expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 17 )



One Direction
.

            Niall datang sendirian dengan wajah yang begitu sedih. Liam dan lainnya langsung mendatanginya. Saat ini mereka sedang berada di parkiran rumah sakit. Liam tau apa yang telah terjadi dengan Niall. Entah mengapa hatinya ikut merasa sedih dan sakit.

            “Aku tidak mau menjadi penyanyi lagi. Aku tidak mau bergabung dengan band manapun.” Kata Niall.

            “Yell, sudahlah. Harry memang tidak mau ikut gabung dengan kita dan kau harus menghormati keputusannya.”

            Louis pun berjalan mendekati Niall. “Jadi, kita membatalkan semua rencana-rencana kita hanya karena Harry? Bodoh!” Ucapnya.

            “Sudah Lou, jangan menambah kesedihan Niall!” Ucap Zayn.

            Entah mengapa perasaan tidak suka itu hadir lagi. Mengapa Louis kembali membenci Harry? Bukankah masalahnya dengan Harry sudah selesai? Tapi Louis tidak ingin bandnya tidak kembali lagi hanya karena penolakan Harry dan ia sangat membenci sikap Niall yang terlalu terobsesi dengan Harry.

            “Sekarang bagaimana? Apa kita akan membicarakan band baru kita dengan Anson atau kita memilih untuk menjalani hidup kita masing-masing? Anson sedang menunggui kita dan jika kita telat sedikit saja, dia akan bekerja dengan band lain!” Ucap Liam.

            “Aku memilih yang kedua saja.” Jawab Niall. “Karena aku tidak mau menjadi penyanyi lagi.” Sambungnya.

            Baru saja Louis bicara, seseorang datang mendatangi mereka dan kedatangannya sangat tidak diduga mereka. Terutama Niall! Ia tidak sedang mimpi kan?

            “Hai.” Sapa orang itu dengan sedikit malu dan gugup.

            “Ha.. Harry?” Ucap Niall tidak percaya.

***

            Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang dan suasana di dalam mobil itu sangat ceria. Ternyata, hal yang sedih bisa berubah menjadi hal yang gembira. Tidak henti-hentinya Niall tertawa bersama Harry hingga perutnya sakit.

            “Iya.. Iya.. Dulu aku suka mengerjaimu dan sekarang giliran kau yang mengerjaiku. Oke!” Ucap Niall.

            “Maaf Yell.. Bukannya aku ingin mengerjaimu. Tapi ya tidak taulah.” Ucap Harry.

            Zayn yang sedaritadi ingin berbicara dengan Harry akhirnya angkat bicara. “Ternyata kau cukup periang juga, sama seperti Niall.” Ucapnya.

            “Jika manusia tidak periang, makan hidupnya akan gelap dan menyedihkan.” Ucap Harry.

            Zayn tertawa mendengar ucapan Harry. “Kuharap kau masih ingat namaku.” Ucapnya.

            Sementara di depan sana, Louis tampak sedikit kesal. Tidak tau kenapa. Apa dia kesal akan kedatangan Harry? Bukannya Louis sudah menerima jika Harry bergabung ke bandnya? Louis memang labil dan tidak tau kenapa.

            “Kau kenapa sih Lou? Seharusnya kau senang dengan kehadiran Harry.” Ucap Liam yang duduk di depan bersama Louis. Sedangkan Louis yang menyetir mobil itu.

            “Aku tidak tau mengapa tiba-tiba aku kesal. Ya do’akan saja semoga aku baik-baik saja dan bisa ramah dengan Harry.” Ucapnya.

            Tidak terasa mereka sudah sampai di rumah Anson yang begitu megah. Harry ragu memandangi rumah megah itu. Benarkah keputusannya ini? Jika Anson melihatnya, apakah Anson mau menerimanya? Anson kan manager mereka.

            “Aku harap dia masih memberikan satu kesempatan lagi.” Ucap Niall.

            “Aku yakin sekali dia sedang menunggu kami.” Ucap Liam.

            Benar saja. Anson sedang duduk di sofa ruang tamu sambil membaca koran. Lelaki separuh baya itu tersenyum ramah menyambut kedatangan lima pemuda yang tampan itu. Kemudian kedua matanya melirik ke arah seorang pemuda yang asing baginya. Anson hampir lupa bahwa Austin sudah meninggal dan entah mengapa ia sangat mengharapkan kehadiran Austin karena baginya Austin sangatlah hebat dan tidak akan tergantikan.

            “Apa kabar kalian semua? Sudah lama kita tidak bertemu.” Ucap Anson.

            “Kami baik. Kami senang bisa bertemu kembali denganmu.” Jawab Liam.

            Setelah berbicara basa-basi, pembicaraan serius pun dimulai. Liam berharap Anson mau menerima Harry, bagaimanapun keadaan Harry.

            “Jadi, kau yang bernama Harry Styles?” Tanya Anson sambil menatap Harry.

            “Ya.” Jawab Harry singkat.

            “Kau benar serius akan bergabung dengan The Potatoes? Maksudku The Black and White?” Tanyanya lagi.

            “Ya.” Jawab Harry.

            Niall berusaha menahan tawanya mendengar jawaban Harry yang begitu membosankan. Tidak adakah kata lain selain ‘ya’? Harry memang irit bicara dan hanya berbicara lepas jika bersama orang terdekatnya

            “Baiklah. Aku akan memberikan kalian satu kesempatan saja. Jika kalian gagal, aku tidak akan mau menjadi manager kalian. Lagipula, banyak sekali yang menawariku bekerja. Ada band rock yang bernama Rock Star dan aku ditawari bekerja disana. Tapi karena masih ada kalian, aku lebih memilih kalian.” Jelas Anson.

            Semua orang tau siapa Rock Star itu. Mereka adalah band yang cukup terkenal yang berasal dari Amerika dan ketenaran mereka hampi sampai di seluruh dunia.

            “Tapi aku tidak yakin apakah kalian bisa. Aku merasa teman kalian itu sama sekali tidak berbakat. Seharusnya kalian mencari pengganti Austin yang sama seperti Austin. Sayang sekali. Sebenarnya aku mempunyai pengganti Austin. Namanya Justin. Nama mereka saja hampir kembar. Kalian tau kan siapa Justin itu? Dia adalah penyanyi solo yang terkenal dan saat aku tawari untuk menggantikkan Austin, dia bersedia.”

            Mendengar penjelasan Anson, Louis langsung angkat bicara. “Kenapa kau tidak memberitahu kami sejak awal? Aku tidak menyangka Justin mau bergabung dengan kami.” Ucapnya.

            Sementara itu, Niall yang merasa tidak suka dengan kata-kata Anson yang jelas-jelas sudah menyakiti hati Harry malah ingin menghajar Anson. Anson yang sekarang sangat berbeda dengan Anson yang dulu. Dulu, ia sering bercanda dengan Anson dan Anson sama sekali tidak pernah membuatnya marah apalagi menyindir orang lain. Dan sekarang?

            “Aku tidak sempat menghubungi kalian dan tau-taunya kalian sudah menemukan pengganti Austin. Jadi apa boleh buat?” Ucap Anson.

            “Kalau begitu, biarlah Harry keluar dan ajaklah Justin bergabung dengan kami!” Ucap Louis.

            Entahlah apakah Louis sedang mabuk atau tidak. Berani-beraninya Louis mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang lebih pedas dari kalimat Aston. Liam langsung menenangkan Louis yang sepertinya sedang berada di luar kendali.

            “Sudahlah Lou. Apa kau tidak sadar kalau disini ada Harry?” Bisik Liam. Louis pun terdiam. “Kau sudah setuju untuk memasukkan Harry ke dalam band kita dan kau tidak boleh menyesal. Mungkin ini adalah cobaan pertama kita.” Sambungnya. Liam melirik ke arah Harry dan cowok itu ternyata diam tanpa ekspresi.

            “Kami tidak membutuhkan Justin karena sudah ada Harry dan kami tidak menyesali apa yang sudah kami lakukan.” Ucap Liam dengan tegas.

            Anson tersenyum. “Bagus Liam! Ternyata kau lebih pintar dibanding Louis.” Ucapnya.

            Giliran Louis yang menjadi sasaran sindiran Anson dan Louis memilih untuk diam. Toh dirinya memang bodoh. Louis sadar akan hal itu.

            “Jadi, bisakah kami menggunakan kesempatan itu?” Tanya Liam.

            “Tentu saja. Aku sudah mendengar lagu ciptaan Niall dan Harry. Aku menyukainya. Aku akan memberi kalian satu kesempatan saja. Besok siang, kalian berlima harus tampil menyanyikan dua lagu. Pertama lagu bebas dan kedua lagu ciptaan Niall dan Harry. Di panggung nanti, kalian harus membuatku kagum. Jika seandainya penampilan kalian kacau dan membuatku kecewa, maka kesempatan itu akan hilang.” Jelas Anson yang membuat kelimanya menjadi sedikit ketakutan. Besok?

            “Mengapa harus besok? Bahkan kami belum pernah bernyanyi dengan Harry!” Protes Louis.

            “Itu urusan kalian. Ohya, aku ingin kalian membuat nama yang baru. The Black and White. Kedengaran membosankan.” Ucap Anson.

            Bisa tidak sih makhluk bernama Anson itu tidak usah menyindir? Louis jadi kesal sendiri. Dan besok. Louis tidak yakin apa bisa tampil dengan maksimal. Jika ada Austin, tentu saja ia akan semangat.

            “Baiklah. Kami akan berusaha melakukan yang terbaik.” Ucap Liam sambil tersenyum.

***

            “Entah mengapa Anson yang sekarang begitu menyebalkan.” Ucap Niall setelah berada di dalam mobil.

            “Ya. Aku kira dia semakin baik dengan kita.” Tambah Zayn.

            Mendengar suara Niall dan Zayn, Liam langsung bicara. “Sabar teman-teman. Anson sedang mengetes kita. Besok, kita harus membuktikan kalau kita bisa membuatnya kagum. Setelah ini kita akan latihan.” Ucapnya.

            “Ah, aku belum menghafal lagunya. Besok saja latihannya. Hari ini aku sedang malas.” Ucap Louis.

            “Lou, kau niat tidak sih? Aku tidak mau penampilan kita menjadi kacau hanya karena kau!” Ucap Liam.

            “Lagipula, Harry pasti khawatir dengan Ele.” Ucap Louis.

            Di belakang sana, pikiran Harry langsung tertuju kepada adiknya. Sudah berjam-jam ia meninggalkan Ele. Wajahnya pun berubah menjadi panik dan khawatir.

            “Louis benar. Kita belum menghafal lagunya. Acaranya kan di siang hari dan kita bisa latihan di pagi harinya.” Ucap Niall.

            “Ya sudah kalau begitu.” Kata Liam mengalah. Tapi tidak masalah baginya jika harus latihan besok karena ia merasa sudah tidak perlu latihan lagi. Nah, masalahnya sekarang adalah Harry. Siapkah Harry dengan hari esok?

            “Terpenting, kita harus mencari nama lain. Nama yang lebih bagus untuk band kita.” Kata Niall.

            “Ohya, aku hampir lupa. Ada yang mau memberi saran?” Tanya Liam.

            Semuanya terdiam. Mungkin pikiran mereka sedang buntu sehingga tidak bisa menemukan nama yang cocok untuk band baru mereka. Apalagi Louis. Cowok itu tengah sibuk mengemudi dan sepertinya tidak mau tau apa yang dibicarakan Liam.

            “One Direction.” Ucap sebuah suara yang tidak lain adalah suara Harry.

            Mendengar suara Harry, semuanya langsung menoleh ke arah Harry, kecuali Louis. Bagaimana mungkin dia bisa menoleh kebelakang kecuali memberhentikan mobilnya?

            “One Direction.” Ulang Harry sekali lagi.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar