It Doesn’t Matter If You Be A Star or
Not
.
Lagi-lagi, pemuda itu bertemu
kembali dengan seseorang yang ia yakini telah membunuh Austin. Anehnya, si
pembunuh Austin itu selalu mendatanginya di malam hari. Apa di waktu-waktu lain
orang itu sangat sibuk dan hanya bisa menemuinya di malam hari?
“Sepertinya kau sudah mulai berani.”
Ucap orang itu sambil tersenyum.
Si pemuda itu berusaha untuk tenang.
“Itu kan hak-ku. Apa kau takut jika kedudukanmu akan ku ganti?”
Perlahan, orang itu berjalan
mendekat ke arahnya dan kini jarak keduanya cukup dekat. “Aku tau siapa dirimu
dibanding mereka. Bahkan adikmu sendiri!” Ucapnya.
“Ya. Kau pasti tau tentangku dari
Austin. Jujur saja, aku sangat kecewa denganmu. Mengapa kau tega sekali
membunuh Austin hanya karena kau cemburu karena Austin lebih memilih Emma
ketimbang dirimu.”
“Ohya? Sebentar lagi aku juga akan
menyusul Austin. Aku rasa tidak ada gunanya hidup di dunia ini. Tapi,
pertama-tama aku ingin menyelesaikan semua urusanku agar ketika aku mati, aku
akan tenang. Termasuk mengejar impian-impianku yang hampir aku raih.”
Entah mengapa pemuda itu menatap
lawan bicaranya dengan penuh rasa kasihan. “Sebaiknya kau lupakan semua
impianmu itu. Kau tidak perlu meraihnya dengan kondisi yang seperti itu. Kau
sedang terkena sakit parah dan kau harus istirahat. Apa gunanya menjadi seorang
bintang kalau kau Cuma pamer saja?”
Orang itu menatapnya dengan tajam.
“Aku tau. Aku tau kau adalah bintang yang hilang. Kau adalah bintang yang
sebenarnya dan sebentar lagi kau akan menguasai dunia. Dan aku tidak mau hal
itu terjadi. Kau sudah berjanji padaku untuk tidak berurusan lagi dengan
duniaku. Dunia yang sangat aku cintai.”
Pemuda itu baru tau bahwa orang
didepannya ini adalah orang yang gampang cemburu. “Buanglah sikap kanak-kanakmu
itu. Kau sudah besar. Tidak sepantasnya kau cemburu. Apa kau takut jika aku
benar-benar menggantikan posisimu sebagai bintang itu?”
“Aku hanya ingin meraih semua yang
aku inginkan sebelum aku mati. Itu saja. Dan aku sangat berharap padamu untuk
tidak menghadang impianku, ataupun menggagalkan impianku!” Ucapnya lalu pergi
meninggalkan pemuda itu.
Sementara itu, pemuda itu menatap
kepergian orang itu tanpa ekspresi. “Kau sudah menjadi seorang bintang..”
Ucapnya lirih.
***
“Mari kita beri tepuk tangan kepada
para bintang-bintang kita! Mari kita beri tepuk tangan kepada The Invsible!”
Ucap pembawa acara itu.
Suara riuh mulai terdengar ketika
The Invisible mucul. Luke-lah yang paling diteriaki. Siang itu, Luke tampak
segar dan tampan. Berkali-kali dia melambaikan tangannya tuk sekedar menyapa
fans-nya. Acara interview ini semakin seru dan semakin menyenangkan!
“Sebagai ketua The Invisible,
kira-kira apakah kau pernah mendapat halangan atau tantangan?” Tanya wartawan
itu. Tentu saja pertanyaan itu ditujukan pada Luke.
Sebelum menjawab, Luke memakerkan
senyum-nya dan satu lesung pipit sangat jelas terbentuk di pipi kanannya.
“Tentu saja. Membentuk sebuah boyband sangatlah susah. Kami banyak sekali
mendapatkan tantangan berat. Sampai akhirnya kami bisa menguasai dunia musik
dan kami sangat senang karena kami bisa mengganti posisi boyband sebelumnya,
The Potatoes.” Ucapnya dan suaranya sedikit ditekan saat ia menyebut nama ‘The
Potatoes.’
Jika ada Louis disini, Louis
langsung menghajar Luke saat itu juga. Gimana tidak marah sementara Luke
menyindir The Potatoes. Bagi Louis, The Potatoes itu tidak akan pernah
tergantikan. The Invisible bukanlah penerus The Potatoes ataupun pengganti The
Potatoes.
“Apa kau tidak menyukai The
Potatoes? Setau kami, The Invisible tenar ketika The Potatoes bubar.” Tanya
wartawan itu.
“Bukannya aku tidak menyukai The
Potatoes, tapi aku hanya tidak ingin ada saingan. The Potatoes sangatlah hebat
saat masih ada Austin dan aku yakin sekali tidak ada seorang pun yang bisa
menggantikan Austin. Dia adalah seorang penyanyi yang hebat. Tapi aku berharap,
Potatoers dengan Invisiblers tidak bertengkar karena aku tidak menyukai hal
itu. Jika ada gosip yang mengatakan kalau aku suka menyendir The Potatoes, itu
salah besar! Dan aku berharap The Invisible akan tetap eksis di dunia musik
dalam waktu yang cukup lama.” Ucap Luke panjang lebar.
Tepuk tangan mulai terdengar semakin
keras. Akhirnya, pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mereka penasarankan
akhirnya terjawab juga. Ternyata Luke sama sekali tidak membenci The Potatoes
dan Luke malah memuji Austin.
Setelah acara selesai, The Invisible
bisa istirahat. Tapi mereka tidak bisa langsung istirahat karena banyak fans
yang berdatangan tuk sekedar mengambil gambar dengan mereka.
“Kau baik-baik saja Luk?” Tanya Mark
yang sadar bahwa wajah Luke begitu pucat, tidak seperti biasanya.
“Tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawabnya
dengan suara yang begitu lemah.
***
Bintang
baru telah tiba! Mereka adalah The Invisible yan beranggotakan lima pemuda
tampan dan salah satunya adalah Luke. Siapa sih yang tidak kenal dengan Luke?
Dia seakan-akan seperti Austin. Invisiblers yang dikenal sebagai fans fanatik
The Invisible mulai bertambah banyak. Benar-benar hebat! Baru saja mengadakan
konser sekali dan mereka langsung tenar. Padahal album pertama mereka belum
mereka rilis dan….
“The Invisible sialan! Luke, si
sombong dan tidak mau mengalah itu benar-benar keterlaluan! Selalu saja dia
yang menjadi bintang dan tidak mau ada orang yang menandinginya. Dasar egois!”
Gumam Louis saat menonton acara interview itu.
Kebetulan di rumah Louis ada Zayn.
“Kau kenapa sih? Biarkan saja mereka menjadi seperti itu. Dulu, kita sudah
pernah menjadi bintang dan sekarang mereka yang menggantikan kita. Ingat Lou,
tidak selama-lamanya seseorang menjadi bintang..”
“Tapi aku begitu kesal dengan Luke!
Dia berbohong kepada media kalau dia tidak membenci The Potatoes. Padahal dia
suka menyindirku. Buktinya saat dia mengacaukan acara wajib kita.” Kata Louis.
Perkataan Louis memang benar. Luke
seperti tidak ingin The Potatoes tenar lagi. Zayn berpikir sesaat, lalu ia
bicara. “Kalau begitu, ayo kita buktikan kepada dunia kalau kita bisa
menandingi The Invisible. Lagu kemarin sangat bagus.”
Zayn merasa bodoh ketika mengucapkan
‘lagu kemarin sangat bagus’ yang jelas-jelas ada hubungannya dengan Harry. Louis
kan sangat membenci Harry.
“Sebenarnya, lebih besar mana rasa
benciumu terhadap Harry atau Luke?”
***
Berkali-kali Niall menghela nafas
dalam-dalam dan berusaha untuk tetap tenang saat membaca timeline-nya. Disana
isinya tentang Luke semua. Niall sangat kecewa. Akun-akun yang dulunya setengah
mati meminta follow back padanya dan sudah ia follow back ternyata banyak yang
meng-unfollow-nya. Maksudnya apa sih?
Menjadi bintang itu hanyalah
sementara. Niall begitu kecewa saat dulu, saat ia masih aktif di dunia musik
banyak yang membicarakannya dan banyak yang meneriaki namanya saat ia dan
anggota The Potatoes lainnya bernyanyi di atas panggung. Dan sekarang? Itulah
mengapa Niall sangat membenci kata ‘terkenal’. Percuma menjadi orang yang
terkenal jika ujung-ujungnya dicampakkan seperti ini.
Ia harus melakukan sesuatu untuk
memperbaiki semuanya. Masih banyak kesempatannya. Ia masih bisa bernyanyi,
bermain gitar dan membuat lagu. Apa salahnya bernyanyi untuk diri sendiri? Kali
ini Niall malas memikirkan fans dan sejenisnya. Cowok berambut pirang itu sudah
benar-benar kecewa.
“Dulu saat kami masih aktif, kami
dielu-elukan. Dan sekarang?” Kata Niall.
“Itulah mengapa aku sangat tidak
menyukai para artis.” Ucap Harry. Niall langsung menatap Harry, menunggu
kelanjutan dari ucapan Harry. “Tidak peduli apa kau menjadi seorang bintang
atau tidak. Kau jangan kecewa. Dulu adalah dulu dan sekarang adalah sekarang.
Masa lalu biarkanlah berlalu. Kulihat, hidupmu lebih tenang dan bebas dibanding
ketika kau menjadi seseorang yang terkenal.”
“Tapi Harr, aku tidak suka melihat
Luke! Benar apa kata Louis! Luke itu tukang pamer! Dia merendah-rendahkan kami
walau sewaktu di interview dia mengaku kalau dia tidak pernah menyindir atau
membenci kami.” Kata Niall setengah emosi.
Niall sadar mengapa waktu itu Louis
sangat emosi karena Luke, sampai-sampai menuduh Harry karena Harry ada
hubungannya dengan Luke.
“Mungkin Luke punya maksud tertentu
untuk melakukan ini. Jarang ada artis atau penyanyi yang sombong dan suka
menyindir penyanyi lain yang berada di bawahnya.” Kata Harry.
Tentu saja Niall kepikiran dengan
perkataan Harry. “Mungkin saja. Lagipula Luke adalah musuh bebuyutan Louis
semasa SMA dan keduanya sama-sama saling membenci.” Ucapnya.
“Hmmm.. Sekarang bagaimana
rencanamu?” Tanya Harry.
Niall menatap Harry dengan heran.
“Rencana apa?” Tanyanya.
“Kau kan sudah membuat satu lagu.
Kenapa kau tidak mencoba saja? Kalian harus tetap eksis walau tanpa Austin.
Siapa tau kalian akan lebih hebat dari The Invisible.” Jawab Harry.
Tidak tau mengapa kata-kata itu bisa
keluar dari mulut Harry. Tapi Niall merasa telah diberi suntikan segar hanya
karena mendengar kata-kata Harry itu.
“Tapi aku lebih memilih sendiri aja.
Band kami tidak bisa terbentuk lagi. Louis sangat membencimu, juga lagu
kemarin.” Ucap Niall.
Harry tersenyum. “Aku janji setelah
ini tidak akan menganggu kalian. Atau lebih baiknya aku tidak dulu bertemu
denganmu supaya Louis tidak lagi membenciku. So, selamat berjuang! Semoga
sukses.” Ucapnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar