Taylor
or Ele?
“I’m
sorry if my love
Impossible
to shows
I’m
sorry if you hurt
Cause
I fell in two hearts”
Delapan bulan berlalu. Hubungan Taylor dengan Louis
semakin dekat. Louis semakin sayang dengan Taylor walau sampai sekarang lelaki
itu belum menyatakan cintanya pada Taylor. Awalnya Taylor merasa baik-baik
saja, tapi lama kelamaan, perasaannya menjadi tidak enak. Gadis itu sudah
terlalu mencintai Louis dan ia ingin sekali menjadi kekasih Louis.
Sementara
hubungannya dengan Ele juga baik. Taylor merasa kalau Ele sudah melupakan Louis
dan Ele fine-fine saja jika ia dekat dengan Louis. Ele malah mendukung hubungannya
dengan Louis. Semenjak Louis lulus, Taylor jarang bertemu Louis. Baru saja
Louis lulus dari kuliahnya dan sekarang sudah bekerja di perusahaan Ayahnya.
Taylor tau kalau Louis termasuk pria yang pintar dan menyayangi wanita. Louis
membenci melihat seorang wanita yang sedih.
Sebentar
lagi umurnya mencapai dua puluh tiga tahun dan ia masih single. Lama kelamaan
Ibunya menjadi heran dengan sikap putrinya yang tidak mau berpacaran. Ibunya
merasa bahwa Taylor lebih mementingkan sahabatnya. Ia merasa takut jika suatu
hari nanti Taylor berpisah dengan sahabat-sahabatnya dan Taylor tidak mau hal
itu terjadi.
“Sayang,
umurmu sudah mencapai dua puluh tiga tahun. Mama ingin sekali melihatmu kencan
dengan seseorang.” Ucap Ibunya.
Taylor
tersenyum sedih. “Sebenarnya Taylor sudah lama menyukai Louis, Ma. Tapi Taylor
bingung dengan Louis dan bagaimana perasaan Louis ke Taylor. Taylor lelah
menunggu, Ma.” Ucapnya.
Ibunya
membelai-belai rambut putrinya. “Artinya Louis bukan lelaki yang tepat untukmu.
Dan Mama heran dengamu. Mama ingin kamu mencari sahabat selain Ele, Harry,
Niall dan Selena. Apa kamu tidak bosan terus-terusan bersama sahabat-sahabatmu
itu?”
Taylor
mengakui bahwa ucapan Ibunya tadi benar. Ia memang tidak mempunyai sahabat lain
selain Ele, Harry, Niall dan Selena. Sehari-harinya, ia terus saja berkumpul
bersama mereka berempat dan tidak mau bergaul dengan orang selain mereka.
“Taylor
tidak tau Ma. Taylor tidak bisa tidak bersama sahabat-sahabat Taylor. Bagi
Taylor, mereka sudah menjadi bagian tubuh Taylor. Mungkin Mama benar. Taylor
tidak mau bersahabat dengan orang lain selain mereka dan itu salah. Suatu hari
nanti, sahabat-sahabat Taylor pasti memiliki kehidupan masing-masing dan kita
jarang bersama lagi, dan itu adalah mimpi buruk Taylor Ma..”
“Ya
sudah. Tapi mama berharap kamu cepat-cepat mempunyai seorang pacar. Kamu sudah
besar dan Mama ingin kamu cepat-cepat menikah.”
Menikah?
Suatu hal yang paling dibencinya. Taylor tidak pernah berpikir akan menikah
dengan Louis. Setaunya, ia hanya mencintai Louis. Itu saja. Dan jika ia
menikah, Taylor tidak yakin apakah ia bisa menjadi istri yang baik. Masak pun
ia tidak bisa. Bagaimana nanti ia memberi makan suaminya dan anak-anaknya?
“Taylor
malas kalau Mama ngomongin menikah. Kalau boleh, Taylor tidak mau menikah.
Taylor lebih memilih tinggal bersama sahabat-sahabat Taylor sampai tua nanti.”
Ibunya
menghela nafas panjang. Putrinya memang sangat berbeda dari yang lain. Mengapa
pikiran Taylor masih seperti anak-anak? Seharusnya semakin bertambah usia,
gadis itu semakin dewasa. Tapi tidak taulah kedepannya. Ibunya berharap Taylor
akan mendapatkan lelaki yang baik dan mau menerima segala kekurangannya. Dan
jika lelaki itu adalah Louis, Ibunya tidak bisa melarang. Asalkan Taylor
bahagia, ia juga bahagia.
***
Segalanya
telah berubah. Ia bukan remaja lagi. Sudah saatnya ia mencari seorang kekasih.
Tapi sekali lagi, ia bingung dengan Louis. Tidak mungkin ia menyatakan cinta ke
Louis. Ia takut jika Louis menolaknya dan hubungannya dengan Louis menjadi
buruk. Gadis itu menghela nafas panjang. Tidak sengaja ia menemukan sebuah tempat
yang menyediakan aneka macam roti yang lezat. Taylor tersenyum. Kedua kaki
jenjangnya berjalan menuju gedung besar itu.
Saat
ia masuk, banyak pengunjung disana. Taylor tidak menyangka Harry akan sesukses
ini. Padahal baru saja Harry membuka perusahaan rotinya. Harry sudah lulus
kuliah sementara ia dan lainnya belum. Niall masih sibuk menyelesaikan tugas
akhir. Bau khas dari kue-kue itu membuatnya lapar. Jujur saja, Taylor selalu
iri dengan Harry. Harry jago sekali dalam hal masak baik memasak makanan maupun
kue. Sementara ia?
“Hai
Tay!” Sapa Gemma.
Taylor
tersenyum dan berjalan mendekati Gemma. “Hai juga! Aku tidak menyangka Harry
bisa sesukses ini. Akhirnya cita-cita yang diimpikannya terwujud. I’m so proud
to him.” Ucapnya.
Beberapa
menit kemudian, Harry datang menemui Taylor dan Gemma. “Oh halo Tay! Tumben kau
kesini. Mana lainnya? Maaf ya aku jarang menghabiskan waktu dengan kalian
karena aku sibuk.” Ucapnya.
“Tidak
apa-apa.” Jawab Taylor sedih. Sejak perusahaan roti Harry berkembang, mereka
jarang berkumpul. “Kalian mempunyai kehidupan masing-masing dan suatu saat
nanti pasti kita semua akan berpisah. Kita bukan remaja idiot lagi.”
Sambungnya.
Harry
bisa melihat sepasang mata Taylor berkaca-kaca. Masa lalu mereka memang sangat
indah. Dan sekarang mereka sudah dewasa dan tentu saja mempunyai kehidupan
masing-masing yang harus mereka tempuh.
“Kau
jangan sedih. Kita akan selalu bersama walau tidak seperti dulu.” Ucap Harry.
Setelah
lama ngobrol, Taylor memutuskan untuk pulang ke rumah karena sudah mau malam.
Tidak lupa ia membeli lima buah cup cake yang rasanya unik dan tentu saja
lezat. Harry memang jagonya menciptakan aneka masak-masakan yang rasanya baru
dan unik. Dan ia merasa ia harus banyak belajar dari Harry agar ia bisa jago
masak dan membuat Ibunya kagum.
***
Besok
adalah hari ulang tahun Taylor yang ke dua puluh tiga. Tentu saja Louis tau hal
itu dan ia ingin sekali member kejutan untuk Taylor, dan ia harap kejutan itu
adalah yang terbaik untuknya, juga untuk Taylor. Sore ini Louis sedang
berbelanja di mall sambil mencari-cari hadiah apa yang cocok untuk Taylor. Lalu
ia tidak sengaja melihat sebuah vas bunga yang di dalamnya tumbuh bunga mawar
yang cantik dan mawar sungguhan.
Sejenak
Louis berpikir. Mungkin mawar itu adalah hadiah yang tepat untuk Taylor. Louis
banyak mengetahui hal-hal apa yang disukai Taylor melalui Harry, dan Taylor
suka sekali bunga mawar. Louis melihat harga bunga mawar yang cukup mahal.
Tiba-tiba ia merasa ada seseorang yang memegang pundaknya.
“Zayn!
Apa kabar?” Ucap Louis senang sambil memeluk Zayn. Zayn adalah sahabatnya dan
Zayn sepupu Selena yang adalah sahabat Taylor. Louis tidak menyangka bisa
bertemu Zayn disini.
“Wah,
kau mau membeli bunga itu ya? Untuk siapa? Untuk pacarmu?” Tanya Zayn.
Louis
tersenyum sambil mengambil bunga mawar itu lalu mencium aromanya yang harum.
“Bunga mawar ini ku khususkan untuk seseorang.” Jawabnya.
“Bilang
saja untuk pacarmu.” Ucap Zayn.
Tanpa
sepengetahuan keduanya, seorang gadis mendekati mereka sambil tersenyum. Gadis
itu sangat cantik dan manis. Ia tersenyum tatkala melihat Louis yang sedang
membawa vas yang berisi bunga mawar yang cantik.
“Hai
Lou!” Sapa gadis itu yang tidak lain adalah Ele.
Tentu
saja Louis kaget akan kedatangan Ele. Cepat-cepat ia kembalikan vas itu ke
tempat semula. Zayn yang melihatnya menjadi heran.
“Oh
hai El!” Balas Louis setengah gugup.
“Bunga
itu.. Kau membelinya untuk siapa?” Tanya Ele.
Louis
bingung mau menjawab apa. Jika sekali saja ia mengucapkan nama ‘Taylor’
dihadapan Ele, Louis tidak yakin apa Ele mau melihatnya lagi.
“Aku
tidak membelinya. Cuma melihat-lihat saja.” Jawabnya berbohong. Untunglah Zayn
tutup mulut sehingga ia bisa tenang.
“Aku
kira bunga itu untukku.. hehe..”
Betapa
sakitnya hati Louis saat mendengar ucapan Ele barusan. Jujur, ia masih
mencintai Ele dan ingin sekali menjadikan Ele sebagai kekasihnya. Tapi jika
teringat Taylor dan senyuman manis Taylor, Louis menjadi bingung. Ia tidak bisa
membohongi dirinya kalau ia juga menyukai Taylor dan ingin sekali menjadi
kekasihnya. Lagipula ia sudah lama mengetahui kalau Taylor sangat mencintainya
dan ia sudah berjanji pada Harry suatu hari nanti ia akan menjadikan Taylor
sebagai satu-satunya bidadari di hatinya dan berjanji tidak akan pernah
menyakiti hati Taylor.
Tapi
saat ia bertemu Ele, semua bayangan Taylor menghilang di pikirannya. Begitupun
sebaliknya. Saat ia bertemu Taylor, semua bayangan Ele menghilang di
pikirannya. Tapi kalau boleh jujur, Louis lebih memilih Ele dibanding Taylor
karena baginya Taylor terlalu sempurna dan ia lebih mengenal Ele lebih dulu
dibanding ia mengenal Taylor.
Tiba-tiba
Louis teringat dengan janjinya pada Ele. Janji yang sebentar lagi akan ia
ingkari. Janji yang ia ucapkan lima bulan yang lalu, yang ada hubungannya
dengan Taylor.
Saat
itu, Ele datang ke rumahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Louis kaget melihat
kedatangan gadis yang sempat singgah di hatinya itu. Diam-diam ia rindu dengan
Ele dan senyum Ele yang dapat menenangkan hatinya.
“El,
ada apa kemari? Sudah lama ya kita tidak bertemu.” Kata Louis. Lelaki itu
hendak memeluk Ele namun Ele menepisnya.
“Lou,
aku ingin bicara denganmu.” Ucap Ele dengan wajah serius.
Tanpa
persetujuan dari Louis, Ele menarik tangan Louis agar lelaki itu mau ikut
dengannya. Perasaan Louis menjadi tidak enak.
“Kau
mau bicara apa?” Tanya Louis.
Sebelum
menjawab pertanyaan Louis, terlebih dahulu Ele menatap wajah Louis dengan
lekat. Seperti ia tidak mau kehilangan lelaki itu.
“Lou..
Kau.. Kau menyukai Taylor?” Tanyanya dengan suara bergetar.
Louis
bisa melihat air mata Ele yang sebentar lagi keluar. Sepertinya gadis itu
cemburu dengan Taylor. Saat ini, Louis bingung dengan perasaannya. Bisa saja ia
menyukai Taylor dan bisa saja ia tidak menyukai Taylor dan lebih memilih Ele.
“Tidak.
Aku dan Taylor hanya berteman. Kaulah gadis yang aku cintai.” Jawab Louis.
Air
mata yang sedaritadi ia tahan kini menetes membahasi kedua pipinya yang pucat.
Ele tidak tau apa ia harus senang atau sedih. Tapi jika Taylor tau hal itu,
maka Taylor pasti membencinya dan persahabatan sejatinya dengan Taylor menjadi
hancur hanya karena Louis.
“Tapi..
Taylor.. Taylor mencintaimu..” Lirih Ele terisak-isak.
Sebisa
mungkin Louis menguasai dirinya agar ia bisa tenang. Apa? Taylor menyukainya?
Mengapa Taylor harus menyukainya sementara ia bingung dengan perasaannya.
“Ti..
Tidak. Taylor tidak mungkin mencintaiku.” Bantah Louis.
“Lou!”
Bentak Ele sambil menangis. “Sudah jelas Taylor menyukaimu karena dia sudah
memberitahu padaku dan lainnya. Sekarang, aku harus bagaimana? Aku mencintaimu
Lou.. aku..”
Secepat
mungkin Louis memeluk tubuh Ele dengan erat. Ia membiarkan Ele menangis
membasahi bajunya. Hatinya begitu terasa sakit mendengar tangisan Ele. Louis
menganggap dirinya adalah seorang lelaki yang bodoh, yang tidak bisa memilih
mana yang benar dan mana yang salah.
“El,
aku tau Taylor sahabatmu. Aku juga mencintaimu El. Aku tau kamu takut jika
Taylor membencimu hanya karena aku. Tapi bagaimana lagi? Cinta tidak bisa
dicegah. Aku yakin Taylor tidak akan marah padamu. Masih banyak laki-laki lain
yang pantas untuk Taylor.” Ucap Louis.
“Tapi..
Tapi..”
“Walau
menurutmu aku cukup dekat dengan Taylor, tapi percayalah. Aku berjanji tidak
akan menjadikannya sebagai kekasihku. Hanya kamu yang pantas untukku. Ku mohon
El, sekali saja kau mementingkan perasaanmu dibanding sahabat-sahabatmu.”
Tentu
saja Ele tidak mau. Ia lebih mementingkan sahabat-sahabatnya dibanding
segalanya. Tapi sekali lagi, ia sangat mencintai Louis dan tidak bisa melupakan
Louis. Dan Taylor, Ele tidak tau harus apa lagi jika berhadapan dengan Taylor.
Perlahan, Louis melepas pelukannya dan mencoba untuk tersenyum.
“El,
aku mencintaimu.” Ucap Louis.
Sebisa
mungkin Ele tersenyum. “Ba.. Baik. Aku pegang janjimu. Tapi Taylor..”
“Tenanglah.
Aku yakin Taylor bisa memahami perasaanmu, dan aku yakin sekali Taylor rela kau
bahagia bersamaku. Itulah pengorbanan seorang sahabat kepada sahabatnya.”
Itulah
alasan mengapa Louis tidak mau menembak Taylor padahal ia menyukai Taylor. Tapi
cintanya pada Taylor dapat menghancurkan Ele. Tapi Louis juga tidak bisa
membuat Taylor sedih sekaligus menyakiti hati Taylor karena ia sudah berjanji
pada Harry untuk tidak akan menyakiti hati Taylor.
“Lou?
Lagi mikirin apa?” Tanya Ele.
Louis
pun tersadar. “Oh, eng.. Tidak ada.” Jawabnya.
“Hmm..
Ohya, besok ulang tahun Taylor. Malam ini kami akan merayakannya sampai jam dua
belas malam. Kau mau ikut?” Ucap Ele dengan tenang.
“Ulang
tahun Taylor?” Tanya Louis pura-pura kaget. “Ng.. Kayaknya aku tidak bisa
datang. Maaf ya.” Sambungnya.
Ele
merasa heran dengan sikap Louis. Ada apa dengan Louis? Hal yang paling ia
takutkan adalah jika Louis berbohong padanya. Ele takut jika Louis dan Taylor
bersenang-senang dibelakangnya. Tapi sebisa mungkin ia membuang semua pikiran
negatif itu.
“Ya
sudah aku pulang dulu.” Kata Ele meninggalkan Louis.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar