First Date
.
Berita bubarnya The Potatoes sudah menyebar. Banyak Potatoers menangis
mendengar kabar itu. Bahkan ada Austin’s haters yang memaki-maki Austin dan
menyalahkan Austin. Gara-gara Austin, The Potatoes menjadi bubar. Memangnya,
The Potatoes tidak bisa populer apa tanpa Austin?
“I was so sad to heard that. Menurutku, kalian harus tetap eksis.” Kata
Taylor yang tidak sengaja bertemu dengan Liam dkk.
“Tapi inilah keputusan terbaik kami.”
Kata Liam.
Taylor
tersenyum. “Aku tau ada sesuatu di pikiranmu. Sesuatu yang kau sembunyikan.”
Ucapnya penuh misteri.
“Ohya? Apa? Jangan-jangan kau
seorang peramal lagi.” Kata Niall.
“Tidak mungkin kalian berhenti di
dunia musik. Kalian sudah cukup terkenal. Aku yakin karier kalian tidak akan
sampai disini.” Kata Taylor.
“Maybe.” Jawab Liam sambil tersenyum.
Louis yang tengah melamun tidak
sengaja melihat seorang gadis yang sudah tidak asing lagi baginya. Gadis aneh
itu! Batin Louis. Entah mengapa ia menjadi begitu semangat, padahal sejak pagi
tadi ia begitu lemas.
“Ada apa Lou? Kau lihat siapa?”
Tanya Zayn yang melihat perubahan wajah Louis.
“Gadis itu!” Teriak Louis lalu pergi
meninggalkan Liam dkk. Tidak peduli dengan teriakan Niall.
“Gadis? Sejak kapan Louis mulai
dekat dengan seorang gadis? Dia kan sangat anti dengan makhluk berjenis cewek.”
Kata Niall.
Sementara itu, Louis berhasil
mendekati gadis aneh kemarin yang belum ia ketahui siapa namanya. Gadis itu
sadar di dekatnya ada Louis dan ia melihat disekelilignya banyak orang-orang
yang memerhatikannya dan berbisik satu sama lain.
“Urusanmu denganku belum selesai!”
Kata Louis.
Gadis itu menatap Louis dengan
kesal. Dasar cowok tenar yang aneh! Jelas-jelas ia sudah meminta maaf dan
mengapa Louis tidak mau memaafkannya? Apa Louis bermaksud untuk mengerjainya?
Ia ingat dengan ucapan kakaknya semalam bahwa ia tidak boleh dekat dengan
lelaki manapun, apalagi lelakai tenar seperti Louis. Sampai sekarang ia tidak
mau mengapa kakaknya selalu melarangnya dengan ketat. Karena itulah ia selalu
berhati-hati dalam pergaulan.
“Ada apa sih?” Tanya gadis itu
kesal.
Louis tidak langsung menjawab
pertanyaan gadis itu. Ia malah memerhatikan gadis itu dari atas sampai bawah.
Benar-benar tipe gadis yang sangat sederhana namun memiliki banyak
keistimewaan. Louis yakin sekali gadis itu adalah mahasiswi baru disini.
“Ngapain liat-liat?” Bentak gadis
itu kasar.
Louis tersadar. “Eh, tidak ada kok.”
Jawabnya cepat-cepat.
Sial! Mengapa ia menjadi gugup
begini hanya karena gadis sederhana itu? Selama ia bertemu dengan gadis
manapun, ia biasa-biasa aja tuh. Tapi kali ini? Mau tidak mau, Louis harus
mencari tau siapa dan dimana gadis itu tinggal. Sesaat ia melupakan masalah
terpentingnya, yaitu Austin.
“Jadi, bagaimana caraku agar kau mau
memaafkanku?” Tanya gadis itu.
Sejenak Louis berpikir, lalu ia menemukan
sebuah ide yang tepat. “Aku akan mengajakmu makan malam nanti.” Ucapnya.
Mendadak mata gadis itu melebar.
“Kau gila? Jika aku pergi malam nanti dengan alasan apapun, kakakku akan marah
besar padaku.” Ucapnya.
“Aku tidak peduli. Itu kan urusanmu
dengan kakakmu yang sok ngatur hidup orang. Kalau aku jadi kau, sudah aku lawan
kakakmu itu. Kita kan sebagai manusia memiliki hak dan hak itu tidak bisa
diatur oleh orang lain, bahkan kakakmu sendiri.” Kata Louis.
Entah mengapa gadis itu tertunduk dan
wajahnya berubah menjadi sedih. Melihat hal itu, Louis menjadi tidak enak dan
merasa bersalah. Bodoh! Batinnya memaki dirinya sendiri.
“Ya, kau benar. Tapi aku sangat
sayang dengan kakakku. Dia satu-satunya keluargaku yang tersisa. Orangtua kami
sudah lama meninggal. Aku bisa berkuliah disini karena beasiswa, sama dengan
kakakku. Mungkin itu yang membuat kakakku terlalu protektiv padaku.” Jelas
gadis itu.
Ternyata, gadis di hadapannya ini
adalah gadis yang begitu luar biasa. Gadis yang begitu kuat dan tabah menjalani
cobaan hidup, sementara dirinya santai-santai saja tuh. Dapat nilai C sama
sekali tidak peduli. Baginya, hidupnya ini sudah memuaskan. Dapat gaji yang
banyak serta memiliki jutaan fans. Louis tidak bisa membayangkan bagaimana
nasibnya jika ia berada di posisi gadis itu, atau posisi kakak gadis itu.
“Tapi aku akan berusaha untuk keluar
malam ini. Jarang lho ada lelaki tampan yang mau mengajakku kencan.” Kata gadis
itu sambil tertawa.
Dan entah mengapa Louis ikutan
tertawa. Tidak, bukan tertawa, tetapi tersenyum. “Baiklah. Aku tunggu di tempat
kemarin.” Ucapnya.
***
“Louis Tomlinson..” Gumam lelaki
itu.
“Maafkan Ele kak.. Ele…”
“Sudahlah. Kakak tidak peduli dengan
maafmu. Intinya, kau harus menjauhi lelaki itu, ataupun lelaki lainnya.” Ucap
Kakaknya itu lalu pergi meninggalkan gadis itu.
Tiba-tiba, gadis itu teringat dengan
ucapan Louis. Ia pun berdiri sambil mengumpulkan seluruh tenaganya. “Kak! Ele
memiliki kehidupan sendiri, kakak juga! Dan kakak tidak bisa mengatur hidup Ele!
Ele sudah besar kak, bukan anak kecil lagi! Ele ingin menjadi gadis seperti
gadis lainnya!” Ucapnya setengah membentak.
Pemuda itu sangat tidak menyangka
bahwa adiknya bisa berubah menjadi serigala seperti itu. “Pintar.” Ucapnya lalu
meninggalkan adiknya itu.
Setetes demi setetes air mata turun
membasahi pipinya. Sampai kapan ia seperti ini? Kapan kakaknya berubah menjadi
dulu lagi? Kapan kakaknya bisa menjadi seorang figur kakak yang baik? Kapan
kakaknya mau membuka hati untuk orang lain. Dan satu yang ia tau, bahwa
kakaknya sama sekali tidak memiliki sahabat. Bahkan teman yang akan diajaknya
bicara.
***
Melihat penampilan Louis yang begitu
tampan dengan rambut yang di tata rapi, Niall senyam-senyum sendiri. Sejak sore
tadi ia berada di rumah Louis untuk memberikan pendapat. Tapi Niall bersyukur
karena Louis sudah mau dekat dengan cewek. Semenjak tergabung di The Potatoes,
Louis mulai anti dengan cewek. Ya, ia dan Louis sudah lama saling mengenal dan
memiliki hobi yang sama, yaitu menyanyi dan bermain gitar.
“Kau serius dengan gadis itu?” Tanya
Niall.
Louis mengangkat bahunya. “Entahlah.
Tapi aku nyaman berada di dekat gadis itu.” Jawabnya.
Niall tersenyum. “Siapa nama gadis
beruntung itu?” Tanyanya.
Mendengar pertanyaan Niall, Louis
langsung menepuk jidatnya. “Astaga! Aku lupa menanyakan siapa namanya!” Ucapnya
dengan suara tinggi.
Niall menggeleng-gelengkan
kepalanya. “Lou.. Lou.. Kau itu tampan, kaya, sempurna, tapi ada satu
kekuranganmu. Yaitu tolol! Bisa tidak sih kau isi otakmu dengan hal-hal yang
bermanfaat? Harusnya kau tanya dulu dong siapa namanya!”
Louis menatap Niall sebal. “Iya..
Iya tuan pintar..” Ucapnya.
Setelah sampai di tempat kemarin,
Louis tersenyum melihat gadis itu yang tengah duduk di bangku panjang
menggunakan jaket berwarna cokelat muda dan celana jeans. Harapannya yaitu ia
ingin sekali melihat gadis itu sedikit feminim atau gadis itu tidak mempunyai
rok? Louis menghentikan mobilnya tepat di depan gadis itu lalu membuka kaca
mobilnya.
“Good night!” Ucap Louis dengan
senyuman manisnya.
Tentu saja gadis itu kaget setengah
mati melihat penampilan Louis yang sangat-sangat berbeda dari biasanya. Sadar
dong! Louis itu bukan lelaki biasa. Dia adalah seorang penyanyi yang terkenal.
Sadar dong!
“Hello…” Kata Louis menyadarkan
gadis itu.
“Eh.. Iya.. Iya.. Sorry..” Ucap
gadis itu lalu masuk ke dalam mobil Louis. Sesaat, gadis itu bingung bagaimana
cara memasang sabuk pengaman.
“Dasar gadis kampungan!” Kata Louis
sambil membantu memasang sabuk pengaman di tubuh gadis itu.
Jarak mereka yang begitu dekat
membuat jantung gadis itu berdetak hebat. Baru kali ini ia dekat dengan makhluk
berjenis laki-laki. Apalagi ini bukan cowok biasa. Untunglah tadi kakaknya
sudah tertidur dan ia bisa kabur walau dalam hati ia merasa sangat berdosa
dengan kakaknya. Ia tau kakaknya sudah sangat lelah bekerja dan kuliah.
Kakaknya juga sedang mempertahankan beasiswa yang didapatkannya itu.
“Already.” Ucap Louis.
“Oh, thank.” Ucap gadis itu sambil
tersenyum kaku.
Selama diperjalanan, keduanya
terdiam dan bersama pikiran masing-masing. Louis masih bingung mengapa ia
berani mengajak gadis di sampingnya itu makan malam. Padahal ia tidak tau siapa
nama gadis itu. Yang ia tahu hanyalah tempat tinggal gadis itu dan dimana
kampusnya. Apa sebegitu bodoh-nyakah ia?
Sementara gadis itu, ia masih tidak
bisa menormalkan detakan jantungnya. Bagaimana ini? Apa ini yang dimaksud
dengan cinta? Bukannya cinta berawal dari detakan jantung yang tidak teratur?
Tapi jika ia memang jatuh cinta dengan Louis, Kakaknya akan membunuhnya! Ia
sudah banyak berbohong dengan kakaknya. Diam-diam ia merasa menyesal bertemu
dengan Louis.
Mobil Louis sampai di sebuah
restoran yang sederhana. Louis tidak mau makan di restoran mahal. Nanti banyak
fans-nya yang berdatangan serta membuat gosip yang tidak-tidak. Maka restoran
inilah yang ia rasa paling tepat.
“Aku tidak pernah makan di restoran,
seumur hidup.” Kata gadis itu.
“Tapi kau akan makan disini malam
ini juga.” Ucap Louis sambil menarik tangan gadis itu.
“Nanti kalau fans-mu berdatangan
gimana? Aku tidak mau dibunuh oleh fans fanatikmu.”
Louis tertawa. “Tempat ini aman. Kau
tenang saja.” Ucapnya.
Memang benar. Restoran ini cukup
sepi. Mungkin ada sekitar empat lima orang. Namun gadis itu malah takut. Jangan-jangan
ini restoran berbahaya lagi! Mengapa yang makan disini hanya sedikit?
“Ayolah. Restoran ini aman kok.”
Kata Louis meyakinkannya.
Gadis itu menatap Louis dengan
tatapan curiga. “Apa kau sedang mengerjaiku?” Tanyanya.
“Ya ampun.. Percayalah! Aku anak
baik-baik kok!” Kata Louis yang lama-lama menjadi kesal.
Akhirnya gadis itu percaya juga
walau rada takut juga sih. Ini kan pertama kalinya diajak makan malam oleh
seorang lelaki. Gadis itu memesan makanan apa yang di pesan oleh Louis karena
ia tidak tau makanan apa yang ada di daftar nama makanan itu. Harganya pun
cukup mahal, bagi orang sepertinya sih.
“Tempat ini nyaman kan.” Kata Louis.
“Ya.” Jawab gadis itu singkat. Ia
tidak berani mengangkat kepalanya. Ia terlalu lemah menatap mata indah Louis.
“Jadi, selama ini kau belum pernah
pacaran?” Tanya Louis.
Gadis itu mengangguk. “Ya. Kakakku
melarangku untuk pacaran. Tapi aku normal kok. Aku pernah menyukai kakak
kelasku sewaktu SMP dan SMA.” Ucapnya.
Louis tertawa. Tiba-tiba ia teringat
sesuatu. Sesuatu yang sangat penting. “Namamu siapa?”
Gadis itu mengangkat kepalanya.
Sialnya, matanya menabrak mata indah Louis. Tiba-tiba ia jadi malu sendiri.
“Kau belum tau namaku?” Tanyanya.
“Ya. Aneh bukan. Seharusnya sejak
awal aku menanyakan namamu. Itulah aku. Kata Niall, aku sangat bodoh.”
“Namaku Eleanor. Panggil Ele saja.”
Jawab gadis itu.
“Oh, senang berkenalan denganmu Ele
saja.” Kata Louis sambil tertawa.
Ternyata, Louis memiliki humor yang
tinggi saja. Gadis yang bernama Ele tadi tertawa dan tidak bisa menahannya.
Jika saja Kakaknya seperti Louis, pasti akan berbeda. Hidupnya akan selalu
dihiasi tawa. Pramusaji pun datang sambil menaruh makanan yang dipesan Louis.
Perut Ele sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Makanan di depannya sangat
lezat sekali.
“Makanlah banyak-banyak.” Kata
Louis.
“Boleh ya? Tapi jangan tertawa
melihat gaya makanku.” Kata Ele.
Tidak sampai lima belas menit
makanan di piring Ele sudah bersih sementara Louis masih setengahnya. Gadis
yang hebat! Mungkin dia sangat lapar. Tapi dia tidak mau memesan makanan lagi.
Bukannya takut uangnya habis, melainkan ia tidak tega melihat Ele kekenyangan
dan sesampai di rumah nanti Ele akan dimarah oleh kakaknya.
“Ceritakan kisah hidupmu.” Kata
Louis.
“Kau benar-benar ingin
mengetahuinya?” Tanya Ele.
“Ya.” Jawab Louis.
Sesaat Ele ragu. Akankah ia
ceritakan kisah hidupnya dari A sampai Z? Selama ini ia tidak pernah bercerita
tentang hidupnya dengan siapapun. Bahkan dengan teman dekatnya. Tapi entah
mengapa ia ingin sekali berbagi cerita dengan Louis.
“Aku lahir di keluarga yang
sederhana. Ayahku hanyalah seorang pedagang di pasar dan Ibuku berjualan kue.
Tapi aku memiliki seorang kakak yang begitu hebat. Sayangnya, setelah orangtua
kami meninggal karena kecelakaan maut, kakakku berubah 180 derajat. Dia lebih
sering diam dan jarang tersenyum. Hidup kami saat itu sangatlah menderita.
Untunglah aku memiliki bakat karate sehingga aku bisa mendapatkan beasiswa.
Sementara kakakku yang memiliki otak cerdas juga mendapatkan beasiswa. Sampai
saat ini.
Yang paling aku bingungkan, kakakku
melarangku untuk bergaul dengan siapapun. Tapi aku cuek saja sih. Aku ingin
memiliki teman yang banyak. Sementara kulihat, kakakku sama sekali tidak
memilki teman. Kerjaannya cuma belajar, belajar, dan belajar. Mungkin karena ia
takut jika beasiswa yang didapatkannya akan hilang dan ia akan menyesal.”
“Aku salut dengan kakakmu. Aku
berharap kau bisa mengenalkannya denganku. Siapa tau kan aku bisa menjadi
sahabatnya.” Kata Louis.
Ele tersenyum. “Terimakasih. Tapi
kakakku sangat tidak suka dengan orang kaya. Mendengar namamu dan The Potatoes
saja dia sudah kesal. Apalagi jika aku mengenalkannya denganmu.”
“Memangnya kakakmu tau wajahku? Aku
yakin sekali dia tidak tau bagaimana wajahku. Bilang saja aku bukan Louis
Tomlinson.”
Malam semakin larut dan suasana di
restoran itu semakin hangat. Louis juga menceritakan kisah hidupnya. Diam-diam,
Ele begitu iri dengan Louis yang memiliki kehidupan yang begitu sempurna. Tapi
ia harus menerima takdir Tuhan. Ia masih memiliki seorang kakak yang sayang
padanya dan sahabat-sahabat yang selalu mendukungnya.
“Sudah malam. Pulang yuk! Nanti
kakakmu marah lagi.” Kata Louis.
“Oke.” Kata Ele.
Benar-benar malam yang begitu
sempurna. Ele begitu senang dengan malam ini. Ia berharap kakaknya masih
tertidur sehingga ia tidak diomeli oleh kakaknya sehingga membuat malam ini
berubah menjadi kacau. Louis mengantarnya tepat di gang rumahnya. Ia
berterimakasih dengan Louis dan Louis berjanji akan mengajaknya makan malam
lagi. Benar-benar ajaib bukan?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar