Finding
A Love
“Love?
What’s love? Is it so wrong if I try to find a love?”
Sudah berjam-jam
Taylor memandangi mawar merah yang tampak kasihan itu. Ia penasaran sekali
siapa pengirim mawar itu. Ia begitu menyesal karena ia mau tunangan dengan
Liam. Seharusnya ia menolak pinangan dari keluarga Liam dan tentu saja
ceritanya akan berbeda. Ia jadi bisa tau siapa si pengirim bunga mawar itu.
Penyesalan memang datang di bagian akhir.
Terpikir
dibenaknya jika seandainya ia tau siapa pengirim mawar itu, ia bersumpah akan
membalas cinta si pengirim mawar itu. Ia tidak tau mengapa pikiran itu sempat
lewat dan membuatnya semakin penasaran. Tapi ia tau, si pengirim bunga mawar
adalah lelaki yang baik dan mencintainya secara tulus. Apa sebaiknya ia
menceritakan tentang mawar ini pada Ibunya? Taylor pun memutuskan untuk menemui
Ibunya. Kebetulan Ibunya sedang berada di ruang tamu sambil membaca buku. Entah
buku apa yang dibacanya.
“Malam
sayang! Belum tidur?” Sapa+Tanya Ibunya.
Taylor
duduk di samping Ibunya. “Ma, Taylor pengen curhat.” Ucapnya pelan.
Ibunya
tersenyum. “Boleh-boleh.” Ucapnya.
Sebelumnya,
Taylor memberikan mawar itu ke Ibunya. Ibunya menerimanya dengan heran. Mengapa
Taylor memberinya bunga mawar? Ibunya tidak sengaja melihat tulisan ‘I Love
You, Taylor!’ Apakah bunga mawar ini ada hubungannya dengan curhatan Taylor?
“Mama
pasti heran mengapa Taylor member mawar ini ke Mama. Sama Ma. Taylor juga
bingung.” Ucap Taylor.
“Lah?
Siapa yang member mawar ini? Liam?” Tanya Ibunya.
Taylor
tersenyum kecut. “Bukan Ma. Taylor tidak tau siapa pengirim mawar ini. Taylor
menemukan mawar ini tergeletak di teras rumah Taylor, tepat di saat acara
pertunangan tadi. Artinya, si pemilik mawar ini sedang sakit Ma. Sakit karena
melihat seseorang yang dicintainya sudah bersama lelaki lain.” Jelasnya.
Ibunya
bisa merasakan perasaan yang dirasakan Taylor dan sepertinya Taylor ingin
menangis. “Hmm.. Mama ingin menanyakan sesuatu padamu, tapi kamu harus jujur
ya.” Ucapnya dan dibalas anggukan oleh Taylor.
“Sebenarnya,
apa kamu benar-benar mencintai Liam?” Tanyanya.
Taylor
tertunduk lesu mendengar pertanyaan Ibunya. Jika ia memang harus jujur, ia sama
sekali tidak mencintai Liam, melainkan mencintai si pemilik mawar itu. Ia
memang aneh. Mencintai seorang lelaki yang sama sekali tidak ia ketahui, namun
ia tau bahwa lelaki itu adalah lelaki impiannya, lelaki yang selama ini
ditunggunya, lelaki yang menjawab semua mimpi-mimpinya.
“Ti..
Tidak Ma. Maafkan Taylor. Dan entah mengapa Taylor mencintai si pengirim mawar
itu. Sumpah Ma! Kalau Taylor tau siapa si pengirim mawar itu, Taylor mau hidup bersamanya.
Taylor mau menikah dengannya.” Ucapnya.
“Kamu
memang aneh. Mama bingung dengan jalan pikiranmu. Seharusnya kamu tidak usah
terpikat dengan mawar yang asalnya tidak jelas itu. Dan kalau kamu tidak
mencintai Liam, kenapa kamu mau tunangan dengannya? Kalau sampai Ayahmu tau,
Ayah akan marah besar dan mungkin dia akan mempercepat pernikahanmu dengan Liam
dan kamu tidak bisa menghindarinya.”
Setitik
demi setiti air mata turun membasahi pipi halusnya. Ibunya benar. Seharusnya ia
tidak usah terpikat oleh setangkai bunga mawar yang ia tidak tau siapa
pengirimnya. Tapi, ia tidak mau menikah dengan Liam. Sungguh, ia merasa tidak
cocok dengan Liam dan jika Ayahnya memaksanya untuk menikah dengan Liam, ia
berharap Ayahnya mau mengizinkannya untuk menemukan seseorang yang pantas
untuknya, ataupun mencari siapa si pengirim mawar itu walau rasanya mustahil.
“Ma,
izinkan Taylor menemukan lelaki impian Taylor.” Ucapnya.
Ibunya
menatapnya dengan aneh. “Sudah lama Mama mengzinkan kamu mencari lelaki impianmu.
Tapi kamu tidak mau memanfaatkan waktu yang selama ini Mama berikan dan Mama
tidak bisa berbuat apa-apa jika besok Ayahmu akan melangsungkan acara
pernikahanmu dengan Liam.” Ucapnya.
Tentu
saja Taylor kaget mendengar ucapan Ibunya. Apa? Besok adalah acara
pernikahannya dengan Liam? Besok? Ibunya pun tampak keceplosan mengucapkan
kalimat tadi. Ia harap Tayor tidak shock. Tapi sepertinya Taylor merasa kaget
sekali.
“Ma!
Baru saja Taylor tunangan dan kenapa acara pernikahannya cepat sekali diadakan?
Lagipula, Taylor belum siap Ma. Taylor tidak mencintai Liam! Kalaupun memang
besok, kenapa undangannya belum disebar? Atau jangan-jangan pernikahannya
diam-diam lagi seperti tunangan kemarin?” Tanya Taylor.
Ibunya
tampak bingung. “Mama juga bingung. Tapi pernikahan kalian minggu ini akan
dilangsungkan.” Ucapnya.
Taylor
menjadi pusing. “Besok Taylor mau bicara serius dengan Ayah. Dan Ayah harus
membatalkan pernikahan Taylor dengan Liam!” Ucapnya lalu pergi meninggalkan
Ibunya.
Ibunya
menatap Taylor dengan sedih. Ia sedih dengan jalan hidup putrinya itu. Semenjak
Taylor memutuskan menjauhi sahabat-sahabatnya, Taylor sedikit berubah. Taylor
lebih cepat marah dan bicaranya kadang-kadang tidak sesuai dengan hatinya.
***
Tidak
terasa pagi pun tiba. Taylor terbangun dari mimpi buruknya. Ia bermimpi sudah
menjadi istri Liam dan ia sama sekali tidak bahagia. Ia ingin sekali kabur dari
rumah tapi penjagaan rumah Liam begitu ketat dan ia tidak bisa kabur dengan
cara apapun. Untunglah semuanya hanyalah mimpi. Hanya mimpi?
Hari
ini juga ia harus bicara dengan Ayahnya dan Ayahnya harus memutuskan ikatan
pertunangannya dengan Liam mau tidak mau. Ia sudah sangat lelah menjalani
hidupnya ini. Ia tidak sabar hadiah apa yang nantinya akan Tuhan beri padanya
setelah lama ia menjalani hidup dengan kesengsaraan. Apakah Tuhan akan
mengirimkannya seorang lelaki yang selama ini ia impikan malam ini juga? Atau
si pengirim mawar itu?
“Ada
apa kau mencari Ayah?” Tanya Ayahnya.
Sebisa
mungkin Taylor tenang dan mengontrol amarahnya. Kali ini, ia akan berbicara
lembut dengan Ayahnya dan suaranya sedikit ia melaskan agar Ayahnya mau
menuruti permintaannya. Tapi, susah juga menghapus rasa marah, kesal yang ia rasakan
sekarang. Apalagi jika Ayahnya sempat marah dan membentakinya.
“Yah,
apa benar hari ini Taylor menikah dengan Liam?” Tanyanya lembut.
Tentu
saja Ayahnya heran dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah menjadi lembut
seperti ini. “Tidak. Tapi pernikahan kalian akan dilangsungkan hari Sabtu
nanti. Sekarang hari Rabu dan kamu harus mempersiapkan segalanya.” Jawab
Ayahnya.
Jadi,
ada waktu tiga hari untuknya. Tapi ia tidak yakin apa Ayahnya mau membatalkan
hubungannya dengan keluarga Liam. Ayahnya sangat menghormati keluarga Liam dan
tentu saja tidak mau membatalkan pernikahan. Tapi ia harus berusaha dulu. Siapa
tau ka nada keajaiban?
“Yah,
sebenarnya.. Sebenarnya…” Ucap Taylor dengan terbata-bata.
Ayahnya
menatapnya dengan heran. “Ada apa? Apa kamu mau lari? Ha? Jangan sekali-sekali
kamu menghindari pernikahan sabtu nanti.” Ucap Ayahnya setengah membentak.
Sebisa
mungkin Taylor tenang dan mengendalikan emosinya. “Bu.. Bukan begitu Yah.
Masalahnya.. Taylor sudah mempunyai seorang kekasih dan Taylor sangat
mencintainya. Apa.. Apa Ayah tega membiarkan Taylor berpisah dengan kekasih
Taylor dan…”
“Ayah
tau akal licikmu. Kau tidak akan pernah menemukan seorang lelaki yang tepat.” Potong
Ayahnya.
Taylor
mendengus kesal. Kenapa Ayahnya bisa tau kalau ia sedang berpura-pura? Tapi
Taylor tidak mau menyerah begitu saja. Ia harus meyakinkan Ayahnya. “Taylor
tidak bohong Yah! Nanti malam, Taylor akan memperkenalkan ke Ayah! Taylor janji
Yah, dia adalah lelaki yang tepat untuk Taylor.” Ucapnya.
Taylor
tersenyum melihat perubahan wajah Ayahnya. Sepertinya Ayahnya sedang bingung.
Antara yakin dan tidak yakin dengan ucapannya. Suaranya tadi memang menandakan
kalau ia tidak main-main. Taylor berharap Ayahnya mau mempercayainya.
Sebelum
menjawab, Ayahnya menatap wajahnya dan mencari kejujuran disana. “Apa kau yakin
dia adalah lelaki yang tepat untukmu?” Tanyanya.
“Iya!
Taylor yakin sekali!” Jawabnya tegas.
“Memangnya
sejak kapan kalian saling kenal?” Tanya Ayahnya lagi.
Taylor
bingung mau menjawab apa karena pada dasarnya ia berbohong dengan Ayahnya.
“Ng.. Kira-kira sebulan yang lalu Yah. Pokokya nanti malam Taylor akan
memperkenalkan ke Ayah dan Taylor jamin Ayah pasti suka.” Jawabnya.
“Baiklah.
Kalau kau berbohong, kau akan mendapatkan sendiri akibatnya.” Ucap Ayahnya.
Akhirnya
sebagian dari masalahnya ini selesai juga. Taylor sangat senang karena Ayahnya
mau mempercayainya dan kemungkinan besar Ayahnya akan memutuskan tali
pertunangannya dengan Liam. Hanya ada satu yang ia bingungkan. Siapa lelaki
itu? Siapa lelaki yang ia ceritakan ke Ayahnya tadi? Ia kan hanya berbohong
agar Ayahnya mau mempercayainya. Jika ia tidak menemukan malam ini juga,
masalahnya akan bertambah besar.
“Terimakasih
Yah.” Kata Taylor. Tidak lupa ia mencium tangan Ayahnya lalu pergi meninggalkan
Ayahnya. Ia tidak mau tau bagaimana reaksi Ayahnya saat ia mencium tangan
Ayahnya.
Sekarang,
tugasnya adalah mencari seseorang yang tepat untuknya dalam waktu sehari.
Mencari cinta dalam waktu sehari? Ada-ada aja.
***
Terik
matahari membuat kepalanya menjadi panas. Taylor memutuskan untuk beristirahat
di sebuah cafee yang terlihat ramai. Ia tersenyum sedih memasuk cafe itu.
Mencari cinta sejati dalam waktu yang sangat singkat adalah pekerjaan yang
sia-sia. Dan sampai sekarang ia belum bisa menemukan si pengirim bunga mawar
itu. Tapi ia yakin sekali si pengirim bunga mawar itu tidak jauh-jauh dari
tempat ini.
Taylor
menatap bunga mawar itu dengan perasaan yang sedih. Hatinya sedih sekali.
Dimana dia? Dimana si pengirim bunga mawar itu? Entah mengapa tiba-tiba ia
merindukan sahabat-sahabatnya. Sudah lama ia tidak melihat wajah
sahabat-sahabatnya. Taylor mengambil sesuatu yang ada di dalam tasnya. Ternyata
sesuatu itu adalah sebuah bingkai foto yang berisi fotonya bersama
sahabat-sahabatnya. Disana ia dan sahabat-sahabatnya tersenyum bahagia.
Mereka
sudah meninggalkanku, batin Taylor sedih. Jika sekali saja ia bisa mengembalikan
waktu, mungkin saat ini ia sedang bercanda bersama sahabat-sahabatnya. Terutama
Selena yang sudah lama tinggal di New York dan Selena belum mengunjunginya.
Untuk apa juga Selena datang mengunjunginya? Selena kan sudah meninggalkannya
dan pastinya dia sudah bahagia hidup bersama cinta sejatinya.
Lama
sudah ia berdiam diri di cafee, Taylor memutuskan untuk melanjutkan
pencariaannya. Lagipula sudah mau sore. Ia takut jika sore berakhir, ia masih
belum menemukan seseorang yang ia sendiri tidak tau siapa.
Kedua
kakinya berhenti di sebuah taman yang luas. Taylor memasuki taman itu dan
menemukan sebuah bangku tua disana. Taylor memutuskan untuk duduk di bangku tua
itu ditemani oleh kebingungan-kebingungannya. Rasanya mustahil mencari cinta
sejati sekalipun waktu yang disediakan cukup banyak.
Taylor
mengeluarkan bunga mawar yang ia simpan di dalam tasnya lalu ia memperhatikan
bunga mawar itu dengan seksama. Ia mencoba menebak siapa si pengirim mawar itu.
Kemungkinan besar ia mengenali si pengirim bunga mawar itu. Coba pikir,
kira-kira siapa saja lelaki-lelaki yang diam-diam menyukainya? Taylor merasa
tidak ada karena ia tidak pernah memperhatikan orang-orang disekitarnya. Atau
jangan-jangan mawar ini hanyalah lelucon saja? Siapa tau kan ini kerjaannya
Niall atau Harry. Mungkin saja ini semua kerjaannya Niall sebagai wujud
perminta maafannya.
“Hei..”
Tiba-tiba
Taylor mendengar sebuah suara yang sudah familiar. Taylor mengangkat wajahnya
dan mendapati Harry yang sedang tersenyum padanya. Jujur saja, Taylor merasa
kaget. Mengapa Harry bisa ada disini? Ia akui sudah lama ia tidak melihat Harry
dan ia sangat merindukan sahabatnya itu.
“Harr!
Aku tidak menyangka kau bisa menemuiku disini.” Ucap Taylor senang.
Secepat
mungkin Taylor memeluk tubuh Harry saking kangennya. Ia berharap
sahabat-sahabatnya yang lain juga ada disini dan ia meminta maaf atas segala
yang pernah ia lakukan. Ia tau ia sudah berbuat salah dengan
sahabat-sahabatnya, termasuk Niall.
“Aku
rindu pelukanmu..” Kata Taylor sambil tersenyum.
Keduanya
pun duduk di bangku yang diduduki Taylor tadi. Taylor berharap Harry mau bicara
dengannya karena sudah lama ia tidak mendengar suara Harry. Tapi sayangnya,
Harry tidak mau bicara juga. Lelaki itu memang sudah berubah menjadi seseorang
yang pendiam.
Tiba-tiba
Harry tidak sengaja melihat setangkai bunga mawar yang kini tengah dipegang
oleh Taylor. Ia pun bicara. “Mawar itu begitu indah. Dimana kau
mendapatkannya?” Tanyanya.
Tentu
saja Taylor kaget mendengar pertanyaan Harry tentang bunga mawar itu. “Eh, aku
tidak tau. Aku tidak sengaja menemukannya di teras rumahku. Tepat di saat acara
pertunanganku dengan Liam.” Jawabnya.
“Terus,
kenapa kau masih menyimpannya?” Tanya Harry.
“Aku..
Aku ingin mencari si pengirim mawar ini.” Jawab Taylor.
“Mencarinya?
Untuk apa? Eh bukannya tadi kau tunangan dengan siapa namanya? Liam?” Tanya
Harry.
Taylor
menjadi heran dengan Harry. Mengapa tiba-tiba Harry seperti mengintograsinya? “Kau
jangan mau tau aja deh.” Jawab Taylor akhirnya.
Harry
tersenyum. “Ya masa’ aku tidak boleh tau? Kau sudah tidak menganggapku sebagai
sahabat lagi? Juga Niall, Ele dan Selena?”
Taylor
menjadi serba salah. Ia pun jujur pada Harry. “Aku.. Aku bingung mau
menjelaskannya darimana. Tapi.. Tapi aku bersyukur kau ada disini. Mungkin kau
bisa membantuku. Sebelumnya, aku minta maaf atas perbuatanku yang menyebabkan
persahabatan kita seperti telah berakhir.” Ucapnya dan Harry tidak berkomentar
apapun. “Pernikahanku dengan Liam akan dilangsungkan sabtu nanti dan aku tidak
mau hal itu terjadi. Aku menyesal menerima Liam dan aku menyesal karena aku
telah menyakiti hati si pengirim mawar itu.” Sambungnya.
Harry
tetap diam dan tidak berkomentar apapun. Namun diam-diam lelaki itu bisa
merasakan bunyi detakan jantungnya yang mulai tidak beraturan, dan Harry tidak
sabar mendengar kelanjutan cerita Taylor.
“Aku
tidak tau kenapa aku ingin sekali bertemu dengan si pengirim bunga mawar itu dan
jika aku telah bertemu dengannya, akupun akan membalas cintanya. Siapapun dia
karena aku yakin sekali si pengirim bunga mawar itu adalah lelaki yang baik,
tulus mencintaiku apa adanya.”
“Darimana
kau tau kalau si pengirim bunga mawar itu adalah lelaki yang baik? Kau jangan
mudah tertipu, Tay. Siapa tau kan si pengirim bunga mawar itu hanya pekerjaan
iseng aja.” Kata Harry.
Ternyata
Harry sama saja dengan Ibunya, pikir Taylor. “Ya.. Mungkin kau benar. Ah sudahlah,
masih ada masalah lain yang harus aku selesaikan daripada mikirin si pengirim
mawar itu. Kau bisa membantuku kan?” Tanya Taylor sambil menatap Harry.
“Bantuan
apa?” Tanya Harry penasaran.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar