A Tragedy
.
Bagi Louis, ia merasa sudah lama
tidak bertemu Ele dan ia sangat merindukan gadis itu. Louis penasaran bagaimana
perasaan Ele terhadapnya. Menurutnya, Ele sama seperti dulu. Hanya
menganggapnya sebagai seorang teman, tidak lebih. Ia sendiri pun masih bingung
dengan perasaannya. Apakah ia memang menyukai Ele?
Pagi ini dunia mempertemukannya
dengan Ele. Tepatnya di sebuah caffe yang terletak tidak jauh dari
universitasnya. Di caffe yang tidak terlalu ramai itu, Louis berjanji akan
mengobrol banyak dengan Ele dan melepas rasa rindu itu.
“Sudah lama kita tidak bertemu.”
Kata Louis.
Ele tersenyum. “Ya. Aku tau kau
sangat sibuk. Dengar-dengar kau dan lainnya membuat band baru ya? The Black and
White ya namanya?” Tanyanya.
“Ya. Sebentar lagi kami akan
menghebohkan dunia.” Jawab Louis.
Ucapan Louis di balas tawa oleh Ele.
“Kalian masih berempat kan?” Tanyanya.
Louis menghela nafas panjang. “Untuk
sementara ini.” Jawabnya. Tiba-tiba ia teringat Harry dan lagunya.
“Kenapa tidak mencari personil
lagi?” Tanya Ele.
Louis balik nanya. “Kau kira mencari
anggota boyband itu mudah?” Tanyanya.
Ele yang tidak tau apa-apa memilih
untuk diam. Memang sih mencari anggota baru itu cukup sulit dan belum tentu
juga bisa di ajak kerja sama. Coba jika masih ada Austin. Mungkin The Potatoes
akan semakin terkenal dan The Invisible kalah telak.
“Kapan aku bisa bertemu dengan
kakakmu yang hebat itu?” Tanya Louis.
Bahkan Ele sampai lupa dengan
janjinya yang akan memperkenalkan Louis dengan kakaknya. “Ohya aku lupa. Mmm..
Ntar aja deh aku lihat dulu. Kalau kakakku sedang ada waktu senjang baru akan
ku kasih tau.” Jawabnya.
“Oke. Aku paham kok dengan kakakmu
yang super duper sibuk itu.” Ucap Louis.
Tiba-tiba wajah Ele berubah menjadi
sedih. Melihat hal itu, Louis menjadi khawatir. Apa omongannya tadi salah?
Kakaknya Ele kan memang sangat sibuk?
“Sekarang kakakku tidak seperti dulu
lagi. Dia sering keluar rumah dan jarang pulang. Tapi bukan untuk digunakan
belajar dan bekerja.” Kata Ele.
“Kenapa? Kakakmu kan sedang berjuang
keras untuk cepat-cepat lulus kuliah dan mempertahankan beasiswa?” Tanya Louis
heran.
Ele menghela nafas dalam-dalam. “Aku
tidak tau. Katanya dia mau berhenti kuliah karena sudah bosan kuliah. Nilainya
saja sudah banyak yang C. D pun ada!”
Tidak mungkin orang seperti kakak
Ele yang bagi Louis sangat menginspiratif bisa berubah seperti yang Ele
ceritakan. Pasti ada sesuatu yang membuat kakak Ele berubah. Jika ia bisa
membantu maka ia siap membantunya.
“Tapi kalau perlu bantuan, jangan
malu-malu beritahu aku ya. Siapa tau aku bisa membantumu.” Kata Louis.
“Terimakasih Lou, kau sangat baik
padaku. Padahal aku hanyalah seorang gadis biasa. Banyak lho yang iri padaku
karena aku dekat dengan seorang Louis Tomlinson. Dan kenapa kau tidak memilih
berteman dengan gadis yang lebih baik dariku?”
Jantung Louis berdetak lebih kencang
saat Ele mengucapkan kata ‘berteman.’ Ya. Ia kan memang teman Ele. Hanya teman
Ele. Namun mengapa ia ingin meminta lebih dari itu?
“Besok malam, aku akan mengajakmu
kencan dan kau harus ikut. Oke?” Ucap Louis.
***
“Kau serius dengan rencanamu ini?”
Tanya seorang pria berkumis tebal.
“Ya. Aku sudah merencanakannya sejak
dulu. Walaupun dia sangat baik padaku, tapi dia telah menghancurkan hubunganku
dengan Austin.”
“Tapi, itu salah. Dia berniat baik
untuk mencegah perbuatanmu yang tidak wajar itu. Seharusnya kau sadar dong
kalau perbuatanmu itu salah.”
Pemuda itu menatap si pria kumis
dengan tajam. “Kalau kau tidak mau, uang semiliyaran rupiah itu tidak akan aku
beri padamu.” Ucapnya mengancam.
***
Malam harinya, Ele menemukan
kakaknya yang sedang duduk di teras rumah. Tidak lupa Ele membuatkannya
secangkir teh hangat. Ele pun memilih duduk di samping kakaknya sambil menatap
langit malam yang begitu indah. Tiba-tiba ia teringat dengan Louis. Sebuah
senyum menghiasi wajahnya.
“Kau menyukainya.” Kata Kakaknya
itu.
Tentu saja Ele tersipu malu
mendengar ucapan kakaknya. “Iya, Ele memang menyukainya. Tetapi dia adalah
seorang bintang, sementara aku?”
“Karena itulah kau harus
melupakannya.”
Ucapan kakaknya memang benar.
Perasaannya pada Louis semakin lama semakin menjadi-jadi. Kehadiran cinta itu
tidak bisa dicegah. Tapi Ele tidak menyesal karena telah mencintai Louis. Tapi
apa salahnya menyukai Louis? Ia kan punya hak untuk menyukai siapapun. Bahkan
jika Louis adalah seorang Pangeran tampan yang lahir dari sepasang Raja dan
Ratu yang sangat disegani rakyat.
“Tidak apa. Ele akan terus mencintai
Louis dan Ele tidak peduli jika seandainya Louis pacaran dengan gadis lain.”
Kakaknya langsung menatapnya.
“Artinya kau mau saja dijajah oleh Louis!” Ucapnya.
Ele tersenyum. “Ele tidak paham apa
yang dimaksud dengan kata ‘dijajah’ yang kakak ucapkan.”
Terkadang, kakaknya itu tidak bisa
mengerti jalan pikirannya. Tapi bagaimanapun juga, kakaknya itu sangat sayang
padanya walau belakang-belakangan ini sedikit berubah.
“Mau tidak besok malam Ele akan
perkenalkan kakak dengan Louis?” Tanya Ele.
“Tidak perlu!” Ucap kakaknya dengan
suara tinggi. “Dia tidak perlu mengenalku.” Sambungnya.
“Kenapa? Kakak-kan pernah berjanji
suatu hari nanti mau Ele kenalkan dengan Louis?”
Kakaknya itu tidak menjawab
pertanyaannya. Ele memilih untuk mengubah topik pembicaraan. “Bagaimana dengan
kuliah kakak?” Tanyanya.
“Kakak kehilangan beasiswa dan
sebentar lagi kakak akan berhenti kuliah. Uang kakak sudah habis. Untuk makan
besok saja tidak ada.” Ucapnya dengan lirih.
***
Berani tidak ya? Berkali-kali Niall
mondar-madir layaknya orang yang kebingungan. Zayn pusing melihat sahabatnya
itu. Karena itu-lah Zayn memilih mendengar lagu lewat headsetnya.
“Aku akan menemui Harry sekarang
juga!”
Tujuan utamanya yaitu perpustakaan.
Untunglah Harry ada disana. Niall melihat Harry yang sedang serius membaca
buku. Anak yang rajin.
“Harr, aku ingin berbicara serius
denganmu.” Ucap Niall.
Entah sejak kapan Niall sudah ada di
dekatnya tanpa terlebih dahulu menyapanya. Tentu saja Harry kaget. Niall
seperti hantu saja, datang secara tiba-tiba lalu membuatnya kaget.
“Apa? Bicara saja.” Ucap Harry.
Sesaat Niall ragu untuk berbicara,
tiba-tiba ia teringat di ruang musik itu. Ya, sekarang Harry adalah sahabatnya
jadi ia tidak perlu ragu. “Ku mohon kau bergabung dengan band-ku. Aku, kau,
Liam, Louis dan Zayn. Pleasee..” Jawabnya memelas.
“Kenapa harus aku?” Tanya Harry.
“Aku juga tidak tau. Tapi menurutku
kau cocok menggantikan Austin. Liam dan Zayn pun setuju dan mereka malah
mendukungku. Masalah Louis, biar ku atur. Gimana?”
Sesaat Harry berpkir. Ingatannya
kembali pada saat ia dan Niall bernyanyi bersama menyanyikan lagu Little Things
dan ia menyanyikan lagunya yang berjudul Fireproof dengan penuh semangat.
Parahnya lagi, Emma melihat semua itu dengan jelas. Apakah ia sudah terlalu
bodoh?
“Kau ingin tau apa jawabanku?” Tanya
Harry.
“Ya.” Jawab Niall.
“Tidak.” Ucap Harry.
***
Sore hari yang sedikit agak mendung.
Ele sangat tidak sabar menunggu malam harinya. Disana ia akan berkencan dengan
Louis. Rencananya, Louis akan menjemutnya tepat di depan rumahnya dan disana
harus ada kakaknya sehingga Louis tau bagaimana kakaknya agar rasa penasaran
Louis menghilang.
Sebentar lagi ia akan sampai di
rumah. Terlebih dahulu Ele harus menyebrangi jalan raya yang besar. Untunglah jalan
rayanya cukup sepi jadi Ele tidak perlu melihat ke kanan dan kiri. Yang ada
dipikirannya hanyalah Louis, Louis dan Louis. Ketika ia menyebrang pun masih
memikirkan Louis dan sempat tersenyum sendiri.
Dari jarak yang cukup dekat, sebuah
mobil berkecepatan tinggi melaju seakan tidak peduli dengan jalan yang
didepannya. Sepertinya si pengemudi mobil itu sedang mabuk. Tepat disasarannya!
Batin si pengemudi mobil itu.
Sementara Ele yang masih memikirkan
Louis dan tidak menyadari datangnya mobil itu hanya bisa kaget dan menjerit.
Bisa ia rasakan kepalanya yang begitu sakit dan kaki kanannya yang teramat
sakit melebihi rasa sakit di kepalanya, dan Ele sadar ada cairan merah keluar
dari wajahnya. Sakit. Itulah yang ia rasakan. Namun samar-samar Ele masih mendengar
suara seorang laki-laki.
“Kau berhasil! Kita lihat saja
bagaimana aksi sang kakaknya itu!”
***
“Dok, gimana keadaan adik saya?”
Tanya sebuah suara yang tidak lain adalah kakak Ele. Wajahnya begitu panik,
pucat dan lelah.
Sungguh, ia tidak menyangka kejadian
tragis itu menimpa adiknya. Seharusnya ia yang saat ini berbaring di atas
ranjang rumah sakit dengan selang yang menusuk urat tangan dan melingkari di
bagian hidung. Ia sudah banyak memakan korban hanya karena ulahnya. Tapi ia
sangat tidak mengerti. Ia hanya ingin berbuat baik, dan mengapa perbuatan baik
itu dibalas oleh kejahatan dan kesakitan?
“Adik Anda baik-baik saja. Hanya
saja…”
Ia mendengar kelanjutan ucapan
dokter itu dengan jantung yang berdebar-debar. Ia takut sesuatu akan terjadi
pada adiknya. Ia ingin adiknya baik-baik saja dan tidak ditambah dengan kalimat
‘hanya saja..’.
“Hanya saja.. Kaki kanannya tidak
bisa disembuhkan. Kecelakaan yang keras itu membuat kaki kanannya tidak bisa
digunakan lagi atau lebih tepatnya lumpuh. Tapi hanya sebagaian. Jangan
khawatir. Kami akan berusaha untuk menyembuhkannya.” Jelas dokter itu.
Ucapan telak dari dokter itu membuat
tubuhnya semakin lemas. Cobaan apa lagi ini? Mengapa harus adiknya? Mengapa
harus Ele? Mengapa tidak dirinya saja? Mengapa ‘orang itu’ tidak langsung
membunuhnya saja sehingga urusannya selesai?
Dan satu hal yang hampir ia lupakan
dan hal itu sangat-lah penting dan sangat berhubungan dengan kondisi Ele. Yaitu
uang.
***
Bagai di sambar petir! Mendengar
berita itu, tentu saja Louis merasa sangat sedih. Hampir saja ia menangis jika
tidak ada Niall, Liam dan Zayn di dekatnya. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Mengapa harus Ele? Padahal malam nanti adalah malam yang paling ditunggunya.
Mau tidak mau Louis harus menjenguk Ele sekarang juga.
“Ele pasti tidak mempunyai biaya
untuk membayar sewa kamar rumah sakit dan pengobatan. Aku akan membantu
kakaknya.” Kata Louis lalu cepat-cepat pergi meninggalkan rumahnya.
“Kasihan Louis. Dia sangat khawatir
dengan Ele. Semoga gadis yang dicintainya itu baik-baik saja.” Ucap Liam.
“Memangnya kau yakin gadis itu
adalah pilihan hati Louis?” Tanya Zayn.
“Tentu saja!” Jawab Liam yakin.
Sementara itu, Louis telah sampai di
rumah sakit tempat Ele di rawat. Ia berlari sekencang-kencangnya dan tidak
peduli dengan orang-orang yang ia tabrak. Sesampai di meja resepsionis,
pertama-tama Louis mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
“Ada yang bisa saya bantu?” Tanya
resepsionis itu ramah.
“Aku mencari seorang gadis bernama
Eleanor. Baru saja dia kecelakaan. Umurnya kira-kira sembilan belas tahun.”
Jawab Louis.
“Oh dia. Sebentar.”
Beberapa menit kemudian, resepsionis
itu memberitahu dimana ruang rawat Ele. Louis menjadi lega. Namun jantungnya
masih berdebar-debar. Ia berharap Ele baik-baik saja dan tidak amnesia. Kalau
dia sampai amnesia, Louis tidak akan pernah bisa memaafkan orang yang telah
membuat Ele menjadi seperti itu. Tiba-tiba Louis teringat dengan Austin yang
kejadiannya sama persis dengan Ele. Mengapa orang yang sangat disayangnya harus
menjalani masa seperti ini?
Louis hampir sampai menuju ruang
rawat Ele dan disana ia bisa melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi yang ia
yakini adalah kakak Ele. Louis bisa melihat kakak Ele yang sedang bingung.
Cepat-cepat Louis berlari mendekati kakak Ele.
“Maaf, apakah Anda kakak kandung
Ele?” Tanya Louis dengan sopan.
Si ‘kakak Ele’ itu langsung
membalikkan badannya tatkala mendengar sebuah suara yang sepertinya pernah ia
dengar sebelumnya. Dan setelah ia menyadari siapa si pemilik suara itu, ia
benar-benar kaget. Apalagi Louis yang benar-benar tidak percaya dengan orang di
hadapannya itu. Jadi, dia-kah kakak Ele yang selama ini ia penasarankan?
“Louis?”
“Harry?”
Bodoh! Bodoh! Entah mengapa Louis
memaki-maki dirinya sendiri. Harry! Harry! Jadi, Harry-lah kakak kandung Ele?
Jujur, Louis sangat tidak percaya. Jadi, selama ini ia memuji Harry
habis-habisan? Jadi kakak kandung Ele itu adalah Harry?
“Mengapa kau kesini?” Tanya Harry
dengan nada yang kurang ramah.
Louis tidak menyangka Harry bisa
sesinis itu. Dan ucapannya hampir sama dengan Luke. Entah mengapa Louis ingin
sekali menghajar pemuda didepannya itu kalau saja ia tidak tau hubungan antara
pemuda itu dengan Ele.
“Aku ingin melihat keadaan Ele!” Jawab
Louis dengan nada tinggi.
“Tidak. Dia tidak membutuhkanmu.
Sebaiknya kau pergi saja.” Ucap Harry.
Louis menatap Harry dari atas sampai
bawah. Benar-benar sangat berbeda. Saat ia bersama Harry sewaktu acara yang
hancur itu, Harry begitu sopan dan pendiam. Suaranya pun ramah dan tidak
sesinis ini. Jadi, inilah Harry yang sebenarnya?
“Kenapa kau tidak mau pergi juga?”
Tanya Harry.
Louis tersenyum sinis. “Kau sama
seperti Luke dan aku sangat membencimu. Baiklah. Aku akan pergi dan aku akan
melupakan Ele. Jujur, aku menyesal jatuh cinta kepada gadis itu. Gadis yang
memiliki seorang kakak yang licik!”
Mendengar kata ‘Luke’ dan ‘licik’,
emosi Harry mulai naik. “Jaga mulutmu! Aku disini sedang panik dan susah! Tapi
bagus juga kalau kau mau melupakan adikku. Sekarang pergilah sebelum aku
menghancurkan wajahmu!”
“Dengan keadaan seperti itu. Hah!
Dasar orang miskin! Aku tau bagaimana keidupanmu. Dan aku tau kau sangat
membutuhkan uang kan? Nih!”
Dengan kasarnya Louis melempar
sebuah amplop putih tebal yang berisikan puluhan juta uang. Amplop itu kini
berada tepat di kaki Harry. Harry menatap amplop itu sesaat, lalu tiba-tiba ia
meludahi amplop itu.
“Aku tidak membutuhkan uangmu!
Bahkan sedikitpun!” Ucapnya.
***
Sialan! Sialan! Sialan! Louis begitu
emosi. Sangat emosi sekaligus sedih. Mengapa sih ia tidak bisa mengendalikan
emosinya? Dan mengapa ia tidak bisa menjadi seseorang yang dewasa? Ele. Tentu
saja ia tidak bisa melupakan gadis yang telah mencuri hatinya itu. Tidak bisa!
Malam yang ia rasa adalah malam
terbaiknya berubah menjadi malam terburuknya. Padahal Louis sudah mempersiapkan
satu buah lagu ciptaannya yang akan ia nyanyikan untuk Ele. Dan Harry..
Perutnya begitu terasa mual mengingat nama itu. Ternyata benar. Harry tidak
seperti yang Niall bayangkan. Baik-lah, pendiam-lah, ramah-lah.. Itu hanya
topeng cerdas milik Harry. Louis yakin sekali Harry dan Luke saling kenal
mengenal dan bersekongkol menjadi satu. Atau jangan-jangan, Harry yang membunuh
Austin?
Hampir saja Louis menabrak motor di
depannya. Untunglah ia mengerem mobilnya dengan cepat. Kalau tidak, tentu ia
akan berakhir dengan tragis seperti Ele. Ele? Sanggupkah ia melupakan gadis
itu? Melupakan seorang gadis yang selama ini menjadi obat untuk mendinginkan
hatinya yang sedang panas?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar