expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 12 )



It Doesn’t Matter If You Be A Star or Not
.

            Lagi-lagi, pemuda itu bertemu kembali dengan seseorang yang ia yakini telah membunuh Austin. Anehnya, si pembunuh Austin itu selalu mendatanginya di malam hari. Apa di waktu-waktu lain orang itu sangat sibuk dan hanya bisa menemuinya di malam hari?

            “Sepertinya kau sudah mulai berani.” Ucap orang itu sambil tersenyum.

            Si pemuda itu berusaha untuk tenang. “Itu kan hak-ku. Apa kau takut jika kedudukanmu akan ku ganti?”

            Perlahan, orang itu berjalan mendekat ke arahnya dan kini jarak keduanya cukup dekat. “Aku tau siapa dirimu dibanding mereka. Bahkan adikmu sendiri!” Ucapnya.

            “Ya. Kau pasti tau tentangku dari Austin. Jujur saja, aku sangat kecewa denganmu. Mengapa kau tega sekali membunuh Austin hanya karena kau cemburu karena Austin lebih memilih Emma ketimbang dirimu.”

            “Ohya? Sebentar lagi aku juga akan menyusul Austin. Aku rasa tidak ada gunanya hidup di dunia ini. Tapi, pertama-tama aku ingin menyelesaikan semua urusanku agar ketika aku mati, aku akan tenang. Termasuk mengejar impian-impianku yang hampir aku raih.”

            Entah mengapa pemuda itu menatap lawan bicaranya dengan penuh rasa kasihan. “Sebaiknya kau lupakan semua impianmu itu. Kau tidak perlu meraihnya dengan kondisi yang seperti itu. Kau sedang terkena sakit parah dan kau harus istirahat. Apa gunanya menjadi seorang bintang kalau kau Cuma pamer saja?”

            Orang itu menatapnya dengan tajam. “Aku tau. Aku tau kau adalah bintang yang hilang. Kau adalah bintang yang sebenarnya dan sebentar lagi kau akan menguasai dunia. Dan aku tidak mau hal itu terjadi. Kau sudah berjanji padaku untuk tidak berurusan lagi dengan duniaku. Dunia yang sangat aku cintai.”

            Pemuda itu baru tau bahwa orang didepannya ini adalah orang yang gampang cemburu. “Buanglah sikap kanak-kanakmu itu. Kau sudah besar. Tidak sepantasnya kau cemburu. Apa kau takut jika aku benar-benar menggantikan posisimu sebagai bintang itu?”

            “Aku hanya ingin meraih semua yang aku inginkan sebelum aku mati. Itu saja. Dan aku sangat berharap padamu untuk tidak menghadang impianku, ataupun menggagalkan impianku!” Ucapnya lalu pergi meninggalkan pemuda itu.

            Sementara itu, pemuda itu menatap kepergian orang itu tanpa ekspresi. “Kau sudah menjadi seorang bintang..” Ucapnya lirih.

***

            “Mari kita beri tepuk tangan kepada para bintang-bintang kita! Mari kita beri tepuk tangan kepada The Invsible!” Ucap pembawa acara itu.

            Suara riuh mulai terdengar ketika The Invisible mucul. Luke-lah yang paling diteriaki. Siang itu, Luke tampak segar dan tampan. Berkali-kali dia melambaikan tangannya tuk sekedar menyapa fans-nya. Acara interview ini semakin seru dan semakin menyenangkan!

            “Sebagai ketua The Invisible, kira-kira apakah kau pernah mendapat halangan atau tantangan?” Tanya wartawan itu. Tentu saja pertanyaan itu ditujukan pada Luke.

            Sebelum menjawab, Luke memakerkan senyum-nya dan satu lesung pipit sangat jelas terbentuk di pipi kanannya. “Tentu saja. Membentuk sebuah boyband sangatlah susah. Kami banyak sekali mendapatkan tantangan berat. Sampai akhirnya kami bisa menguasai dunia musik dan kami sangat senang karena kami bisa mengganti posisi boyband sebelumnya, The Potatoes.” Ucapnya dan suaranya sedikit ditekan saat ia menyebut nama ‘The Potatoes.’

            Jika ada Louis disini, Louis langsung menghajar Luke saat itu juga. Gimana tidak marah sementara Luke menyindir The Potatoes. Bagi Louis, The Potatoes itu tidak akan pernah tergantikan. The Invisible bukanlah penerus The Potatoes ataupun pengganti The Potatoes.

            “Apa kau tidak menyukai The Potatoes? Setau kami, The Invisible tenar ketika The Potatoes bubar.” Tanya wartawan itu.

            “Bukannya aku tidak menyukai The Potatoes, tapi aku hanya tidak ingin ada saingan. The Potatoes sangatlah hebat saat masih ada Austin dan aku yakin sekali tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan Austin. Dia adalah seorang penyanyi yang hebat. Tapi aku berharap, Potatoers dengan Invisiblers tidak bertengkar karena aku tidak menyukai hal itu. Jika ada gosip yang mengatakan kalau aku suka menyendir The Potatoes, itu salah besar! Dan aku berharap The Invisible akan tetap eksis di dunia musik dalam waktu yang cukup lama.” Ucap Luke panjang lebar.

            Tepuk tangan mulai terdengar semakin keras. Akhirnya, pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mereka penasarankan akhirnya terjawab juga. Ternyata Luke sama sekali tidak membenci The Potatoes dan Luke malah memuji Austin.

            Setelah acara selesai, The Invisible bisa istirahat. Tapi mereka tidak bisa langsung istirahat karena banyak fans yang berdatangan tuk sekedar mengambil gambar dengan mereka.

            “Kau baik-baik saja Luk?” Tanya Mark yang sadar bahwa wajah Luke begitu pucat, tidak seperti biasanya.

            “Tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawabnya dengan suara yang begitu lemah.

***

            Bintang baru telah tiba! Mereka adalah The Invisible yan beranggotakan lima pemuda tampan dan salah satunya adalah Luke. Siapa sih yang tidak kenal dengan Luke? Dia seakan-akan seperti Austin. Invisiblers yang dikenal sebagai fans fanatik The Invisible mulai bertambah banyak. Benar-benar hebat! Baru saja mengadakan konser sekali dan mereka langsung tenar. Padahal album pertama mereka belum mereka rilis dan….

            “The Invisible sialan! Luke, si sombong dan tidak mau mengalah itu benar-benar keterlaluan! Selalu saja dia yang menjadi bintang dan tidak mau ada orang yang menandinginya. Dasar egois!” Gumam Louis saat menonton acara interview itu.

            Kebetulan di rumah Louis ada Zayn. “Kau kenapa sih? Biarkan saja mereka menjadi seperti itu. Dulu, kita sudah pernah menjadi bintang dan sekarang mereka yang menggantikan kita. Ingat Lou, tidak selama-lamanya seseorang menjadi bintang..”

            “Tapi aku begitu kesal dengan Luke! Dia berbohong kepada media kalau dia tidak membenci The Potatoes. Padahal dia suka menyindirku. Buktinya saat dia mengacaukan acara wajib kita.” Kata Louis.

            Perkataan Louis memang benar. Luke seperti tidak ingin The Potatoes tenar lagi. Zayn berpikir sesaat, lalu ia bicara. “Kalau begitu, ayo kita buktikan kepada dunia kalau kita bisa menandingi The Invisible. Lagu kemarin sangat bagus.”

            Zayn merasa bodoh ketika mengucapkan ‘lagu kemarin sangat bagus’ yang jelas-jelas ada hubungannya dengan Harry. Louis kan sangat membenci Harry.

            “Sebenarnya, lebih besar mana rasa benciumu terhadap Harry atau Luke?”

***

            Berkali-kali Niall menghela nafas dalam-dalam dan berusaha untuk tetap tenang saat membaca timeline-nya. Disana isinya tentang Luke semua. Niall sangat kecewa. Akun-akun yang dulunya setengah mati meminta follow back padanya dan sudah ia follow back ternyata banyak yang meng-unfollow-nya. Maksudnya apa sih?

            Menjadi bintang itu hanyalah sementara. Niall begitu kecewa saat dulu, saat ia masih aktif di dunia musik banyak yang membicarakannya dan banyak yang meneriaki namanya saat ia dan anggota The Potatoes lainnya bernyanyi di atas panggung. Dan sekarang? Itulah mengapa Niall sangat membenci kata ‘terkenal’. Percuma menjadi orang yang terkenal jika ujung-ujungnya dicampakkan seperti ini.

            Ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki semuanya. Masih banyak kesempatannya. Ia masih bisa bernyanyi, bermain gitar dan membuat lagu. Apa salahnya bernyanyi untuk diri sendiri? Kali ini Niall malas memikirkan fans dan sejenisnya. Cowok berambut pirang itu sudah benar-benar kecewa.

            “Dulu saat kami masih aktif, kami dielu-elukan. Dan sekarang?” Kata Niall.

            “Itulah mengapa aku sangat tidak menyukai para artis.” Ucap Harry. Niall langsung menatap Harry, menunggu kelanjutan dari ucapan Harry. “Tidak peduli apa kau menjadi seorang bintang atau tidak. Kau jangan kecewa. Dulu adalah dulu dan sekarang adalah sekarang. Masa lalu biarkanlah berlalu. Kulihat, hidupmu lebih tenang dan bebas dibanding ketika kau menjadi seseorang yang terkenal.”

            “Tapi Harr, aku tidak suka melihat Luke! Benar apa kata Louis! Luke itu tukang pamer! Dia merendah-rendahkan kami walau sewaktu di interview dia mengaku kalau dia tidak pernah menyindir atau membenci kami.” Kata Niall setengah emosi.

            Niall sadar mengapa waktu itu Louis sangat emosi karena Luke, sampai-sampai menuduh Harry karena Harry ada hubungannya dengan Luke.

            “Mungkin Luke punya maksud tertentu untuk melakukan ini. Jarang ada artis atau penyanyi yang sombong dan suka menyindir penyanyi lain yang berada di bawahnya.” Kata Harry.

            Tentu saja Niall kepikiran dengan perkataan Harry. “Mungkin saja. Lagipula Luke adalah musuh bebuyutan Louis semasa SMA dan keduanya sama-sama saling membenci.” Ucapnya.

            “Hmmm.. Sekarang bagaimana rencanamu?” Tanya Harry.

            Niall menatap Harry dengan heran. “Rencana apa?” Tanyanya.

            “Kau kan sudah membuat satu lagu. Kenapa kau tidak mencoba saja? Kalian harus tetap eksis walau tanpa Austin. Siapa tau kalian akan lebih hebat dari The Invisible.” Jawab Harry.

            Tidak tau mengapa kata-kata itu bisa keluar dari mulut Harry. Tapi Niall merasa telah diberi suntikan segar hanya karena mendengar kata-kata Harry itu.

            “Tapi aku lebih memilih sendiri aja. Band kami tidak bisa terbentuk lagi. Louis sangat membencimu, juga lagu kemarin.” Ucap Niall.

            Harry tersenyum. “Aku janji setelah ini tidak akan menganggu kalian. Atau lebih baiknya aku tidak dulu bertemu denganmu supaya Louis tidak lagi membenciku. So, selamat berjuang! Semoga sukses.” Ucapnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar