expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Februari 2015

Friendship ( Part 18 )



The Rose

“Just remember in the winter
Far beneath the bitter snow
Lies the seed that with the sun’s love
In the spring becomes the rose”


“Jadi, begini ya cara kamu merayakan anniv persahabatan kita yang ke dua puluh?” Bentak Taylor dengan garang.

            Tentu saja dua orang yang tadinya bahagia dan tenang berubah menjadi gugup dan takut. Terutama orang yang kini menjadi pusat tatapan tajam dari Taylor. Lelaki yang malang. Tidak seharusnya ia melakukan ini bersama kekasih barunya. Ya, baru saja ia jadian dengan gadis yang dianggapnya sebagai pilihan hatinya.

            “Tay.. Maafkan aku.. Aku..” Ucap lelaki itu dengan gugup. Sementara kekasihnya mulai curiga. Takut-takut jika gadis galak tadi adalah selingkuhan dari kekasihnya itu.

            “Niall.. Seharusnya aku yang minta maaf.” Tiba-tiba Taylor mengucapkan kalimat itu pada Niall. Ya, lelaki itu adalah Niall, sahabatnya. Seharusnya ia merasa senang karena Niall telah menemukan pilihan hatinya, bukan malah memarahinya.

            “Aku harus pergi.” Ucap Taylor lalu berlari meninggalkan tempat itu.

Sementara Niall, ia tidak tega melihat Taylor dalam keadaan seperti itu. Ia ingin sekali mengejar Taylor tapi rasanya mustahil. Tapi, ia sama sekali tidak melupakan anniv persahabatannya karena ia selalu menandai kalendernya. Jika Taylor mengira ia telah melupakan hari yang indah itu, itu salah besar. Justru ia sangat tidak sabar menunggu hari yang indah itu.

“Yel, siapa gadis itu?” Tanya kekasihnya.

Niall mencoba untuk tersenyum. “Dialah Taylor, sahabatku yang kemarin ku ceritakan ke kamu.” Jawabnya.

***

Lengkaplah sudah penderitaannya hari ini. Taylor begitu puas. Bahkan sangat puas. Setelah mendapati Niall yang sedang bermesraan dengan pacarnya, ia menjadi membenci Niall. Padahal itu hak Niall untuk jatuh cinta dengan gadis manapun. Ia memang tidak pernah melihat Niall bermesraan dengan seorang gadis dan saat ia melihatnya, hatinya menjadi sakit. Apa ia cemburu? Apa ia cemburu Niall sudah menemukan pilihan hatinya? Tidak! Ia hanya sahabat Niall dan bukan kekasih Niall. Jadi tidak sepantasnya ia cemburu melihat Niall bahagia bersama pacarnya.

Taylor kembali ke rumah tanpa membalas sapaan Ibunya. Secepat mungkin ia masuk ke dalam kamarnya dan menangis sejadi-jadinya. Aku tidak pernah menjadi seseorang yang dewasa, batinnya. Lalu, ia melihat laptopnya dan memutuskan untuk browsing internet. Ia berani bertaruh kalau sahabat-sahabatnya belum mengucapkan anniv kali ini. Hah! Biarin saja!

Namun, saat ia melihat beranda facebook, ternyata Harry yang pertama kali menulis status tentang anniv yang ke dua puluh dan di tag ke facebooknya dan lainnya. Bisa ia lihat komentar dari Ele, Selena juga Niall. Seharusnya ia merasa senang dan bangga. Tapi entah mengapa ia berubah membenci anniv tahun ini dan tidak menghargai ucapan Harry dan komentar dari sahabat-sahabatnya.

Dan ia menemukan sebuah kalimat pedas yang rasanya cocok untuk ia komentari di status Harry tersebut.

I HATE ALL OF YOU!!!

***

           
“Niall..”
           
Merasa dipanggil namanya oleh seseorang, Niall menoleh kebelakang dan mendapati Harry dengan air muka yang sulit untuk ditebak. Harry berjalan mendekati Niall dan duduk di samping Niall.

            “Ada apa Harr?” Tanya Niall.

            “Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang terjadi dengan Taylor? Mengapa dia membencimu?”

            Sudah bisa ia tebak. Harry pasti akan mengeluarkan pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Tapi mau bagaimana lagi? Taylor sudah membencinya hanya karena masalah kecil dan ia tidak tau harus berbuat apa lagi. Ia takut Taylor membencinya dan tidak mau memaafkannya.

            “Aku tidak tau Harr mengapa Taylor bisa seperti itu. Aku kan sudah cerita tentang pacar baruku dan..”

            “Ya, kau tidak salah. Dia yang salah. Aku tidak menyalahkanmu. Tapi kau jangan khawatir. Taylor tidak mungkin terus-terusan membencimu. Beri dia waktu untuk berpikir.” Ucap Harry.

            Niall menjadi lega mendengar ucapan Harry. “Kau benar. Mungkin saat itu dia sedang marah karena dia mengira aku sudah melupakan anniv persahabatan kita yang ke dua puluh dan aku malah bersenang-senang dengan kekasihku.” Ucapnya.

***
           
Sudah berjam-jam ia menangis di dalam kamarnya. Taylor merasa lelah dan tubuhnya terasa lemas sekali. Gimana tidak lemas wong dia belum makan siang dan makan malam? Sekarang jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Perutnya mulai sakit dan ia tidak bisa menahannya. Taylor memaksakan diri untuk berjalan keluar kamar, dan tiba-tiba saja ia kaget mendapati Ibunya yang ternyata sudah ada di luar pintu kamarnya.

            “Kamu baik-baik saja?” Tanya Ibunya khawatir. Ibunya takut kalau-kalau Taylor marah dan kesal karena perjodohannya dengan Liam.

            “Iya. Hanya saja Taylor sedang marah dengan sahabat-sahabat Taylor.” Jawabnya sambil memasang senyum palsu.

            “Oh itu.. Jangan marah begitu. Kalian kan sudah lama bersahabat. Mama tidak suka kamu menangis semalaman hanya karena kamu marah-marahan dengan sahabat-sahabatmu. Kamu sudah besar sayang dan saatnya kamu hidup berkeluarga.” Ucap Ibunya.

            “Iya Ma, mungkin besoknya kami baikan lagi.”

            Taylor memutuskan untuk pergi ke meja makan karena ia sudah sangat lapar. Ibunya berjalan mengikutinya. Sepertinya Ibunya sedang bimbang untuk mengatakan tentang perjodohan itu. Ia takut jika Taylor semakin sedih. Tapi malam ini juga ia harus membicarakan pada Taylor agar urusannya selesai.

            “Tay.. Ng.. Bagaimana pendapatmu tentang Liam?” Tanya Ibunya.

            Taylor yang sedang lahap memakan ayam panggang tiba-tiba saja terbatuk-batuk. Cepat-cepat ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air lalu cepat-cepat meminumnya. Mengapa di saat seperti ini Ibunya masih sempat menanyakan tentang Liam? Padahal ia sama sekali tidak mengenali pria itu.

            “Kalau Mama dan Ayah setuju Taylor dinikahkan dengan Liam ya mau gimana lagi? Besok pun kalau pesta pernikahannya di laksanakan, Taylor setuju-setuju aja.” Jawabnya. Entah mengapa jawaban itu yang keluar dari mulutnya dengan santai dan tanpa beban.

            Tentu saja Ibunya kaget mendengar jawaban putrinya. “Kau bersungguh-sungguh?” Tanyanya.

            “Iya Ma, lagipula Taylor malas hidup sendiri. Mungkin Liam bisa mengobati hati Taylor.” Jawabnya. Lagi-lagi tanpa beban dan santai.

            Ibunya pun tersenyum lega. “Akhirnya kamu mau juga. Mama senang sekali. Tapi Mama ingin kamu tunangan dulu dengan Liam, lalu kalian saling kenal mengenal dan mungkin bulan depan baru menikah. Gimana?”

            “Boleh.” Jawab Taylor.

            Akhirnya, beban pikiran yang dialaminya ini sebentar lagi akan menghilang. Ibunya bersyukur karena Taylor mau menikah. Tapi, Ibunya sedikit ragu dengan jawaban yang diberikan Taylor tadi. Ibunya takut jika Taylor berbohong. Tapi ya semoga saja putrinya itu bisa sadar dan menjalani kehidupan yang sesungguhnya.

***

            Pasrah. Ya, itulah satu kata yang menjadi penyemangat hidupnya. Setelah ia setuju dan menerima pinangan dari keluarga Liam, ia diselimuti oleh kepasrahan. Tadi pagi, keluarga Liam datang ke rumahnya dan ia bisa melihat calon suaminya dengan jelas. Liam bukan lelaki sembarangan. Dia sangat tampan dan tentunya banyak gadis yang menyukainya. Liam sangat berbeda dengan Louis.

            Besok ia akan tunangan dengan Liam dengan cara tertutup. Acaranya akan dilaksanakan di rumahnya sendiri. Setelah ia mengenali Liam dengan baik, baru pesta pernikahan akan digelar secara besar-besaran. Taylor tau mengapa Ayahnya tidak mau menolak pinangan dari keluarga Liam karena keluarga Liam sangat kaya. Tapi ia tidak menginginkan harta Liam.

            Apa aku sungguh-sungguh akan menjalani hidup dengan pria itu? Taylor tidak yakin apa ia bisa mencintai Liam. Ia adalah seorang gadis bodoh yang sudah tidak bisa jatuh cinta lagi. Tiba-tiba ia teringat dengan Ele dan Zayn yang ingin melamar Ele. Waktu itu Ele pasrah dan menerima lamaran Zayn. Namun, ada seorang pangeran yang menyelamatkannya. Pangeran itu adalah Louis. Ya, Louis! Apakah nanti ada seorang pangeran yang akan menyelamatkannya seperti yang pernah dialami Ele?

            Jawabannya adalah tidak. Saat ini ia tidak mencintai siapapun. Hidupnya terasa sepi dan ia selalu menghindar dari sahabat-sahabatnya. Taylor sengaja mengganti nomor HP agar sahabat-sahabatnya tidak menghubunginya. Dan ia sengaja menonaktifkan akun facebooknya agar sahabat-sahabatnya tidak bisa mengirimnya pesan atau sebagainya. Sahabat…

            Dipikirannya, masih teringat jelas tentang Niall yang sedang bahagia dengan kekasihnya di hari anniv itu. Apakah hanya karena masalah kecil itu ia jadi membenci Niall dan dilampiaskan ke sahabat-sahabatnya yang lain? Di hatinya yang terdalam, ia sangat merindukan sahabat-sahabatnya, terutama Selena yang tidak tau apa-apa tentang kejadian dahsyat ini. Tapi mungkin ini adalah jalan terbaiknya dan ia harus menerimanya.

            Besok ia akan bertunangan dengan Liam dan besok statusnya adalah kekasih Liam. Tadi pagi, ia sempat melihat ekspresi wajah Liam. Sepertinya Liam menyukainya dan mudah bagi Liam untuk jatuh cinta padanya. Sementara ia? Apa sebaiknya ia berkata jujur saja kalau ia tidak mau tunangan dengan Liam? Tapi hal itu sama saja menyakiti hati Ayah Ibunya dan juga keluarga Liam. God! What Should I do?

***

Pagi yang berbeda dari pagi biasanya. Pagi yang diawali dengan keraguan, kegugupan serta ketakutan. Entah mengapa di pagi yang cerah ini ia menjadi takut. Padahal ia tidak tau hal apa yang membuatnya takut. Tapi hari ini juga ia harus menyelesaikan semua masalahnya. Hari ini juga ia harus mengatakan perasaannya pada Taylor dan ia berharap gadis itu serius dan tidak main-main.
           
Segalanya telah ia persiapkan, terutama keberaniannya. Ia tidak akan bisa berbicara pada Taylor mengenai perasaannya kalau ia tidak memiliki keberanian. Lelaki itu menarik nafasnya dalam-dalam. Ayolah, kau pasti bisa!

            Tentu saja ia tidak melupakan bunga kesukaan Taylor yaitu bunga mawar. Ia sudah mempersiapkan setangkai bunga mawar yang indah walau bunga mawar itu tidaklah asli. Di tangkai mawar itu, tertulis sebuah kalimat yang mewakili perasaannya, yaitu I love you, Taylor! Tapi ia sengaja tidak mencantumkan namanya disana.

            Ia rasa, waktunya sudah tepat. Sekarang sudah jam sebelas siang dan sebaiknya ia pergi ke rumah Taylor. Sebenarnya ia ingin menghubungi Taylor tapi nomornya tidak aktif.

            Setelah sampai di gerbang rumah Taylor, disana ada satu buah mobil keluaran terbaru. Lelaki sedikit curiga akan kedatangan mobil itu. Pasti si pemilik mobil itu adalah orang kaya. Mobilnya saja tidak bisa dibandingkan dengan mobil orang kaya itu. Lelaki itu memandangi rumah Taylor yang sepi. Adakah Taylor di dalamnya? Dan siapa pemilik mobil itu? Saking penasarannya, ia memasuki rumah Taylor tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Entah mengapa jantungnya berdegup kencang saat ia mulai dekat di pintu masuk rumah Taylor.

            Sesampainya di pintu masuk rumah Taylor, segalanya telah terjawab. Lelaki itu melihat sebuah pemandangan yang dapat membuat hatinya sakit. Apakah ia sudah terlambat? Sebisa mungkin ia menahan seluruh kesedihan yang langsung menyerangnya. Ia mencoba mengkuatkan hatinya demi melihat pemandangan di dalam sana.

            “Aku tidak menyangka akhirnya dia mau juga dijodohkan oleh orangtuanya.” Ucapmya dengan suara yang sangat pelan.

            Semakin lama, ia semakin melemah dan ingin segera pergi menjauhi tempat ini. Setangkai bunga mawar yang sudah ia beli jatuh di teras rumah Taylor dan lelaki itu sudah tidak peduli lagi. Ia merasa mawar itu sia-sia ia beli. Ia pun pergi meninggalkan rumah Taylor dengan seluruh kesedihan yang ia rasakan. Ya, ia sudah terlambat.

***

            Acara tunangan yang diadakan secara tertutup akhirnya selesai. Taylor bisa melihat wajah bahagia Ibu dan Ayahnya, juga keluarga Liam, termasuk Liam. Sekarang statusnya adalah kekasih Liam dan ia harus menerimanya. Liam sudah berani mengajaknya bicara dan ia merespon Liam dengan kalimat yang singkat saja karena ia malas bicara.

            Taylor pun berdiri dan ingin berjalan ke teras hanya untuk mencari udara segar. Siapa tau di luar sana ia mendapat pencerahan agar masalah-masalah yang dihadapinya ini cepat selesai. Baru saja ia menginjakkan kaki di teras rumahnya, ia tidak sengaja menemukan setangkai bunga mawar yang tampak menyedihkan. Taylor mengambil bunga mawar itu dengan hati-hati. Siapa yang mengirim bunga mawar ini? Tanyanya dalam hati.

            Tiba-tiba, jantungnya berdegup kencang saat mendapati empat buah kata yang entah mengapa membuatnya gemetaran. I love you, Taylor! Jadi, si pengirim bunga mawar ini adalah seorang lelaki yang mencintainya? Taylor penasaran siapa yang mengirim bunga mawar itu. Ia ingin sekali mencari tau siapa lelaki yang mencintainya itu. Taylor teringat dengan pertunangan tadi. Apa si pengirim mawar melihatnya dengan jelas acara pertunangan tadi? Kalau iya, betapa sakitnya hati si pengirim mawar itu.

            Taylor memutuskan untuk menyimpan mawar itu di dalam kamarnya dan menebak-nebak siapa lelaki yang mengirim mawar itu. Tapi, jika tidak ada petunjuk, bagaimana cara ia tau siapa si pengirim bunga mawar itu?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar