expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 4 )



First Date
.
           

Berita bubarnya The Potatoes sudah menyebar. Banyak Potatoers menangis mendengar kabar itu. Bahkan ada Austin’s haters yang memaki-maki Austin dan menyalahkan Austin. Gara-gara Austin, The Potatoes menjadi bubar. Memangnya, The Potatoes tidak bisa populer apa tanpa Austin?
           
“I was so sad to heard that. Menurutku, kalian harus tetap eksis.” Kata Taylor yang tidak sengaja bertemu dengan Liam dkk.

            “Tapi inilah keputusan terbaik kami.” Kata Liam.

            Taylor tersenyum. “Aku tau ada sesuatu di pikiranmu. Sesuatu yang kau sembunyikan.” Ucapnya penuh misteri.

            “Ohya? Apa? Jangan-jangan kau seorang peramal lagi.” Kata Niall.

            “Tidak mungkin kalian berhenti di dunia musik. Kalian sudah cukup terkenal. Aku yakin karier kalian tidak akan sampai disini.” Kata Taylor.

            “Maybe.” Jawab Liam sambil tersenyum.

            Louis yang tengah melamun tidak sengaja melihat seorang gadis yang sudah tidak asing lagi baginya. Gadis aneh itu! Batin Louis. Entah mengapa ia menjadi begitu semangat, padahal sejak pagi tadi ia begitu lemas.

            “Ada apa Lou? Kau lihat siapa?” Tanya Zayn yang melihat perubahan wajah Louis.

            “Gadis itu!” Teriak Louis lalu pergi meninggalkan Liam dkk. Tidak peduli dengan teriakan Niall.

            “Gadis? Sejak kapan Louis mulai dekat dengan seorang gadis? Dia kan sangat anti dengan makhluk berjenis cewek.” Kata Niall.

            Sementara itu, Louis berhasil mendekati gadis aneh kemarin yang belum ia ketahui siapa namanya. Gadis itu sadar di dekatnya ada Louis dan ia melihat disekelilignya banyak orang-orang yang memerhatikannya dan berbisik satu sama lain.

            “Urusanmu denganku belum selesai!” Kata Louis.

            Gadis itu menatap Louis dengan kesal. Dasar cowok tenar yang aneh! Jelas-jelas ia sudah meminta maaf dan mengapa Louis tidak mau memaafkannya? Apa Louis bermaksud untuk mengerjainya? Ia ingat dengan ucapan kakaknya semalam bahwa ia tidak boleh dekat dengan lelaki manapun, apalagi lelakai tenar seperti Louis. Sampai sekarang ia tidak mau mengapa kakaknya selalu melarangnya dengan ketat. Karena itulah ia selalu berhati-hati dalam pergaulan.

            “Ada apa sih?” Tanya gadis itu kesal.

            Louis tidak langsung menjawab pertanyaan gadis itu. Ia malah memerhatikan gadis itu dari atas sampai bawah. Benar-benar tipe gadis yang sangat sederhana namun memiliki banyak keistimewaan. Louis yakin sekali gadis itu adalah mahasiswi baru disini.

            “Ngapain liat-liat?” Bentak gadis itu kasar.

            Louis tersadar. “Eh, tidak ada kok.” Jawabnya cepat-cepat.

            Sial! Mengapa ia menjadi gugup begini hanya karena gadis sederhana itu? Selama ia bertemu dengan gadis manapun, ia biasa-biasa aja tuh. Tapi kali ini? Mau tidak mau, Louis harus mencari tau siapa dan dimana gadis itu tinggal. Sesaat ia melupakan masalah terpentingnya, yaitu Austin.

            “Jadi, bagaimana caraku agar kau mau memaafkanku?” Tanya gadis itu.

            Sejenak Louis berpikir, lalu ia menemukan sebuah ide yang tepat. “Aku akan mengajakmu makan malam nanti.” Ucapnya.

            Mendadak mata gadis itu melebar. “Kau gila? Jika aku pergi malam nanti dengan alasan apapun, kakakku akan marah besar padaku.” Ucapnya.

            “Aku tidak peduli. Itu kan urusanmu dengan kakakmu yang sok ngatur hidup orang. Kalau aku jadi kau, sudah aku lawan kakakmu itu. Kita kan sebagai manusia memiliki hak dan hak itu tidak bisa diatur oleh orang lain, bahkan kakakmu sendiri.” Kata Louis.

            Entah mengapa gadis itu tertunduk dan wajahnya berubah menjadi sedih. Melihat hal itu, Louis menjadi tidak enak dan merasa bersalah. Bodoh! Batinnya memaki dirinya sendiri.

            “Ya, kau benar. Tapi aku sangat sayang dengan kakakku. Dia satu-satunya keluargaku yang tersisa. Orangtua kami sudah lama meninggal. Aku bisa berkuliah disini karena beasiswa, sama dengan kakakku. Mungkin itu yang membuat kakakku terlalu protektiv padaku.” Jelas gadis itu.

            Ternyata, gadis di hadapannya ini adalah gadis yang begitu luar biasa. Gadis yang begitu kuat dan tabah menjalani cobaan hidup, sementara dirinya santai-santai saja tuh. Dapat nilai C sama sekali tidak peduli. Baginya, hidupnya ini sudah memuaskan. Dapat gaji yang banyak serta memiliki jutaan fans. Louis tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika ia berada di posisi gadis itu, atau posisi kakak gadis itu.

            “Tapi aku akan berusaha untuk keluar malam ini. Jarang lho ada lelaki tampan yang mau mengajakku kencan.” Kata gadis itu sambil tertawa.

            Dan entah mengapa Louis ikutan tertawa. Tidak, bukan tertawa, tetapi tersenyum. “Baiklah. Aku tunggu di tempat kemarin.” Ucapnya.

***

            “Louis Tomlinson..” Gumam lelaki itu.

            “Maafkan Ele kak.. Ele…”

            “Sudahlah. Kakak tidak peduli dengan maafmu. Intinya, kau harus menjauhi lelaki itu, ataupun lelaki lainnya.” Ucap Kakaknya itu lalu pergi meninggalkan gadis itu.

            Tiba-tiba, gadis itu teringat dengan ucapan Louis. Ia pun berdiri sambil mengumpulkan seluruh tenaganya. “Kak! Ele memiliki kehidupan sendiri, kakak juga! Dan kakak tidak bisa mengatur hidup Ele! Ele sudah besar kak, bukan anak kecil lagi! Ele ingin menjadi gadis seperti gadis lainnya!” Ucapnya setengah membentak.

            Pemuda itu sangat tidak menyangka bahwa adiknya bisa berubah menjadi serigala seperti itu. “Pintar.” Ucapnya lalu meninggalkan adiknya itu.

            Setetes demi setetes air mata turun membasahi pipinya. Sampai kapan ia seperti ini? Kapan kakaknya berubah menjadi dulu lagi? Kapan kakaknya bisa menjadi seorang figur kakak yang baik? Kapan kakaknya mau membuka hati untuk orang lain. Dan satu yang ia tau, bahwa kakaknya sama sekali tidak memiliki sahabat. Bahkan teman yang akan diajaknya bicara.

***

            Melihat penampilan Louis yang begitu tampan dengan rambut yang di tata rapi, Niall senyam-senyum sendiri. Sejak sore tadi ia berada di rumah Louis untuk memberikan pendapat. Tapi Niall bersyukur karena Louis sudah mau dekat dengan cewek. Semenjak tergabung di The Potatoes, Louis mulai anti dengan cewek. Ya, ia dan Louis sudah lama saling mengenal dan memiliki hobi yang sama, yaitu menyanyi dan bermain gitar.

            “Kau serius dengan gadis itu?” Tanya Niall.

            Louis mengangkat bahunya. “Entahlah. Tapi aku nyaman berada di dekat gadis itu.” Jawabnya.

            Niall tersenyum. “Siapa nama gadis beruntung itu?” Tanyanya.

            Mendengar pertanyaan Niall, Louis langsung menepuk jidatnya. “Astaga! Aku lupa menanyakan siapa namanya!” Ucapnya dengan suara tinggi.

            Niall menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lou.. Lou.. Kau itu tampan, kaya, sempurna, tapi ada satu kekuranganmu. Yaitu tolol! Bisa tidak sih kau isi otakmu dengan hal-hal yang bermanfaat? Harusnya kau tanya dulu dong siapa namanya!”

            Louis menatap Niall sebal. “Iya.. Iya tuan pintar..” Ucapnya.

            Setelah sampai di tempat kemarin, Louis tersenyum melihat gadis itu yang tengah duduk di bangku panjang menggunakan jaket berwarna cokelat muda dan celana jeans. Harapannya yaitu ia ingin sekali melihat gadis itu sedikit feminim atau gadis itu tidak mempunyai rok? Louis menghentikan mobilnya tepat di depan gadis itu lalu membuka kaca mobilnya.

            “Good night!” Ucap Louis dengan senyuman manisnya.

            Tentu saja gadis itu kaget setengah mati melihat penampilan Louis yang sangat-sangat berbeda dari biasanya. Sadar dong! Louis itu bukan lelaki biasa. Dia adalah seorang penyanyi yang terkenal. Sadar dong!

            “Hello…” Kata Louis menyadarkan gadis itu.

            “Eh.. Iya.. Iya.. Sorry..” Ucap gadis itu lalu masuk ke dalam mobil Louis. Sesaat, gadis itu bingung bagaimana cara memasang sabuk pengaman.

            “Dasar gadis kampungan!” Kata Louis sambil membantu memasang sabuk pengaman di tubuh gadis itu.

            Jarak mereka yang begitu dekat membuat jantung gadis itu berdetak hebat. Baru kali ini ia dekat dengan makhluk berjenis laki-laki. Apalagi ini bukan cowok biasa. Untunglah tadi kakaknya sudah tertidur dan ia bisa kabur walau dalam hati ia merasa sangat berdosa dengan kakaknya. Ia tau kakaknya sudah sangat lelah bekerja dan kuliah. Kakaknya juga sedang mempertahankan beasiswa yang didapatkannya itu.

            “Already.” Ucap Louis.

            “Oh, thank.” Ucap gadis itu sambil tersenyum kaku.

            Selama diperjalanan, keduanya terdiam dan bersama pikiran masing-masing. Louis masih bingung mengapa ia berani mengajak gadis di sampingnya itu makan malam. Padahal ia tidak tau siapa nama gadis itu. Yang ia tahu hanyalah tempat tinggal gadis itu dan dimana kampusnya. Apa sebegitu bodoh-nyakah ia?

            Sementara gadis itu, ia masih tidak bisa menormalkan detakan jantungnya. Bagaimana ini? Apa ini yang dimaksud dengan cinta? Bukannya cinta berawal dari detakan jantung yang tidak teratur? Tapi jika ia memang jatuh cinta dengan Louis, Kakaknya akan membunuhnya! Ia sudah banyak berbohong dengan kakaknya. Diam-diam ia merasa menyesal bertemu dengan Louis.

            Mobil Louis sampai di sebuah restoran yang sederhana. Louis tidak mau makan di restoran mahal. Nanti banyak fans-nya yang berdatangan serta membuat gosip yang tidak-tidak. Maka restoran inilah yang ia rasa paling tepat.

            “Aku tidak pernah makan di restoran, seumur hidup.” Kata gadis itu.

            “Tapi kau akan makan disini malam ini juga.” Ucap Louis sambil menarik tangan gadis itu.

            “Nanti kalau fans-mu berdatangan gimana? Aku tidak mau dibunuh oleh fans fanatikmu.”

            Louis tertawa. “Tempat ini aman. Kau tenang saja.” Ucapnya.

            Memang benar. Restoran ini cukup sepi. Mungkin ada sekitar empat lima orang. Namun gadis itu malah takut. Jangan-jangan ini restoran berbahaya lagi! Mengapa yang makan disini hanya sedikit?

            “Ayolah. Restoran ini aman kok.” Kata Louis meyakinkannya.

            Gadis itu menatap Louis dengan tatapan curiga. “Apa kau sedang mengerjaiku?” Tanyanya.

            “Ya ampun.. Percayalah! Aku anak baik-baik kok!” Kata Louis yang lama-lama menjadi kesal.

            Akhirnya gadis itu percaya juga walau rada takut juga sih. Ini kan pertama kalinya diajak makan malam oleh seorang lelaki. Gadis itu memesan makanan apa yang di pesan oleh Louis karena ia tidak tau makanan apa yang ada di daftar nama makanan itu. Harganya pun cukup mahal, bagi orang sepertinya sih.

            “Tempat ini nyaman kan.” Kata Louis.

            “Ya.” Jawab gadis itu singkat. Ia tidak berani mengangkat kepalanya. Ia terlalu lemah menatap mata indah Louis.

            “Jadi, selama ini kau belum pernah pacaran?” Tanya Louis.

            Gadis itu mengangguk. “Ya. Kakakku melarangku untuk pacaran. Tapi aku normal kok. Aku pernah menyukai kakak kelasku sewaktu SMP dan SMA.” Ucapnya.

            Louis tertawa. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Sesuatu yang sangat penting. “Namamu siapa?”

            Gadis itu mengangkat kepalanya. Sialnya, matanya menabrak mata indah Louis. Tiba-tiba ia jadi malu sendiri. “Kau belum tau namaku?” Tanyanya.

            “Ya. Aneh bukan. Seharusnya sejak awal aku menanyakan namamu. Itulah aku. Kata Niall, aku sangat bodoh.”

            “Namaku Eleanor. Panggil Ele saja.” Jawab gadis itu.

            “Oh, senang berkenalan denganmu Ele saja.” Kata Louis sambil tertawa.

            Ternyata, Louis memiliki humor yang tinggi saja. Gadis yang bernama Ele tadi tertawa dan tidak bisa menahannya. Jika saja Kakaknya seperti Louis, pasti akan berbeda. Hidupnya akan selalu dihiasi tawa. Pramusaji pun datang sambil menaruh makanan yang dipesan Louis. Perut Ele sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Makanan di depannya sangat lezat sekali.

            “Makanlah banyak-banyak.” Kata Louis.

            “Boleh ya? Tapi jangan tertawa melihat gaya makanku.” Kata Ele.

            Tidak sampai lima belas menit makanan di piring Ele sudah bersih sementara Louis masih setengahnya. Gadis yang hebat! Mungkin dia sangat lapar. Tapi dia tidak mau memesan makanan lagi. Bukannya takut uangnya habis, melainkan ia tidak tega melihat Ele kekenyangan dan sesampai di rumah nanti Ele akan dimarah oleh kakaknya.

            “Ceritakan kisah hidupmu.” Kata Louis.

            “Kau benar-benar ingin mengetahuinya?” Tanya Ele.

            “Ya.” Jawab Louis.

            Sesaat Ele ragu. Akankah ia ceritakan kisah hidupnya dari A sampai Z? Selama ini ia tidak pernah bercerita tentang hidupnya dengan siapapun. Bahkan dengan teman dekatnya. Tapi entah mengapa ia ingin sekali berbagi cerita dengan Louis.

            “Aku lahir di keluarga yang sederhana. Ayahku hanyalah seorang pedagang di pasar dan Ibuku berjualan kue. Tapi aku memiliki seorang kakak yang begitu hebat. Sayangnya, setelah orangtua kami meninggal karena kecelakaan maut, kakakku berubah 180 derajat. Dia lebih sering diam dan jarang tersenyum. Hidup kami saat itu sangatlah menderita. Untunglah aku memiliki bakat karate sehingga aku bisa mendapatkan beasiswa. Sementara kakakku yang memiliki otak cerdas juga mendapatkan beasiswa. Sampai saat ini.

            Yang paling aku bingungkan, kakakku melarangku untuk bergaul dengan siapapun. Tapi aku cuek saja sih. Aku ingin memiliki teman yang banyak. Sementara kulihat, kakakku sama sekali tidak memilki teman. Kerjaannya cuma belajar, belajar, dan belajar. Mungkin karena ia takut jika beasiswa yang didapatkannya akan hilang dan ia akan menyesal.”

            “Aku salut dengan kakakmu. Aku berharap kau bisa mengenalkannya denganku. Siapa tau kan aku bisa menjadi sahabatnya.” Kata Louis.

            Ele tersenyum. “Terimakasih. Tapi kakakku sangat tidak suka dengan orang kaya. Mendengar namamu dan The Potatoes saja dia sudah kesal. Apalagi jika aku mengenalkannya denganmu.”

            “Memangnya kakakmu tau wajahku? Aku yakin sekali dia tidak tau bagaimana wajahku. Bilang saja aku bukan Louis Tomlinson.”

            Malam semakin larut dan suasana di restoran itu semakin hangat. Louis juga menceritakan kisah hidupnya. Diam-diam, Ele begitu iri dengan Louis yang memiliki kehidupan yang begitu sempurna. Tapi ia harus menerima takdir Tuhan. Ia masih memiliki seorang kakak yang sayang padanya dan sahabat-sahabat yang selalu mendukungnya.

            “Sudah malam. Pulang yuk! Nanti kakakmu marah lagi.” Kata Louis.

            “Oke.” Kata Ele.

            Benar-benar malam yang begitu sempurna. Ele begitu senang dengan malam ini. Ia berharap kakaknya masih tertidur sehingga ia tidak diomeli oleh kakaknya sehingga membuat malam ini berubah menjadi kacau. Louis mengantarnya tepat di gang rumahnya. Ia berterimakasih dengan Louis dan Louis berjanji akan mengajaknya makan malam lagi. Benar-benar ajaib bukan?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar