expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Februari 2015

Friendship ( Part 19 )



Finding A Love

“Love? What’s love? Is it so wrong if I try to find a love?”

            Sudah berjam-jam Taylor memandangi mawar merah yang tampak kasihan itu. Ia penasaran sekali siapa pengirim mawar itu. Ia begitu menyesal karena ia mau tunangan dengan Liam. Seharusnya ia menolak pinangan dari keluarga Liam dan tentu saja ceritanya akan berbeda. Ia jadi bisa tau siapa si pengirim bunga mawar itu. Penyesalan memang datang di bagian akhir.

            Terpikir dibenaknya jika seandainya ia tau siapa pengirim mawar itu, ia bersumpah akan membalas cinta si pengirim mawar itu. Ia tidak tau mengapa pikiran itu sempat lewat dan membuatnya semakin penasaran. Tapi ia tau, si pengirim bunga mawar adalah lelaki yang baik dan mencintainya secara tulus. Apa sebaiknya ia menceritakan tentang mawar ini pada Ibunya? Taylor pun memutuskan untuk menemui Ibunya. Kebetulan Ibunya sedang berada di ruang tamu sambil membaca buku. Entah buku apa yang dibacanya.

            “Malam sayang! Belum tidur?” Sapa+Tanya Ibunya.

            Taylor duduk di samping Ibunya. “Ma, Taylor pengen curhat.” Ucapnya pelan.

            Ibunya tersenyum. “Boleh-boleh.” Ucapnya.

            Sebelumnya, Taylor memberikan mawar itu ke Ibunya. Ibunya menerimanya dengan heran. Mengapa Taylor memberinya bunga mawar? Ibunya tidak sengaja melihat tulisan ‘I Love You, Taylor!’ Apakah bunga mawar ini ada hubungannya dengan curhatan Taylor?

            “Mama pasti heran mengapa Taylor member mawar ini ke Mama. Sama Ma. Taylor juga bingung.” Ucap Taylor.

            “Lah? Siapa yang member mawar ini? Liam?” Tanya Ibunya.

            Taylor tersenyum kecut. “Bukan Ma. Taylor tidak tau siapa pengirim mawar ini. Taylor menemukan mawar ini tergeletak di teras rumah Taylor, tepat di saat acara pertunangan tadi. Artinya, si pemilik mawar ini sedang sakit Ma. Sakit karena melihat seseorang yang dicintainya sudah bersama lelaki lain.” Jelasnya.

            Ibunya bisa merasakan perasaan yang dirasakan Taylor dan sepertinya Taylor ingin menangis. “Hmm.. Mama ingin menanyakan sesuatu padamu, tapi kamu harus jujur ya.” Ucapnya dan dibalas anggukan oleh Taylor.

            “Sebenarnya, apa kamu benar-benar mencintai Liam?” Tanyanya.

            Taylor tertunduk lesu mendengar pertanyaan Ibunya. Jika ia memang harus jujur, ia sama sekali tidak mencintai Liam, melainkan mencintai si pemilik mawar itu. Ia memang aneh. Mencintai seorang lelaki yang sama sekali tidak ia ketahui, namun ia tau bahwa lelaki itu adalah lelaki impiannya, lelaki yang selama ini ditunggunya, lelaki yang menjawab semua mimpi-mimpinya.

            “Ti.. Tidak Ma. Maafkan Taylor. Dan entah mengapa Taylor mencintai si pengirim mawar itu. Sumpah Ma! Kalau Taylor tau siapa si pengirim mawar itu, Taylor mau hidup bersamanya. Taylor mau menikah dengannya.” Ucapnya.

            “Kamu memang aneh. Mama bingung dengan jalan pikiranmu. Seharusnya kamu tidak usah terpikat dengan mawar yang asalnya tidak jelas itu. Dan kalau kamu tidak mencintai Liam, kenapa kamu mau tunangan dengannya? Kalau sampai Ayahmu tau, Ayah akan marah besar dan mungkin dia akan mempercepat pernikahanmu dengan Liam dan kamu tidak bisa menghindarinya.”

            Setitik demi setiti air mata turun membasahi pipi halusnya. Ibunya benar. Seharusnya ia tidak usah terpikat oleh setangkai bunga mawar yang ia tidak tau siapa pengirimnya. Tapi, ia tidak mau menikah dengan Liam. Sungguh, ia merasa tidak cocok dengan Liam dan jika Ayahnya memaksanya untuk menikah dengan Liam, ia berharap Ayahnya mau mengizinkannya untuk menemukan seseorang yang pantas untuknya, ataupun mencari siapa si pengirim mawar itu walau rasanya mustahil.

            “Ma, izinkan Taylor menemukan lelaki impian Taylor.” Ucapnya.

            Ibunya menatapnya dengan aneh. “Sudah lama Mama mengzinkan kamu mencari lelaki impianmu. Tapi kamu tidak mau memanfaatkan waktu yang selama ini Mama berikan dan Mama tidak bisa berbuat apa-apa jika besok Ayahmu akan melangsungkan acara pernikahanmu dengan Liam.” Ucapnya.

            Tentu saja Taylor kaget mendengar ucapan Ibunya. Apa? Besok adalah acara pernikahannya dengan Liam? Besok? Ibunya pun tampak keceplosan mengucapkan kalimat tadi. Ia harap Tayor tidak shock. Tapi sepertinya Taylor merasa kaget sekali.

            “Ma! Baru saja Taylor tunangan dan kenapa acara pernikahannya cepat sekali diadakan? Lagipula, Taylor belum siap Ma. Taylor tidak mencintai Liam! Kalaupun memang besok, kenapa undangannya belum disebar? Atau jangan-jangan pernikahannya diam-diam lagi seperti tunangan kemarin?” Tanya Taylor.

            Ibunya tampak bingung. “Mama juga bingung. Tapi pernikahan kalian minggu ini akan dilangsungkan.” Ucapnya.

            Taylor menjadi pusing. “Besok Taylor mau bicara serius dengan Ayah. Dan Ayah harus membatalkan pernikahan Taylor dengan Liam!” Ucapnya lalu pergi meninggalkan Ibunya.

            Ibunya menatap Taylor dengan sedih. Ia sedih dengan jalan hidup putrinya itu. Semenjak Taylor memutuskan menjauhi sahabat-sahabatnya, Taylor sedikit berubah. Taylor lebih cepat marah dan bicaranya kadang-kadang tidak sesuai dengan hatinya.
***

            Tidak terasa pagi pun tiba. Taylor terbangun dari mimpi buruknya. Ia bermimpi sudah menjadi istri Liam dan ia sama sekali tidak bahagia. Ia ingin sekali kabur dari rumah tapi penjagaan rumah Liam begitu ketat dan ia tidak bisa kabur dengan cara apapun. Untunglah semuanya hanyalah mimpi. Hanya mimpi?

            Hari ini juga ia harus bicara dengan Ayahnya dan Ayahnya harus memutuskan ikatan pertunangannya dengan Liam mau tidak mau. Ia sudah sangat lelah menjalani hidupnya ini. Ia tidak sabar hadiah apa yang nantinya akan Tuhan beri padanya setelah lama ia menjalani hidup dengan kesengsaraan. Apakah Tuhan akan mengirimkannya seorang lelaki yang selama ini ia impikan malam ini juga? Atau si pengirim mawar itu?

            “Ada apa kau mencari Ayah?” Tanya Ayahnya.

            Sebisa mungkin Taylor tenang dan mengontrol amarahnya. Kali ini, ia akan berbicara lembut dengan Ayahnya dan suaranya sedikit ia melaskan agar Ayahnya mau menuruti permintaannya. Tapi, susah juga menghapus rasa marah, kesal yang ia rasakan sekarang. Apalagi jika Ayahnya sempat marah dan membentakinya.

            “Yah, apa benar hari ini Taylor menikah dengan Liam?” Tanyanya lembut.

            Tentu saja Ayahnya heran dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah menjadi lembut seperti ini. “Tidak. Tapi pernikahan kalian akan dilangsungkan hari Sabtu nanti. Sekarang hari Rabu dan kamu harus mempersiapkan segalanya.” Jawab Ayahnya.

            Jadi, ada waktu tiga hari untuknya. Tapi ia tidak yakin apa Ayahnya mau membatalkan hubungannya dengan keluarga Liam. Ayahnya sangat menghormati keluarga Liam dan tentu saja tidak mau membatalkan pernikahan. Tapi ia harus berusaha dulu. Siapa tau ka nada keajaiban?

            “Yah, sebenarnya.. Sebenarnya…” Ucap Taylor dengan terbata-bata.

            Ayahnya menatapnya dengan heran. “Ada apa? Apa kamu mau lari? Ha? Jangan sekali-sekali kamu menghindari pernikahan sabtu nanti.” Ucap Ayahnya setengah membentak.

            Sebisa mungkin Taylor tenang dan mengendalikan emosinya. “Bu.. Bukan begitu Yah. Masalahnya.. Taylor sudah mempunyai seorang kekasih dan Taylor sangat mencintainya. Apa.. Apa Ayah tega membiarkan Taylor berpisah dengan kekasih Taylor dan…”

            “Ayah tau akal licikmu. Kau tidak akan pernah menemukan seorang lelaki yang tepat.” Potong Ayahnya.

            Taylor mendengus kesal. Kenapa Ayahnya bisa tau kalau ia sedang berpura-pura? Tapi Taylor tidak mau menyerah begitu saja. Ia harus meyakinkan Ayahnya. “Taylor tidak bohong Yah! Nanti malam, Taylor akan memperkenalkan ke Ayah! Taylor janji Yah, dia adalah lelaki yang tepat untuk Taylor.” Ucapnya.

            Taylor tersenyum melihat perubahan wajah Ayahnya. Sepertinya Ayahnya sedang bingung. Antara yakin dan tidak yakin dengan ucapannya. Suaranya tadi memang menandakan kalau ia tidak main-main. Taylor berharap Ayahnya mau mempercayainya.

            Sebelum menjawab, Ayahnya menatap wajahnya dan mencari kejujuran disana. “Apa kau yakin dia adalah lelaki yang tepat untukmu?” Tanyanya.

            “Iya! Taylor yakin sekali!” Jawabnya tegas.

            “Memangnya sejak kapan kalian saling kenal?” Tanya Ayahnya lagi.

            Taylor bingung mau menjawab apa karena pada dasarnya ia berbohong dengan Ayahnya. “Ng.. Kira-kira sebulan yang lalu Yah. Pokokya nanti malam Taylor akan memperkenalkan ke Ayah dan Taylor jamin Ayah pasti suka.” Jawabnya.

            “Baiklah. Kalau kau berbohong, kau akan mendapatkan sendiri akibatnya.” Ucap Ayahnya.

            Akhirnya sebagian dari masalahnya ini selesai juga. Taylor sangat senang karena Ayahnya mau mempercayainya dan kemungkinan besar Ayahnya akan memutuskan tali pertunangannya dengan Liam. Hanya ada satu yang ia bingungkan. Siapa lelaki itu? Siapa lelaki yang ia ceritakan ke Ayahnya tadi? Ia kan hanya berbohong agar Ayahnya mau mempercayainya. Jika ia tidak menemukan malam ini juga, masalahnya akan bertambah besar.

            “Terimakasih Yah.” Kata Taylor. Tidak lupa ia mencium tangan Ayahnya lalu pergi meninggalkan Ayahnya. Ia tidak mau tau bagaimana reaksi Ayahnya saat ia mencium tangan Ayahnya.

            Sekarang, tugasnya adalah mencari seseorang yang tepat untuknya dalam waktu sehari. Mencari cinta dalam waktu sehari? Ada-ada aja.

***

            Terik matahari membuat kepalanya menjadi panas. Taylor memutuskan untuk beristirahat di sebuah cafee yang terlihat ramai. Ia tersenyum sedih memasuk cafe itu. Mencari cinta sejati dalam waktu yang sangat singkat adalah pekerjaan yang sia-sia. Dan sampai sekarang ia belum bisa menemukan si pengirim bunga mawar itu. Tapi ia yakin sekali si pengirim bunga mawar itu tidak jauh-jauh dari tempat ini.

            Taylor menatap bunga mawar itu dengan perasaan yang sedih. Hatinya sedih sekali. Dimana dia? Dimana si pengirim bunga mawar itu? Entah mengapa tiba-tiba ia merindukan sahabat-sahabatnya. Sudah lama ia tidak melihat wajah sahabat-sahabatnya. Taylor mengambil sesuatu yang ada di dalam tasnya. Ternyata sesuatu itu adalah sebuah bingkai foto yang berisi fotonya bersama sahabat-sahabatnya. Disana ia dan sahabat-sahabatnya tersenyum bahagia.

            Mereka sudah meninggalkanku, batin Taylor sedih. Jika sekali saja ia bisa mengembalikan waktu, mungkin saat ini ia sedang bercanda bersama sahabat-sahabatnya. Terutama Selena yang sudah lama tinggal di New York dan Selena belum mengunjunginya. Untuk apa juga Selena datang mengunjunginya? Selena kan sudah meninggalkannya dan pastinya dia sudah bahagia hidup bersama cinta sejatinya.

            Lama sudah ia berdiam diri di cafee, Taylor memutuskan untuk melanjutkan pencariaannya. Lagipula sudah mau sore. Ia takut jika sore berakhir, ia masih belum menemukan seseorang yang ia sendiri tidak tau siapa.

            Kedua kakinya berhenti di sebuah taman yang luas. Taylor memasuki taman itu dan menemukan sebuah bangku tua disana. Taylor memutuskan untuk duduk di bangku tua itu ditemani oleh kebingungan-kebingungannya. Rasanya mustahil mencari cinta sejati sekalipun waktu yang disediakan cukup banyak.

            Taylor mengeluarkan bunga mawar yang ia simpan di dalam tasnya lalu ia memperhatikan bunga mawar itu dengan seksama. Ia mencoba menebak siapa si pengirim mawar itu. Kemungkinan besar ia mengenali si pengirim bunga mawar itu. Coba pikir, kira-kira siapa saja lelaki-lelaki yang diam-diam menyukainya? Taylor merasa tidak ada karena ia tidak pernah memperhatikan orang-orang disekitarnya. Atau jangan-jangan mawar ini hanyalah lelucon saja? Siapa tau kan ini kerjaannya Niall atau Harry. Mungkin saja ini semua kerjaannya Niall sebagai wujud perminta maafannya.

            “Hei..”

            Tiba-tiba Taylor mendengar sebuah suara yang sudah familiar. Taylor mengangkat wajahnya dan mendapati Harry yang sedang tersenyum padanya. Jujur saja, Taylor merasa kaget. Mengapa Harry bisa ada disini? Ia akui sudah lama ia tidak melihat Harry dan ia sangat merindukan sahabatnya itu.

            “Harr! Aku tidak menyangka kau bisa menemuiku disini.” Ucap Taylor senang.

            Secepat mungkin Taylor memeluk tubuh Harry saking kangennya. Ia berharap sahabat-sahabatnya yang lain juga ada disini dan ia meminta maaf atas segala yang pernah ia lakukan. Ia tau ia sudah berbuat salah dengan sahabat-sahabatnya, termasuk Niall.

            “Aku rindu pelukanmu..” Kata Taylor sambil tersenyum.

            Keduanya pun duduk di bangku yang diduduki Taylor tadi. Taylor berharap Harry mau bicara dengannya karena sudah lama ia tidak mendengar suara Harry. Tapi sayangnya, Harry tidak mau bicara juga. Lelaki itu memang sudah berubah menjadi seseorang yang pendiam.

            Tiba-tiba Harry tidak sengaja melihat setangkai bunga mawar yang kini tengah dipegang oleh Taylor. Ia pun bicara. “Mawar itu begitu indah. Dimana kau mendapatkannya?” Tanyanya.

            Tentu saja Taylor kaget mendengar pertanyaan Harry tentang bunga mawar itu. “Eh, aku tidak tau. Aku tidak sengaja menemukannya di teras rumahku. Tepat di saat acara pertunanganku dengan Liam.” Jawabnya.

            “Terus, kenapa kau masih menyimpannya?” Tanya Harry.

            “Aku.. Aku ingin mencari si pengirim mawar ini.” Jawab Taylor.

            “Mencarinya? Untuk apa? Eh bukannya tadi kau tunangan dengan siapa namanya? Liam?” Tanya Harry.

            Taylor menjadi heran dengan Harry. Mengapa tiba-tiba Harry seperti mengintograsinya? “Kau jangan mau tau aja deh.” Jawab Taylor akhirnya.

            Harry tersenyum. “Ya masa’ aku tidak boleh tau? Kau sudah tidak menganggapku sebagai sahabat lagi? Juga Niall, Ele dan Selena?”

            Taylor menjadi serba salah. Ia pun jujur pada Harry. “Aku.. Aku bingung mau menjelaskannya darimana. Tapi.. Tapi aku bersyukur kau ada disini. Mungkin kau bisa membantuku. Sebelumnya, aku minta maaf atas perbuatanku yang menyebabkan persahabatan kita seperti telah berakhir.” Ucapnya dan Harry tidak berkomentar apapun. “Pernikahanku dengan Liam akan dilangsungkan sabtu nanti dan aku tidak mau hal itu terjadi. Aku menyesal menerima Liam dan aku menyesal karena aku telah menyakiti hati si pengirim mawar itu.” Sambungnya.

            Harry tetap diam dan tidak berkomentar apapun. Namun diam-diam lelaki itu bisa merasakan bunyi detakan jantungnya yang mulai tidak beraturan, dan Harry tidak sabar mendengar kelanjutan cerita Taylor.

            “Aku tidak tau kenapa aku ingin sekali bertemu dengan si pengirim bunga mawar itu dan jika aku telah bertemu dengannya, akupun akan membalas cintanya. Siapapun dia karena aku yakin sekali si pengirim bunga mawar itu adalah lelaki yang baik, tulus mencintaiku apa adanya.”

            “Darimana kau tau kalau si pengirim bunga mawar itu adalah lelaki yang baik? Kau jangan mudah tertipu, Tay. Siapa tau kan si pengirim bunga mawar itu hanya pekerjaan iseng aja.” Kata Harry.

            Ternyata Harry sama saja dengan Ibunya, pikir Taylor. “Ya.. Mungkin kau benar. Ah sudahlah, masih ada masalah lain yang harus aku selesaikan daripada mikirin si pengirim mawar itu. Kau bisa membantuku kan?” Tanya Taylor sambil menatap Harry.

            “Bantuan apa?” Tanya Harry penasaran.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar