Bad
Day
“Maybe
I’m in a place that I don’t know where the end”
“Happy birthday to you, Grace!” Seru Taylor.
Acara
ulang tahun Grace yang ke tujuh berlangsung dengan seru. Hari ini Grace sangat
bahagia. Ditambah lagi hadiah yang diberikan oleh Taylor untuknya, yaitu
brownis pisang yang sangat lezat. Taylor tersenyum sambil memuji dirinya.
Ternyata membuat kue tidaklah susah. Hanya saja perlu ketelitian dan kesabaran.
Dan Harry, Taylor harus berterimakasih banyak kepada lelaki itu karena
bantuannya kemarin. Tapi entah mengapa Taylor tidak bisa menghubungi Harry
karena kejadian kemarin. Namun sebaiknya ia mengirim pesan singkat ke Harry.
“Brownis
buatan miss Taylor enak sekali. Grace suka. Kalau boleh tau, miss belajar
darimana?” Tanya Grace.
Taylor
tersenyum. “Dari sahabat miss. Orangnya sangat baik tapi kadang-kadang nyebelin
juga.” Jawabnya.
“Wah,
pasti sahabat miss Taylor orangnya hebat sekali ya?”
Tiba-tiba
Taylor teringat dengan sahabat-sahabatnya yang lain. Ia teringat dengan Selena
yang kini berada di New York. Pasti disana Selena bahagia. Ia juga teringat
dengan Ele dan ingin sekali ia mengunjungi Ele hanya untuk mengetahui bagaimana
kondisi kandungan Ele. Taylor menghela nafas dalam-dalam. Segalanya telah
berubah. Ia bukan remaja lagi. Ia bukanlah gadis yang idiot lagi. Kini ia
adalah gadis dewasa yang harus bisa mandiri dan tidak manja seperti dulu serta
mencoba mencari cinta sejatinya.
Cinta?
Lagi-lagi cinta. Taylor sudah sangat lelah memikirkan cinta dan paksaan
Ayahnya. Tapi setiap hari ia berharap agar hidupnya diberi kemudahan. Kalaupun
ia tidak akan pernah bisa menemukan cinta sejati, Taylor siap menerimanya.
Tidak
terasa hari sudah mulai gelap dan Taylor memutuskan untuk pulang ke rumah
karena hari ini ia begitu lelah. Semoga hari esok lebih baik dari hari yang
sekarang.
***
Dua
puluh lima tahun. Ya, Taylor baru sadar kalau ia sudah berumur dua puluh lima
tahun. Tidak terasa umurnya bertambah begitu cepat. Ia juga tidak menyangka
pekerjaannya di panti asuhan membuahkan banyak hasil. Taylor senang bekerja
disana dan ia tidak akan berhenti mendidik anak-anak disana.
Di
umur yang sudah mencapai dua puluh lima tahun ini, Taylor lebih suka diam dan
jarang mau berbicara dengan orang lain. Bahkan ia malas membalas inbox dari
Selena, ataupun sapaan dari Harry, Niall dan Ele. Teringat tentang Ele,
sahabatnya yang satu itu sudah melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik.
Wajahnya mirip seperti Ele. Hanya saja Ele harus di rawat di rumah sakit selama
dua bulan karena kondisi tubuhnya yang lemah. Tapi Ele beruntung karena Louis
selalu ada untuknya, kapanpun ia membutuhkan.
Sore
ini, Taylor memilih duduk di teras sambil memandangi pemandangan di depan
teras. Tidak ada yang menarik. Bunga-bunga yang ia tanam sama seperti
bunga-bunga kemarin. Anehnya, di umurnya yang kedua puluh lima tahun, Ayahnya
belum memaksanya untuk menikah ataupun menjodohkannya. Apakah Ayahnya sudah
bisa memahami keinginannya? Jika ia, Taylor sangat bersyukur.
“Lagi
ngapain?” Tanya Ibunya yang tiba-tiba aja sudah ada di sampingnya.
Taylor
tersenyum melihat kedatangan Ibunya. Belakang-belakangan ini kondisi Ibunya
sering sakit-sakitan karena mungkin faktor usia. Begitu pula Ayahnya yang
ternyata menderita penyakit jantung dan harus banyak istirahat di rumah.
“Duduk-duduk
aja.” Jawab Taylor.
Ibunya
menghela nafas panjang. “Kamu sudah berumur dua puluh lima tahun dan kamu belum
mempunyai seorang kekasih. Mama tidak mau kamu menjadi perawan tua. Ayolah
Taylor, Mama ingin melihat kamu bahagia bersama pasanganmu.” Ucapnya.
Mendengar
ucapan Ibunya, Taylor tertunduk lesu. “Taylor ngerti, Ma. Jujur saja, Taylor
ingin mempunyai seorang kekasih yang mencintai Taylor apa adanya. Hanya saja
Taylor belum menemukannya.”
“Tapi
Mama takut jika kamu tidak akan bisa menemukannya. Mama yakin Ayahmu akan
bertindak untuk menjodohkanmu dalam waktu yang singkat ini dan kamu tidak bisa
menolaknya.”
“Iya.
Taylor paham.” Ucap Taylor dengan segala kepasrahannya.
Dua
puluh lima tahun? Sudah tuakah ia? Sudah tuakah ia untuk menikah? Tapi ia rasa
tidak. Banyak gadis-gadis yang menikah di usia hampir tiga puluhan dan tidak masalah
bagi gadis-gadis itu asalkan bahagia bersama pasangannya.
***
“Apa
kau sudah mendapat undangan dari Selena?” Tanya Ele.
Hari
ini, Taylor, Niall dan Harry berkumpul di rumah Ele untuk menjenguk Ele.
Untunglah kondisi Ele sudah membaik. Hanya saja tubuh Ele masih terasa lemah.
Taylor sangat merindukan masa-masa ini. Masa-masa dimana ia dan
sahabat-sahabatnya berkumpul walau hanya sebentar.
“Ya.
Kemarin Selena memberitahuku kalau besok ia akan menikah. Tapi aku tidak
mungkin bisa pergi ke New York.” Jawab Taylor dengan suara lemas.
“Hei
Tay, kenapa suaramu lemas?” Tanya Niall.
Taylor
memaksakan diri untuk tersenyum. “Tidak ada.” Jawabnya.
“Seharusnya
kita datang ke pesta pernikahan Selena. Tapi karena jarak dan keadaan, kita
tidak bisa hadir. Aku yakin Selena memaklumi keadaan.” Kata Harry tiba-tiba.
“Harry
benar.” Kata Ele.
Jujur
saja, Taylor tidak menyangka besok adalah hari pesta pernikahan Selena. Besok
Selena sudah memunyai seorang suami dan tinggal dirinya yang masih berstatus
singel. Tapi sebagai sahabat Selena, ia harus ikut merasa senang.
“Ngomong-ngomong,
mana si cantik Corine?” Tanya Niall.
Ele
tersenyum. “Dia sedang tidur. Kalau kau ganggu, pasti dia akan menangis karena
dia sangat membencimu.” Jawabnya sambil bercanda.
Semuanya
tertawa mendengar jawaban Ele, kecuali Taylor. Tampaknya gadis itu sedang
memikirkan sesuatu. “Mmm.. Memangnya kau suka menjadi seorang Ibu?” Tanyanya
yang tentu saja ditujukan ke Ele.
Ele
menatapnya dengan heran. “Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja aku suka! Setiap
anak perempuan ditakdirkan menjadi seorang Ibu. Kalau kau tidak mau menjadi
seorang Ibu, ya operasi kelamin aja biar kamu jadi laki-laki.” Jawabnya.
Niall
tertawa mendengar jawaban Ele. “Hahaha.. Ele benar juga. Tapi kalau boleh jujur
aku ingin menjadi seorang perempuan biar aku bisa pacaran sama Harry.” Ucapnya.
Sementara Harry menatap Niall dengan penuh kejijikan.
“Nah
Tay, bagaimana dengan nasibmu? Umurmu sudah dua puluh lima tahun dan kau tidak
ada rencana untuk menikah.” Kata Ele.
“Biarin
saja. Aku kan tidak mau menikah.” Ucap Taylor cuek.
“Ckckck..
Masa’ gadis secantik kamu tidak mau menikah? Gimana kalau kamu yang menikah
denganku? Pasti kau tidak akan menolak.” Kata Niall.
Taylor
tidak mempedulikan ucapan Niall. Ia tau Niall cuma bercanda saja karena ia bisa
menebak dari wajah Niall. Lalu ia tidak sengaja menatap wajah Harry yang saat
itu sedang melihatnya. Buru-buru Harry mengalihkan pandang ke arah lain. Sekali
lagi, Taylor tidak bisa menebak jalan pikiran, tingkah dan semua yang
diekspresikan oleh Harry walau ia dan Harry sudah lama saling kenal.
***
Malamnya,
Taylor tidak sengaja mengirim pesan ke Selena karena sahabatnya itu sedang
online. Taylor tau malam ini adalah malam yang paling bahagia bagi Selena. Tapi
tentu saja waktu di tempatnya berbeda dengan waktu yang ada di New York.
Taylor:
Selamat ya Sel atas pernikahanmu! Maaf aku dan lainnya tidak bisa datang karena
faktor jarak dan keadaan. Aku berharap secepatnya kita akan bertemu.
Belum semenit Selena sudah
membalasnya.
Selena:
Thank you ya Tay! Ah, hari ini memang hari yang paling bersejarah. Aku janji
kok akan mengunjungimu karena aku sudah kangen berat dengan kamu, Niall, Harry
dan Ele.
Sudah sejaman mereka saling
mengirim pesan hingga Taylor memutuskan untuk sig out karena jam sudah hampir
menunjukkan sebelas malam. Ia tidak boleh tidur terlalu larut karena besok ia
harus bekerja. Anehnya, saat ia tertidur lelap, Taylor bermimpi bertemu dengan
seorang lelaki asing yang tiba-tiba menyatakan cinta padanya dan mengajaknya
untuk hidup bersama, dan ia tidak bisa menolak permintaan lelaki asing
tersebut.
***
“Jadi, kau akan jujur dengannya?”
Lelaki itu menatap sang pemilik
suara. “Iya. Aku tidak bisa terus-terusan menyembunyikan perasaan yang sudah
lama hadir menghantuiku.” Jawabnya.
“Apa kau yakin dia adalah gadis yang tepat
untukmu? Kau tidak mau mencari gadis
lain di luar sana?” Tanyanya.
“Tidak. Dia adalah gadis yang spesial dan
unik. Tidak ada satupun gadis yang bisa menandinginya. Masalahnya, aku bingung
bagaimana cara menyatakannya. Aku yakin dia pasti menanggapiku dengan tidak
serius.”
“Itu adalah tugasmu. Aku yakin kau
pasti bisa melakukannya.”
***
Pagi yang baginya terasa berbeda
dari pagi biasanya. Hari ini ia tidak bekerja karena libur. Tapi Taylor sempat
tersenyum menyadari bahwa hari ini adalah anniversary persahabatannya yang ke
dua puluh. Waktu yang cukup lama dan tidak bisa dibilang singkat. Dua puluh
tahun yang lalu ia bertemu dengan Ele, Harry, Niall dan Selena. Dua puluh tahun
yang lalulah ia dan keempat sahabatnya mulai bersahabat. Namun, rasanya anniv
kali ini tidak bisa dirayakan seperti tahun-tahun kemarin.
Tidak sengaja Taylor berjalan
menuju ruang tamu dan ia melihat Ayah Ibunya sedang berbicara serius. Karena
penasaran, Taylor mengintip pembicaraan Ayah Ibunya. Tentunya dengan
sepengetahuan Ayah Ibunya. Dan.. Baru saja ia mendengar pembicaraan Ayah
Ibunya…
‘Tidak! Mereka tidak akan pernah
menjodohkanku’ Ucap Taylor dalam hati. Namun sayangnya, Ayahnya sudah memiliki
seorang calon yang katanya adalah seorang dokter muda yang bekerja di rumah
sakit langganan Ayahnya. Seorang dokter? Taylor tersenyum miris. Ayahnya sudah
gila menjodohkannya dengan seorang dokter.
“Tapi Pa, apa Taylor setuju menikah
dengan Liam?” Tanya Ibunya ragu.
“Setuju tidak setuju, dia harus mau
menerima pinangan dari keluarga Liam! Keluarga Liam sudah banyak membantu kita.
Hanya orang bodoh saja yang tidak mau putrinya dinikahkan oleh seorang dokter
muda bernama Liam.” Jawab Ayahnya dan Ibunya tidak bisa membantah lagi.
Sebisa mungkin Taylor tenang dan
menganggap semuanya baik-baik saja. Tapi hatinya tidak bisa tenang. Hari yang
paling ditunggunya berubah menjadi hari yang paling mengerikan. Kenapa ia
mendapat berita buruk tepat di hari anniv persahabatannya yang ke dua puluh?
Taylor merasakan sebuah firasat buruk. Dan entah mengapa ia langsung berjalan
menemui Ibu dan Ayahnya.
“Pagi sayang! Kamu mau..” Sapa
Ibunya sedikit kaget.
“Taylor mau pergi dulu. Ada urusan
penting.” Ucapnya dengan nada tidak sopan dan berlari meninggalkan rumahnya.
Sementara Ibunya menatapnya dengan sayu.
“Pa, gimana Liam betah hidup bersama Taylor kalau Taylor sendiri masih belum
menjadi gadis dewasa? Mama takut ujung-ujungnya nanti mereka akan cerai.”
Ucapnya.
“Tenanglah Ma. Papa sudah ceritakan
semua tentang Taylor ke keluarga Liam dan mereka rasa semuanya bisa diatur.
Mama belum lihat sih siapa Liam itu. Kalau Mama sudah tau wajahnya, Mama tidak
akan menolak.” Kata Ayahnya.
Ibunya menghela nafas panjang.
“Baiklah. Tapi ini demi kebaikan Taylor dan masa depannya.” Ucapnya lirih.
***
Shit! Berkali-kali Taylor mengumpat
dalam hati. Sungguh, ia sangat membenci hari ini. Hari yang begitu indah
ternyata bisa juga berubah menjadi hari yang sangat buruk. Setelah ini, apa
lagi? Taylor siap menerima musibah selanjutnya. Jika memang Ayahnya sudah bulat
untuk menikahkannya dengan Liam bagaimana? Ia sendiri tidak tau siapa Liam itu
dan tidak tau bagaimana wajahnya. Ayahnya memang egois dan tidak pernah
mengerti perasaannya.
Yang ia herankan, kenapa
sahabat-sahabatnya tidak mengucapkan anniv yang ke dua puluh ini? Kenapa HPnya
sepi? Ia tadi sempat melihat di facebook dan twitter. Disana juga tidak ada
satupun yang mengucapkan anniv ini. Apa mereka lupa? Taylor mencoba untuk tidak
sedih dan berusaha menertawai keadaannya. Mungkin ini adalah takdirnya. Hidup bersama
kesepian dan kemalangan. Ia yakin sekali disana Selena bahagia bersama suaminya
dan Ele bahagia bersama Louis juga bayi perempuannya yang manis.
Tidak tau ia berjalan kemana. Ia
berjalan tanpa arah sambil melampiaskan segala kekesalannya. Apa sebaiknya ia
mati saja agar semua masalah-masalah yang dialaminya menghilang dan ia bisa
tenang? Tidak! Mati bukanlah pelariannya. Ia tidak ingin mati diusianya yang
sudah mencapai dua puluh lima tahun ini.
Ketika ia berhenti di sebuah taman,
Taylor tidak sengaja melihat sebuah pemandangan yang tidak pernah dilihatnya.
Taylor terdiam sesaat sambil melihat dua orang itu yang sedang bahagia. Taylor
tersenyum miris. Betapa bahagianya mereka dan entah mengapa hatinya terasa
sakit. Sakit sekali. Padahal, hari ini adalah anniv persahabatannya yang ke dua
puluh dan orang itu malah bahagia bersama seorang gadis yang ia yakini adalah
pacar barunya.
Dia…. Ternyata dia lebih
mementingkan gadis itu dibanding sahabat-sahabatnya, batin Taylor sedih. Entah
mengapa tiba-tiba ia membenci orang yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri,
dan entah mengapa kedua kakinya ini ingin sekali berlari untuk melabrak dua
orang itu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar