk ulu hatinya.

“Lo akan mati.” Kata Gabriel tersenyum licik. Emosinya saat ini nggak terkontrol. Yang ada dipikirannya hanya ingin cepat-cepat memusnahkan Rio.

“Lo akan mati..” Kata Gabriel lagi. Kini, pisau yang tajam itu sudah siap melakukan suatu tugas yang membahayakan. Rio memejamkan mata dan merasakan suatu perasaan yang berbeda. Perasaan yang berbeda dari yang pernah ia rasakan.

***

“Rio..” Lirih gadis itu di tengah-tengah ketidak sadarannya.

Bau obat memenuhi ruangan itu. Gadis yang bernama Acha itu terbaring lemah di atas ranjang tempatnya di rawat. Baru saja ia menjalani kemoteraphy.

“Rio..” Lirihnya lagi.

Air matanya mentes. Walau cuman setetes. Acha nggak bisa menangis lagi. Ia lelah menangis dan menangis membuatnya frustrasi. Yang ia rasakan adalah sebuah firasat buruk. Apakah itu? Apa nyawanya sebentar lagi kembali pada asalnya? Tidak. Ia nggak ingin mati. Masih banyak kegiatan yang ingin ia lakukan. Dan ia tidak mau berpisah dengan Rio.

Rio?

Ada apa dengan Rio?

Mengapa... Mengapa ia merasakan... Rio berada disampingnya? Disampingnya? Acha tidak berani membuka mata. Mungkin pikirannya nggak jernih. Ia pun kembali tidur. Tapi, ada tangan yang menyentuhnya. Sentuhan itu menjalar sampai mengalir ke darahnya. Apa sentuhan itu...

Rio?

***

“Lo akan mati..” Kata Gabriel lagi. Kini, pisau yang tajam itu sudah siap melakukan suatu tugas yang membahayakan. Rio memejamkan mata dan merasakan suatu perasaan yang berbeda. Perasaan yang berbeda dari yang pernah ia rasakan.

Acha?

Sejak kapan ia kembali sedih ketika ia mengingat nama itu? Rio merasakan sedang berada dekat dengan Acha. Tepatnya disamping Acha. Ia mengelus lembut tangan dan rambut Acha. Tuhan.. Apa.. Apa aku sudah mati?

BRUAK !!!

Kejadian itu sangatlah cepat. Perlahan, Rio membuka mata dan mendapati dirinya masih hidup. Ia berusaha bangun, namun tenaganya tidaklah mampu berbuat sedemikian. Yang ia lihat Alvin dan Cakka sedang menghajar Gabriel.

“Lo mau bunuh Rio?” Geram Alvin. Ia meninju mulut Gabriel. Pisau yang tadi ia pegang kini berada di tangan Cakka.

“Bukan urusan lo!” Bentak Gabriel. Ia membalas tinjuan Alvin dengan keras. Karena waktu SMP Gabriel dikenal jago karate, ia mampu membuat lawannya binasa. Alhasil, Alvin terjatuh seperti Rio. Ia bukan tipe cowok yang jago kelahi.

Melihat hal itu, Cakka berusaha menyelamatkan Alvin dan Rio. Di tangannya ada pisau tajam. Jadi, apa ia berniat menusuk Gabriel dengan pisau itu? Kalo Gabriel mati gimana? Apa ia nanti dijebloskan ke penjara?

“Maju!” Bentak Gabriel. Wajahnya seperti hantu di fim horor.

Cakka maju selangkah. Apa ia berani menghajar Gabriel yang dulu dikenal jago karate? Bahkan raja karate? Ide muncul menyelamatkannya. Ya, ia mengeluarkan HP dari saku celananya dan menelpon seseorang. Gabriel melihatnya dengan senyum merehkan. Masih sempat-sempatnya Cakka menelpon demi mendapatkan bantuan.

Secara cepat, tanpa Cakka ketahui, HPnya terpelanting jauh dan pecah. Sialnya, nomor HP yang ia hubungi nggak diangkat. Cakka menyesali perbuatannya. Mengapa juga ia menelpon Agni? Agni kan nggak pernah mau angkat telponnya.

Gabriel berjalan mendekati Cakka. “Lo mau mati juga?” Tanyanya. Ternyata, ia membawa pisau cadangan. Bahkan pisau itu lebih tajam dari pisau yang direbut Cakka.

“Cakka! Awas!” Teriak Alvin yang udah mulai menyerang Gabriel. Tapi Gabriel tau apa yang ingin Alvin lakukan. Ia pun menendang Alvin dan seketika itu juga Alvin sama seperti Rio. Tenaganya nggak mampu membuatnya membalas perlakuan Gabriel. Berdiri pun ia nggak bisa. Kini, tinggal Cakka yang masih utuh.

“Lo gila Yel! Lo sahabat gue, sahabat Rio juga. Kenapa lo hajar mereka?” Bentak Cakka, walau sejatinya ia takut berhadapan ama Gabriel yang udah berubah jadi monster.

“Sahabat? Oke. Lo dan Alvin adalah sahabat gue. Tapi tidak dengan cowok yang bernama Rio tadi. Sekarang, gue kasi lo dua pilihan.”

“Rio teman lo Yel.” Kata Cakka. “Lo salah besar hajar dia gara-gara masalah cewek. Lo nggak punya hak ngelarang Rio pacaran sama siapapun.” Sambungnya.

“Ohya, terus, mana janjinya untuk nggak macarain Shilla dan berusaha bantu gue agar gue dekat sama Shilla?”

Cakka terdiam. Kalo masalah janji itu ia nggak tau sama sekali. Terpenting, bagaimana cara agar ia, Alvin dan Rio selamat dan bisa mendamaikan Rio dengan Gabriel. Tapi otaknya lagi buntu. Belum lagi masalahnya dengan Oik yang belum terselesaikan.

“Apa pilihannya?” Tanya Cakka.

“Pilihannya...”

***

Di perjalanan, Agni menceritakan kisah hidupnya pada Ify dan Sivia. Termasuk mengapa ia membentak Cakka dan menjauhi Cakka. Sejatinya, ia sangat menyukai Cakka. Cakka adalah sahabat kecilnya, tapi dulu. Setelah ia berjanji ke Oik kalo ia nggak akan mendekati Cakka lagi, ia mengira janji itu cuman main-main. Tapi, sampai sekarang pun Oik masih ingat janji itu. Dan, sampai kapanpun ia nggak akan bisa bersama Cakka.

“Via baru tau kalo kakak suka ama kak Cakka.” Kata Sivia.

“Iya. Tapi nggak papa kok. Mungkin aku sama Cakka nggak ditakdirkan bersama.” Kata Agni sedikit sedih.

Mereka bertiga berjalan menuju sekolah. Tadi sewaktu pulang sekolah, mereka sepakat beli novel di Gramedia yang letaknya nggak jauh dari sekolah. Jadi, ke Gramedianya jalan kaki. Buang-buang uang kan kalo naik kendaraan umum.

“Eh, bukannya itu mobil Rio?” Tanya Sivia melihat honda jazz terparkir manis di luar gerbang.

“Iya. Lho? Kok ada Shilla disana?” Kata Agni. Cewek itu melihat Shilla yang sedang kebingungan. Ketiga cewek itu berjalan mendekati Shilla.

Shilla menyadari ada tiga cewek yang mendekatinya. “Kalian.. Apa kalian..” Kata Shilla.

“Ada apa?” Tanya Agni merasakan ketidakberesan.

“Rio sedang ada masalah! Dan Alvin ama Cakka menyusulnya di gua itu.” Kata Shilla menunjuk sebuah gua yang terlihat angker.

Gua misterius kata orang. Aneh! Harusnya gua itu dijadiin tempat wisata. Bukannya tempat tinggal Jin, Iblis, dan Setan. Tunggu! Tadi Shilla bilang ‘Cakka’? Cakka kan tadi menelponnya dan ia nggak sempat angkat.

“Kenapa di gua itu?” Tanya Sivia bergidik ngeri.

“Gue ngerasa mereka sedang ada masalah. Sebaiknya kita kesana.” Kata Shilla walau nggak yakin berani kesana.

Sebentar. Apa saat Cakka menelponnya, Cakka berada di gua? Ada apa Cakka menelponnya? Biasanya, kalo ada hal penting baru Cakka nelpon. Cakka bukan tipe cowok yang suka basa-basi. Agni balik menelpon Cakka. Semoga Cakka baik-baik aja.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.

“Nelpon siapa Ag?” Tanya Ify melihat wajah Agni yang berubah menjadi pucat.

“Kita harus ke gua! Secepatnya!” Kata Agni.

***

“Pertama, gue akan bebasin lo dan Gabriel, tapi Rio nggak akan gue lepas. Dan pilihan kedua.. Kalian bertiga akan gue bunuh kalo kalian nggak mau memilih pilihan pertama. Gimana? Pilih yang mana?” Kata Gabriel.

“Mmm, pilihan ketiga?” Tanya Cakka. Masih sempat-sempatnya cowok itu bercanda.

“Hanya ada dua pilihan. Gue tunggu lo sampai lima menit. Kalo lo belum menemukan jawaban... Terpaksa gue bunuh kalian semua.”

Samanya aja dong pilih pilihan kedua. Bagaimana bisa menemukan jawaban, sedangkan otaknya mampet. Nggak bisa buat mikir.

“Empat menit.” Kata Gabriel. Cowok itu memamerkan pisau yang jauh lebih besar dan lebih tajam dari yang Cakka bawa.

“Tunggu! Kalo gue pilih yang pertama, apa lo akan bunuh Rio?” Tanya Cakka mencari kepastian.

“Tentu. Gue bosan liat wajahnya.” Jawab Gabriel.

“Apa lo nggak takut lo dimasukin penjara gara-gara bunuh orang?”

“Takut? Gue nggak akan takut kalo polisi ngincer gue.” Jawab Gabriel santai. Seakan-akan hal itu nggak akan terjadi.

Cakka mundur selangkah. Apa ia berani memilih pilihan pertama? Tidak! Artinya, ia lebih mementingkan diri sendiri dibanding orang lain. Cakka tidak ingin Rio mati. Ia juga yakin, Gabriel nggak bakal bunuh Rio.

“Tiga menit.” Kata Gabriel.

Tinggal dua menit lagi waktu yang terisisa, dan waktu singkat itu harus ia gunakan sebaik-baiknya. Pikir Kka.. Pikir.. Lha, kok yang muncul malah wajah Agni dan Oik yang sedang bermain bersama? Hei! Apa ingatannya sudah pulih?  

“Dua menit.”

Di lapangan yang luas itu, ia, Agni, dan Oik berlari bersama. Tapi, ia lebih memerhatikan Agni dibanding Oik. Menurutnya, Agni lebih baik dibanding Oik. Benar kan. Dulu Agni dan Oik bersahabat. Lalu, apa alasan Oik melarang Agni mendekatinya?

“Satu menit.”

Tunggu! Sepertinya ia teringat sesuatu. Tangisan Oik, rasa keputusasaan Oik, Mama Oik, Papanya.. Ketidakadilan hidup..

“Lo bodoh!” Kata Gabriel. Ia menghajar Cakka hingga Cakka terjatuh. Kepalanya terasa sakit karena memaksakan diri untuk meningat masa lalunya. Ia.. Agni.. Oik.. Adalah sahabat?

“Lo mau mati?” Bentak Gabriel. Pisau itu menempel di perut Cakka dan siap melakukan tugasnya. Cakka nggak berusaha menyelamatkan diri. Masa lalunya lah yang paling penting.

‘Cowok aneh’. Batin Gabriel. Cakka sama sekali nggak takut atau apa. Padahal, ia nggak punya niat bunuh Cakka. Ia hanya ingin mengakhiri hidup Rio, bukan hidup Cakka.

“TUNGGU !!!” Teriak seorang cewek. Seketika itu juga pisau yang dipegangnya terlempar jauh. Tangannya seakan-akan lumpuh ketika mendengar suara itu.

“Shilla?” Kata Gabriel.

Empat cewek yang barusan datang itu membuat nyalinya menciut. Gabriel seperti berhadapan dengan polisi. Nggak tau kenapa ia merasa takut berhadapan ama empat cewek itu. Terutama Shilla! Shilla menatapnya garang. Lalu Shilla mengalihkan pandang melihat Rio yang tak sadarkan diri dan Alvin yang setengah sadar.

“Alvin!” Histeris Sivia.

Dapat ditebak, cewek itu segera menolong pacarnya. Alvin tersenyum melihat sang bidadari yang sudah ada disampingnya. Ia mencoba bangkit, dan berhasil. Rasa sakitnya terkalahkan oleh senyuman manis Sivia.

Sementara Agni, ia langsung membantu Cakka. Cewek itu khawatir banget ama Cakka. Ketika Agni menatap Cakka, Cakka merasakan ingatannya kembali lengkap. Ia dan Agni dulu adalah sahabat. Tapi ada satu ingatan yang masih ia ragukan. Yaitu hubungannya ama Oik. Seperti apa sih hubungannya ama Oik yang sebenarnya?

Shilla mengurusi Gabriel, Agni membantu Cakka, dan Sivia menolong Alvin. Lantas, apakah cewek bernama Ify ini berani mendekati Rio? Harus! Walau Rio bukan siapa-siapanya, ia berhak menolong Rio. Ify hendak mendekati Rio, tapi...

“Mau apa lo?” Bentak Gabriel pada Ify. Ify sendiri memilih mundur karena takut.

“Gue akan bunuh tuh cowok!” Kata Gabriel.

Secepat mungkin ia mengambil pisau yang tadi sempat terlempar jauh. Setelah itu ia melakukan tugasnya yang tadi sempat ia tunda. Yaitu mengakhiri hidup Rio. Tentu Shilla cs kaget bukan main dan nggak berani menghentikan perbuatan Gabriel.

“Ke.. Kenapa lo mau bunuh Rio?” Tanya Shilla.

Kini, tangan kiri Gabriel memegang kepala Rio dan tangan kanannya memegang pisau yang siap membantunya untuk menyelesaikan tugasnya ini.

“Gue enek liat rupanya.” Kata Gabriel.

Selain Shilla, pada diam semua. Biarkan Shilla yang mengatasi masalah ini. “Kenapa enek? Kenapa lo bunuh teman lo sendiri? Apa salah Rio?”

“Salahnya? Banyak! Dia merebut semua impian gue. Dan lo! Gue nggak nyangka berani-beraninya Rio nembak lo, padahal Rio udah janji untuk nggak akan pernah macarin lo.”

Jadi ini alasan mengapa Gabriel ingin membunuh Rio? Sadar Shill, sadar! Lo yang salah, bukan Rio. Lo yang harus mati, bukan Rio.

“Jadi.. Lo mau bunuh Rio gara-gara dia nembak gue? Itu aja?” Tanya Shilla.

Gabriel tidak menjawab. Tangan kanannya yang memegang pisau siap memisahkan nyawa dari tubuh itu. Pelan-pelan...

“Tunggu kak! Biar aku yang jadi pengganti kak Rio. Kak Rio nggak boleh mati, bunuh aja aku kak.” Kata Ify tegas.

“IFY!” Teriak Sivia ketakutan. Tapi pelukan hangat Alvin menenangkannya.

“Tidak! Gue nggak punya niat bunuh lo!” Bentak Gabriel.

Ify berjalan mendekati Shilla. “Jangan. Kamu anak baik, kamu nggak pantas mati dibunuh Gabriel. Biar aku aja.” Kata Shilla.

“Tapi, kak..”

“Nggak papa.” Kata Shilla tersenyum.

“Lo siap pacar tercinta lo mati?” Tanya Gabriel.

“Biar gue yang jadi gantinya.” Kata Shilla menunjuk dirinya.

Gabriel menatap Shilla tak percaya. Sebesar itukah cinta Shilla ke Rio? Tugasnya disini hanya ingin mengakhiri hidup Rio, itu saja. Kalo seandainya ia ditangkap polisi atau apa, Gabriel nggak peduli. Asalkan Rio mati, ia bahagia walau ia di kurung di penjara.

“Gue.. Gue emang suka ama Rio. Tapi sekarang tidak. Oke, kalo lo mau jadi pacar gue, gue terima cinta lo dan lo harus bebaskan Rio, gimana?” Kata Shilla.

Sekarang bukan saatnya ia memikirkan masalah itu. Sama saja artinya ia merusak hubungan Shilla dengan Rio. Karena itulah, ia nggak terpengaruh dengan perkataan Shilla, dan tugasnya kali ini harus sukses ia lakukan.

“Yel, gue cuman seminggu pacaran ama Rio, pliss.. Lo harus paham.. Rio nembak gue karena perintah gue, plis Yel, semua ini salah gue, jadi, tolong jauhi pisau itu...”

Jangan terpengaruh dengan perkataan itu! Bantah hatinya. Tugas ini harus ia selesaikan dan tidak ada yang bisa menghentikannya. Termasuk Shilla!

“Gue nggak peduli lo pacaran apa tidak. Tugas gue disini yaitu mengakhiri hidup Rio, jadi, berdoa aja supaya amal perbuatan Rio diterima Tuhan.” Kata Gabriel. Tangannya yang tadi diam mulai bekerja.

Shilla maju selangkah. “Lo mau maju atau hadangi tugas gue? Bakal gue bunuh cowok ini!”

Tidak ada yang berani menghentikan aksi jahatnya itu. Shilla dan lainnya merasakan ada tembok yang menghadang jalan mereka demi menyelamatkan Rio. Lalu, darah segar keluar dan pisau itu berubah menjadi merah karena darah segar itu.

“TIDAK !!!” Teriak Shilla histeris lalu pingsan seketika.

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

Follow : @uny_fahda19
             

Sabtu, 02 November 2013

Miracle of Rainbown ( Part 15 )

Hy all !!!

Ini part 15 nya, maap kalo pendek ato gak memuaskan,

Happy reading !!


Part 15

.

.

.

“Apa-apaan lo?” Kaget Rio.

Dunia seakan-akan berhenti berputar. Rio begitu kaget ketika ia menyadari ada cewek yang telah menciumnya. Shilla? Mau apa dia? Kali ini, emosi Rio nggak bisa ditahan. Cowok yang dikenal nggak pernah membentaki siapapun kini siap membentaki Shilla.

“Lo..”

“Sabar Yo, gue cuman main-main.” Kata Shilla.

“Main-main? Lo bilang ini main-main?” Bentak Rio.

Baru Shilla tau. Jadi begini ya tampang Rio kalo lagi marah? Shilla bergidik ngeri. Oik? Mana Oik? Apa Oik udah mengambil gambar itu? Kalo tidak, dijamin ia nggak akan bisa pulang rumah.

“Tara! Hasil yang memuaskan.” Kata Oik seraya memberikan Shilla kamera itu. Shilla tersenyum puas melihat foto itu. Perfect! Tanpa editan.

“Gila!” Kata Rio. Ia mencoba merebut kamera itu dari tangan Shilla. Tapi Shilla langsung melempar kamera itu ke Oik, dan seterusnya, hingga Rio capek merebut kamera itu.

“Apa mau lo? Hah?” Bentak Rio.

Di belakang, Oik dan Pricilla ketakutan. Shilla mau apa sih? Sementara Febby santai-santai aja. Ia cuman takut kalo rencana itu berhasil dan menimbulkan masalah baru.

“Gue cuman mau..” Kata Shilla menggantung.

“Mau apa? Lo mau nempel foto itu di mading sekolah?”

“Tenang. Foto itu nggak akan gue sebarin dan langsung gue hapus. Asalkan..”

“Asalkan apa?”

“Asalkan lo mau jadi pacar gue.”

Sama saja artinya menyebarkan foto itu. Jadi pacar Shilla? Cewek itu masih nekat juga. Rio mengira Shilla udah mulai suka ama Gabriel. Tapi ternyata perkiraannya salah. Shilla masih mengejarnya.

“Dengerin gue dulu. Kita pacaran cuman seminggu aja, terus kita putus dan gue bersumpah nggak akan ngejer lo lagi, gimana?”

“Gue nggak mau.” Kata Rio.

“Ya udah kalo nggak mau. Foto itu menyebar dan gosip nggak akan pernah reda. Gue juga nyebarin foto itu ke internet agar bidadari lo membenci lo. Gimana?”

Hati Rio bimbang. Kalo foto itu menyebar luas gimana? Apa ia tidak malu? Apa susahnya juga sih pacaran ama Shilla selama seminggu? Tapi, kalo Gabriel marah dan CRAG hancur gimana?

“Tapi Gabriel..” Kata Rio.

“Lo tenang aja. Kita buat kejutan besar untuknya.” Kata Shilla misterius.

Akhirnya, Rio mengangguk. Nggak ada cara lain selain pacaran ama Shilla selama seminggu. Shilla juga aneh. Ide gila apa ini?

“Ngapain lo jadi pacar gue juga?” Tanya Rio.

“Gue emang suka lo, tapi lama-kelamaan gue capek ngejar-ngejar lo. Dan, gue buat ide ini agar sejarah hidup gue mengatakan kalo gue pernah jadian ama cowok aneh kayak lo, cowok yang mengharapkan pelangi.” Jelas Shilla.

Sejenak Rio berpikir. “Oke. Tapi setelah kita putus, lo janji nggak akan ganggu gue lagi. Dan satu lagi.”

“Apa?”

“Jangan pernah ganggu Ify, dan lo harus jadi sahabat baiknya.”

***

Mobil honda jazz itu memasuki tempat pemarkiran yang berada di samping sekolah. Semua mata penasaran akan kedatangan mobil yang dikatakan baru itu. Pintu mobil itu terbuka. Seorang cowok keluar dan membukakan pintu di sebelah kiri. Selanjutnya, muncul seorang cewek cantik. Cewek itu tersenyum pada si cowok.

Semua yang melihat pemandangan itu berbisik-bisik. Sejak kapan mereka jadian? Bukannya cowok itu nggak suka ama si cewek?

“Kapan Rio jadian ma Shilla?” Bisik Cakka di telinga Gabriel.

Pandangannya lurus ke depan menatap iri dan benci terhadap cowok yang bernama Rio itu. Gabriel tidak percaya Rio melanggar janji.

“Gue nggak yakin mereka jadian.” Kata Gabriel menahan rasa cemburu.

“Ya. Nggak semudah itu Rio bisa suka sama cewek.” Kata Cakka.

Rio dan Shilla berjalan menuju gerombolan itu. Semua murid yang melihatnya menatap keduanya tak percaya. Apa ini main-main? Sejak kapan Rio menyukai Shilla? Merasa diliatin dan diperhatikan, Rio dan Shilla cuek-cuek aja. Mereka berjalan menuju kelas masing-masing.

“Lo yakin mereka bercanda?” Tanya Cakka.

Yang ditanya tidak menjawab. Gabriel masih menatap Rio dan Shilla sampai bayangan keduanya hilang di matanya. Tidak! Cowok itu bukan Rio. Gabriel kenal ama Rio dan tau tentang Rio. Selama bersahabat dengan Rio, Rio tidak pernah membohonginya. Baginya, Rio adalah sahabat yang selalu ada untuknya dibandingkan teman yang lain.

“Gue harus kesana!” Kata Gabriel berlari meninggalkan Cakka.

Di kelas 2IPA-1, diam-diam Gabriel memperhatikan Rio dan Shilla. Benar! Mereka emang jadian. Lihat, Rio senyum-senyum aja daritadi saat Shilla ngoceh nggak jelas. Jadi, jadi ini yang namanya perjanjian? Gabriel baru tau kalo Rio suka melanggar janji.

“Gue ke kelas gue dulu ya.” Kata Shilla meninggalkan Rio. Tepat di pintu kelas, Shilla berpapasan dengan Gabriel.

“Ada apa?” Tanya Shilla santai.

“Lo.. Lo jadian sama Rio?” Tanya Gabriel.

“Ya. Ntar deh Rio yang umumin biar semua tau kalo Ashilla Zahrantiara resmi menjadi kekasih Mario Stevano. Lo cemburu kan?” Kata Shilla lalu meninggalkan Gabriel.

Sialan! Umpat Gabriel dalam hati. Rio.. Selama ini cowok itu membohonginya. Awas lo Rio! Gue nggak akan lagi mau berteman dengan lo. Gabriel berjalan dengan langkah berat menuju bangkunya itu. Di samping bangku itu, ada Rio. Ya, ia kan sebangku ama Rio? Mungkin setelahnya ia tidak akan duduk dibangku itu bersama Rio.

“Eh Yel, lo mau kemana?” Tanya Rio melihat Gabriel mengambil tasnya.

“Bukan urusan lo!” Ketus Gabriel. Ia mencari-cari tempat yang kosong. Tapi semuanya udah full. Harus ada pertukaran tempat duduk nih...

“Lo yang duduk disana, gue duduk sama Riko.” Kata Gabriel pada Dayat yang sedang baca buku. Tumben cowok itu rajin.

“Ada apa?” Tanya Dayat.

“Lo tau kan siapa yang jadian kemarin?” Tanya Gabriel.

Awalnya Dayat nggak paham karena otaknya belum sepenuhnya menerima informasi. Lalu ia membereskan barang-barangnya dan pergi ke bangku Rio. Cowok itu nggak mau bertengkar atau membantah Gabriel. Apa salahnya juga duduk ama Rio?

Rio melihat Dayat yang udah ada di bangku samping. “Kenapa lo duduk disini?” Tanya Rio. Itu hanya pertanyaan basi karena Rio tau mengapa Gabriel enggan duduk disini.

“Tanya saja sama Gabriel.” Jawab Dayat.

Banyak juga kok yang pindah-pindah tempat duduk dan wali kelas nggak ngelarang juga. Tapi pindahnya jangan terlalu sering.

***

Semua murid SMA Vega berkumpul di lapangan itu karena penasaran. Untung guru-guru pada rapat jadi nggak ada yang mengawasi. Gerangan apa yang membuat mereka sebegitu penasarannya? Tentu, siapa lagi kalo bukan mengenai hubungan Rio Shilla. Murid-murid itu pada cari kepastian. Apa hubungan itu main-main, atau sungguhan?

Dua cewek yang ikutan penasaran segera berlari cepat-cepat. Satu dari cewek itu memperbaiki letak kacamata yang mau copot akibat dari larian itu.

Terdengar suara cowok yang tidak asing lagi di telinga mereka. Cowok itu berada di tengah lapangan bersama seorang cewek yang sedari tadi tersenyum. Yes! Mereka semua tau kalo Ashilla Zahrantiara udah jadian ama Mario Stevano kemarin.

“Oke, gue nggak mau basa-basi. Intinya, gue udah resmi pacaran sama Shilla. Terimakasih.” Kata Rio. Tentu murid-murid yang mendengarnya kaget setengah mati. Rio jadian ama Shilla? Nggak mungkin.

“Kak Rio jadian sama Kak Shilla?” Kata Sivia sedih.

Yang berada di samping Sivia sedikit merasa putus asa. Ify tau, cewek sepertinya nggak pantas jadi pacar Rio. Walau kemarin Rio mengatakannya cantik dan memujinya, Ify yakin semua itu Rio lakukan atas dasar kasian. Kasian karena ia hanya cewek miskin dan jauh dari kata populer.

“Fy, lo mau kemana?” Teriak Sivia. Tapi Ify nggak menanggapi omongan Sivia. Ify terus saja berlari menuju kelasnya. Apa selanjutnya ia menangis sampai air matanya kering? Atau, apa ia berhenti mengangumi Rio dan mencari cowok yang lain?

Sementara di lapangan , terjadi kegaduhan. Tidak ada satupun yang berani nanya Rio atau Shilla. Masing-masing bertanya pada diri sendiri.

“Shill, resikonya banyak lho kalo lo nggak segera mutusin Rio.” Bisik Febby.

“Tenang aja Feb, itu kan bukan urusan lo. Gue yang lakukan, lo yang sibuk sendiri.” Kata Shilla tenang.

“Tapi tapi, Gabriel..”

“Gabriel? Kalo lo naksir ama dia, tembak aja.” Kata Shilla lalu meninggalkan Febby.

Dasar Shilla! Kata Febby dalam hati lalu meninggalkan lapangan. Ia akui dirinya nggak bisa mencegah apa yang dilakukan Shilla. Biarlah Shilla merasakan sendiri apa akibatnya, dan awas kalo ujung-ujungnya Shilla minta bantuannya untuk mengatasi akibat dari rencana ini, dijamin, Febby nggak bakalan bantu. Masih banyak urusan yang harus ia kerjakan. Alvia? Why not?

***

Berita heboh ini sudah diketahui oleh semua murid SMA Vega. Guru pun juga udah pada tau. Cewek-cewek SMA Vega banyak yang patah hati karena cowok idaman mereka sekarang ini udah punya pacar. Tapi ada juga kok yang cuek aja, seperti Sivia. Karena tuh cewek kan udah punya Alvin, ngapain juga cemburu ama Shilla?

Namun, Sivia nggak rela juga Rio jadian ama Shilla. Bukannya ia cemburu atau apa. Kasian kan Ify. Semangat cewek itu menjadi down. Padahal susah payah Ify motret Rio segala. Ohya satu lagi. Sivia nggak yakin Rio Shilla pacaran. Pasti mereka cuman bohongan. Nggak mungkin cowok seperti Rio selingkuh.

Selingkuh? Sebetulnya, siapa sih pacar Rio yang sesungguhnya? Apa jangan-jangan memang Shilla? Tapi kan, Rio udah punya pacar sebelum cowok itu jadian ama Shilla, dan saat Rio punya pacar, Rio menolak cinta Shilla. Misteri harus segera dipecahkan.

“Ayolah Vin, tanyak sana ama kak Rio!” Desak Sivia. Ia, Alvin dan Ify sedang ngobrol di kantin. Sebenarnya Ify nggak mau ikut, ntar dikira ganggu hubungan orang lagi. Tapi Sivia dan Alvin biasa-biasa aja tuh.

“Ntar deh gue tanya ma dia. Gue yakin, hubungan mereka main-main.” Kata Alvin dan diangguki Sivia. Sementara Ify daritadi diam. Ini kedua kali ia patah hati.

Pertama, saat mengetahui kalo Rio udah punya pacar dan ini info dari Alvin. Kedua, saat mengetahui Rio jadian ama Shilla. Aneh! Ify pun penasaran juga, sama seperti Sivia.

“Bukannya kak Gabriel naksir kak Shilla?” Tanya Ify tiba-tiba.

Nah, ini yang menjadi masalah bagi Alvin. “Iya, gue tau. Tadi aja Gabriel pindah tempat duduk. Katanya, dia enek liat wajah Rio. Tega sekali Rio mengingkari janji untuk nggak menjadi pacar Shilla. Tapi sekarang? Gue yakin. CRAG terpecah. Gue harus bicara serius ma Rio maupun Shilla.” Kata Alvin.

“Iya kak. Sebaiknya masalah ini diselesaikan agar nggak tambah buruk. Via takut suatu hari nanti kak Gabriel jadi musuh kak Rio.” Kata Sivia.

‘Right!’ Daripada mikirin hubungan Shilla dengan Rio, lebih baik mikirin tuh masalah yang ada di depan matanya. Batin seorang cewek seraya meninggalkan kantin.

***

“Lo mau kemana?” Tanya Alvin pada Gabriel.

Bel tanda berakhirnya pelajaran sudah bunyi setengah jam yang lalu. Gabriel membalikkan badan dan menatap Alvin dengan tatapan tidak ramah.

“Lo mau kemana?” Tanya Alvin lagi.

Yang ditanya nggak jawab. Gabriel meninggalkan Alvin tanpa mempedulikan teriakan Alvin. Diam-diam, Alvin mengikuti kemana Gabriel pergi.

***

Sepasang kekasih itu berjalan mesra menuju mobil honda jazz milik Rio. Shilla menyelipkan tangannya di lengan Rio. Jujur, Rio merasa risih. Namun apa boleh buat? Ini baru satu hari ia berpacaran ama Shilla. Bagaimana kelanjutannya besok? Sabar Yo, tinggal enam hari.

Seorang gadis kecil berumuran tujuh tahun mendekati mereka. Gadis kecil itu seperti meminta sesuatu.

“Tolong carikan balon yang ada disana ya kak. Soalnya balon Mimi tadi terbang kesana.” Kata gadis kecil itu yang bernama Mimi.

Mimi menunjuk tangannya ke sebuah tempat yang sepi. Konon, tempat itu adalah tempat yang sangat mengerikan dan letaknya nggak jauh dari sekolah. Shilla sendiri ketakutan. Ia berharap Rio nggak mau menolong gadis kecil itu yang wajahnya terlihat sedikit misterius.

“Baiklah. Rio akan membantumu.” Kata Rio tersenyum. “Ohya Shill, lo tunggu disini aja ya. Jaga mobil Rio.” Lanjut Rio seraya meninggalkan Shilla dan mengikuti Mimi yang udah duluan berada di depan.

‘Semoga Rio baik-baik aja.’ Batin Shilla.

***

Tempat yang kalo dilihat seperti gua itu mereka masuki dengan hati-hati. Karena takut akan keselamatan Mimi, Rio menggendongnya. Jalan di gua ini sedikit lengket dan bau. Rio nggak yakin dapat menemukan balon yang dicari Mimi.

“Balon kamu dimana?” Tanya Rio. Nafasnya sedikit sesak. Mungkin aja oksigen di gua ini sedikit.

“Disana.” Tunju Mimi di sebuah tempat yang merupakan inti gua.

Rio berjalan kesana dengan keraguan. Apa Mimi menjebaknya? Kalo iya, apa salahnya hingga gadis berumuran tujuh tahun itu ingin menjebaknya? Rio nggak merasa punya salah sama Mimi. Kenal pun tidak. Apa Mimi orang suruhan yang ntar digaji ama penjahat? Ya, kenapa ia nggak berpikiran sampai sana?

“Turunin Mimi!” Kata Mimi dengan suara yang berbeda.

Rio menurunkan Mimi dan secepat mungkin Mimi berlari menuju kegelapan sana. Kini, tinggallah dirinya di gua yang angker. Shit! Benar juga. Gadis kecil itu adalah orang suruhan. Dan ia sudah berhasil terjebak oleh musuhnya. Musuh? Selama hidupnya, Rio nggak merasa memiliki musuh.

Dari arah belakang, seseorang memukul punggungnya. Mendadak Rio kaget. Cowok itu mengerang kesakitan. Benar kan! Secepatnya Rio bangkit dan hendak membalas pukulan orang itu.

“Lo nggak bisa lepas begitu aja dari gue.” Kata orang yang tadi memukulnya.

***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja


Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604

Free Contact me : 083129582037 ( axis )

Makasiiii (:

Follow : @uny_fahda19