expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 5 )



Part 5

.

.

.

Dua cowok itu berjalan dan berhenti di sebuah caffe kecil yang di dalamnya ada lima pengunjung. Rio dan Gabriel. Keduanya mencari tempat yang nyaman untuk mereka duduki.

“Apa kakak yakin Sivia baik-baik saja?” Tanya Gabriel.

“Lo nggak pulang?” Tanya Rio tanpa menjawab pertanyaan Gabriel.

Gabriel menyesap cappucinonya sebelum menjawab pertanyaan Rio. Sebenarnya ia ingin pulang. Tapi dari hatinya yang paling dalam, ia khawatir banget dengan Sivia. Ini hampir malam. Nggak baik cewek-cewek keluyuran. Walau ada Rio yang menunggu Sivia dan  menjaga Sivia dari jauh, Gabriel tetap khawatir dan merasa nggak nyaman. Makanya ia memutuskan ikut Rio dan tidak akan pulang sebelum Sivia balik.

“Gue tunggu Sivia balik, kak.” Jawab Gabriel.

Rio ikutan menyesap cappucinonya, lalu ia menatap wajah Gabriel dan berusaha menebak  apa yang dipikirkan oleh cowok itu.

“Lo naksir sama adek gue?” Tanya Rio.

Pertanyaan Rio membuatnya kaget bak disambar petir. Naksir sama Sivia? Wajah Gabriel  berubah menjadi pucat. Rio sendiri bisa menebak bahwa ternyata Gabriel diam-diam menyukai adiknya.

“Kalo lo suka, cepat katakan perasaan lo ke dia. Ntar kalo tidak, keburu dia udah punya  cowok dan lo patah hati.” Kata Rio.

“Ng.. Gue nggak naksir kok sama Sivia.” Kata Gabriel.

Nggak naksir? Apa tidak kebalik?

“Sure? Dari wajah lo saja gue bisa nebak kalo lo sebenarnya suka sama adek gue.” Kata Rio.

“Bukan.. Bu..”

Sulit untuk menebak perasaannya sendiri. Gabriel emang sayang sama Sivia, tetapi ia nggak  berani menyimpulkan kalo ia suka sama Sivia. Hei! Jadinya suka sama sahabat sendiri. Kayak di film-film aja.

 “Terserah lo deh.” Kata Rio.

 Selanjutnya, terjadi keheningan panjang. Masing-masing sedang memikirkan pikiran sendiri. Gabriel yang memikirkan perasaannya pada Sivia, dan Rio yang memikirkan cewek berkacamata yang barusan ia tau dari Agni.

Ify ya? Jadi cewek berkacamata itu bernama Ify?

***

“Hai! Gue suka liat permainan lo tadi.”

“Lo..”

Darah Sivia menjadi kaku melihat cowok yang sedang tersenyum melihatnya. Dia kan.. Dia kan cowok bermata indah itu? Cowok yang mengirim energi padanya sehingga ia bisa memenangi pertandingan tadi.

“Kapan-kapan, gue ajak lo tanding sama gue. 1 on 1. Dan lo nggak boleh nolak. So, jangan jadi pengecut.” Kata cowok itu lalu meninggalkan Sivia yang masih penasaran sekaligus melongo.

Siapa cowok itu? Kok tiba-tiba ajak gue tanding? Emangnya dia kenal ya sama gue? Tapi Sivia merasa pernah melihat wajah itu sebelumnya. Sebelum ketika ia melihat cowok itu di waktu pertandingan tadi.

“Aishh.. Tapi cowok itu cakep juga. Hehe..”

Akhirnya Sivia memilih pulang karena cowok yang dicarinya udah ketemu. Bukannya dia yang mencari cowok itu, tapi cowok itu yang mencarinya.

“Apa.. Apa gue suka sama cowok itu? Tapi kok sukanya cepet banget ya?”

Sivia tersenyum mengingat pertemuan singkat yang baginya sangat bermakna. Lalu ia memiscall Rio. Katanya, ia disuruh pergi ke caffe Titania. Sangat mudah baginya mencari caffe itu karena ia sering mengunjungi caffe itu.

“Hai kak! Hai Yel!” Sapa Sivia.

“Hai! Lo kok ceria gitu ya?” Tanya Gabriel. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Sivia.

“Hehe.. Ada dehh. Eh, lo nggak pulang apa?” Tanya Sivia.

“Ini kan gue mau pulang. Ya udah, gue pulang dulu. Besok kita ketemu lagi yaa..”

“Oke! See youu..” Balas Sivia.

Lalu Sivia melihat Rio yang sepertinya nggak menyadari ada dia di tempat ini. Kak Rio kenapa? Apa dia juga sama kayak gue? Habis ketemu seseorang yang berarti gitu? Eh, emang cowok tadi siapa? Ngaco lo Vi! Kenal aja enggak, kok udah dianggap berarti.

“Haloo kak..” Kata Sivia sambil melambai-lambaikan tangannya di depan muka Rio.

Rio tersadar dari lamunannya. “Eh lo Vi, udah balik? Tadi lo kemana aja? Lho, Gabriel mana?” Tanyanya.

“Kak Rio lagi mikir apa sih? Lagi mikir cewek ya?” Tanya+Tebak Sivia.

“Nggak kok. Lo sok tau aja. Ya udah, kita pulang.”

Mereka pun pulang ke rumah. Diperjalanan, Sivia senyum-senyum nggak jelas. Ada dua hal yang membuat bibirnya nggak bisa berhenti tersenyum. Pertama, ia bisa bertemu dengan cowok bermata indah yang walaupun ia belum tau siapa namanya. Kedua, Sivia bisa menebak kalo kakaknya lagi falling ini love.

Mau bukti?

Ikuti aja deh kisah selanjutnya, hehe :D

***

Malam hari yang tenang dan hanya diramaikan oleh suara jangkrik. Rio mengedarkan pandangannya ke luar jendela. Dapat ia lihat bintang-bintang yang bertebaran di atas sana. Walau jumlah bintang sedikit pada malam ini, tetapi Rio menikmati indahnya malam.

“Ify? Siapa Ify?”

“Lho? Lo nggak kenal ya Yo sama Ify?”

“Nggak. Ify siapa? Ada hubungannya sama cewek kacamata itu?”

Dalam pikirannya, suara Agni terjelas disana menyebut nama Ify. Ya, Ifylah nama cewek yang selama ini membuatnya penasaran. Tapi entah mengapa jika ia mengingat nama Ify bibirnya tak henti menyunggingkan senyum.

Astaga! Mengapa ia sampai bisa menjadi seperti ini karena cewek? Apa ini sebuah pertanda? Apa mungkin ia...

Jatuh cinta?

Secepat inikah ia merasakan jatuh cinta? Parahnya, ia jatuh cinta kepada cewek yang sama sekali tidak ia kenal. Tapi ya yang namanya cinta kan nggak bisa diperkirakan. Bisa saja kan kita menyukai siapapun tanpa kita sadari.

“Haloo kak..”

Suara Sivia memecahkan pikirannya. Rio menoleh kebelakang dan mendapati adiknya yang sedang tersenyum nggak jelas.

“Hai kak! Lo kok beda ya?” Tanya Sivia.

“Beda? Beda apa?” Tanya Rio.

Sivia terdiam sejenak, lalu..

“AHAHAHA.. Kita sehati kak..” Tawa Sivia.

Rio yang tak mengerti dengan apa yang diomongkan Sivia memilih untuk melanjutkan pikirannya yang tadi sempat terputus karena kedatangan Sivia. Sampai dimana tadi? Ahya, perasaan yang ia rasakan pada cewek berkacamata itu alias Ify.

“Kak, lo lagi jatuh cinta ya?” Tanya Sivia.

Mendadak wajah Rio menjadi pucat. Jatuh cinta? Benarkah ia suka dengan Ify? Kalo ternyata memang benar suka, apa salahnya juga? Toh semua orang berhak menyukai siapapun yang disukainya.

“Jangan bohong! Gue bisa baca pikiran lo.” Kata Sivia, masih tetap menggodai Rio.

Akhirnya Rio angkat bicara. “Gue nggak tau apa yang gue rasakan. Emangnya lo ngarep betul ya gue bisa jatuh cinta?” Tanyanya.

“Yaiyalah, kak. Soalnya lo nggak pernah sih galau karena cewek. Sekarang..” Sivia tersenyum licik. “Kayaknya cerita cinta ini baru dimulai nih..” Lanjutnya.

Buku yang ada di atas mejanya langsung ia pukul ke kepala Sivia. Bukannya sakit, tapi Sivia malah ketawa. Ia tau kakaknya itu salting gara-gara omongannya. Benar kan, Rio jatuh cinta! Berita heboh ini.

“Lo lagi jatuh cinta juga kan? Kalo seorang kakak lagi jatuh cinta, adeknya pasti juga ikutan jatuh cinta.” Kata Rio.

“Darimana tuh dapet teori? Pasti lo ngarang.”

“Tapi lo lagi jatuh cinta juga kan?”

Giliran Sivia sekarang yang digodai oleh Rio. Jujur aja, Sivia sama kayak Rio. Sama-sama masih bingung dengan perasaan sendiri. Apakah benar-benar suka atau enggak.

Ohiyaya, Sivia hampir lupa kalo besok sore ia diajak tanding 1 on 1 sama cowok tadi itu. Pasti nih bakal menjadi pertandingan kecil yang seru dan heboh.

***

Sebuah rumah yang sederhana namun nyaman untuk ditinggali. Seorang cewek dengan sapu ditangannya pelan-pelan membersihkan lantai rumah yang kotor. Begitulah kerjaannya sehari-hari. Malam ini, ia sedang santai dan nggak ada tugas yang harus diselesaikan sekarang. Niatnya pada malam hari ini yaitu pergi ke toko buku untuk membeli novel karena ia sangat suka membaca novel. Tapi sayangnya, uang tabungannya yang semakin sedikit membatalkan niatnya untuk membeli novel.

Cewek itu tau kondisi keluarga yang tidak seperti keluarga kaya, dan ia berusaha untuk menghemat uangnya agar tidak habis. Tidak seperti teman-temannya yang adalah maniak shooping dan membelanjakan barang yang berlebihan.

Pintu yang tenang itu terbuka. Seorang wanita cantik yang selama ini membantu kehidupannya tersenyum melihatnya. Ya, wanita baik hati itulah sahabat mamanya sehingga sampai detik ini ia masih bisa bertahan dan masih bisa melanjutkan sekolah.

“Malam, Fy. Mana Mamamu?” Sapa wanita itu yang bernama Hesti.

Cewek tadi yang bernama Ify itu mempersilahkan Hesti duduk di sofa. “Mama lagi keluar tan.” Jawab Ify sopan.

Hesti melihat-lihat disekelilingnya. Lantai yang bersih dan peralatan rumah yang diletakkan dengan rapi. Ia tau pasti Ify yang melakukan semua itu. Sejak Ayah Ify meninggal, Mama Ify lah yang menjadi tumpuan keluarga. Setiap harinya ia bekerja di sebuah toko bakery yang lumayan terkenal. Beruntunglah Mama Ify jago bikin kue, jadi tak segan-segan pemilik bakery itu menerimanya dengan tangan terbuka.

“Kamu anak yang rajin, Fy. Nggak salah tante jadikan kamu calon menantu tante.” Kata Hesti tersenyum.

Sedikit Ify terenyak dengan perkataan Hesti barusan. Walau setiap hari Hesti mengucapkan kalimat yang baginya mematikan itu, ia masih saja kaget dan syok mendengarnya.

Tiba-tiba, Hesti terbatuk-batuk. Penyakit kanker paru-parunya yang semakin buruk membuatnya lemah dan sakit-sakitan. Ify merasa prihatin dengan kondisi Hesti.

“Tante nggak papa? Mau Ify bawa tante ke rumah sakit?” Tanya Ify khawatir+Panik.

Hesti malah tersenyum dengan tenang. “Nggak papa kok sayang. Tante baik-baik aja. Umur tante juga nggak akan lama.” Ucapnya.

“Tante jangan bilang begitu. Tante harus yakin kalo tante pasti sembuh.” Kata Ify.

Darah segar keluar dari mulutnya. Ify yang panik langsung berdiri dan membantu Hesti. Tapi Hesti menyangkal tangan Ify.

“Tante nggak papa. Nanti biar anak tante saja yang bawa tante ke rumah sakit. Ohya, anak tante itu belum tau kalo dia akan ditunangkan dengan kamu. Insyaallah tante akan beritahu dia. Tante yakin dia pasti mau menerimamu.” Jelas Hesti.

Ify terdiam mendengar kalimat Hesti. Kalimat itu lagi. Air matanya nggak bisa berhenti jika memikirkan kalimat itu. Aku akan ditunangkan sama anak tante Hesti?

“Ingat Fy, kebahagiaan tante adalah kamu menikah sama anak tante. Walau tante nggak bisa lihat kamu dipelaminan, tante yakin tante akan bahagia di alam sana. Jadi tante mohon sama kamu, terimalah anak tante.” Sambungnya.

Karena nggak tau harus jawab apa, Ify memilih untuk mengangguk, meski anggukannya terasa berat.

“Ya sudah, hanya ini yang bisa tante sampaikan. Salam ke Mama ya, Fy. Tante pamit dulu.”

Ify tak bisa mencegah Hesti. Perasaannya jadi tak enak. Apa wanita baik hati itu akan meninggal?

Apa nyawa wanita yang selama ini menolongnya sudah hampir sampai mencapai asalnya?

***

“PIAA!!”

Suara cempreng Febby mengagetkannya. Siang menjelang sore ini, Sivia udah berada di lapangan basket dekat taman yang dimaksudkan cowok kemarin. Siapa lagi kalo bukan  cowok yang memberinya energi sehingga ia dapat memenangkan pertandingan kemarin?

“Eh, lo Feb. Kok lo tau gue ada disini?” Tanya Sivia.

Dengan nafas yang ngos-ngosan, Febby berlari mendekati Sivia. “Lo mau maen basket? Sama siapa?” Tanyanya.

“Sama..”

Belum sempat ia menjawab pertanyaan Febby, seorang cowok bertubuh tinggi yang  wajahnya sangat-sangat cakep menyapanya. Sivia sedikit melongo melihat cowok itu. Oh astaga! Cowok yang kemarin itu kan! Sumpah, kok semakin ganteng aja ya?

Disampingnya, Febby menyenggol lengan Sivia. Dia sama kayak Sivia. Melongo melihat kedatangan seorang pangeran dari negeri sebrang.

  “Hai! Ready for match?” Tanya cowok itu. Ditangannya udah ada bola basket yang siap untuk dijadikan objek oleh keduanya.

 “Ng.. Mmm.. I.. Iya..” Jawab Sivia gugup.

Pertandingan pun dimulai. Febby duduk di pinggir lapangan sambil mensupport Sivia, walau sebenarnya ia lebih suka dengan permainan cowok cakep tadi dibanding Sivia. Dan kayaknya, permainan Sivia nggak maksimal. Kalo dilihat, Sivia baru belajar main basket. Mungkin karena gugup jadinya Sivia nggak bisa bermain seperti biasa.

“Ayo Via! Ayo! Lo pasti bisa!” Teriak Febby.

Bola berada di tangan Sivia. Sivia hendak menshoot bola. Namun, ketika ia akan menshoot, tubuhnya menjadi nggak seimbang. Rasanya ia ingin jatuh. Begitu pula dengan cowok itu. Akibatnya, Sivia yang udah kehilangan keseimbangan terjatuh mengenai tubuh cowok itu.

Keduanya pun terjatuh. Yang menyebabkan keduanya saling diam yaitu pandangan mereka yang bertemu. Cukup lama dan sangat berkesan.

“Eh, sorry.” Kata Sivia malu dan hendak bangkit.

Namun, ketika ia setengah berdiri, tangannya langsung ditarik oleh cowok itu. Akibatnya Sivia terjatuh lagi. Parahnya, ia menimpa tubuh cowok yang tertidur itu.

Astaga! Apa yang...

Febby melihat pemandangan itu setengah tak percaya. Sivia? Apa cewek itu benar Sivia? Sivia sahabatnya sendiri? Apa ia salah lihat?

Tak jauh dari tempat itu, seorang cowok melihat pemandangan itu dengan hati yang panas. Tak pernah ia merasakan hal ini sebelumnya.

“Gue cemburu.” Kata cowok itu.

***

Di tempat lain, seorang cewek berjalan sedikit tergesa-gesa. Ia takut ia tidak kedapatan naik bus karena sore hari ini jalan raya macet dan jarang ada bus kota yang kosong. Sampai di tempat penungguan kedatangan bus kota, Ify membuka ponselnya untuk mengecek adakah pesan yang masuk atau panggilan masuk.

‘Tante Hesti!’ Batin Ify.

Sekarang wanita itu dirawat di sebuah rumah sakit ternama. Dikabarkan keadaannya makin kristis. Ify belum sempat menjenguk wanita itu karena kesibukannya. Ya semoga saja ia sempat menjenguk Hesti jika ia diberi waktu panjang untuk melihat wajah wanita baik hati itu.

“IFY !!”

Ada sebuah suara memanggilnya, dan ia hafal dengan suara itu. Ify menoleh ke samping kanan dan mendapati satu cewek dan satu cowok yang berjalan mendekatinya.

Tiba-tiba saja darahnya berhenti mengalir ketika menyadari siapa cowok yang datang bersama temannya itu.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar