One Direction
.
Niall datang sendirian dengan wajah
yang begitu sedih. Liam dan lainnya langsung mendatanginya. Saat ini mereka
sedang berada di parkiran rumah sakit. Liam tau apa yang telah terjadi dengan
Niall. Entah mengapa hatinya ikut merasa sedih dan sakit.
“Aku tidak mau menjadi penyanyi
lagi. Aku tidak mau bergabung dengan band manapun.” Kata Niall.
“Yell, sudahlah. Harry memang tidak
mau ikut gabung dengan kita dan kau harus menghormati keputusannya.”
Louis pun berjalan mendekati Niall.
“Jadi, kita membatalkan semua rencana-rencana kita hanya karena Harry? Bodoh!”
Ucapnya.
“Sudah Lou, jangan menambah
kesedihan Niall!” Ucap Zayn.
Entah mengapa perasaan tidak suka
itu hadir lagi. Mengapa Louis kembali membenci Harry? Bukankah masalahnya
dengan Harry sudah selesai? Tapi Louis tidak ingin bandnya tidak kembali lagi
hanya karena penolakan Harry dan ia sangat membenci sikap Niall yang terlalu
terobsesi dengan Harry.
“Sekarang bagaimana? Apa kita akan
membicarakan band baru kita dengan Anson atau kita memilih untuk menjalani
hidup kita masing-masing? Anson sedang menunggui kita dan jika kita telat
sedikit saja, dia akan bekerja dengan band lain!” Ucap Liam.
“Aku memilih yang kedua saja.” Jawab
Niall. “Karena aku tidak mau menjadi penyanyi lagi.” Sambungnya.
Baru saja Louis bicara, seseorang
datang mendatangi mereka dan kedatangannya sangat tidak diduga mereka. Terutama
Niall! Ia tidak sedang mimpi kan?
“Hai.” Sapa orang itu dengan sedikit
malu dan gugup.
“Ha.. Harry?” Ucap Niall tidak
percaya.
***
Mobil itu melaju dengan kecepatan
sedang dan suasana di dalam mobil itu sangat ceria. Ternyata, hal yang sedih
bisa berubah menjadi hal yang gembira. Tidak henti-hentinya Niall tertawa
bersama Harry hingga perutnya sakit.
“Iya.. Iya.. Dulu aku suka
mengerjaimu dan sekarang giliran kau yang mengerjaiku. Oke!” Ucap Niall.
“Maaf Yell.. Bukannya aku ingin
mengerjaimu. Tapi ya tidak taulah.” Ucap Harry.
Zayn yang sedaritadi ingin berbicara
dengan Harry akhirnya angkat bicara. “Ternyata kau cukup periang juga, sama
seperti Niall.” Ucapnya.
“Jika manusia tidak periang, makan
hidupnya akan gelap dan menyedihkan.” Ucap Harry.
Zayn tertawa mendengar ucapan Harry.
“Kuharap kau masih ingat namaku.” Ucapnya.
Sementara di depan sana, Louis
tampak sedikit kesal. Tidak tau kenapa. Apa dia kesal akan kedatangan Harry?
Bukannya Louis sudah menerima jika Harry bergabung ke bandnya? Louis memang
labil dan tidak tau kenapa.
“Kau kenapa sih Lou? Seharusnya kau
senang dengan kehadiran Harry.” Ucap Liam yang duduk di depan bersama Louis.
Sedangkan Louis yang menyetir mobil itu.
“Aku tidak tau mengapa tiba-tiba aku
kesal. Ya do’akan saja semoga aku baik-baik saja dan bisa ramah dengan Harry.”
Ucapnya.
Tidak terasa mereka sudah sampai di
rumah Anson yang begitu megah. Harry ragu memandangi rumah megah itu. Benarkah
keputusannya ini? Jika Anson melihatnya, apakah Anson mau menerimanya? Anson
kan manager mereka.
“Aku harap dia masih memberikan satu
kesempatan lagi.” Ucap Niall.
“Aku yakin sekali dia sedang
menunggu kami.” Ucap Liam.
Benar saja. Anson sedang duduk di
sofa ruang tamu sambil membaca koran. Lelaki separuh baya itu tersenyum ramah
menyambut kedatangan lima pemuda yang tampan itu. Kemudian kedua matanya
melirik ke arah seorang pemuda yang asing baginya. Anson hampir lupa bahwa
Austin sudah meninggal dan entah mengapa ia sangat mengharapkan kehadiran
Austin karena baginya Austin sangatlah hebat dan tidak akan tergantikan.
“Apa kabar kalian semua? Sudah lama
kita tidak bertemu.” Ucap Anson.
“Kami baik. Kami senang bisa bertemu
kembali denganmu.” Jawab Liam.
Setelah berbicara basa-basi,
pembicaraan serius pun dimulai. Liam berharap Anson mau menerima Harry,
bagaimanapun keadaan Harry.
“Jadi, kau yang bernama Harry
Styles?” Tanya Anson sambil menatap Harry.
“Ya.” Jawab Harry singkat.
“Kau benar serius akan bergabung
dengan The Potatoes? Maksudku The Black and White?” Tanyanya lagi.
“Ya.” Jawab Harry.
Niall berusaha menahan tawanya
mendengar jawaban Harry yang begitu membosankan. Tidak adakah kata lain selain
‘ya’? Harry memang irit bicara dan hanya berbicara lepas jika bersama orang
terdekatnya
“Baiklah. Aku akan memberikan kalian
satu kesempatan saja. Jika kalian gagal, aku tidak akan mau menjadi manager
kalian. Lagipula, banyak sekali yang menawariku bekerja. Ada band rock yang
bernama Rock Star dan aku ditawari bekerja disana. Tapi karena masih ada
kalian, aku lebih memilih kalian.” Jelas Anson.
Semua orang tau siapa Rock Star itu.
Mereka adalah band yang cukup terkenal yang berasal dari Amerika dan ketenaran
mereka hampi sampai di seluruh dunia.
“Tapi aku tidak yakin apakah kalian
bisa. Aku merasa teman kalian itu sama sekali tidak berbakat. Seharusnya kalian
mencari pengganti Austin yang sama seperti Austin. Sayang sekali. Sebenarnya
aku mempunyai pengganti Austin. Namanya Justin. Nama mereka saja hampir kembar.
Kalian tau kan siapa Justin itu? Dia adalah penyanyi solo yang terkenal dan
saat aku tawari untuk menggantikkan Austin, dia bersedia.”
Mendengar penjelasan Anson, Louis
langsung angkat bicara. “Kenapa kau tidak memberitahu kami sejak awal? Aku
tidak menyangka Justin mau bergabung dengan kami.” Ucapnya.
Sementara itu, Niall yang merasa
tidak suka dengan kata-kata Anson yang jelas-jelas sudah menyakiti hati Harry
malah ingin menghajar Anson. Anson yang sekarang sangat berbeda dengan Anson
yang dulu. Dulu, ia sering bercanda dengan Anson dan Anson sama sekali tidak
pernah membuatnya marah apalagi menyindir orang lain. Dan sekarang?
“Aku tidak sempat menghubungi kalian
dan tau-taunya kalian sudah menemukan pengganti Austin. Jadi apa boleh buat?”
Ucap Anson.
“Kalau begitu, biarlah Harry keluar
dan ajaklah Justin bergabung dengan kami!” Ucap Louis.
Entahlah apakah Louis sedang mabuk
atau tidak. Berani-beraninya Louis mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang lebih
pedas dari kalimat Aston. Liam langsung menenangkan Louis yang sepertinya
sedang berada di luar kendali.
“Sudahlah Lou. Apa kau tidak sadar
kalau disini ada Harry?” Bisik Liam. Louis pun terdiam. “Kau sudah setuju untuk
memasukkan Harry ke dalam band kita dan kau tidak boleh menyesal. Mungkin ini
adalah cobaan pertama kita.” Sambungnya. Liam melirik ke arah Harry dan cowok
itu ternyata diam tanpa ekspresi.
“Kami tidak membutuhkan Justin
karena sudah ada Harry dan kami tidak menyesali apa yang sudah kami lakukan.”
Ucap Liam dengan tegas.
Anson tersenyum. “Bagus Liam!
Ternyata kau lebih pintar dibanding Louis.” Ucapnya.
Giliran Louis yang menjadi sasaran
sindiran Anson dan Louis memilih untuk diam. Toh dirinya memang bodoh. Louis
sadar akan hal itu.
“Jadi, bisakah kami menggunakan
kesempatan itu?” Tanya Liam.
“Tentu saja. Aku sudah mendengar
lagu ciptaan Niall dan Harry. Aku menyukainya. Aku akan memberi kalian satu
kesempatan saja. Besok siang, kalian berlima harus tampil menyanyikan dua lagu.
Pertama lagu bebas dan kedua lagu ciptaan Niall dan Harry. Di panggung nanti,
kalian harus membuatku kagum. Jika seandainya penampilan kalian kacau dan
membuatku kecewa, maka kesempatan itu akan hilang.” Jelas Anson yang membuat
kelimanya menjadi sedikit ketakutan. Besok?
“Mengapa harus besok? Bahkan kami
belum pernah bernyanyi dengan Harry!” Protes Louis.
“Itu urusan kalian. Ohya, aku ingin
kalian membuat nama yang baru. The Black and White. Kedengaran membosankan.”
Ucap Anson.
Bisa tidak sih makhluk bernama Anson
itu tidak usah menyindir? Louis jadi kesal sendiri. Dan besok. Louis tidak
yakin apa bisa tampil dengan maksimal. Jika ada Austin, tentu saja ia akan
semangat.
“Baiklah. Kami akan berusaha
melakukan yang terbaik.” Ucap Liam sambil tersenyum.
***
“Entah mengapa Anson yang sekarang
begitu menyebalkan.” Ucap Niall setelah berada di dalam mobil.
“Ya. Aku kira dia semakin baik
dengan kita.” Tambah Zayn.
Mendengar suara Niall dan Zayn, Liam
langsung bicara. “Sabar teman-teman. Anson sedang mengetes kita. Besok, kita
harus membuktikan kalau kita bisa membuatnya kagum. Setelah ini kita akan
latihan.” Ucapnya.
“Ah, aku belum menghafal lagunya.
Besok saja latihannya. Hari ini aku sedang malas.” Ucap Louis.
“Lou, kau niat tidak sih? Aku tidak
mau penampilan kita menjadi kacau hanya karena kau!” Ucap Liam.
“Lagipula, Harry pasti khawatir
dengan Ele.” Ucap Louis.
Di belakang sana, pikiran Harry
langsung tertuju kepada adiknya. Sudah berjam-jam ia meninggalkan Ele. Wajahnya
pun berubah menjadi panik dan khawatir.
“Louis benar. Kita belum menghafal
lagunya. Acaranya kan di siang hari dan kita bisa latihan di pagi harinya.”
Ucap Niall.
“Ya sudah kalau begitu.” Kata Liam
mengalah. Tapi tidak masalah baginya jika harus latihan besok karena ia merasa
sudah tidak perlu latihan lagi. Nah, masalahnya sekarang adalah Harry. Siapkah
Harry dengan hari esok?
“Terpenting, kita harus mencari nama
lain. Nama yang lebih bagus untuk band kita.” Kata Niall.
“Ohya, aku hampir lupa. Ada yang mau
memberi saran?” Tanya Liam.
Semuanya terdiam. Mungkin pikiran
mereka sedang buntu sehingga tidak bisa menemukan nama yang cocok untuk band
baru mereka. Apalagi Louis. Cowok itu tengah sibuk mengemudi dan sepertinya
tidak mau tau apa yang dibicarakan Liam.
“One Direction.” Ucap sebuah suara
yang tidak lain adalah suara Harry.
Mendengar suara Harry, semuanya
langsung menoleh ke arah Harry, kecuali Louis. Bagaimana mungkin dia bisa
menoleh kebelakang kecuali memberhentikan mobilnya?
“One Direction.” Ulang Harry sekali
lagi.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar