Hy all !!!
Ini part 16 nya,,
Terus baca ya cerbung gaje qu ini ;)
Part 16
.
.
.
Udah
setengah jam lebih Shilla menunggu Rio. Cowok itu nggak muncul-muncul
juga. Shilla takut sesuatu terjadi pada Rio. Ia coba menelpon nomor Rio.
Operator bilang, nomor itu nggak aktif. Duh.. Pasti ada sesuatu yang
terjadi pada Rio. Gawat!
Sekolah udah mulai sepi. Shilla
hanya ditemani mobil honda jazz Rio di belakangnya. Perasaannya mulai
nggak enak. Apa sebaiknya ia menyusul Rio ke gua itu? Sendiri? Shilla
nggak yakin. Jika ada teman, tentu Shilla berani.
“Dimana Rio?” Tanya Alvin yang sudah ada di sampingnya.
Shilla mendadak kaget. “Rio.. Tadi dia ke gua itu.” Jawab Shilla.
Shit!
Alvin memukul jidatnya. Bisa-bisanya cowok seperti Rio terkena jebakan
Gabriel. Ya, ia tadi sempat melihat Gabriel masuk ke dalam gua bersama
seorang gadis kecil berumuran tujuh tahun. Gue harus telpon Cakka!
“Kenapa?” Tanya Shilla.
Alvin nggak menjawab. Ia menunggu Cakka menerima panggilannya. Ayo.. Angkat Kka.. Angkat.. Kalo nggak, Rio bakal mati sekarang.
“Ya? Lo harus ke sekolah.. Rio.. Dia sedang dalam bahaya.. Oke.”
“Rio kenapa?” Tanya Shilla penasaran. Ia melihat wajah Alvin yang panik.
“Pacar lo dalam bahaya!” Kata Alvin sedikit membentak.
“Lo tau darimana kalo Rio dalam bahaya?”
Sebenarnya
Alvin malas menjawab pertanyaan Shilla. Tentu semua ini ada hubungannya
dengan Shilla. Gabriel nggak akan menjebak Rio kalo Rio nggak nembak
Shilla. Kka.. Ayo datang..
***
“Lo nggak bisa lepas begitu aja dari gue.”
“Lo..” Tunjuk Rio pada seorang cowok yang tadi meninju punggungnya.
“Kenapa? Lo kaget ya? Dasar orang yang suka melanggar janji.”
Cowok
yang bernama Gabriel itu langsung meninju perut Rio. Rio sempat
membalas tinju itu, tapi entah mengapa tenaganya saat itu tidak seperti
biasa. Alhasil pukulannya tadi tidak bisa mencelakai Gabriel.
“Stop Yel! Salah gue apa? Melanggar janji apa gue?” Tanya Rio. Ia berusaha menahan rasa sakit di perutnya.
“Salah
lo..” Gabriel menggantung. “Shilla. Lo pasti tau.” Lanjutnya lalu
meninju mulut Rio. Darah segar keluar dari mulutnya akibat tinju dari
Gabriel.
“Yel.. Gue nggak ada niat pacaran sama Shilla..” Kata Rio membela diri.
Gabriel
menatap Rio tajam. Sekali lagi, ia meninju Rio sampai Rio jatuh ke
bawah. Pintar juga ya Rio, nggak mau membalas perbuatannya. Apa Rio
sudah tau kesalahannya?
“Terus, kenapa lo macarain dia?
Gue tau lo lebih sempurna dari gue. Gue tau lo cowok nomor satu di SMA
Vega, bahkan mungkin di seluruh dunia. Gue tau wajah gue nggak setampan
wajah lo. Dan gue tau, Shilla sangat menyukai lo dan lo janji nggak akan
macarin dia. Tapi sekarang, lo malah buat pengakuan kalo lo jadian sama
Shilla kemarin. Sahabat macam apa lo? Ohya, kita kan bukan sahabat
lagi. Jadi suka-suka lo aja mau nembak siapa saja.” Kata Gabriel. Ia
melihat puas ke arah Rio yang mungkin sebentar lagi pingsan. Dasar cowok
lemah!
“Gu.. Gue nggak suka sama Shilla.” Kata Rio.
“Nggak suka? Kalo nggak suka, kenapa lo nembak dia?”
Sangat
sulit memberi penjelasan pada Gabriel. “Karena ada satu hal. Makanya
gue terpaksa nembak dia. Dan hubungan gue sama Shilla nggak akan lama.”
“Pembohong!
Pendusta!” Bentak Gabriel. Lalu, ia mengeluarkan pisau lipat dari balik
jaketnya. Rio terhenyak. Gabriel mau membunuhnya? Hanya karena Shilla?
Pisau itu kini berada di perutnya dan siap menusuk ulu hatinya.
“Lo
akan mati.” Kata Gabriel tersenyum licik. Emosinya saat ini nggak
terkontrol. Yang ada dipikirannya hanya ingin cepat-cepat memusnahkan
Rio.
“Lo akan mati..” Kata Gabriel lagi. Kini, pisau yang
tajam itu sudah siap melakukan suatu tugas yang membahayakan. Rio
memejamkan mata dan merasakan suatu perasaan yang berbeda. Perasaan yang
berbeda dari yang pernah ia rasakan.
***
“Rio..” Lirih gadis itu di tengah-tengah ketidak sadarannya.
Bau
obat memenuhi ruangan itu. Gadis yang bernama Acha itu terbaring lemah
di atas ranjang tempatnya di rawat. Baru saja ia menjalani kemoteraphy.
“Rio..” Lirihnya lagi.
Air
matanya mentes. Walau cuman setetes. Acha nggak bisa menangis lagi. Ia
lelah menangis dan menangis membuatnya frustrasi. Yang ia rasakan adalah
sebuah firasat buruk. Apakah itu? Apa nyawanya sebentar lagi kembali
pada asalnya? Tidak. Ia nggak ingin mati. Masih banyak kegiatan yang
ingin ia lakukan. Dan ia tidak mau berpisah dengan Rio.
Rio?
Ada apa dengan Rio?
Mengapa...
Mengapa ia merasakan... Rio berada disampingnya? Disampingnya? Acha
tidak berani membuka mata. Mungkin pikirannya nggak jernih. Ia pun
kembali tidur. Tapi, ada tangan yang menyentuhnya. Sentuhan itu menjalar
sampai mengalir ke darahnya. Apa sentuhan itu...
Rio?
***
“Lo
akan mati..” Kata Gabriel lagi. Kini, pisau yang tajam itu sudah siap
melakukan suatu tugas yang membahayakan. Rio memejamkan mata dan
merasakan suatu perasaan yang berbeda. Perasaan yang berbeda dari yang
pernah ia rasakan.
Acha?
Sejak kapan ia
kembali sedih ketika ia mengingat nama itu? Rio merasakan sedang berada
dekat dengan Acha. Tepatnya disamping Acha. Ia mengelus lembut tangan
dan rambut Acha. Tuhan.. Apa.. Apa aku sudah mati?
BRUAK !!!
Kejadian
itu sangatlah cepat. Perlahan, Rio membuka mata dan mendapati dirinya
masih hidup. Ia berusaha bangun, namun tenaganya tidaklah mampu berbuat
sedemikian. Yang ia lihat Alvin dan Cakka sedang menghajar Gabriel.
“Lo mau bunuh Rio?” Geram Alvin. Ia meninju mulut Gabriel. Pisau yang tadi ia pegang kini berada di tangan Cakka.
“Bukan
urusan lo!” Bentak Gabriel. Ia membalas tinjuan Alvin dengan keras.
Karena waktu SMP Gabriel dikenal jago karate, ia mampu membuat lawannya
binasa. Alhasil, Alvin terjatuh seperti Rio. Ia bukan tipe cowok yang
jago kelahi.
Melihat hal itu, Cakka berusaha menyelamatkan
Alvin dan Rio. Di tangannya ada pisau tajam. Jadi, apa ia berniat
menusuk Gabriel dengan pisau itu? Kalo Gabriel mati gimana? Apa ia nanti
dijebloskan ke penjara?
“Maju!” Bentak Gabriel. Wajahnya seperti hantu di fim horor.
Cakka
maju selangkah. Apa ia berani menghajar Gabriel yang dulu dikenal jago
karate? Bahkan raja karate? Ide muncul menyelamatkannya. Ya, ia
mengeluarkan HP dari saku celananya dan menelpon seseorang. Gabriel
melihatnya dengan senyum merehkan. Masih sempat-sempatnya Cakka menelpon
demi mendapatkan bantuan.
Secara cepat, tanpa Cakka
ketahui, HPnya terpelanting jauh dan pecah. Sialnya, nomor HP yang ia
hubungi nggak diangkat. Cakka menyesali perbuatannya. Mengapa juga ia
menelpon Agni? Agni kan nggak pernah mau angkat telponnya.
Gabriel
berjalan mendekati Cakka. “Lo mau mati juga?” Tanyanya. Ternyata, ia
membawa pisau cadangan. Bahkan pisau itu lebih tajam dari pisau yang
direbut Cakka.
“Cakka! Awas!” Teriak Alvin yang udah mulai
menyerang Gabriel. Tapi Gabriel tau apa yang ingin Alvin lakukan. Ia
pun menendang Alvin dan seketika itu juga Alvin sama seperti Rio.
Tenaganya nggak mampu membuatnya membalas perlakuan Gabriel. Berdiri pun
ia nggak bisa. Kini, tinggal Cakka yang masih utuh.
“Lo
gila Yel! Lo sahabat gue, sahabat Rio juga. Kenapa lo hajar mereka?”
Bentak Cakka, walau sejatinya ia takut berhadapan ama Gabriel yang udah
berubah jadi monster.
“Sahabat? Oke. Lo dan Alvin adalah
sahabat gue. Tapi tidak dengan cowok yang bernama Rio tadi. Sekarang,
gue kasi lo dua pilihan.”
“Rio teman lo Yel.” Kata Cakka.
“Lo salah besar hajar dia gara-gara masalah cewek. Lo nggak punya hak
ngelarang Rio pacaran sama siapapun.” Sambungnya.
“Ohya, terus, mana janjinya untuk nggak macarain Shilla dan berusaha bantu gue agar gue dekat sama Shilla?”
Cakka
terdiam. Kalo masalah janji itu ia nggak tau sama sekali. Terpenting,
bagaimana cara agar ia, Alvin dan Rio selamat dan bisa mendamaikan Rio
dengan Gabriel. Tapi otaknya lagi buntu. Belum lagi masalahnya dengan
Oik yang belum terselesaikan.
“Apa pilihannya?” Tanya Cakka.
“Pilihannya...”
***
Di
perjalanan, Agni menceritakan kisah hidupnya pada Ify dan Sivia.
Termasuk mengapa ia membentak Cakka dan menjauhi Cakka. Sejatinya, ia
sangat menyukai Cakka. Cakka adalah sahabat kecilnya, tapi dulu. Setelah
ia berjanji ke Oik kalo ia nggak akan mendekati Cakka lagi, ia mengira
janji itu cuman main-main. Tapi, sampai sekarang pun Oik masih ingat
janji itu. Dan, sampai kapanpun ia nggak akan bisa bersama Cakka.
“Via baru tau kalo kakak suka ama kak Cakka.” Kata Sivia.
“Iya. Tapi nggak papa kok. Mungkin aku sama Cakka nggak ditakdirkan bersama.” Kata Agni sedikit sedih.
Mereka
bertiga berjalan menuju sekolah. Tadi sewaktu pulang sekolah, mereka
sepakat beli novel di Gramedia yang letaknya nggak jauh dari sekolah.
Jadi, ke Gramedianya jalan kaki. Buang-buang uang kan kalo naik
kendaraan umum.
“Eh, bukannya itu mobil Rio?” Tanya Sivia melihat honda jazz terparkir manis di luar gerbang.
“Iya.
Lho? Kok ada Shilla disana?” Kata Agni. Cewek itu melihat Shilla yang
sedang kebingungan. Ketiga cewek itu berjalan mendekati Shilla.
Shilla menyadari ada tiga cewek yang mendekatinya. “Kalian.. Apa kalian..” Kata Shilla.
“Ada apa?” Tanya Agni merasakan ketidakberesan.
“Rio sedang ada masalah! Dan Alvin ama Cakka menyusulnya di gua itu.” Kata Shilla menunjuk sebuah gua yang terlihat angker.
Gua
misterius kata orang. Aneh! Harusnya gua itu dijadiin tempat wisata.
Bukannya tempat tinggal Jin, Iblis, dan Setan. Tunggu! Tadi Shilla
bilang ‘Cakka’? Cakka kan tadi menelponnya dan ia nggak sempat angkat.
“Kenapa di gua itu?” Tanya Sivia bergidik ngeri.
“Gue ngerasa mereka sedang ada masalah. Sebaiknya kita kesana.” Kata Shilla walau nggak yakin berani kesana.
Sebentar.
Apa saat Cakka menelponnya, Cakka berada di gua? Ada apa Cakka
menelponnya? Biasanya, kalo ada hal penting baru Cakka nelpon. Cakka
bukan tipe cowok yang suka basa-basi. Agni balik menelpon Cakka. Semoga
Cakka baik-baik aja.
Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.
“Nelpon siapa Ag?” Tanya Ify melihat wajah Agni yang berubah menjadi pucat.
“Kita harus ke gua! Secepatnya!” Kata Agni.
***
“Pertama,
gue akan bebasin lo dan Gabriel, tapi Rio nggak akan gue lepas. Dan
pilihan kedua.. Kalian bertiga akan gue bunuh kalo kalian nggak mau
memilih pilihan pertama. Gimana? Pilih yang mana?” Kata Gabriel.
“Mmm, pilihan ketiga?” Tanya Cakka. Masih sempat-sempatnya cowok itu bercanda.
“Hanya ada dua pilihan. Gue tunggu lo sampai lima menit. Kalo lo belum menemukan jawaban... Terpaksa gue bunuh kalian semua.”
Samanya aja dong pilih pilihan kedua. Bagaimana bisa menemukan jawaban, sedangkan otaknya mampet. Nggak bisa buat mikir.
“Empat menit.” Kata Gabriel. Cowok itu memamerkan pisau yang jauh lebih besar dan lebih tajam dari yang Cakka bawa.
“Tunggu! Kalo gue pilih yang pertama, apa lo akan bunuh Rio?” Tanya Cakka mencari kepastian.
“Tentu. Gue bosan liat wajahnya.” Jawab Gabriel.
“Apa lo nggak takut lo dimasukin penjara gara-gara bunuh orang?”
“Takut? Gue nggak akan takut kalo polisi ngincer gue.” Jawab Gabriel santai. Seakan-akan hal itu nggak akan terjadi.
Cakka
mundur selangkah. Apa ia berani memilih pilihan pertama? Tidak!
Artinya, ia lebih mementingkan diri sendiri dibanding orang lain. Cakka
tidak ingin Rio mati. Ia juga yakin, Gabriel nggak bakal bunuh Rio.
“Tiga menit.” Kata Gabriel.
Tinggal
dua menit lagi waktu yang terisisa, dan waktu singkat itu harus ia
gunakan sebaik-baiknya. Pikir Kka.. Pikir.. Lha, kok yang muncul malah
wajah Agni dan Oik yang sedang bermain bersama? Hei! Apa ingatannya
sudah pulih?
“Dua menit.”
Di lapangan
yang luas itu, ia, Agni, dan Oik berlari bersama. Tapi, ia lebih
memerhatikan Agni dibanding Oik. Menurutnya, Agni lebih baik dibanding
Oik. Benar kan. Dulu Agni dan Oik bersahabat. Lalu, apa alasan Oik
melarang Agni mendekatinya?
“Satu menit.”
Tunggu! Sepertinya ia teringat sesuatu. Tangisan Oik, rasa keputusasaan Oik, Mama Oik, Papanya.. Ketidakadilan hidup..
“Lo
bodoh!” Kata Gabriel. Ia menghajar Cakka hingga Cakka terjatuh.
Kepalanya terasa sakit karena memaksakan diri untuk meningat masa
lalunya. Ia.. Agni.. Oik.. Adalah sahabat?
“Lo mau mati?”
Bentak Gabriel. Pisau itu menempel di perut Cakka dan siap melakukan
tugasnya. Cakka nggak berusaha menyelamatkan diri. Masa lalunya lah yang
paling penting.
‘Cowok aneh’. Batin Gabriel. Cakka sama
sekali nggak takut atau apa. Padahal, ia nggak punya niat bunuh Cakka.
Ia hanya ingin mengakhiri hidup Rio, bukan hidup Cakka.
“TUNGGU
!!!” Teriak seorang cewek. Seketika itu juga pisau yang dipegangnya
terlempar jauh. Tangannya seakan-akan lumpuh ketika mendengar suara itu.
“Shilla?” Kata Gabriel.
Empat
cewek yang barusan datang itu membuat nyalinya menciut. Gabriel seperti
berhadapan dengan polisi. Nggak tau kenapa ia merasa takut berhadapan
ama empat cewek itu. Terutama Shilla! Shilla menatapnya garang. Lalu
Shilla mengalihkan pandang melihat Rio yang tak sadarkan diri dan Alvin
yang setengah sadar.
“Alvin!” Histeris Sivia.
Dapat
ditebak, cewek itu segera menolong pacarnya. Alvin tersenyum melihat
sang bidadari yang sudah ada disampingnya. Ia mencoba bangkit, dan
berhasil. Rasa sakitnya terkalahkan oleh senyuman manis Sivia.
Sementara
Agni, ia langsung membantu Cakka. Cewek itu khawatir banget ama Cakka.
Ketika Agni menatap Cakka, Cakka merasakan ingatannya kembali lengkap.
Ia dan Agni dulu adalah sahabat. Tapi ada satu ingatan yang masih ia
ragukan. Yaitu hubungannya ama Oik. Seperti apa sih hubungannya ama Oik
yang sebenarnya?
Shilla mengurusi Gabriel, Agni membantu
Cakka, dan Sivia menolong Alvin. Lantas, apakah cewek bernama Ify ini
berani mendekati Rio? Harus! Walau Rio bukan siapa-siapanya, ia berhak
menolong Rio. Ify hendak mendekati Rio, tapi...
“Mau apa lo?” Bentak Gabriel pada Ify. Ify sendiri memilih mundur karena takut.
“Gue akan bunuh tuh cowok!” Kata Gabriel.
Secepat
mungkin ia mengambil pisau yang tadi sempat terlempar jauh. Setelah itu
ia melakukan tugasnya yang tadi sempat ia tunda. Yaitu mengakhiri hidup
Rio. Tentu Shilla cs kaget bukan main dan nggak berani menghentikan
perbuatan Gabriel.
“Ke.. Kenapa lo mau bunuh Rio?” Tanya Shilla.
Kini,
tangan kiri Gabriel memegang kepala Rio dan tangan kanannya memegang
pisau yang siap membantunya untuk menyelesaikan tugasnya ini.
“Gue enek liat rupanya.” Kata Gabriel.
Selain
Shilla, pada diam semua. Biarkan Shilla yang mengatasi masalah ini.
“Kenapa enek? Kenapa lo bunuh teman lo sendiri? Apa salah Rio?”
“Salahnya?
Banyak! Dia merebut semua impian gue. Dan lo! Gue nggak nyangka
berani-beraninya Rio nembak lo, padahal Rio udah janji untuk nggak akan
pernah macarin lo.”
Jadi ini alasan mengapa Gabriel ingin membunuh Rio? Sadar Shill, sadar! Lo yang salah, bukan Rio. Lo yang harus mati, bukan Rio.
“Jadi.. Lo mau bunuh Rio gara-gara dia nembak gue? Itu aja?” Tanya Shilla.
Gabriel tidak menjawab. Tangan kanannya yang memegang pisau siap memisahkan nyawa dari tubuh itu. Pelan-pelan...
“Tunggu kak! Biar aku yang jadi pengganti kak Rio. Kak Rio nggak boleh mati, bunuh aja aku kak.” Kata Ify tegas.
“IFY!” Teriak Sivia ketakutan. Tapi pelukan hangat Alvin menenangkannya.
“Tidak! Gue nggak punya niat bunuh lo!” Bentak Gabriel.
Ify berjalan mendekati Shilla. “Jangan. Kamu anak baik, kamu nggak pantas mati dibunuh Gabriel. Biar aku aja.” Kata Shilla.
“Tapi, kak..”
“Nggak papa.” Kata Shilla tersenyum.
“Lo siap pacar tercinta lo mati?” Tanya Gabriel.
“Biar gue yang jadi gantinya.” Kata Shilla menunjuk dirinya.
Gabriel
menatap Shilla tak percaya. Sebesar itukah cinta Shilla ke Rio?
Tugasnya disini hanya ingin mengakhiri hidup Rio, itu saja. Kalo
seandainya ia ditangkap polisi atau apa, Gabriel nggak peduli. Asalkan
Rio mati, ia bahagia walau ia di kurung di penjara.
“Gue..
Gue emang suka ama Rio. Tapi sekarang tidak. Oke, kalo lo mau jadi
pacar gue, gue terima cinta lo dan lo harus bebaskan Rio, gimana?” Kata
Shilla.
Sekarang bukan saatnya ia memikirkan masalah itu.
Sama saja artinya ia merusak hubungan Shilla dengan Rio. Karena itulah,
ia nggak terpengaruh dengan perkataan Shilla, dan tugasnya kali ini
harus sukses ia lakukan.
“Yel, gue cuman seminggu pacaran
ama Rio, pliss.. Lo harus paham.. Rio nembak gue karena perintah gue,
plis Yel, semua ini salah gue, jadi, tolong jauhi pisau itu...”
Jangan
terpengaruh dengan perkataan itu! Bantah hatinya. Tugas ini harus ia
selesaikan dan tidak ada yang bisa menghentikannya. Termasuk Shilla!
“Gue
nggak peduli lo pacaran apa tidak. Tugas gue disini yaitu mengakhiri
hidup Rio, jadi, berdoa aja supaya amal perbuatan Rio diterima Tuhan.”
Kata Gabriel. Tangannya yang tadi diam mulai bekerja.
Shilla maju selangkah. “Lo mau maju atau hadangi tugas gue? Bakal gue bunuh cowok ini!”
Tidak
ada yang berani menghentikan aksi jahatnya itu. Shilla dan lainnya
merasakan ada tembok yang menghadang jalan mereka demi menyelamatkan
Rio. Lalu, darah segar keluar dan pisau itu berubah menjadi merah karena
darah segar itu.
“TIDAK !!!” Teriak Shilla histeris lalu pingsan seketika.
***
TBC....
Kalo ada yang aneh ato gak nyambung komen aja
Kalo mau baca dari part awal buka aja ya blogku : http://risedirectioners.blogspot.com
ato link notesku : http://m.facebook.com/notes/?id=100004086973604
Free Contact me : 083129582037 ( axis )
Makasiiii (:
Follow : @uny_fahda19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar