expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 05 Maret 2015

We Love You Sivia ( Part 11 )



Part 11

.

.

.

Isi dari surat wasiat

Dari : Hesti

Buat : Cakka

Sebelumnya, Mama minta maaf selama ini Mama menyembunyikan penyakit yang diderita Mama. Mama sungguh menyesal karena tidak memberitahumu.

Ketika kamu membaca surat ini, kamu pasti tidak akan pernah bisa melihat Mama, karena Mama sudah tenang di alam sana. Tapi tak apa. Kamu tak akan sendiri. Mama doakan agar kamu bahagia di dunia sana.

Cakka sayang...

Ada seorang gadis yang sangat baik. Namanya Ify. Dia gadis cantik, ramah, dan Mama sayang sama gadis itu. Mama ingin sekali dia jadi menantu Mama. Untuk itu, Mama ingin menjodohkan kamu dengan Ify. Dan Mama berharap kamu bisa mencintai gadis itu.

Intinya, Mama ingin melihatmu bahagia bersama Ify. Walau Mama sudah tidak ada di dunia lagi, tapi Mama bahagia berada di alam sana. Tentu Mama bahagia karena kamu mau dan bisa mencintai Ify.

Harapan Mama, bahagiakan lah Ify dan juga Mama. Mama yakin, jika kamu bisa membahagiakan Ify, tentu disana nanti Mama akan bahagia.

***

“Sebaiknya, lo jangan terlalu dekat sama dia.”

Suara Cakka langsung menghancurkan suasana hatinya yang sedang diselimuti kebahagiaan. Ify terdiam dan menunduk. Rasa bersalah kian menyelimuti hatinya.

“Fy, mulai dari sekarang, lo adalah pacar gue. Dan lo harus mau nurutin semua perintah gue. Ingat, Mama. Dia udah nggak ada lagi, dan Mama berpesan ke gue untuk jagain lo. Lo udah tau kan surat terakhir yang Mama tulis?”

Ify hanya mengangguk. Surat yang menyuruhnya menjadi kekasih Cakka. Itu keinginan dari Hesti yang tak lain adalah Mama kandung Cakka. Ingin sekali ia menolak, tapi bagaimana caranya? Perintah Hesti nggak bisa diubah. Dan ingat, Hesti udah tenang di alam sana.

Tapi, apa Cakka masih mencintai Agni? Bukannya Cakka memutuskan Agni karena surat dari Hesti tersebut?

“Tapi Agni..” Kata Ify mulai bersuara.

Cakka memotong pembicaraan Ify. “Tentang dia... Seharusnya lo tau. Sebenarnya gue nggak cinta sama dia. Meski surat itu nggak ada, gue tetap nggak mencintainya. Ada alasan kenapa gue menganggap hubungan kami cuma bohongan saja karena Agni bukan tipe cewek gue. Gue pengen punya cewek seperti lo. Bukan kayak dia yang dandanannya seperti cowok. Dan gue bersyukur karena Mama menjodohkan gue dengan lo. Gue seneng banget..”

Apakah ini cuma bohongan saja? Cakka nggak serius kan? Setau Ify, Cakka begitu sayang dengan Agni. Dia menerima Agni apa adanya dan tidak memandang Agni dari segi fisik. Tapi pengakuan Cakka sekarang...

Seseorang yang mendengar pengakuan Cakka barusan amat tersakiti. Air matanya tak henti-hentinya turun menetesi pipinya. Sebegitunya lo Kka ke gue...

“Gue tau lo kaget. Lo pasti ngira kalo gue sayang sama Agni. Tapi kenyataannya tidak. Gue sama sekali nggak mencintainya.” Kata Cakka dengan penegasan suara diakhir kalimat.

“Kka..” Ify berusaha menahan agar air matanya nggak jatuh. “Lo jahat! Jahat! Teganya lo mempermainkan Agni. Lo jahat!”

Ify berteriak sejadi-jadinya. Ia hendak masuk ke dalam rumah. Tapi tangannya langsung dicekal oleh tangan Cakka.

“Gue jahat? Fine. Bilang ke Agni kalo gue minta maaf sebesar-besarnya karena menganggap hubungan ini serius.”

“Nggak! Lo pasti bohong? Gue tau dari mata lo Kka. Lo putusin Agni karena surat itu kan? Karena permintaan Mama? Kka, sudah lama gue tau kalo tante Hesti akan menjodohkan gue dengan lo. Dan gue tentu nggak suka. Ada seseorang yang jauh sangat berarti bagi gue. Seseorang yang gue harap bisa menjadi pangeran buat gue, dan..”

“Dan orang itu adalah Rio kan? Lo naksir Rio sejak SMA kan? Lo ubah sikap lo yang dulu ceria, usil, cerewet menjadi tertutup, pendiam karena lo mau dijodohin sama gue kan?”

Air mata nggak bisa ia tahan. Kini, air mata itu keluar dengan derasnya seperti air hujan. Ify akui. Ia telah menyukai Rio sejak ia duduk di bangku SMA. Rio adalah kakak kelasnya dan ia sangat mengagumi Rio. Ia lebih mengenal Rio dibanding Rio mengenalnya. Ia tau bagaimana kehidupan Rio, kesukaan Rio dan sebagainya.

Dan sekarang Tuhan mempertemukannya dengan lelaki yang sangat ia cintai. Tapi.. Apakah cintanya akan terwujud? Apakah Tuhan melarangnya untuk bersatu dengan Rio?

“Aku cinta kamu. Tolong hargai perasaanku. Cinta yang sebenarnya adalah kamu, bukan Agni. Ku mohon, laksanakanlah perintah Mama. Kau kan ingin sekali melihat Mama bahagia?”

“Nggak!” Jawab Ify terisak-isak.

Oh, mengapa semuanya menjadi seperti ini? Mengapa tiba-tiba Cakka mengatakan kalo dia menyukainya? Aku cinta kamu. Tolong hargai perasaanku. Ify tak yakin dengan apa yang barusan Cakka ucapkan.

Setaunya, Cakka hanya mencintai Agni dan tak akan membiarkan badai yang menghalangi cintanya pada Agni.

Meskipun dengan adanya surat itu. Surat yang wajib dan harus ia laksanakan.

***

Agni pulang ke rumah dengan badan yang lesu. Ia sungguh-sungguh tak menyangka bahwa selama ini Cakka tidak sungguh-sungguh mencintainya. Cakka hanya suka dengan cewek feminim yang cantik. Bukan seperti dirinya.

“Gue tau, gue nggak secantik Ify. Tapi dulu lo pernah bilang kalo lo tidak menilai cewek dari segi fisik, melainkan hati dan kebaikan cewek tersebut.”

“Gue juga nggak nyangka ternyata lo dijodohkan dengan Ify. Sahabat gue sendiri. Apa lo nggak nyadar Kka? Apa lo amnesia dengan Rio? Apa lo tau bagaimana perasaan Rio?”

“Tapi memang ini adalah jalannya. Semuanya bukan salah lo. Itu keputusan Mama lo yang harus lo jalankan. I always support you, Kka.. Anything your choice, I always support you.. Although it very hurts for me..”

***

“Halo..”

Suara di sebrang sana terdengar jelas baginya, dan ia berusaha menahan rasa kekagetannya karena mendengar telponan dari seseorang.

“Ok. Secepatnya gue ke rumah sakit.”

***

Rumah Sakit Bhayangkara...

Sedari tadi Gabriel berputar-putar sehingga orang yang melihatnya jadi pusing. Kenapa juga baru sekarang ia menelpon Rio? Kenapa nggak daritadi? Mungkin karena ia panik jadi ia nggak bisa berpikir apapun.

Alvin juga begitu khawatir dengan kondisi Sivia yang tiba-tiba aja pingsan. Pasti ada apa-apa dengan Sivia.

Seorang dokter keluar dari ruang rawat Sivia dan langsung menemui Alvin dan Gabriel yang diselimuti rasa penasaran.

“Apa yang terjadi dengan Sivia, dok?” Tanya Alvin Gabriel barengan.

Dokter berkepala botak itu sempat tersenyum melihat kekompakan dua anak muda itu.

“Teman kalian baik-baik saja. Kalian boleh masuk ke dalam.” Kata dokter itu.

Tapi.. Ada sesuatu yang disembunyikan dari dokter itu. Entah itu apa.

“Via udah sadar kan dok?” Tanya Alvin.

Dokter itu hanya mengagguk dan berlalu dihadapan Alvin dan Gabriel. Alvin dan Gabriel langsung masuk ke dalam ruang rawat Sivia.

“Hai Via! Lo nggak papa kan?” Tanya Alvin.

Sivia mengangguk lemah.

“Lo kayak abis nangis. Memangnya ada apa?” Tanya Gabriel.

“Ng.. Nggak ada kok Yel. Gue baik-baik aja. Besok pasti gue udah balik ke rumah.” Jawab Sivia.

Ada sesuatu yang disembunyikan Sivia, juga dokter itu. Gabriel yang sudah lama bersahabat dengan Sivia mengetahui keganjilan dari wajah Sivia.

“Ada sesuatu yang lo sembunyikan dari gue?” Tanya Gabriel.

Sivia menjadi gugup. Tapi ia berusaha untuk tenang. “Nothing. Gue baik-baik aja.” Ucapnya.

“Via!”

Itu Rio. Cowok itu langsung mendekati Sivia yang terbaring lemah di ranjang. Rio mengelus-elus rambut Sivia.

“Lo nggak papa? Kenapa lo bisa pingsan? Adek gue kan kuat.” Kata Rio.

Sivia tersenyum. “Seberapa kuat seseorang, tentu orang itu akan mengalami yang namanya sakit. Walau gue jarang sakit, pasti suatu hari gue sakit.” Ucap Sivia.

“Hehe, ya udah. Istirahat aja. Ntar lagi Mama Papa mau kesini.” Kata Rio sembari mengecup kening Sivia.

Sivia merasakan kehangatan dari kecupan itu. Ya, ia bahagia masih diberi kesempatan untuk merasakan kecupan hangat dari seorang Kakak.

“Kalian berdua boleh pulang. Biar gue yang jaga Sivia.” Kata Rio pada Alvin dan Gabriel.

“Ng.. Iya deh kak. Gue pulang dulu.” Kata Gabriel seraya pergi meninggalkan tempat itu diikuti Alvin.

“Ada masalah lo sama dua anak itu? Siapa cowok putih ganteng itu?” Tanya Rio.

Alvin! Jerit Sivia. Ia jadi teringat kejadian tadi. Seperti mimpi. Alvin menembaknya tetapi Gabriel langsung menghalanginya. Dan kini ia terjebak dalam sebuah cinta segitiga.

Ia akui. Ia sangat mencintai keduanya. Baik Gabriel maupun Alvin.

“Alvin namanya.” Jawab Sivia.

“Kok gue perhatikan mereka berdua seperti..”

“Udahlah kak, jangan dibahas. Via mau tidur dulu. Kakak juga istirahat ya..”

Sekali lagi, Rio mengecup kening Sivia dan kedua mata Sivia langsung terpejam menuju alam mimpinya.

***

“Itu semua salah lo! Lo yang buat Sivia pingsan!” Bentak Alvin.

Keduanya kini berada di luar rumah sakit. Gabriel tak peduli dengan ucapan Alvin. Yang ia pikirkan adalah kejadian hari ini. Mengapa ia bisa menghalangi Alvin untuk menyatakan cinta ke Sivia dan Sivia pingsan secara mendadak. Ditambah lagi ia nggak bisa menahan emosinya.

“Coba lo nggak ada. Pasti Sivia nggak bakal ke rumah sakit dan dia sudah jadi pacar gue.” Tambah Alvin mulai emosi.

“Lo emang sahabat gue yang paling baik.” Sindir Alvin lalu pergi meninggalkan Gabriel yang masih belum bisa mengucapkan sepatah kata apapun.

***

Sivia udah diperbolehkan pulang ke rumah. Ia lega karena nggak lagi berada di rumah sakit yang membosankan itu.

Mengenai masalah antara Gabriel dan Alvin, Sivia break aja. Ia capek mikirin suatu kejadian yang tak disangkanya dua hari yang lalu.

“Lo mau latihan basket?” Tanya Rio ketika melihat Sivia yang udah lengkap dengan pakaian basketnya.

“Yaiyalah, kak.” Jawab Sivia.

“Tapi kondisi lo..”

“Gue baik-baik aja. Ya udah, gue pergi dulu.”

Ada yang aneh dari Sivia! Batin Rio. Tapi ia buang suatu hal ganjil yang ia rasakan. Ya, dan ia sampai lupa sore ini ia akan mengajak Ify pergi.

***

Sesuai dengan kesepakatan, akhirnya Sivia yang diangkat menjadi kapten tim pengganti Zevana. Tentu ada beberapa anak yang menolak. Masa’ yang dijadikan kapten anak kelas sepuluh?

Pricilla berusaha menahan emosinya. Benar kan, ia kalah dengan Sivia. Cewek yang menurutnya adalah cewek playgirl! Ya, waktu itu ia pernah melihat Sivia ditembak oleh cowok cakep yang nggak ia kenal. Padahal Sivia dekat dengan Gabriel.

Mungkin banyak juga cowok-cowok lain yang dipermainkan Sivia. Hahaha.. Pinter banget ternyata lo, Vi. Pricilla juga kesal sekaligus marah karena adiknya, Shilla waktu itu kesal sendiri gara-gara pertemuannya dengan Gabriel dihancurkan oleh Sivia.

Pricilla ingat percakapannya dengan Shilla.

“Kak, lo emang bener. Sivia cewek yang cukup buat gue marah.” Kata Shilla.

Pricilla tersenyum puas. “Tapi tenang aja, lo bisa kok dapetin Gabriel.” Kata Pricilla.

“Tapi kan mereka..”

“Mereka nggak pacaran kok. Mana mungkin Gabriel suka sama cewek kayak Sivia?”

“Hei..”

Suara Angel menyadarkannya. Pricilla langsung menoleh ke arah Angel yang memasang tampang geram.

“Gue pengen protes!” Kata Angel.

Namun Pricilla nggak berkomentar apapun. Entah apa yang ada dipikiran cewek itu.

***

“Selamat ya Vi! Lo dijadiin kapten.” Kata Febby senang.

“Iya.. Iya.. Makasih.” Jawab Sivia seperti nggak bersemangat.

“Lo kok lemes gitu? What wrong?”

Sivia hanya menggeleng-gelengkan kepala.

***

Waktu magrib menemainya hingga ia sampai ke rumah. Rumahnya tampak sepi. Ia yakin Rio pacaran sama Ify. Hehe.. Emang mereka kapan jadiannya?

Tiba-tiba, Sivia merasakan kepalanya pusing dan rasanya sakit. Sangat sakit. Sivia tak tahan dan rasanya dunia ini berputar-putar.

Sivia memegang kepalanya. Berusaha menahan tubuhnya agar nggak jatuh.

“Tuhan.. Gue kenapa? Apa gue harus..”

Dan hal yang nggak diduganya pun datang menghampirinya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar