expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 10 )



Part 10

.

.

.

Entah mengapa di pagi hari yang cerah ini, Gabriel merasakan sesuatu yang berbeda. Sangat berbeda dari biasanya. Ia seperti kehilangan seseorang yang sangat ia sayangi. Siapakah gerangan yang bisa membuatnya seperti ini?

Sivia kah?

Mungkin saja ia. Kemarin, ia tak sengaja memberi Alvin nomor Sivia. Bisa ditebak Alvin sudah meng-sms Sivia. Bahkan mungkin menelpon Sivia! Oh, betapa bodohnya ia. Apalagi saat ia berkata seperti ini ke Alvin,

“Vin, lo cocok deh sama Via.”

Tentu saja Alvin senang ia berkata seperti itu. Dan bukannya Alvin menyukai Sivia juga? Jangan-jangan...

“Gue harus cepat-cepat sebelum terlambat.” Kata Gabriel.

***

“Hai! Maaf karena telah membuatmu menunggu.”

‘Alvin!’ Batin Sivia.

Tiba-tiba, darahnya serasa berhenti mengalir. Melihat kedatangan Alvin yang tidak biasa, Sivia merasakan suatu keanehan pada dirinya.

“Via..” Kata Alvin.

Sivia tersadar. “Eh, iya Vin. Ada apa?” Tanyanya.

Alvin tersenyum lebar. “Jadi lo udah tau nama gue? Pasti dari Gabriel kan? Wah, dia emang jago jodohin orang.” Ucapnya.

Jodohin orang? Apa yang dimaksud Alvin adalah..

Ia dengan Alvin?

“Vi..”

Sivia sama sekali nggak berani melihat Alvin. Alvin emang tampan. Sama seperti hari biasanya. Di tangan Alvin, ada sebudket bunga mawar merah yang indah. Tuhan... Apa arti dari semua ini?

“Vi.. Lo.. Lo harus tau kalo.. Kalo sebenarnya gue itu.. Gue itu cinta sama lo.”

***

“Dulu, gue sama Cakka sering jalan-jalan ke taman ini. Tapi sekarang.. Yaa.. Kalian pasti tau. Hubungan kami nggak baik kayak dulu..” Jelas Agni.

Agni, Rio dan Ify berjalan santai melewati pinggiran taman yang terletak dekat jalan raya. Tetapi jalan raya itu nggak terlalu ramai karena mereka berada agak jauh dari keramaian Ibu Kota.

“Sampai sekarang, gue belum tau penyebab Cakka memutuskan hubungan ini.” Lanjut Agni.

Ify yang mendengarnya berusaha untuk tidak sedih. Jadi, Cakka rela memutuskan Agni demi sang Mama? Demi surat wasiat itu! Ify pusing memikirkan semua itu, dan ia nggak bisa menebak bagaimana jalan pikiran Mama Cakka yang sudah tenang di alam sana.

Akhirnya Rio berbicara karena nggak tahan melihat kesedihan Agni. “Sudahlah Ag, lo jangan pikirkan Cakka. Cowok itu emang aneh sejak Mamanya meninggal. Mungkin dia sedih dan langsung putusin elo. Tapi tenang aja, suatu hari nanti Cakka pasti balik ke elo.”

“Tapi Yo, apa salah gue sampai-sampai Cakka tega putusin gue?”

Perjalanan yang buruk. Bukannya malah buat pikiran menjadi ringan, ini malah buat pikiran menjadi bertambah dan semakin berat.

“Yo, coba bicara sama Cakka.” Pinta Agni.

Rio memberhentikan langkahnya. “Bicara? Sudah berkali-kali gue bicara dan Cakka selalu cuekin gue.”

Kini, Ify dianggap tidak ada oleh Rio dan Agni. Ify hanya diam dan diam. Mulutnya nggak bisa untuk mengucapkan sepatah kata. Agni baru menyadari ada Ify ketika tak sengaja menyenggol lengan Ify. Ify hampir terjatuh namun Rio langsung menjaga tubuhnya agar tidak jatuh.

Agni pun mendapatkan sebuah ide dari kejadian tersebut.

***

Perasaan apakah yang ia rasakan sekarang? Senang atau tidakkah? Jawabannya adalah tidak tau. Sivia bingung menghadapi Alvin dan perkataannya tadi.

“Vi.. I love you.. Would you be my girl?”

Alvin udah berlutut di hadapan Sivia, tentu dengan bunga mawarnya. Ada beberapa orang yang melihatnya dan mereka tersenyum sendiri. Ada juga yang iri melihat seorang cewek yang sedang ditembak oleh seorang cowok cakep.

Parahnya...

Ada sepasang mata yang sedang tertawa licik melihat kejadian itu.

“Vi.. Jawab pertanyaanku.”

Sivia kaku bukan main. Sungguh, ia sangat-sangat bingung. Baru kali ini dia ditembak oleh cowok. Bahkan oleh cowok yang ia sukai. Lantas, apa yang harus ia jawab?

“Gue..”

“STOP!! JANGAN TERUSKAN!!” Teriak seseorang yang tak jauh dari tempat itu.

***

Ketiganya beristirahat di sebuah bangku panjang dekat air mancur. Tempat itu lumayan ramai dikunjungi orang. Agni merasakan hatinya amat tenang duduk di bangku ini. Ia merasa beban yang dialaminya hilang entah kemana.

Agni sengaja duduk di bangku paling ujung. Ia sengaja membiarkan RiFy canggung. Dengan hatinya yang masih terasa sakit karena Cakka, Agni bisa jahil juga. Itulah Agni. Gadis periang yang hobinya jahilin orang.

“Eh Yo, Fy, gue mau ke toilet dulu. Ntar gue kesini lagi ya..” Kata Agni.

Rio dan Ify sama-sama mengangguk. Anggukannya kompak lagi. Hihihi.. Agni tertawa dalam misinya. Mana mungkin ia pergi ke toilet. Ia kan cuma bohongan aja.

Suasana setelah Agni pergi semakin terasa canggung, malu sekaligus sepi. Diantara keduanya nggak ada yang berani bicara.

“Mmm.. Fy/Yo..”

Keajaiban dunia yang keberapa tuh? Mereka kompakan lagi bicaranya. Rio meminta Ify untuk bicara duluan, namun Ify yang meminta Rio bicara duluan. Membingungkan bukan?

“Ng.. Kamu tinggal dimana?” Tanya Rio basa-basi. Ia nggak nyadar kalo sebenarnya ia lagi PDKT ke Ify.

“Nggak jauh dari tempatku kuliah kok.” Jawab Ify.

“Ng.. Ambil jurusan apa?” Tanya Rio lagi.

“Fisika.” Jawab Ify sedikit semangat.

Fisika adalah pelajaran yang paling ia sukai. Di saat teman-temannya mengeluh karena rumus-rumus fisika yang sulit untuk dimakan, eh maksudnya dihafal, Ify begitu semangat menghafalnya.

“Ohya? Kok Ify mau ambil fisika?”

“Karena Ify suka pelajaran fisika.”

Pembicaraan mereka nggak canggung lagi. Masing-masing mulai terbiasa. Dan Ify seakan-akan telah melupakan sebuah masalah berat yang dialaminya.

“Kalo Rio paling nggak suka sama fisika. Jujur aja, Rio nggak suka IPA. Dulu pas Rio SMA, Rio ambil jurusan bahasa. Eh, kok nggak taunya kuliah ambil jurusan TI. Harusnya Rio ambil jurusan Sastra Inggris kayak Agni.”

Ify mulai bisa tertawa mendengar penjelasan Rio yang menurutnya lucu. “Hehe, kalo Ify mah sukanya IPA. Paling benci IPS karena guru IPS Ify waktu SMA pelit nilai. Kalo guru IPA Ify baik-baik.”

Giliran Rio yang tertawa. Ify kayak anak kecil aja. Tapi Rio suka dengan gaya bicara Ify yang sangat menyejukkan hatinya. Oh astaga! Ia baru sadar kalo ia sudah akrab dengan Ify. Dan Rio juga baru nyadar Agni yang merencakanan semua ini. Dasar Agni!

“Jalan-jalan yuk Fy!” Ajak Rio. Nih anak mulai berani juga :D

“Kemana? Kalo Agni nyari gimana?”

“Jangan pikirkan Agni. Yuk!”

Rio menarik tangan Ify tanpa sadar. Dan Ify suka dengan perlakuan Rio barusan. Oh.. Apakah semua ini akan abadi? Apakah semua ini takkan berakhir?

Surat wasiat itu...

***

“STOP!! JANGAN TERUSKAN!!”

Sivia yang hampir saja telah memutuskan suatu jawaban berubah menjadi kaget ketika mendengar sebuah teriakan. Begitu pula Alvin yang syok melihat seseorang yang ia kenal yang berani-beraninya menganggu aksinya.

“Vi, jangan bilang apapun.” Kata Gabriel dengan nafas yang ngos-ngosan.

Gabriel menatap tajam ke arah Alvin. Seperti tatapan membunuh. Selama ini, ia selalu mengalah. Ia selalu membiarkan Sivia bersama Alvin. Sekarang, ia tak akan melepaskan Sivia. Sivia adalah orang yang sangat ia cintai dan tak akan ia biarkan lelaki lain mendapatkan Sivia. Termasuk Alvin.

“Lo..”

Alvin menunjuk Gabriel. Ia tak menyangka. Sahabatnya itu ternyata tidak suka jika ia bersama Sivia. Apa berarti Gabriel suka sama Sivia? Gabriel kan pernah bilang kalo ia cocok dengan Sivia. Apa ini yang dinamakan janji?

“Vin, gue sadar kalo sebenarnya gue suka sama Sivia. Kami telah lama bersama dan kami hanya berteman. Untuk itu, lo nggak boleh suka sama Sivia karena Sivia adalah milik gue. Lo cari saja cewek lain yang pantas bersanding sama lo.” Kata Gabriel.

Tentu setiap kata yang diucapkan Gabriel membuat Alvin naik darah. Sivia adalah milik gue? Bukannya mereka hanya berteman? Ingat. Sivia belum memutuskan pilihannya. Dan Alvin juga yakin Sivia hanya menganggap Gabriel sebagai sahabat. Tak lebih.

“Sorry. Sivia berhak menentukan pilihannya.” Kata Alvin.

“Ya. Dan pilihan Sivia adalah gue. Jadi lebih baik lo mundur aja.” Kata Gabriel.

“Tunggu! Sejak kapan Sivia memilih lo? Gue tau, kalian berdua selalu bersama. Tapi ingat, kalian berdua hanya sebatas teman. Sivia harus merasakan kehidupan lain. Dan kalian selama-lamanya nggak mungkin nempel terus. Lo harus kasih Sivia kesempatan untuk merasakan cinta yang sebenarnya.”

“Iya! Sivia cinta sama gue, bukan lo.”

“Dari..”

“STOP !!”

Bentakan keras dari Sivia membuat Alvin dan Gabriel terdiam. Sivia nggak tahan melihat Alvin adu mulut dengan Gabriel demi mendapatkannya.

“Plis, jangan begitu. Gue nggak suka kalian kelahi gara-gara gue.” Kata Sivia.

“Vi, lo cinta kan sama gue? Dan lo menganggap Gabriel sahabat saja?” Tanya Alvin.

“Vi, lo jangan dengerin Alvin. Dia perusak kebersamaan kita.” Tambah Gabriel nggak mau kalah.

Sivia jadi bingung. Pertama, ia heran dengan sikap Gabriel yang tak biasa. Gabriel cenderung suka mengalah dan bisa menahan emosi. Dan sekarang? Kedua, ia tak menyangka selama ini Gabriel diam-diam menyukainya. Kebahagiaan tersendiri yang hanya bisa ia rasakan. Ketiga, Alvin. Cowok yang ia akui telah ia sukai juga menyukainya.

Oh, apa yang harus aku lakukan?

Jika ia harus memilih, ia nggak bisa memilih antara Gabriel dengan Alvin. Karena, ia sangat menyayangi kedua lelaki itu.

Kini, Sivia sadar. Bahwa ia terjebak dalam sebuah cinta segitiga. Sebuah cinta pertama yang begitu rumit dan sulit untuk mencari jawabannya.

Dan, sesuatu terjadi pada Sivia. Gadis itu kini tergelak tak sadarkan diri di tanah. Terakhir ia dengar adalah suara panik Alvin dan Gabriel.

***

“Makasih ya Yo udah anter Ify pulang..” Kata Ify. Ia dan Rio sudah berada di rumah Ify.

“Urwell. Rumah lo nyaman. Kapan-kapan gue main kesini ya..”

Ify hanya tersenyum menanggapi ucapan Rio. Malam hari yang begitu tenang ini menyelimuti kebahagiaannya. Ya, Ify bahagia sekali.

“Fy, gue balik dulu. Entah kenapa ada yang ganjil.” Kata Rio.

“Iya Yo. Hati-hati ya..”

Rio melenyap dari pandangan Ify. Hati Ify menjadi gelisah saat kepergian Rio. Ia merasakan ada yang hilang dari dalam dirinya.

“Ehem..” Kata sebuah suara.

Seketika itu juga darah Ify serasa berhenti mengalir ketika mendengar suara itu.

***

We Love You Sivia! ( Part 9 )



Part 9

.

.

.

Akhirnya sampai juga di Gramedia. Gabriel nggak tau mengapa ia bisa sampai di tempat yang sama sekali nggak pernah ia kunjungi. Mulanya ia mau pergi ke Mc’ Donald tapi nggak tau juga bisa sampai di Gramedia.

Ya, mungkin disini ia bisa membeli buku pelajaran yang tentunya berguna baginya. Siapa tau juga ada novel bagus yang akan ia beri pada Sivia. Sivia kan suka baca novel. Apalagi kalo temanya tentang cinta.

Tiba-tiba ekor matanya menatap seorang cewek yang kebingungan di depan kasir. Lho? Bukannya itu murid baru di sekolahnya? Cewek itu kan teman kelasnya Sivia. Gabriel memutuskan mendatangi cewek yang lagi kebingungan itu.

“Need help?” Tanyanya.

Sontak cewek itu kaget melihat cowok yang tiba-tiba ada di belakangnya. Siapa cowok itu? Entah mengapa jantungnya berdetak-detak lebih dari biasanya saat ia melihat cowok itu.

“Ng.. Uang gue...”

“Mbak, berapa rupiah yang harus dibayar oleh cewek ini?” Tanya Gabriel pada sang kasir.

“Sembilan puluh empat ribu.” Jawab sang kasir.

Gabriel mengeluarkan uang di dalam dompetnya. Tapi langsung di cegah sama cewek itu. “Jangan! Biar gue aja yang bayar.” Ucapnya.

“Terus, lo bayarnya pake apa? Pake daun?” Tanya Gabriel.

Shilla yang nggak bisa berkata lagi memilih mengangguk. Kejadian ini merupakan sebuah pelajaran baginya, dan ia nggak akan mengulanginya lagi.

Setelah Gabriel membayar, keduanya pun keluar. Jadinya Gabriel keluar dari Gramedia dengan tangan kosong. Tapi tak apa. Bukan novel atau buku yang ia dapat. Tapi pahala yang ia dapatkan karena menolong cewek itu.

“Makasih ya..” Kata Shilla senang dan masih dengan jantungnya yang berdetak lebih kencang.

“Urwel. Makanya kalo mau pergi harus diteliti dulu. Biar nggak ketinggalan.” Kata Gabriel.

“Iya.. Iya.. Makasih sekali lagi ya..”

Krek! ( Anggap dah bunyi perut yang lagi kelaparan ).

“Hei! Bunyi apa itu?” Tanya Gabriel.

Mendadak pipi Shilla jadi memerah. “Ng.. Itu..”

“Lo lapar ya? Ayo! Kita pergi ke Mc’ donald. Gue yang traktir lo.” Kata Gabriel dan Shilla nggak bisa menolak.

***

“Mmm, sekali lagi, makasih ya.” Kata Shilla ketika mereka sampai di Mc’ Donald.

Gabriel mengangguk dan tersenyum. “Nama lo siapa? Bukannya lo murid baru SMA Value?” Tanyanya.

Wajah Shilla menjadi cerah mendengar pertanyaan Gabriel. “Gue Ashilla. Panggil aja Shilla. Ya, gue murid baru SMA Value. Nama lo juga siapa?”

“Gue Gabriel.” Jawab Gabriel singkat.

Setelah makanan yang mereka pesan datang, keduanya makan dengan lahap. Terutama Shilla yang memang aslinya lagi kelaparan. Tanpa ia sadari, Gabriel terus memerhatikan tingkah laku makannya yang mungkin terkesan aneh.

“Lo adiknya Kak Pricilla kan?” Tanya Gabriel.

“Ya. Pasti lo tau karena wajah gue mirip kayak wajah Kak Pricilla.” Jawab Shilla.

Tak jauh dari tempat itu, seorang cewek tengah memerhatikan pemandangan itu. Entah mengapa hatinya terasa sakit melihat semua itu.

‘Cemburu. Ya, gue cemburu.’ Batin cewek itu.

***

“Lo mau kemana?” Tanya Rio sedikit berteriak.

Yang dipanggil pun menoleh kebelakang. “Ada deh.” Jawabnya.

“Jangan bilang lo mau pergi kencan sama cowok lo.”

Sivia tertawa. “Hahaha.. Ya enggaklah, kak. Lo tuh yang seharusnya kencan sama kak Ify. By the way, kok gue nggak pernah liat lo pergi ajak kak Ify? Setau gue, kak Ify itu naksir juga ke elo.” Ucapnya.

Rio tau Sivia hanya bercanda. Nggak mungkin gadis seperti Ify menyukainya. “Gue tau lo hanya bercanda.” Ucapnya.

“Eh, beneran lho kak. Gue sering twitteran sama dia. Kalo nggak percaya, tanya aja langsung ke orangnya.” Kata Sivia lalu pergi meninggalkan Rio yang tengah berpikir.

Benar juga! Ia harus berani bertanya pada Ify. Jangan di tunda-tunda deh. Ntar ujung-ujungnya menyesal lagi.

C’mon, Yo! Fighting!

***

Suasana ibu kota sangat ramai. Jalanan macet total. Tapi menurutnya, ini semua biasa aja. Jakarta emang asli macet. Nggak ada Jakarta yang sepi.

Sivia berhenti di sebuah tempat makanan. Perutnya nggak  bisa diajak kompromi lagi. Akhirnya Sivia langsung masuk ke dalam Mc’Donald.

Ketika ia hendak memesan ayam goreng, matanya terpusat pada dua orang yang dikenalinya. Dua orang itu sedang tertawa bersama. Seketika itu juga darahnya serasa berhenti mengalir.

‘Apa? Gue cemburu? Tidak! Itu kan hak Gabriel. Terserah dia dong mau sama siapa saja.’ Semangat Sivia dalam hati. Malah, ia berani mendekati dua orang itu.

“Mmm.. Hai Yel! Hai Shill!” Sapa Sivia.

Gabriel yang sedang menyedot coca-colanya langung tersedak. Begitupun dengan Shilla yang merasa tak asing lagi dengan suara itu.

“Maaf ya ganggu kalian.” Kata Sivia merasa nggak enak.

“Oh, nggak papa kok Vi. Mmm.. Duduk sini aja Vi.” Kata Gabriel.

Mau nggak mau Sivia memilih duduk. Ia berhadapan dengan Shilla yang sedang menatapnya dengan tatapan entahlah. Dan sepertinya Shilla tidak suka dengan kehadirannya.

“Lo udah kenal Ashilla?” Tanya Gabriel pada Sivia.

Sivia hanya mengangguk. Merasa nggak enak duduk di tempat ini.

“Kalian sekelas ya?” Tanya Gabriel lagi.

Lagi-lagi Sivia mengangguk sementara Shilla diam. Sama sekali nggak mau bicara. Mungkin dia canggung berada di tempat ini. Dalam hati, ia bertanya. ‘Apa Sivia adalah pacar Gabriel?’

“Mmm, Shill, Via ini sahabat gue dari kecil, dan kami sangat dekat.” Kata Gabriel seolah-olah memperkenalkan Sivia dengan Shilla.

Entah mengapa, Shilla nggak suka mendengarnya. Kami sangat dekat. Bisa jadi mereka belum pacaran dan hanya sahabatan. Dan mengapa juga Shilla seperti membenci Sivia. Hanya sedikit. Nggak tau ke depannya.

Selanjutnya, Shilla merasa dikacangin. Daritadi Gabriel keasyikan ngobrol sama Sivia. Shilla merasa bodoh menduduki tempat ini. Dan ia merasa bodoh telah menyukai Gabriel. Padahal baru saja ia bertemu dengan cowok itu.

Tanpa ia sadari, ia telah membenarkan perkataan Pricilla yang mengatakan kalo Sivia cewek yang sok jago dan nggak mau ngalah. Selalu saja Sivia yang menjadi pemenangnya.

“Ng.. Gue pergi dulu.” Kata Shilla akhirnya.

Ketika ia hendak bangkit, tangannya langsung ditarik oleh Gabriel. Jantung Shilla serasa berhenti berdetak. Sementara Sivia sedikit tak suka melihat pemandangan itu.

“Gue yang anterin lo pulang.” Kata Gabriel.

Tentu saja Shilla menolak secara halus. “It’s okay. Gue pulang sendiri aja.” Ucapnya.

“Terus, lo pulang sama siapa?”

“Ntar kakak gue yang jemput gue. Ohya, big thanks for helped me.”

Shilla pun meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang campur aduk. Antara senang, benci, canggung, ragu serta malu.

“Gebetan baru lo?” Tanya Sivia.

Gabriel sama sekali nggak memperindah pertanyaan Sivia.

“Nggak.” Jawabnya.

“Why? She is very beautiful. Kayaknya dia nakir deh sama lo.” Kata Sivia.

“Nggak. Walau dia naksir gue, tapi gue nggak suka dia. Tenang aja, gue nggak bakal jatuh cinta dengan Shilla.”

Ucapan Gabriel tadi dapat menenangkan hati Sivia, dan ucapan tadi seperti mengandung makna lain. Bisa jadi berarti, ‘Lo jangan khawatir Vi, gue nggak bakal naksir sama Shilla, dan lo bisa aja jadi pacar gue.’

***

Hari ini hari libur. Agni jadi bisa menghabiskan waktunya di rumah. Ia udah mengajak Ify dan Rio piknik ke taman bunga yang letaknya jauh dari jantung Kota. Ya sekalian mengakrabkan Rio dengan Ify.

Agni jadi teringat dengan Cakka. Sedang apa dia? Kerinduannya pada Cakka semakin besar. Dulu, sewaktu Cakka masih menjadi kekasihnya, Cakka sering menge-smsnya dan mengajaknya jalan-jalan. Tapi sekarang...

Sudahlah Ag.. Jangan dipikirkan lagi. Masa lalu, biarlah berlalu. Mungkin Cakka bukan jodohnya. Ya, Agni harus menerima semua itu.

Agni pun siap menunggu mobil Rio yang akan membawa mereka pergi ke suatu tempat.

***

“Mau kemana lo?” Tanya Sivia yang sedang mendengarkan lagu lewat headsetnya.

Rio yang udah rapi dengan bajunya menoleh sebentar ke arah Sivia. “Biasa. Refresing otak.” Jawab Rio singkat.

“Yahh.. Kok gue nggak diajak sih?” Kata Sivia pura-pura cemberut.

“Heh. Lo masih kecil, nggak cocok pergi sama anak kuliahan.” Kata Rio seraya cepat-cepat meninggalkan adiknya itu.

Sivia cemberut melihat kakaknya yang sudah menghilang dari penglihatannya. Lalu, apa yang harus ia lakukan di pagi Minggu yang cerah ini? Belajar? Kerjain tugas?

Drtdrtdrt...

Message from : 0878xxxxxxxx

Gutten morgen, cantik! Lg apa? Ketemuan yuk di depan caffe pagi.

Sivia penasaran membaca pesan itu. Tapi kalimat pertama begitu menggoda. Di dalam pesan itu, ia disuruh datang ke Caffe pagi.

Lebih baik jangan di rungu aja pesan itu. Ntar kan takut kalo yang ngirim adalah orang yang tidak-tidak. Tapi rasa penasarannya mengalahkan ketakutannya itu.

Cepat-cepat Sivia ganti baju dan meluncur ke caffe pagi.

***

Melihat siapa yang datang, Agni tersenyum bahagia. Ya, Ify! Temannya itu tidak mengingkar janji. Pagi ini, Ify begitu cantik. Ia memakai kaus biru santai dan celana jins panjang berwarna putih. Ify emang cantik.

Tapi, ada yang lain dari Ify. Wajah Ify tampak murung. Anak itu hidupnya nggak pernah bahagia. Senyum pun jarang ia lakukan. Dan sampai sekarang Agni nggak tau penyebab Ify bisa menjadi seperti itu.

“Fy, lo kenapa sih? Lama-lama gue kepo tau.” Kata Agni.

Ify mencoba untuk tersenyum. “Gue nggak papa kok, Ag.” Jawabnya.

“Fy, jujur aja ma gue. Lo punya masalah besar kan? Ayo cerita!”

Ingin sekali Ify bercerita. Masalah ini juga menyangkut tentang Agni. Tapi Ify nggak mau membuat hati Agni sakit. Ya, perjodohan yang sangat menyakitkan!

“Nggak kok, Ag. Udah ah, kapan kita jalan-jalannya?” Tanya Ify.

“Tuh!” Kata Agni.

Sebuah mobil bermerk grand livina berhenti di depan rumah Agni. Kaca mobil itu terbuka. Agni melambaikan tangan melihat kedatangan orang yang ditunggunya. Sementara Ify...

“Yuk, Fy! Rio udah dateng. Sayang nggak ada Cakka. Biasanya Cakka juga ikut.” Kata Agni.

Masih saja Agni teringat dengan mantannya itu. Dan jika ia mengingatnya, air matanya nggak sanggup untuk bertahan dan ingin saja keluar. Tapi Agni berusaha untuk tegar dan menerima semuanya.

Ify dan Agni berjalan dan masuk ke dalam mobil Rio. Karena paksaan Agni, Ify yang duduk di depan. Ceritanya, Agni mau comblangin Rio dengan Ify.

“Pagi, Fy..” Sapa Rio sedikit canggung.

“Pagi juga..” Jawab Ify tak kalah canggung.

Di belakang, Agni cekikikan. Dua-duanya sama-sama canggung! Agni nggak bisa membayangkan bagaimana jika Rio dan Ify bersatu. Agni nggak mau tau.

Mobil pun berjalan dengan kecepatan sedang. Rio yang menyetir mobil masih dengan status canggung. Sama halnya dengan Ify. Ia bukan hanya canggung. Tapi ada perasaan lain yang ia rasakan namun tak berani ia perdalam lebih jauh. Tentu kalian tau apa penyebabnya.

“Hati-hati Yo, jangan canggung gitu. Lo kayak baru bisa nyetir mobil aja. Anggap aja nggak ada orang di samping lo.” Canda Agni.

Ingin sekali Rio menerkam Agni. Cewek itu keterlaluan banget. Dia aja kalo lagi di goda langsung ngambek-ngambek.

Ya, perjalanan kali ini emang beda dari perjalanan sebelumnya.

***

Sivia memberhentikan motornya di depan caffe pagi. Mengapa caffe itu disebut sebagai caffe pagi? Jawabannya mungkin karena caffe itu bukanya pagi hari aja terus dinamain caffe pagi.

‘Heh! Dimana orang itu?’ Batin Sivia.

Keringat dingin keluar dari pori-pori kulitnya. Ia takut orang jahat yang mengirimnya pesan tadi. Ah, Via! Jangan berpikir negatif. Possitive thingking, Via.. Tapi kok, ia merasa yang mengirimnya pesan itu adalah...

“Hai! Maaf karena telah membuatmu menunggu.” Kata suara seorang cowok.

***