expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 01 Februari 2015

Friendship ( Part 6 )



Taylor or Ele?

“I’m sorry if my love
Impossible to shows
I’m sorry if you hurt
Cause I fell in two hearts”


Delapan bulan berlalu. Hubungan Taylor dengan Louis semakin dekat. Louis semakin sayang dengan Taylor walau sampai sekarang lelaki itu belum menyatakan cintanya pada Taylor. Awalnya Taylor merasa baik-baik saja, tapi lama kelamaan, perasaannya menjadi tidak enak. Gadis itu sudah terlalu mencintai Louis dan ia ingin sekali menjadi kekasih Louis.

            Sementara hubungannya dengan Ele juga baik. Taylor merasa kalau Ele sudah melupakan Louis dan Ele fine-fine saja jika ia dekat dengan Louis. Ele malah mendukung hubungannya dengan Louis. Semenjak Louis lulus, Taylor jarang bertemu Louis. Baru saja Louis lulus dari kuliahnya dan sekarang sudah bekerja di perusahaan Ayahnya. Taylor tau kalau Louis termasuk pria yang pintar dan menyayangi wanita. Louis membenci melihat seorang wanita yang sedih.

            Sebentar lagi umurnya mencapai dua puluh tiga tahun dan ia masih single. Lama kelamaan Ibunya menjadi heran dengan sikap putrinya yang tidak mau berpacaran. Ibunya merasa bahwa Taylor lebih mementingkan sahabatnya. Ia merasa takut jika suatu hari nanti Taylor berpisah dengan sahabat-sahabatnya dan Taylor tidak mau hal itu terjadi.

            “Sayang, umurmu sudah mencapai dua puluh tiga tahun. Mama ingin sekali melihatmu kencan dengan seseorang.” Ucap Ibunya.

            Taylor tersenyum sedih. “Sebenarnya Taylor sudah lama menyukai Louis, Ma. Tapi Taylor bingung dengan Louis dan bagaimana perasaan Louis ke Taylor. Taylor lelah menunggu, Ma.” Ucapnya.

            Ibunya membelai-belai rambut putrinya. “Artinya Louis bukan lelaki yang tepat untukmu. Dan Mama heran dengamu. Mama ingin kamu mencari sahabat selain Ele, Harry, Niall dan Selena. Apa kamu tidak bosan terus-terusan bersama sahabat-sahabatmu itu?”

            Taylor mengakui bahwa ucapan Ibunya tadi benar. Ia memang tidak mempunyai sahabat lain selain Ele, Harry, Niall dan Selena. Sehari-harinya, ia terus saja berkumpul bersama mereka berempat dan tidak mau bergaul dengan orang selain mereka.

            “Taylor tidak tau Ma. Taylor tidak bisa tidak bersama sahabat-sahabat Taylor. Bagi Taylor, mereka sudah menjadi bagian tubuh Taylor. Mungkin Mama benar. Taylor tidak mau bersahabat dengan orang lain selain mereka dan itu salah. Suatu hari nanti, sahabat-sahabat Taylor pasti memiliki kehidupan masing-masing dan kita jarang bersama lagi, dan itu adalah mimpi buruk Taylor Ma..”

            “Ya sudah. Tapi mama berharap kamu cepat-cepat mempunyai seorang pacar. Kamu sudah besar dan Mama ingin kamu cepat-cepat menikah.”

            Menikah? Suatu hal yang paling dibencinya. Taylor tidak pernah berpikir akan menikah dengan Louis. Setaunya, ia hanya mencintai Louis. Itu saja. Dan jika ia menikah, Taylor tidak yakin apakah ia bisa menjadi istri yang baik. Masak pun ia tidak bisa. Bagaimana nanti ia memberi makan suaminya dan anak-anaknya?

            “Taylor malas kalau Mama ngomongin menikah. Kalau boleh, Taylor tidak mau menikah. Taylor lebih memilih tinggal bersama sahabat-sahabat Taylor sampai tua nanti.”

            Ibunya menghela nafas panjang. Putrinya memang sangat berbeda dari yang lain. Mengapa pikiran Taylor masih seperti anak-anak? Seharusnya semakin bertambah usia, gadis itu semakin dewasa. Tapi tidak taulah kedepannya. Ibunya berharap Taylor akan mendapatkan lelaki yang baik dan mau menerima segala kekurangannya. Dan jika lelaki itu adalah Louis, Ibunya tidak bisa melarang. Asalkan Taylor bahagia, ia juga bahagia.

***

            Segalanya telah berubah. Ia bukan remaja lagi. Sudah saatnya ia mencari seorang kekasih. Tapi sekali lagi, ia bingung dengan Louis. Tidak mungkin ia menyatakan cinta ke Louis. Ia takut jika Louis menolaknya dan hubungannya dengan Louis menjadi buruk. Gadis itu menghela nafas panjang. Tidak sengaja ia menemukan sebuah tempat yang menyediakan aneka macam roti yang lezat. Taylor tersenyum. Kedua kaki jenjangnya berjalan menuju gedung besar itu.

            Saat ia masuk, banyak pengunjung disana. Taylor tidak menyangka Harry akan sesukses ini. Padahal baru saja Harry membuka perusahaan rotinya. Harry sudah lulus kuliah sementara ia dan lainnya belum. Niall masih sibuk menyelesaikan tugas akhir. Bau khas dari kue-kue itu membuatnya lapar. Jujur saja, Taylor selalu iri dengan Harry. Harry jago sekali dalam hal masak baik memasak makanan maupun kue. Sementara ia?

            “Hai Tay!” Sapa Gemma.

            Taylor tersenyum dan berjalan mendekati Gemma. “Hai juga! Aku tidak menyangka Harry bisa sesukses ini. Akhirnya cita-cita yang diimpikannya terwujud. I’m so proud to him.” Ucapnya.

            Beberapa menit kemudian, Harry datang menemui Taylor dan Gemma. “Oh halo Tay! Tumben kau kesini. Mana lainnya? Maaf ya aku jarang menghabiskan waktu dengan kalian karena aku sibuk.” Ucapnya.

            “Tidak apa-apa.” Jawab Taylor sedih. Sejak perusahaan roti Harry berkembang, mereka jarang berkumpul. “Kalian mempunyai kehidupan masing-masing dan suatu saat nanti pasti kita semua akan berpisah. Kita bukan remaja idiot lagi.” Sambungnya.

            Harry bisa melihat sepasang mata Taylor berkaca-kaca. Masa lalu mereka memang sangat indah. Dan sekarang mereka sudah dewasa dan tentu saja mempunyai kehidupan masing-masing yang harus mereka tempuh.

            “Kau jangan sedih. Kita akan selalu bersama walau tidak seperti dulu.” Ucap Harry.

            Setelah lama ngobrol, Taylor memutuskan untuk pulang ke rumah karena sudah mau malam. Tidak lupa ia membeli lima buah cup cake yang rasanya unik dan tentu saja lezat. Harry memang jagonya menciptakan aneka masak-masakan yang rasanya baru dan unik. Dan ia merasa ia harus banyak belajar dari Harry agar ia bisa jago masak dan membuat Ibunya kagum.
***

            Besok adalah hari ulang tahun Taylor yang ke dua puluh tiga. Tentu saja Louis tau hal itu dan ia ingin sekali member kejutan untuk Taylor, dan ia harap kejutan itu adalah yang terbaik untuknya, juga untuk Taylor. Sore ini Louis sedang berbelanja di mall sambil mencari-cari hadiah apa yang cocok untuk Taylor. Lalu ia tidak sengaja melihat sebuah vas bunga yang di dalamnya tumbuh bunga mawar yang cantik dan mawar sungguhan.

            Sejenak Louis berpikir. Mungkin mawar itu adalah hadiah yang tepat untuk Taylor. Louis banyak mengetahui hal-hal apa yang disukai Taylor melalui Harry, dan Taylor suka sekali bunga mawar. Louis melihat harga bunga mawar yang cukup mahal. Tiba-tiba ia merasa ada seseorang yang memegang pundaknya.

            “Zayn! Apa kabar?” Ucap Louis senang sambil memeluk Zayn. Zayn adalah sahabatnya dan Zayn sepupu Selena yang adalah sahabat Taylor. Louis tidak menyangka bisa bertemu Zayn disini.

            “Wah, kau mau membeli bunga itu ya? Untuk siapa? Untuk pacarmu?” Tanya Zayn.

            Louis tersenyum sambil mengambil bunga mawar itu lalu mencium aromanya yang harum. “Bunga mawar ini ku khususkan untuk seseorang.” Jawabnya.

            “Bilang saja untuk pacarmu.” Ucap Zayn.

            Tanpa sepengetahuan keduanya, seorang gadis mendekati mereka sambil tersenyum. Gadis itu sangat cantik dan manis. Ia tersenyum tatkala melihat Louis yang sedang membawa vas yang berisi bunga mawar yang cantik.

            “Hai Lou!” Sapa gadis itu yang tidak lain adalah Ele.

            Tentu saja Louis kaget akan kedatangan Ele. Cepat-cepat ia kembalikan vas itu ke tempat semula. Zayn yang melihatnya menjadi heran.

            “Oh hai El!” Balas Louis setengah gugup.

            “Bunga itu.. Kau membelinya untuk siapa?” Tanya Ele.

            Louis bingung mau menjawab apa. Jika sekali saja ia mengucapkan nama ‘Taylor’ dihadapan Ele, Louis tidak yakin apa Ele mau melihatnya lagi.

            “Aku tidak membelinya. Cuma melihat-lihat saja.” Jawabnya berbohong. Untunglah Zayn tutup mulut sehingga ia bisa tenang.

            “Aku kira bunga itu untukku.. hehe..”

            Betapa sakitnya hati Louis saat mendengar ucapan Ele barusan. Jujur, ia masih mencintai Ele dan ingin sekali menjadikan Ele sebagai kekasihnya. Tapi jika teringat Taylor dan senyuman manis Taylor, Louis menjadi bingung. Ia tidak bisa membohongi dirinya kalau ia juga menyukai Taylor dan ingin sekali menjadi kekasihnya. Lagipula ia sudah lama mengetahui kalau Taylor sangat mencintainya dan ia sudah berjanji pada Harry suatu hari nanti ia akan menjadikan Taylor sebagai satu-satunya bidadari di hatinya dan berjanji tidak akan pernah menyakiti hati Taylor.

            Tapi saat ia bertemu Ele, semua bayangan Taylor menghilang di pikirannya. Begitupun sebaliknya. Saat ia bertemu Taylor, semua bayangan Ele menghilang di pikirannya. Tapi kalau boleh jujur, Louis lebih memilih Ele dibanding Taylor karena baginya Taylor terlalu sempurna dan ia lebih mengenal Ele lebih dulu dibanding ia mengenal Taylor.

            Tiba-tiba Louis teringat dengan janjinya pada Ele. Janji yang sebentar lagi akan ia ingkari. Janji yang ia ucapkan lima bulan yang lalu, yang ada hubungannya dengan Taylor.

            Saat itu, Ele datang ke rumahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Louis kaget melihat kedatangan gadis yang sempat singgah di hatinya itu. Diam-diam ia rindu dengan Ele dan senyum Ele yang dapat menenangkan hatinya.

            “El, ada apa kemari? Sudah lama ya kita tidak bertemu.” Kata Louis. Lelaki itu hendak memeluk Ele namun Ele menepisnya.

            “Lou, aku ingin bicara denganmu.” Ucap Ele dengan wajah serius.

            Tanpa persetujuan dari Louis, Ele menarik tangan Louis agar lelaki itu mau ikut dengannya. Perasaan Louis menjadi tidak enak.

            “Kau mau bicara apa?” Tanya Louis.

            Sebelum menjawab pertanyaan Louis, terlebih dahulu Ele menatap wajah Louis dengan lekat. Seperti ia tidak mau kehilangan lelaki itu.

            “Lou.. Kau.. Kau menyukai Taylor?” Tanyanya dengan suara bergetar.

            Louis bisa melihat air mata Ele yang sebentar lagi keluar. Sepertinya gadis itu cemburu dengan Taylor. Saat ini, Louis bingung dengan perasaannya. Bisa saja ia menyukai Taylor dan bisa saja ia tidak menyukai Taylor dan lebih memilih Ele.

            “Tidak. Aku dan Taylor hanya berteman. Kaulah gadis yang aku cintai.” Jawab Louis.

            Air mata yang sedaritadi ia tahan kini menetes membahasi kedua pipinya yang pucat. Ele tidak tau apa ia harus senang atau sedih. Tapi jika Taylor tau hal itu, maka Taylor pasti membencinya dan persahabatan sejatinya dengan Taylor menjadi hancur hanya karena Louis.

            “Tapi.. Taylor.. Taylor mencintaimu..” Lirih Ele terisak-isak.

            Sebisa mungkin Louis menguasai dirinya agar ia bisa tenang. Apa? Taylor menyukainya? Mengapa Taylor harus menyukainya sementara ia bingung dengan perasaannya.

            “Ti.. Tidak. Taylor tidak mungkin mencintaiku.” Bantah Louis.

            “Lou!” Bentak Ele sambil menangis. “Sudah jelas Taylor menyukaimu karena dia sudah memberitahu padaku dan lainnya. Sekarang, aku harus bagaimana? Aku mencintaimu Lou.. aku..”

            Secepat mungkin Louis memeluk tubuh Ele dengan erat. Ia membiarkan Ele menangis membasahi bajunya. Hatinya begitu terasa sakit mendengar tangisan Ele. Louis menganggap dirinya adalah seorang lelaki yang bodoh, yang tidak bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah.

            “El, aku tau Taylor sahabatmu. Aku juga mencintaimu El. Aku tau kamu takut jika Taylor membencimu hanya karena aku. Tapi bagaimana lagi? Cinta tidak bisa dicegah. Aku yakin Taylor tidak akan marah padamu. Masih banyak laki-laki lain yang pantas untuk Taylor.” Ucap Louis.

            “Tapi.. Tapi..”

            “Walau menurutmu aku cukup dekat dengan Taylor, tapi percayalah. Aku berjanji tidak akan menjadikannya sebagai kekasihku. Hanya kamu yang pantas untukku. Ku mohon El, sekali saja kau mementingkan perasaanmu dibanding sahabat-sahabatmu.”

            Tentu saja Ele tidak mau. Ia lebih mementingkan sahabat-sahabatnya dibanding segalanya. Tapi sekali lagi, ia sangat mencintai Louis dan tidak bisa melupakan Louis. Dan Taylor, Ele tidak tau harus apa lagi jika berhadapan dengan Taylor. Perlahan, Louis melepas pelukannya dan mencoba untuk tersenyum.

            “El, aku mencintaimu.” Ucap Louis.

            Sebisa mungkin Ele tersenyum. “Ba.. Baik. Aku pegang janjimu. Tapi Taylor..”

            “Tenanglah. Aku yakin Taylor bisa memahami perasaanmu, dan aku yakin sekali Taylor rela kau bahagia bersamaku. Itulah pengorbanan seorang sahabat kepada sahabatnya.”

            Itulah alasan mengapa Louis tidak mau menembak Taylor padahal ia menyukai Taylor. Tapi cintanya pada Taylor dapat menghancurkan Ele. Tapi Louis juga tidak bisa membuat Taylor sedih sekaligus menyakiti hati Taylor karena ia sudah berjanji pada Harry untuk tidak akan menyakiti hati Taylor.

            “Lou? Lagi mikirin apa?” Tanya Ele.

            Louis pun tersadar. “Oh, eng.. Tidak ada.” Jawabnya.

            “Hmm.. Ohya, besok ulang tahun Taylor. Malam ini kami akan merayakannya sampai jam dua belas malam. Kau mau ikut?” Ucap Ele dengan tenang.

            “Ulang tahun Taylor?” Tanya Louis pura-pura kaget. “Ng.. Kayaknya aku tidak bisa datang. Maaf ya.” Sambungnya.

            Ele merasa heran dengan sikap Louis. Ada apa dengan Louis? Hal yang paling ia takutkan adalah jika Louis berbohong padanya. Ele takut jika Louis dan Taylor bersenang-senang dibelakangnya. Tapi sebisa mungkin ia membuang semua pikiran negatif itu.

            “Ya sudah aku pulang dulu.” Kata Ele meninggalkan Louis.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar