Part 5
.
.
.
Dua cowok itu
berjalan dan berhenti di sebuah caffe kecil yang di dalamnya ada lima
pengunjung. Rio dan Gabriel. Keduanya mencari tempat yang nyaman untuk mereka
duduki.
“Apa kakak yakin
Sivia baik-baik saja?” Tanya Gabriel.
“Lo nggak pulang?”
Tanya Rio tanpa menjawab pertanyaan Gabriel.
Gabriel menyesap
cappucinonya sebelum menjawab pertanyaan Rio. Sebenarnya ia ingin pulang. Tapi
dari hatinya yang paling dalam, ia khawatir banget dengan Sivia. Ini hampir
malam. Nggak baik cewek-cewek keluyuran. Walau ada Rio yang menunggu Sivia dan menjaga
Sivia dari jauh, Gabriel tetap khawatir dan merasa nggak nyaman. Makanya ia
memutuskan ikut Rio dan tidak akan pulang sebelum Sivia balik.
“Gue tunggu Sivia
balik, kak.” Jawab Gabriel.
Rio ikutan menyesap
cappucinonya, lalu ia menatap wajah Gabriel dan berusaha menebak apa
yang dipikirkan oleh cowok itu.
“Lo naksir sama
adek gue?” Tanya Rio.
Pertanyaan Rio
membuatnya kaget bak disambar petir. Naksir sama Sivia? Wajah Gabriel berubah
menjadi pucat. Rio sendiri bisa menebak bahwa ternyata Gabriel diam-diam
menyukai adiknya.
“Kalo lo suka,
cepat katakan perasaan lo ke dia. Ntar kalo tidak, keburu dia udah punya cowok
dan lo patah hati.” Kata Rio.
“Ng.. Gue nggak
naksir kok sama Sivia.” Kata Gabriel.
Nggak naksir? Apa
tidak kebalik?
“Sure? Dari wajah
lo saja gue bisa nebak kalo lo sebenarnya suka sama adek gue.” Kata Rio.
“Bukan.. Bu..”
Sulit untuk menebak
perasaannya sendiri. Gabriel emang sayang sama Sivia, tetapi ia nggak berani
menyimpulkan kalo ia suka sama Sivia. Hei! Jadinya suka sama sahabat sendiri.
Kayak di film-film aja.
“Terserah lo deh.” Kata Rio.
Selanjutnya, terjadi keheningan panjang. Masing-masing
sedang memikirkan pikiran sendiri. Gabriel yang memikirkan perasaannya pada
Sivia, dan Rio yang memikirkan cewek berkacamata yang barusan ia tau dari Agni.
Ify ya? Jadi cewek
berkacamata itu bernama Ify?
***
“Hai! Gue suka liat
permainan lo tadi.”
“Lo..”
Darah Sivia menjadi
kaku melihat cowok yang sedang tersenyum melihatnya. Dia kan.. Dia kan cowok
bermata indah itu? Cowok yang mengirim energi padanya sehingga ia bisa
memenangi pertandingan tadi.
“Kapan-kapan, gue
ajak lo tanding sama gue. 1 on 1. Dan lo nggak boleh nolak. So, jangan jadi
pengecut.” Kata cowok itu lalu meninggalkan Sivia yang masih penasaran
sekaligus melongo.
Siapa cowok itu?
Kok tiba-tiba ajak gue tanding? Emangnya dia kenal ya sama gue? Tapi Sivia
merasa pernah melihat wajah itu sebelumnya. Sebelum ketika ia melihat cowok itu
di waktu pertandingan tadi.
“Aishh.. Tapi cowok
itu cakep juga. Hehe..”
Akhirnya Sivia
memilih pulang karena cowok yang dicarinya udah ketemu. Bukannya dia yang
mencari cowok itu, tapi cowok itu yang mencarinya.
“Apa.. Apa gue suka
sama cowok itu? Tapi kok sukanya cepet banget ya?”
Sivia tersenyum
mengingat pertemuan singkat yang baginya sangat bermakna. Lalu ia memiscall
Rio. Katanya, ia disuruh pergi ke caffe Titania. Sangat mudah baginya mencari
caffe itu karena ia sering mengunjungi caffe itu.
“Hai kak! Hai Yel!”
Sapa Sivia.
“Hai! Lo kok ceria
gitu ya?” Tanya Gabriel. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Sivia.
“Hehe.. Ada dehh.
Eh, lo nggak pulang apa?” Tanya Sivia.
“Ini kan gue mau
pulang. Ya udah, gue pulang dulu. Besok kita ketemu lagi yaa..”
“Oke! See youu..”
Balas Sivia.
Lalu Sivia melihat
Rio yang sepertinya nggak menyadari ada dia di tempat ini. Kak Rio kenapa? Apa
dia juga sama kayak gue? Habis ketemu seseorang yang berarti gitu? Eh, emang
cowok tadi siapa? Ngaco lo Vi! Kenal aja enggak, kok udah dianggap berarti.
“Haloo kak..” Kata
Sivia sambil melambai-lambaikan tangannya di depan muka Rio.
Rio tersadar dari lamunannya.
“Eh lo Vi, udah balik? Tadi lo kemana aja? Lho, Gabriel mana?” Tanyanya.
“Kak Rio lagi mikir
apa sih? Lagi mikir cewek ya?” Tanya+Tebak Sivia.
“Nggak kok. Lo sok
tau aja. Ya udah, kita pulang.”
Mereka pun pulang
ke rumah. Diperjalanan, Sivia senyum-senyum nggak jelas. Ada dua hal yang
membuat bibirnya nggak bisa berhenti tersenyum. Pertama, ia bisa bertemu dengan
cowok bermata indah yang walaupun ia belum tau siapa namanya. Kedua, Sivia bisa
menebak kalo kakaknya lagi falling ini love.
Mau bukti?
Ikuti aja deh kisah selanjutnya, hehe :D
***
Malam hari yang
tenang dan hanya diramaikan oleh suara jangkrik. Rio mengedarkan pandangannya
ke luar jendela. Dapat ia lihat bintang-bintang yang bertebaran di atas sana.
Walau jumlah bintang sedikit pada malam ini, tetapi Rio menikmati indahnya
malam.
“Ify? Siapa Ify?”
“Lho? Lo nggak kenal ya Yo sama Ify?”
“Nggak. Ify siapa? Ada hubungannya sama cewek kacamata
itu?”
Dalam pikirannya,
suara Agni terjelas disana menyebut nama Ify. Ya, Ifylah nama cewek yang selama
ini membuatnya penasaran. Tapi entah mengapa jika ia mengingat nama Ify
bibirnya tak henti menyunggingkan senyum.
Astaga! Mengapa ia
sampai bisa menjadi seperti ini karena cewek? Apa ini sebuah pertanda? Apa
mungkin ia...
Jatuh cinta?
Secepat inikah ia
merasakan jatuh cinta? Parahnya, ia jatuh cinta kepada cewek yang sama sekali
tidak ia kenal. Tapi ya yang namanya cinta kan nggak bisa diperkirakan. Bisa
saja kan kita menyukai siapapun tanpa kita sadari.
“Haloo kak..”
Suara Sivia
memecahkan pikirannya. Rio menoleh kebelakang dan mendapati adiknya yang sedang
tersenyum nggak jelas.
“Hai kak! Lo kok
beda ya?” Tanya Sivia.
“Beda? Beda apa?”
Tanya Rio.
Sivia terdiam
sejenak, lalu..
“AHAHAHA.. Kita
sehati kak..” Tawa Sivia.
Rio yang tak
mengerti dengan apa yang diomongkan Sivia memilih untuk melanjutkan pikirannya
yang tadi sempat terputus karena kedatangan Sivia. Sampai dimana tadi? Ahya,
perasaan yang ia rasakan pada cewek berkacamata itu alias Ify.
“Kak, lo lagi jatuh
cinta ya?” Tanya Sivia.
Mendadak wajah Rio
menjadi pucat. Jatuh cinta? Benarkah ia suka dengan Ify? Kalo ternyata memang
benar suka, apa salahnya juga? Toh semua orang berhak menyukai siapapun yang
disukainya.
“Jangan bohong! Gue
bisa baca pikiran lo.” Kata Sivia, masih tetap menggodai Rio.
Akhirnya Rio angkat
bicara. “Gue nggak tau apa yang gue rasakan. Emangnya lo ngarep betul ya gue bisa
jatuh cinta?” Tanyanya.
“Yaiyalah, kak.
Soalnya lo nggak pernah sih galau karena cewek. Sekarang..” Sivia tersenyum
licik. “Kayaknya cerita cinta ini baru dimulai nih..” Lanjutnya.
Buku yang ada di
atas mejanya langsung ia pukul ke kepala Sivia. Bukannya sakit, tapi Sivia
malah ketawa. Ia tau kakaknya itu salting gara-gara omongannya. Benar kan, Rio
jatuh cinta! Berita heboh ini.
“Lo lagi jatuh
cinta juga kan? Kalo seorang kakak lagi jatuh cinta, adeknya pasti juga ikutan
jatuh cinta.” Kata Rio.
“Darimana tuh dapet
teori? Pasti lo ngarang.”
“Tapi lo lagi jatuh
cinta juga kan?”
Giliran Sivia
sekarang yang digodai oleh Rio. Jujur aja, Sivia sama kayak Rio. Sama-sama
masih bingung dengan perasaan sendiri. Apakah benar-benar suka atau enggak.
Ohiyaya, Sivia
hampir lupa kalo besok sore ia diajak tanding 1 on 1 sama cowok tadi itu. Pasti
nih bakal menjadi pertandingan kecil yang seru dan heboh.
***
Sebuah rumah yang
sederhana namun nyaman untuk ditinggali. Seorang cewek dengan sapu ditangannya
pelan-pelan membersihkan lantai rumah yang kotor. Begitulah kerjaannya
sehari-hari. Malam ini, ia sedang santai dan nggak ada tugas yang harus
diselesaikan sekarang. Niatnya pada malam hari ini yaitu pergi ke toko buku
untuk membeli novel karena ia sangat suka membaca novel. Tapi sayangnya, uang
tabungannya yang semakin sedikit membatalkan niatnya untuk membeli novel.
Cewek itu tau
kondisi keluarga yang tidak seperti keluarga kaya, dan ia berusaha untuk
menghemat uangnya agar tidak habis. Tidak seperti teman-temannya yang adalah
maniak shooping dan membelanjakan barang yang berlebihan.
Pintu yang tenang
itu terbuka. Seorang wanita cantik yang selama ini membantu kehidupannya
tersenyum melihatnya. Ya, wanita baik hati itulah sahabat mamanya sehingga
sampai detik ini ia masih bisa bertahan dan masih bisa melanjutkan sekolah.
“Malam, Fy. Mana
Mamamu?” Sapa wanita itu yang bernama Hesti.
Cewek tadi yang
bernama Ify itu mempersilahkan Hesti duduk di sofa. “Mama lagi keluar tan.”
Jawab Ify sopan.
Hesti melihat-lihat
disekelilingnya. Lantai yang bersih dan peralatan rumah yang diletakkan dengan
rapi. Ia tau pasti Ify yang melakukan semua itu. Sejak Ayah Ify meninggal, Mama
Ify lah yang menjadi tumpuan keluarga. Setiap harinya ia bekerja di sebuah toko
bakery yang lumayan terkenal. Beruntunglah Mama Ify jago bikin kue, jadi tak
segan-segan pemilik bakery itu menerimanya dengan tangan terbuka.
“Kamu anak yang
rajin, Fy. Nggak salah tante jadikan kamu calon menantu tante.” Kata Hesti
tersenyum.
Sedikit Ify
terenyak dengan perkataan Hesti barusan. Walau setiap hari Hesti mengucapkan
kalimat yang baginya mematikan itu, ia masih saja kaget dan syok mendengarnya.
Tiba-tiba, Hesti
terbatuk-batuk. Penyakit kanker paru-parunya yang semakin buruk membuatnya
lemah dan sakit-sakitan. Ify merasa prihatin dengan kondisi Hesti.
“Tante nggak papa?
Mau Ify bawa tante ke rumah sakit?” Tanya Ify khawatir+Panik.
Hesti malah tersenyum
dengan tenang. “Nggak papa kok sayang. Tante baik-baik aja. Umur tante juga
nggak akan lama.” Ucapnya.
“Tante jangan
bilang begitu. Tante harus yakin kalo tante pasti sembuh.” Kata Ify.
Darah segar keluar
dari mulutnya. Ify yang panik langsung berdiri dan membantu Hesti. Tapi Hesti
menyangkal tangan Ify.
“Tante nggak papa.
Nanti biar anak tante saja yang bawa tante ke rumah sakit. Ohya, anak tante itu
belum tau kalo dia akan ditunangkan dengan kamu. Insyaallah tante akan beritahu
dia. Tante yakin dia pasti mau menerimamu.” Jelas Hesti.
Ify terdiam
mendengar kalimat Hesti. Kalimat itu lagi. Air matanya nggak bisa berhenti jika
memikirkan kalimat itu. Aku akan
ditunangkan sama anak tante Hesti?
“Ingat Fy,
kebahagiaan tante adalah kamu menikah sama anak tante. Walau tante nggak bisa
lihat kamu dipelaminan, tante yakin tante akan bahagia di alam sana. Jadi tante
mohon sama kamu, terimalah anak tante.” Sambungnya.
Karena nggak tau
harus jawab apa, Ify memilih untuk mengangguk, meski anggukannya terasa berat.
“Ya sudah, hanya
ini yang bisa tante sampaikan. Salam ke Mama ya, Fy. Tante pamit dulu.”
Ify tak bisa
mencegah Hesti. Perasaannya jadi tak enak. Apa wanita baik hati itu akan
meninggal?
Apa nyawa wanita
yang selama ini menolongnya sudah hampir sampai mencapai asalnya?
***
“PIAA!!”
Suara cempreng
Febby mengagetkannya. Siang menjelang sore ini, Sivia udah berada di lapangan
basket dekat taman yang dimaksudkan cowok kemarin. Siapa lagi kalo bukan cowok
yang memberinya energi sehingga ia dapat memenangkan pertandingan kemarin?
“Eh, lo Feb. Kok lo
tau gue ada disini?” Tanya Sivia.
Dengan nafas yang
ngos-ngosan, Febby berlari mendekati Sivia. “Lo mau maen basket? Sama siapa?”
Tanyanya.
“Sama..”
Belum sempat ia
menjawab pertanyaan Febby, seorang cowok bertubuh tinggi yang wajahnya
sangat-sangat cakep menyapanya. Sivia sedikit melongo melihat cowok itu. Oh
astaga! Cowok yang kemarin itu kan! Sumpah, kok semakin ganteng aja ya?
Disampingnya, Febby
menyenggol lengan Sivia. Dia sama kayak Sivia. Melongo melihat kedatangan
seorang pangeran dari negeri sebrang.
“Hai! Ready for match?” Tanya cowok itu. Ditangannya udah
ada bola basket yang siap untuk dijadikan objek oleh keduanya.
“Ng.. Mmm.. I.. Iya..” Jawab Sivia gugup.
Pertandingan pun
dimulai. Febby duduk di pinggir lapangan sambil mensupport Sivia, walau
sebenarnya ia lebih suka dengan permainan cowok cakep tadi dibanding Sivia. Dan
kayaknya, permainan Sivia nggak maksimal. Kalo dilihat, Sivia baru belajar main
basket. Mungkin karena gugup jadinya Sivia nggak bisa bermain seperti biasa.
“Ayo Via! Ayo! Lo
pasti bisa!” Teriak Febby.
Bola berada di
tangan Sivia. Sivia hendak menshoot bola. Namun, ketika ia akan menshoot,
tubuhnya menjadi nggak seimbang. Rasanya ia ingin jatuh. Begitu pula dengan
cowok itu. Akibatnya, Sivia yang udah kehilangan keseimbangan terjatuh mengenai
tubuh cowok itu.
Keduanya pun
terjatuh. Yang menyebabkan keduanya saling diam yaitu pandangan mereka yang
bertemu. Cukup lama dan sangat berkesan.
“Eh, sorry.” Kata
Sivia malu dan hendak bangkit.
Namun, ketika ia
setengah berdiri, tangannya langsung ditarik oleh cowok itu. Akibatnya Sivia
terjatuh lagi. Parahnya, ia menimpa tubuh cowok yang tertidur itu.
Astaga! Apa yang...
Febby melihat
pemandangan itu setengah tak percaya. Sivia? Apa cewek itu benar Sivia? Sivia
sahabatnya sendiri? Apa ia salah lihat?
Tak jauh dari
tempat itu, seorang cowok melihat pemandangan itu dengan hati yang panas. Tak
pernah ia merasakan hal ini sebelumnya.
“Gue cemburu.” Kata
cowok itu.
***
Di tempat lain,
seorang cewek berjalan sedikit tergesa-gesa. Ia takut ia tidak kedapatan naik
bus karena sore hari ini jalan raya macet dan jarang ada bus kota yang kosong.
Sampai di tempat penungguan kedatangan bus kota, Ify membuka ponselnya untuk
mengecek adakah pesan yang masuk atau panggilan masuk.
‘Tante Hesti!’
Batin Ify.
Sekarang wanita itu
dirawat di sebuah rumah sakit ternama. Dikabarkan keadaannya makin kristis. Ify
belum sempat menjenguk wanita itu karena kesibukannya. Ya semoga saja ia sempat
menjenguk Hesti jika ia diberi waktu panjang untuk melihat wajah wanita baik
hati itu.
“IFY !!”
Ada sebuah suara
memanggilnya, dan ia hafal dengan suara itu. Ify menoleh ke samping kanan dan
mendapati satu cewek dan satu cowok yang berjalan mendekatinya.
Tiba-tiba saja
darahnya berhenti mengalir ketika menyadari siapa cowok yang datang bersama
temannya itu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar