Part 11
.
.
.
Isi dari surat
wasiat
Dari : Hesti
Buat : Cakka
Sebelumnya, Mama minta maaf selama ini Mama
menyembunyikan penyakit yang diderita Mama. Mama sungguh menyesal karena tidak
memberitahumu.
Ketika kamu membaca surat ini, kamu pasti tidak akan
pernah bisa melihat Mama, karena Mama sudah tenang di alam sana. Tapi tak apa.
Kamu tak akan sendiri. Mama doakan agar kamu bahagia di dunia sana.
Cakka sayang...
Ada seorang gadis yang sangat baik. Namanya Ify. Dia
gadis cantik, ramah, dan Mama sayang sama gadis itu. Mama ingin sekali dia jadi
menantu Mama. Untuk itu, Mama ingin menjodohkan kamu dengan Ify. Dan Mama
berharap kamu bisa mencintai gadis itu.
Intinya, Mama ingin melihatmu bahagia bersama Ify. Walau
Mama sudah tidak ada di dunia lagi, tapi Mama bahagia berada di alam sana.
Tentu Mama bahagia karena kamu mau dan bisa mencintai Ify.
Harapan Mama, bahagiakan lah Ify dan juga Mama. Mama
yakin, jika kamu bisa membahagiakan Ify, tentu disana nanti Mama akan bahagia.
***
“Sebaiknya, lo
jangan terlalu dekat sama dia.”
Suara Cakka
langsung menghancurkan suasana hatinya yang sedang diselimuti kebahagiaan. Ify
terdiam dan menunduk. Rasa bersalah kian menyelimuti hatinya.
“Fy, mulai dari
sekarang, lo adalah pacar gue. Dan lo harus mau nurutin semua perintah gue.
Ingat, Mama. Dia udah nggak ada lagi, dan Mama berpesan ke gue untuk jagain lo.
Lo udah tau kan surat terakhir yang Mama tulis?”
Ify hanya
mengangguk. Surat yang menyuruhnya menjadi kekasih Cakka. Itu keinginan dari
Hesti yang tak lain adalah Mama kandung Cakka. Ingin sekali ia menolak, tapi
bagaimana caranya? Perintah Hesti nggak bisa diubah. Dan ingat, Hesti udah
tenang di alam sana.
Tapi, apa Cakka
masih mencintai Agni? Bukannya Cakka memutuskan Agni karena surat dari Hesti tersebut?
“Tapi Agni..” Kata
Ify mulai bersuara.
Cakka memotong
pembicaraan Ify. “Tentang dia... Seharusnya lo tau. Sebenarnya gue nggak cinta
sama dia. Meski surat itu nggak ada, gue tetap nggak mencintainya. Ada alasan
kenapa gue menganggap hubungan kami cuma bohongan saja karena Agni bukan tipe
cewek gue. Gue pengen punya cewek seperti lo. Bukan kayak dia yang dandanannya
seperti cowok. Dan gue bersyukur karena Mama menjodohkan gue dengan lo. Gue
seneng banget..”
Apakah ini cuma
bohongan saja? Cakka nggak serius kan? Setau Ify, Cakka begitu sayang dengan
Agni. Dia menerima Agni apa adanya dan tidak memandang Agni dari segi fisik.
Tapi pengakuan Cakka sekarang...
Seseorang yang
mendengar pengakuan Cakka barusan amat tersakiti. Air matanya tak henti-hentinya
turun menetesi pipinya. Sebegitunya lo Kka ke gue...
“Gue tau lo kaget.
Lo pasti ngira kalo gue sayang sama Agni. Tapi kenyataannya tidak. Gue sama
sekali nggak mencintainya.” Kata Cakka dengan penegasan suara diakhir kalimat.
“Kka..” Ify
berusaha menahan agar air matanya nggak jatuh. “Lo jahat! Jahat! Teganya lo
mempermainkan Agni. Lo jahat!”
Ify berteriak
sejadi-jadinya. Ia hendak masuk ke dalam rumah. Tapi tangannya langsung dicekal
oleh tangan Cakka.
“Gue jahat? Fine.
Bilang ke Agni kalo gue minta maaf sebesar-besarnya karena menganggap hubungan
ini serius.”
“Nggak! Lo pasti
bohong? Gue tau dari mata lo Kka. Lo putusin Agni karena surat itu kan? Karena
permintaan Mama? Kka, sudah lama gue tau kalo tante Hesti akan menjodohkan gue
dengan lo. Dan gue tentu nggak suka. Ada seseorang yang jauh sangat berarti
bagi gue. Seseorang yang gue harap bisa menjadi pangeran buat gue, dan..”
“Dan orang itu
adalah Rio kan? Lo naksir Rio sejak SMA kan? Lo ubah sikap lo yang dulu ceria,
usil, cerewet menjadi tertutup, pendiam karena lo mau dijodohin sama gue kan?”
Air mata nggak bisa
ia tahan. Kini, air mata itu keluar dengan derasnya seperti air hujan. Ify
akui. Ia telah menyukai Rio sejak ia duduk di bangku SMA. Rio adalah kakak
kelasnya dan ia sangat mengagumi Rio. Ia lebih mengenal Rio dibanding Rio
mengenalnya. Ia tau bagaimana kehidupan Rio, kesukaan Rio dan sebagainya.
Dan sekarang Tuhan
mempertemukannya dengan lelaki yang sangat ia cintai. Tapi.. Apakah cintanya
akan terwujud? Apakah Tuhan melarangnya untuk bersatu dengan Rio?
“Aku cinta kamu.
Tolong hargai perasaanku. Cinta yang sebenarnya adalah kamu, bukan Agni. Ku
mohon, laksanakanlah perintah Mama. Kau kan ingin sekali melihat Mama bahagia?”
“Nggak!” Jawab Ify
terisak-isak.
Oh, mengapa semuanya
menjadi seperti ini? Mengapa tiba-tiba Cakka mengatakan kalo dia menyukainya? Aku cinta kamu. Tolong hargai perasaanku. Ify
tak yakin dengan apa yang barusan Cakka ucapkan.
Setaunya, Cakka
hanya mencintai Agni dan tak akan membiarkan badai yang menghalangi cintanya
pada Agni.
Meskipun dengan
adanya surat itu. Surat yang wajib dan harus ia laksanakan.
***
Agni pulang ke
rumah dengan badan yang lesu. Ia sungguh-sungguh tak menyangka bahwa selama ini
Cakka tidak sungguh-sungguh mencintainya. Cakka hanya suka dengan cewek feminim
yang cantik. Bukan seperti dirinya.
“Gue tau, gue nggak
secantik Ify. Tapi dulu lo pernah bilang kalo lo tidak menilai cewek dari segi
fisik, melainkan hati dan kebaikan cewek tersebut.”
“Gue juga nggak
nyangka ternyata lo dijodohkan dengan Ify. Sahabat gue sendiri. Apa lo nggak
nyadar Kka? Apa lo amnesia dengan Rio? Apa lo tau bagaimana perasaan Rio?”
“Tapi memang ini
adalah jalannya. Semuanya bukan salah lo. Itu keputusan Mama lo yang harus lo
jalankan. I always support you, Kka.. Anything your choice, I always support
you.. Although it very hurts for me..”
***
“Halo..”
Suara di sebrang
sana terdengar jelas baginya, dan ia berusaha menahan rasa kekagetannya karena
mendengar telponan dari seseorang.
“Ok. Secepatnya gue
ke rumah sakit.”
***
Rumah Sakit Bhayangkara...
Sedari tadi Gabriel
berputar-putar sehingga orang yang melihatnya jadi pusing. Kenapa juga baru
sekarang ia menelpon Rio? Kenapa nggak daritadi? Mungkin karena ia panik jadi
ia nggak bisa berpikir apapun.
Alvin juga begitu
khawatir dengan kondisi Sivia yang tiba-tiba aja pingsan. Pasti ada apa-apa
dengan Sivia.
Seorang dokter
keluar dari ruang rawat Sivia dan langsung menemui Alvin dan Gabriel yang
diselimuti rasa penasaran.
“Apa yang terjadi
dengan Sivia, dok?” Tanya Alvin Gabriel barengan.
Dokter berkepala
botak itu sempat tersenyum melihat kekompakan dua anak muda itu.
“Teman kalian
baik-baik saja. Kalian boleh masuk ke dalam.” Kata dokter itu.
Tapi.. Ada sesuatu
yang disembunyikan dari dokter itu. Entah itu apa.
“Via udah sadar kan
dok?” Tanya Alvin.
Dokter itu hanya
mengagguk dan berlalu dihadapan Alvin dan Gabriel. Alvin dan Gabriel langsung
masuk ke dalam ruang rawat Sivia.
“Hai Via! Lo nggak
papa kan?” Tanya Alvin.
Sivia mengangguk lemah.
“Lo kayak abis
nangis. Memangnya ada apa?” Tanya Gabriel.
“Ng.. Nggak ada kok
Yel. Gue baik-baik aja. Besok pasti gue udah balik ke rumah.” Jawab Sivia.
Ada sesuatu yang
disembunyikan Sivia, juga dokter itu. Gabriel yang sudah lama bersahabat dengan
Sivia mengetahui keganjilan dari wajah Sivia.
“Ada sesuatu yang
lo sembunyikan dari gue?” Tanya Gabriel.
Sivia menjadi
gugup. Tapi ia berusaha untuk tenang. “Nothing. Gue baik-baik aja.” Ucapnya.
“Via!”
Itu Rio. Cowok itu
langsung mendekati Sivia yang terbaring lemah di ranjang. Rio mengelus-elus
rambut Sivia.
“Lo nggak papa?
Kenapa lo bisa pingsan? Adek gue kan kuat.” Kata Rio.
Sivia tersenyum.
“Seberapa kuat seseorang, tentu orang itu akan mengalami yang namanya sakit.
Walau gue jarang sakit, pasti suatu hari gue sakit.” Ucap Sivia.
“Hehe, ya udah.
Istirahat aja. Ntar lagi Mama Papa mau kesini.” Kata Rio sembari mengecup
kening Sivia.
Sivia merasakan
kehangatan dari kecupan itu. Ya, ia bahagia masih diberi kesempatan untuk
merasakan kecupan hangat dari seorang Kakak.
“Kalian berdua
boleh pulang. Biar gue yang jaga Sivia.” Kata Rio pada Alvin dan Gabriel.
“Ng.. Iya deh kak.
Gue pulang dulu.” Kata Gabriel seraya pergi meninggalkan tempat itu diikuti
Alvin.
“Ada masalah lo
sama dua anak itu? Siapa cowok putih ganteng itu?” Tanya Rio.
Alvin! Jerit Sivia.
Ia jadi teringat kejadian tadi. Seperti mimpi. Alvin menembaknya tetapi Gabriel
langsung menghalanginya. Dan kini ia terjebak dalam sebuah cinta segitiga.
Ia akui. Ia sangat
mencintai keduanya. Baik Gabriel maupun Alvin.
“Alvin namanya.”
Jawab Sivia.
“Kok gue perhatikan
mereka berdua seperti..”
“Udahlah kak,
jangan dibahas. Via mau tidur dulu. Kakak juga istirahat ya..”
Sekali lagi, Rio
mengecup kening Sivia dan kedua mata Sivia langsung terpejam menuju alam
mimpinya.
***
“Itu semua salah
lo! Lo yang buat Sivia pingsan!” Bentak Alvin.
Keduanya kini
berada di luar rumah sakit. Gabriel tak peduli dengan ucapan Alvin. Yang ia
pikirkan adalah kejadian hari ini. Mengapa ia bisa menghalangi Alvin untuk
menyatakan cinta ke Sivia dan Sivia pingsan secara mendadak. Ditambah lagi ia
nggak bisa menahan emosinya.
“Coba lo nggak ada.
Pasti Sivia nggak bakal ke rumah sakit dan dia sudah jadi pacar gue.” Tambah
Alvin mulai emosi.
“Lo emang sahabat
gue yang paling baik.” Sindir Alvin lalu pergi meninggalkan Gabriel yang masih
belum bisa mengucapkan sepatah kata apapun.
***
Sivia udah
diperbolehkan pulang ke rumah. Ia lega karena nggak lagi berada di rumah sakit
yang membosankan itu.
Mengenai masalah
antara Gabriel dan Alvin, Sivia break aja. Ia capek mikirin suatu kejadian yang
tak disangkanya dua hari yang lalu.
“Lo mau latihan
basket?” Tanya Rio ketika melihat Sivia yang udah lengkap dengan pakaian
basketnya.
“Yaiyalah, kak.”
Jawab Sivia.
“Tapi kondisi lo..”
“Gue baik-baik aja.
Ya udah, gue pergi dulu.”
Ada yang aneh dari
Sivia! Batin Rio. Tapi ia buang suatu hal ganjil yang ia rasakan. Ya, dan ia
sampai lupa sore ini ia akan mengajak Ify pergi.
***
Sesuai dengan
kesepakatan, akhirnya Sivia yang diangkat menjadi kapten tim pengganti Zevana.
Tentu ada beberapa anak yang menolak. Masa’ yang dijadikan kapten anak kelas
sepuluh?
Pricilla berusaha
menahan emosinya. Benar kan, ia kalah dengan Sivia. Cewek yang menurutnya
adalah cewek playgirl! Ya, waktu itu ia pernah melihat Sivia ditembak oleh
cowok cakep yang nggak ia kenal. Padahal Sivia dekat dengan Gabriel.
Mungkin banyak juga
cowok-cowok lain yang dipermainkan Sivia. Hahaha.. Pinter banget ternyata lo,
Vi. Pricilla juga kesal sekaligus marah karena adiknya, Shilla waktu itu kesal
sendiri gara-gara pertemuannya dengan Gabriel dihancurkan oleh Sivia.
Pricilla ingat
percakapannya dengan Shilla.
“Kak, lo emang
bener. Sivia cewek yang cukup buat gue marah.” Kata Shilla.
Pricilla tersenyum
puas. “Tapi tenang aja, lo bisa kok dapetin Gabriel.” Kata Pricilla.
“Tapi kan mereka..”
“Mereka nggak
pacaran kok. Mana mungkin Gabriel suka sama cewek kayak Sivia?”
“Hei..”
Suara Angel
menyadarkannya. Pricilla langsung menoleh ke arah Angel yang memasang tampang
geram.
“Gue pengen
protes!” Kata Angel.
Namun Pricilla
nggak berkomentar apapun. Entah apa yang ada dipikiran cewek itu.
***
“Selamat ya Vi! Lo
dijadiin kapten.” Kata Febby senang.
“Iya.. Iya..
Makasih.” Jawab Sivia seperti nggak bersemangat.
“Lo kok lemes gitu?
What wrong?”
Sivia hanya
menggeleng-gelengkan kepala.
***
Waktu magrib
menemainya hingga ia sampai ke rumah. Rumahnya tampak sepi. Ia yakin Rio
pacaran sama Ify. Hehe.. Emang mereka kapan jadiannya?
Tiba-tiba, Sivia merasakan
kepalanya pusing dan rasanya sakit. Sangat sakit. Sivia tak tahan dan rasanya
dunia ini berputar-putar.
Sivia memegang
kepalanya. Berusaha menahan tubuhnya agar nggak jatuh.
“Tuhan.. Gue
kenapa? Apa gue harus..”
Dan hal yang nggak
diduganya pun datang menghampirinya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar