Part 10
.
.
.
Entah mengapa di
pagi hari yang cerah ini, Gabriel merasakan sesuatu yang berbeda. Sangat
berbeda dari biasanya. Ia seperti kehilangan seseorang yang sangat ia sayangi.
Siapakah gerangan yang bisa membuatnya seperti ini?
Sivia kah?
Mungkin saja ia.
Kemarin, ia tak sengaja memberi Alvin nomor Sivia. Bisa ditebak Alvin sudah
meng-sms Sivia. Bahkan mungkin menelpon Sivia! Oh, betapa bodohnya ia. Apalagi
saat ia berkata seperti ini ke Alvin,
“Vin, lo cocok deh
sama Via.”
Tentu saja Alvin
senang ia berkata seperti itu. Dan bukannya Alvin menyukai Sivia juga?
Jangan-jangan...
“Gue harus
cepat-cepat sebelum terlambat.” Kata Gabriel.
***
“Hai! Maaf karena
telah membuatmu menunggu.”
‘Alvin!’ Batin Sivia.
Tiba-tiba, darahnya
serasa berhenti mengalir. Melihat kedatangan Alvin yang tidak biasa, Sivia
merasakan suatu keanehan pada dirinya.
“Via..” Kata Alvin.
Sivia tersadar.
“Eh, iya Vin. Ada apa?” Tanyanya.
Alvin tersenyum
lebar. “Jadi lo udah tau nama gue? Pasti dari Gabriel kan? Wah, dia emang jago
jodohin orang.” Ucapnya.
Jodohin orang? Apa
yang dimaksud Alvin adalah..
Ia dengan Alvin?
“Vi..”
Sivia sama sekali
nggak berani melihat Alvin. Alvin emang tampan. Sama seperti hari biasanya. Di tangan
Alvin, ada sebudket bunga mawar merah yang indah. Tuhan... Apa arti dari semua
ini?
“Vi.. Lo.. Lo harus
tau kalo.. Kalo sebenarnya gue itu.. Gue itu cinta sama lo.”
***
“Dulu, gue sama
Cakka sering jalan-jalan ke taman ini. Tapi sekarang.. Yaa.. Kalian pasti tau.
Hubungan kami nggak baik kayak dulu..” Jelas Agni.
Agni, Rio dan Ify
berjalan santai melewati pinggiran taman yang terletak dekat jalan raya. Tetapi
jalan raya itu nggak terlalu ramai karena mereka berada agak jauh dari
keramaian Ibu Kota.
“Sampai sekarang,
gue belum tau penyebab Cakka memutuskan hubungan ini.” Lanjut Agni.
Ify yang
mendengarnya berusaha untuk tidak sedih. Jadi, Cakka rela memutuskan Agni demi
sang Mama? Demi surat wasiat itu! Ify pusing memikirkan semua itu, dan ia nggak
bisa menebak bagaimana jalan pikiran Mama Cakka yang sudah tenang di alam sana.
Akhirnya Rio
berbicara karena nggak tahan melihat kesedihan Agni. “Sudahlah Ag, lo jangan
pikirkan Cakka. Cowok itu emang aneh sejak Mamanya meninggal. Mungkin dia sedih
dan langsung putusin elo. Tapi tenang aja, suatu hari nanti Cakka pasti balik
ke elo.”
“Tapi Yo, apa salah
gue sampai-sampai Cakka tega putusin gue?”
Perjalanan yang
buruk. Bukannya malah buat pikiran menjadi ringan, ini malah buat pikiran
menjadi bertambah dan semakin berat.
“Yo, coba bicara
sama Cakka.” Pinta Agni.
Rio memberhentikan
langkahnya. “Bicara? Sudah berkali-kali gue bicara dan Cakka selalu cuekin
gue.”
Kini, Ify dianggap
tidak ada oleh Rio dan Agni. Ify hanya diam dan diam. Mulutnya nggak bisa untuk
mengucapkan sepatah kata. Agni baru menyadari ada Ify ketika tak sengaja
menyenggol lengan Ify. Ify hampir terjatuh namun Rio langsung menjaga tubuhnya
agar tidak jatuh.
Agni pun
mendapatkan sebuah ide dari kejadian tersebut.
***
Perasaan apakah
yang ia rasakan sekarang? Senang atau tidakkah? Jawabannya adalah tidak tau.
Sivia bingung menghadapi Alvin dan perkataannya tadi.
“Vi.. I love you..
Would you be my girl?”
Alvin udah berlutut
di hadapan Sivia, tentu dengan bunga mawarnya. Ada beberapa orang yang
melihatnya dan mereka tersenyum sendiri. Ada juga yang iri melihat seorang
cewek yang sedang ditembak oleh seorang cowok cakep.
Parahnya...
Ada sepasang mata
yang sedang tertawa licik melihat kejadian itu.
“Vi.. Jawab
pertanyaanku.”
Sivia kaku bukan
main. Sungguh, ia sangat-sangat bingung. Baru kali ini dia ditembak oleh cowok.
Bahkan oleh cowok yang ia sukai. Lantas, apa yang harus ia jawab?
“Gue..”
“STOP!! JANGAN
TERUSKAN!!” Teriak seseorang yang tak jauh dari tempat itu.
***
Ketiganya
beristirahat di sebuah bangku panjang dekat air mancur. Tempat itu lumayan
ramai dikunjungi orang. Agni merasakan hatinya amat tenang duduk di bangku ini.
Ia merasa beban yang dialaminya hilang entah kemana.
Agni sengaja duduk
di bangku paling ujung. Ia sengaja membiarkan RiFy canggung. Dengan hatinya
yang masih terasa sakit karena Cakka, Agni bisa jahil juga. Itulah Agni. Gadis
periang yang hobinya jahilin orang.
“Eh Yo, Fy, gue mau
ke toilet dulu. Ntar gue kesini lagi ya..” Kata Agni.
Rio dan Ify
sama-sama mengangguk. Anggukannya kompak lagi. Hihihi.. Agni tertawa dalam
misinya. Mana mungkin ia pergi ke toilet. Ia kan cuma bohongan aja.
Suasana setelah
Agni pergi semakin terasa canggung, malu sekaligus sepi. Diantara keduanya
nggak ada yang berani bicara.
“Mmm.. Fy/Yo..”
Keajaiban dunia
yang keberapa tuh? Mereka kompakan lagi bicaranya. Rio meminta Ify untuk bicara
duluan, namun Ify yang meminta Rio bicara duluan. Membingungkan bukan?
“Ng.. Kamu tinggal
dimana?” Tanya Rio basa-basi. Ia nggak nyadar kalo sebenarnya ia lagi PDKT ke
Ify.
“Nggak jauh dari
tempatku kuliah kok.” Jawab Ify.
“Ng.. Ambil jurusan
apa?” Tanya Rio lagi.
“Fisika.” Jawab Ify
sedikit semangat.
Fisika adalah
pelajaran yang paling ia sukai. Di saat teman-temannya mengeluh karena
rumus-rumus fisika yang sulit untuk dimakan, eh maksudnya dihafal, Ify begitu
semangat menghafalnya.
“Ohya? Kok Ify mau
ambil fisika?”
“Karena Ify suka
pelajaran fisika.”
Pembicaraan mereka
nggak canggung lagi. Masing-masing mulai terbiasa. Dan Ify seakan-akan telah
melupakan sebuah masalah berat yang dialaminya.
“Kalo Rio paling
nggak suka sama fisika. Jujur aja, Rio nggak suka IPA. Dulu pas Rio SMA, Rio
ambil jurusan bahasa. Eh, kok nggak taunya kuliah ambil jurusan TI. Harusnya Rio
ambil jurusan Sastra Inggris kayak Agni.”
Ify mulai bisa
tertawa mendengar penjelasan Rio yang menurutnya lucu. “Hehe, kalo Ify mah
sukanya IPA. Paling benci IPS karena guru IPS Ify waktu SMA pelit nilai. Kalo
guru IPA Ify baik-baik.”
Giliran Rio yang
tertawa. Ify kayak anak kecil aja. Tapi Rio suka dengan gaya bicara Ify yang
sangat menyejukkan hatinya. Oh astaga! Ia baru sadar kalo ia sudah akrab dengan
Ify. Dan Rio juga baru nyadar Agni yang merencakanan semua ini. Dasar Agni!
“Jalan-jalan yuk Fy!”
Ajak Rio. Nih anak mulai berani juga :D
“Kemana? Kalo Agni
nyari gimana?”
“Jangan pikirkan
Agni. Yuk!”
Rio menarik tangan
Ify tanpa sadar. Dan Ify suka dengan perlakuan Rio barusan. Oh.. Apakah semua
ini akan abadi? Apakah semua ini takkan berakhir?
Surat wasiat itu...
***
“STOP!! JANGAN
TERUSKAN!!”
Sivia yang hampir
saja telah memutuskan suatu jawaban berubah menjadi kaget ketika mendengar
sebuah teriakan. Begitu pula Alvin yang syok melihat seseorang yang ia kenal
yang berani-beraninya menganggu aksinya.
“Vi, jangan bilang
apapun.” Kata Gabriel dengan nafas yang ngos-ngosan.
Gabriel menatap
tajam ke arah Alvin. Seperti tatapan membunuh. Selama ini, ia selalu mengalah.
Ia selalu membiarkan Sivia bersama Alvin. Sekarang, ia tak akan melepaskan Sivia.
Sivia adalah orang yang sangat ia cintai dan tak akan ia biarkan lelaki lain
mendapatkan Sivia. Termasuk Alvin.
“Lo..”
Alvin menunjuk
Gabriel. Ia tak menyangka. Sahabatnya itu ternyata tidak suka jika ia bersama
Sivia. Apa berarti Gabriel suka sama Sivia? Gabriel kan pernah bilang kalo ia
cocok dengan Sivia. Apa ini yang dinamakan janji?
“Vin, gue sadar
kalo sebenarnya gue suka sama Sivia. Kami telah lama bersama dan kami hanya
berteman. Untuk itu, lo nggak boleh suka sama Sivia karena Sivia adalah milik
gue. Lo cari saja cewek lain yang pantas bersanding sama lo.” Kata Gabriel.
Tentu setiap kata
yang diucapkan Gabriel membuat Alvin naik darah. Sivia adalah milik gue?
Bukannya mereka hanya berteman? Ingat. Sivia belum memutuskan pilihannya. Dan
Alvin juga yakin Sivia hanya menganggap Gabriel sebagai sahabat. Tak lebih.
“Sorry. Sivia
berhak menentukan pilihannya.” Kata Alvin.
“Ya. Dan pilihan
Sivia adalah gue. Jadi lebih baik lo mundur aja.” Kata Gabriel.
“Tunggu! Sejak
kapan Sivia memilih lo? Gue tau, kalian berdua selalu bersama. Tapi ingat,
kalian berdua hanya sebatas teman. Sivia harus merasakan kehidupan lain. Dan
kalian selama-lamanya nggak mungkin nempel terus. Lo harus kasih Sivia
kesempatan untuk merasakan cinta yang sebenarnya.”
“Iya! Sivia cinta
sama gue, bukan lo.”
“Dari..”
“STOP !!”
Bentakan keras dari
Sivia membuat Alvin dan Gabriel terdiam. Sivia nggak tahan melihat Alvin adu
mulut dengan Gabriel demi mendapatkannya.
“Plis, jangan
begitu. Gue nggak suka kalian kelahi gara-gara gue.” Kata Sivia.
“Vi, lo cinta kan
sama gue? Dan lo menganggap Gabriel sahabat saja?” Tanya Alvin.
“Vi, lo jangan
dengerin Alvin. Dia perusak kebersamaan kita.” Tambah Gabriel nggak mau kalah.
Sivia jadi bingung.
Pertama, ia heran dengan sikap Gabriel yang tak biasa. Gabriel cenderung suka
mengalah dan bisa menahan emosi. Dan sekarang? Kedua, ia tak menyangka selama
ini Gabriel diam-diam menyukainya. Kebahagiaan tersendiri yang hanya bisa ia
rasakan. Ketiga, Alvin. Cowok yang ia akui telah ia sukai juga menyukainya.
Oh, apa yang harus
aku lakukan?
Jika ia harus
memilih, ia nggak bisa memilih antara Gabriel dengan Alvin. Karena, ia sangat
menyayangi kedua lelaki itu.
Kini, Sivia sadar.
Bahwa ia terjebak dalam sebuah cinta segitiga. Sebuah cinta pertama yang begitu
rumit dan sulit untuk mencari jawabannya.
Dan, sesuatu
terjadi pada Sivia. Gadis itu kini tergelak tak sadarkan diri di tanah.
Terakhir ia dengar adalah suara panik Alvin dan Gabriel.
***
“Makasih ya Yo udah
anter Ify pulang..” Kata Ify. Ia dan Rio sudah berada di rumah Ify.
“Urwell. Rumah lo
nyaman. Kapan-kapan gue main kesini ya..”
Ify hanya tersenyum
menanggapi ucapan Rio. Malam hari yang begitu tenang ini menyelimuti
kebahagiaannya. Ya, Ify bahagia sekali.
“Fy, gue balik
dulu. Entah kenapa ada yang ganjil.” Kata Rio.
“Iya Yo. Hati-hati
ya..”
Rio melenyap dari
pandangan Ify. Hati Ify menjadi gelisah saat kepergian Rio. Ia merasakan ada
yang hilang dari dalam dirinya.
“Ehem..” Kata
sebuah suara.
Seketika itu juga
darah Ify serasa berhenti mengalir ketika mendengar suara itu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar