expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 5 )



The Invisible
.

            Berita dekatnya Louis Tomlinson dengan seorang gadis yang tidak dikenal membuat heboh siapapun. Bayangkan aja, seorang Louis yang sejak tergabung dalam The Potatoes sama sekali tidak pernah digosipkan oleh gadis manapun. Dan setelah The Potatoes bubar, Louis mulai digosipkan dekat dengan seorang gadis. Apa The Potatoes melarang Louis untuk pacaran? Padahal personil lainnya sudah memiliki kekasih.

            “Siapa gadis itu?” Tanya Taylor tidak sengaja melihat ke TV.

            “Aku juga tidak tau. Tapi menurutku dia gadis biasa, namun spesial di mata Louis.” Jawab Emma.

            Emma sudah mulai terbiasa hidup tanpa Austin. Ia sudah mulai tersenyum dan tertawa. Tapi sampai saat ini, kasus kematian Austin belum terselesaikan. Bagaimana cara menyelesaikannya tanpa adanya petunjuk yang jelas? Louis saja tidak bisa memecahkannya. Tapi apapun masalahnya, pasti ada jalan keluarnya. Emma yakin itu.

            “Syukurlah. Aku kira Louis itu tidak normal.” Kata Taylor.

            Emma juga sempat berpikir kalau Louis itu tidak normal. Dia sangat anti yang namanya cewek. Foto-an sama fans-nya pun jarang ia lakukan. Kalaupun ia lakukan, pasti atas dasar paksaan. Emma berharap hubungan Louis dengan gadis itu dapat bertahan sampai Louis menyatakan cinta kepada gadis itu.

            “Kalau kamu gimana? Banyak lho cowok-cowok di luar sana antri jadi pacarmu.” Goda Taylor.

            Kedua pipi Emma memerah mendengar ucapan Taylor. “Emma masih ingin sendiri. Bukannya belum bisa move on dari Austin, tapi Emma hanya ingin sendiri saja.” Ucapnya.

            “Oh oke-oke. Dan jika ada cowok yang kira-kira tepat buatmu, jangan lupa kenalin ke aku ya.”

***

            The Potatoes memang sudah bubar dan tidak ada lagi boyband seperti mereka. Tapi Potatoers masih banyak dan masih setia mengidolakan The Potatoes. Benar-benar fans sejati. Tapi dengar-dengar, ada sebuah boyband baru bernama The Invisible yang ternyata salah satu personilnya adalah musuh bebuyutan Louis. Namanya Luke.

            Louis tidak menyangka ternyata Luke yang dulu adalah saingan terbesarnya dalam kontes bernanyi berhasil membentuk sebuah boyband yang tidak kalah hebatnya dari The Potatoes. Tentu saja Louis merasa kesal dan ingin menghajar Luke sampai mati.

            “The Invisible. Nama yang bagus.” Kata Louis.

            Niall yang mendengarnya langsung berkomentar. “Itu kan boyband baru yang katanya adalah pengganti The Potatoes. Satu demi persatu Potatoers menjadi Invisiblers. Jujur saja, aku tidak suka. The Potatoes kan belum berakhir.” Ucapnya.

            Louis menatap Niall dengan tajam. “The Potatoes sudah berakhir! Liam yang mengucapkannya dengan tegas!” Ucapnya.

            “Lou, kau tidak suka ya kehadiran The Invisible?” Tanya Zayn hati-hati. Ia tau perasaan Louis saat ini begitu sensitiv.

            “Jujur saja, aku ingin kita kembali seperti dulu. Tidak ada yang bisa menggantikan Austin. Kita hanya berempat. Aku mengerti maksud Liam. The Potatoes memang bubar, tapi hanya nama saja, bukan personilnya, jadi kita tidak akan pernah bubar. Kita harus membuktikan pada dunia bahwa kita berempat masih layak menjadi sebuah boyband dan bisa mengalahkan The Invisible yang sok tenar itu.” Kata Louis.

            “Kau yakin? Tapi menurutku, berempat saja tidak cukup. Aku ingin ada yang menggantikan Austin.” Kata Zayn.

            “TIDAK !!” Bentak Louis tiba-tiba yang membuat semuanya terdiam. “Tidak ada yang bisa menggantikan Austin! Siapapun dia!”

            Setelah mengucapkan kalimat itu, Louis pergi meninggalkan tempat itu dengan penuh kekesalan sekaligus kesedihan. Ia masih tidak rela Austin pergi. Jika saja Austin masih hidup.. Jika saja Austin masih ada disini…

***

            Suara teriakan dari para gadis-gadis itu membuat konser malam ini semakin sempurna. Benar saja. The Invisible telah mengalihkan dunia. Boyband muda dari Inggris itu berhasilkan memikat jutaan fans. Tidak hanya dari Inggris saja. Tapi di luar Inggris juga. Bahkan Amerika! The Invisible terdiri dari lima pemuda tampan yang diketuai oleh Luke. Anggotanya adalah Ryan, Mark, Gary dan Kevin.

            Jadi, The Invisible adalah pengganti dari The Potatoes? Kita tidak tau. Namun ada beberapa yang mengatakan bahwa The Potatoes tidak akan pernah terganti oleh boyband manapun. The Potatoes lebih keren dari The Invisible.

            Dari jauh, Louis melihat konser besar itu dengan kesakitan yang luar biasa. Ia telah kalah dari Luke. Dulu, ia dan Luke pernah berjanji bahwa masing-masing akan tergabung dalam sebuah boyband yang terkenal. Mungkin karena kesuksesan besar dari The Potatoes, itu yang menyebabkan Luke balas dendam padanya. Tapi Louis berjanji akan membentuk band baru lagi. Entah apa namanya.

            Setelah konser besar itu selesai, diam-diam Louis mendekati keramaian itu. Tentu saja dengan kacamata hitamnya. Ingin sekali ia bertemu dengan Luke dan mengucapkan selamat sebesar-besarnya. Bukan karena senang, tetapi saking benci dan kesalnya.

            “Louis?” Tanya seseorang dari dalam sana.

            Mata Louis terbelalak saat melihat Mark disana. Louis ingat, Mark adalah teman SMA-nya dan Mark sangat baik padanya. Mark pernah menawarkannya untuk gabung dalam boyband-nya tetapi Louis menolak karena tentu disana ada Luke.

            “Apa kabar bro? Lama tidak jumpa!” Kata Mark sambil memeluk Louis ala lelaki.

            “Ya, aku baik-baik saja.” Jawab Louis singkat.

            Mark tersenyum. “Aku dengar, The Potatoes bubar ya sejak kematian Austin?” Tanyanya. Entah itu sindiran atau apa.

            “Ya. Menyedihkan bukan.” Jawab Louis.

            “Tapi menurutku, ada tidaknya Austin kalian harus tetap eksis di dunia musik. Austin sangatlah baik. Dia begitu sayang dengan fans-nya. Aku tidak menyangka dia pergi dengan tragis. Apa kalian tidak bermaksud untuk mencari pengganti Austin? Aku punya banyak teman lho yang tidak kalah hebatnya dengan Austin.”

            Belum sempat Louis bicara, Luke dan lainnya datang. Hal itu menambah masam wajah Louis. Tapi Louis tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa Luke begitu sempurna malam ini. Damn! Maki Louis dalam hati. Sebisa mungkin Louis tenang saat bertatapan muka dengan Luke.

            “Wah kau ya Lou? Apa kabar?” Sapa Luke ceria.

            Apa Luke lupa kalau lelaki di depannya ini adalah musuh bebuyutannya selama SMA? “Baik.” Jawab Louis singkat berusaha untuk tersenyum.

            Anehnya selama ia bicara dengan Luke, Luke seperti melupakan masa lalu itu. Padahal dulu Luke sangat membencinya, sangat membencinya! Akhirnya, Louis memutuskan untuk pulang ke rumah dan menolak ajakan makan malam Luke. Bagaimanapun ekspresi Luke sekalipun itu ramah, Louis tetap tidak sudi menatapnya. Mungkin Luke sedang membuat suatu rencana. Ya, suatu rencana.

***

            Pagi yang buruk. Louis terbangun dari mimpi buruknya. Dalam mimpi, disana ada Luke yang sedang menjajahnya. Disana Luke adalah seorang Raja yang begitu kejam dan dia di suruh bekerja paksa oleh Luke. Intinya, mimpi itu sangat buruk. Wajah ramah Luke kemarin malam adalah sebuah topeng yang cerdas. Louis tersenyum sinis. Ia mengaku dirinya lebih bodoh di banding Luke yang nilainya jarang mendapat C.

            Louis keluar dari rumahnya. Udara pagi yang sejuk membuat pikirannya menjadi segar. Louis memutuskan untuk berjalan kaki tuk sekedar meregangkan otot-ototnya yang kaku. Hikmah di balik bubarnya The Potatoes adalah ia bisa sesantai ini. Ia tidak akan sering merasakan lelah akibat konser, fans maupun paparazi yang suka mengejarnya.

            “Hai Louis!” Sapa suara seorang gadis yang tidak lain adalag Ele.

            “Oh, hai juga El! Tumben kesini. Kau kabur dari rumah ya?” Canda Louis.

            Ele tersenyum. “Tidak. Hari ini aku free. Kakakku juga free. Saat ini kakakku sedang menenangkan diri. Mungkin karena kecapekan bekerja ditambah tugas-tugas kuliah yang menumpuk.” Ucapnya.

            “Figur kakak yang hebat. Aku tidak sabaran berbincang-bincang dengannya.” Ucap Louis.

            “Aku juga. Tapi Kakakku selalu nolak aja. Dia anti banget yang namanya bersosialisasi.”

            “Kakakmu kuliah di kampus-ku bukan?” Tanya Louis memastikan dan dibalas anggukan Ele.

            Tiba-tiba Ele teringat sesuatu. “Ohiya, kau tau The Invisible? Boyband baru yang tiba-tiba langsung terkenal itu?” Tanyanya.

            Mendadak perut Louis serasa mau muntah mendengar Ele menyebut ‘The Invisible’. Louis berharap gadis itu tidak mengidolakan boyband baru itu. Apalagi kalau sampai mengidolakan Luke.

            “Ya. Kenapa?” Jawab+Tanya Louis malas.

            “Oh, tidak apa-apa kok. Tapi menurutku masih kerenan The Potatoes. Teman-temanku bahagia sekali karena kemarin malam berhasil nonton konser The Invisible. Bahkan sahabatku sendiri bercerita kemarin malam sepulang menonton konser The Invisible. Dan menurutku itu sangat berlebihan.”

            Louis tersenyum seraya mengacak-acak rambut Ele. “Kau gadis yang baik.” Ucapnya.

            “Sayang sekali Austin meninggal. Kalau dia masih hidup, pasti The Potatoes masih ada, bahkan bisa mengalahkan The Invisible.” Kata Ele.

            Louis menghela nafas beratnya. “Ya. Kematian Austin sangatlah misterius.” Ucapnya.

            “Aku tau. Pasti ada seseorang yang menginginkan kematiannya.” Kata Ele.

            Louis mengangguk-angguk. Pasti ada seseorang yang menginginkan kematiannya. Siapa sosok orang itu? Tiba-tiba Louis teringat dengan Luke. Apa orang itu adalah Luke?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar