expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 23 )



Rainy Day
.

            Hari ini hujan. Ele menatap pemandangan di luar jendela dan bisa ia lihat air turun dari langit dengan derasnya. Sejak pagi tadi, hujan tak kunjung reda. Langit memang sedang bersedih dan matahari tidak mampu meredakan tangis langit itu.

            Ele merasa ada sebuah tangan yang menyetuh punggung tangannya. Sebisa mungkin Ele tersenyum tatkala Louis menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Langsung saja Louis memeluk tubuh kekasihnya itu. Berharap kekasihnya cukup tegar dan bisa menerima semua ini.

            “Lou.. Aku.. Aku tidak menyangka! Teganya Luke berbuat seperti itu!” Tangis Ele.

            Seminggu yang lalu dan di hari yang sama. Louis memejamkan matanya. Ia ingat kejadian setahun yang lalu. Saat kepergian Austin. Dia sangat kehilangan Austin. Dan sekarang, di hari yang sama pula, ia sudah kehilangan Harry. Louis mengira ini hanyalah sebuah mimpi dan berharap ia terbangun dari tidurnya.

            Lalu bagaimana keadaan Emma? Setaunya, Emma sedang di rawat di rumah sakit dan tidak tau bagaimana kabarnya. Louis berharap gadis itu baik-baik saja. Emma memang begitu rapuh saat ini. Dia sudah kehilangan dua orang yang sangat dicintainya. Yaitu Austin dan Harry.

            Lama Louis memeluk Ele, Louis mengambil sebuah buku yang isinya adalah tulisan Harry. Mungkin dengan buku ini, semuanya akan terungkap. Rasa penasarannya pada Harry dan hubungan Harry dengan Luke, juga Austin. Louis tidak mengerti. Saat Harry menyelesaikan lagunya, tiba-tiba Harry terjatuh dan membuat semua orang panik. Kemudian Louis mendapat kabar bahwa ada penjaga yang menemukan mayat Luke yang mengenaskan. Sepertinya Luke memilih untuk mengakhiri hidupnya. Tapi, kenapa Luke harus membunuh Harry? Kenapa?

            Setelah diselidiki, diam-diam Luke membawa pistol beracun yang bisa membunuh siapa saja. Entah darimana Luke mendapatkan pistol itu dan anehnya Luke sangat pandai menembak. Padahal jarak antara Luke dengan panggung cukup jauh. Juga pistol itu tidak mengeluarkan suara. Polisi menduga setelah Luke menembak Harry dengan pistol itu, Luke membunuh dirinya sendiri dengan pistol itu pula.

            “El, kau siap membacanya?” Tanya Louis.

            Ele hanya mengangguk pelan. Kemudian tangan Louis membuka satu persatu lembaran buku itu, ditemani dengan derasnya hujan.

            “Hai! Aku bertaruh kalian pasti sedih? Sebaiknya kalian tidak usah sedih. Aku senang kalian mau membaca tulisanku yang menurutku buruk ini dan bahasanya hancur.

            Maafkan aku Lou. Selama ini aku berbohong. Aku sengaja memilih untuk menyendiri karena ini demi Luke, sahabatku! Kau pasti kaget kenapa aku bisa menjadi sahabat Luke? Dulu, aku, Luke dan Austin adalah tiga sahabat sejati dan kami bagaikan satu. Kami selalu bersama dan tidak ada satupun yang bisa memisahkan kami. Sampai di hari itu.

            Saat kami duduk di bangku SMA, Luke mulai memperlihatkan sikap buruknya. Dia benar-benar berubah dan aku tidak suka dengan perubahannya. Karena itulah aku hanya berteman dengan Austin. Dan saat aku tau bahwa Luke ternyata gay, hatiku hancur sekali. Aku tidak menyangka Luke yang kukenal adalah seseorang yang gay. Dia sudah banyak berhubungan dengan teman cowoknya. Saat itulah aku membenci Luke.

            Parahnya lagi, Austin ikut terjerat dengan Luke dan aku tidak percaya ternyata keduanya diam-diam menjalani sebuah hubungan spesial, layaknya kau dengan Ele dan mereka sama-sama mencintai. Aku bingung harus berbuat apa. Mereka tampak cuek-cuek aja. Dan ketika kami berumur sembilan belas tahun, aku harus bertindak. Ya!

            Sebisa mungkin aku menghilangkan penyakit Austin tapi aku selalu gagal meskipun berkali-kali aku memohon pada Austin. Orangtuanya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan pada akhirnya, aku menemukan seorang bidadari cantik yang langsung membuatku jatuh cinta. Dia adalah Emma Lilian. Emma adalah mahasiswi yang begitu cantik, pintar dan terkenal. Banyak lelaki yang menginginkannya dan aku lebih memendam perasaanku karena aku sadar aku tidak pantas untuknya.

            Sampai aku tau bahwa ternyata Emma menyukai Austin ( Aku belum cerita ya kalau Austin sudah terkenal dengan The Potatoes dan tentu saja Emma mengagumi Austin habis-habisan ), aku menemukan sebuah ide. Aku menyuruh Austin untuk menjalani sebuah hubungan dengan seorang gadis. Aku menyarankan Emma. Anehnya Austin menerima dan mereka pun pacaran. Jujur saja, aku sedih dan merasa cemburu melihat mereka bahagia, namun aku senang karena aku yakin Austin sudah sembuh total dan kembali normal.

            Tapi tentunya kau tau kan bagaimana Luke karena kau pernah cerita kalau Luke keras kepala dan tidak mau mengalah. Melihat Austin dan Emma bahagia, Luke begitu marah dan dia tau itu adalah ideku. Luke marah padaku dan mengancamku untuk membunuhku. Tapi aku tidak takut.

            Sampai di hari itu, Luke sudah tidak tahan lagi dan ia memilih untuk membunuh Austin. Ya. Luke-lah yang membunuh Austin dalam kecelakaan mobil itu. Tapi saat detik-detik kematian Austin, Austin mengaku kalau ia belum bisa melupakan Luke dan Emma adalah pelariannya. Saat itulah Luke merasa menyesal. Ia menyesa karena sudah membunuh seseorang yang sangat dicintainya. Pikirannya kini hanya tertuju pada satu nama. Yaitu aku.

            Luke sangat dendam padaku dan dia ingin membalas dendam itu dengan cara apapun. Amarahnya tidak bisa ditahan. Luke pernah mengancam untuk membunuhku dan bisa saja dia membunuhku karena aku tau siapa Luke itu. Dia mempunyai geng yang sebagian besar adalah penjahat yang telah melarikan diri dari penjara. Tapi aku tidak takut dengan ancamannya. Kalaupun ia membunuhku dan aku berakhir seperti Austin, aku tidak peduli.

            Tapi luke ternyata bisa berubah pikiran dan dia akan menghapus dendamku asalkan aku tidak boleh bergaul dengan siapapun termasuk ikut ke dalam dunianya. Kau pasti bertanya-tanya kenapa aku begitu mudah bernyanyi bersama kalian dan mungkin Niall bertanya-tanya kenapa aku begitu pandai menyanyi dan bermain gitar.

            Dulu, saat kami masih kecil, aku, Luke dan Austin, aku-lah yang sangat mencintai musik dan aku suka menyanyi, sementara Luke dan Austin tidak tertarik dengan dunia musik. Namun karena pengaruhku,akhirnya Luke dan Austin menyukai dunia musik dan kami berobsesi bercita-cita menjadi seorang penyanyi. Dan di saat audisi X-Factor itu, kami bertiga mengikutinya. Namun hanya aku saja yang lolos sementara Austin dan Luke tidak. Aku heran kenapa kalian berempat tidak mengenaliku karena aku mengenali kalian. Kau, Niall, Liam dan Zayn dan kalian berempat lulus audisi. Aku juga lulus audisi dan aku senang sekali. Tidak dengan Austin. Dia begitu sedih dan aku kasihan padanya.

            Akhirnya, aku memutuskan untuk menggantikan posisiku dengan Austin. Aku memohon pada juri untuk menggantikan diriku dengan Austin. Tentu saja juri itu tidak setuju karena aku lebih pantas dibanding Ausin. Tapi aku tidak menyerah. Aku berbohong pada juri bahwa aku ternyata mengidap suatu penyakit parah dan jika aku melanjutkan audisiku, keadaanku akan semakin parah. Untunglah juri mengerti dan dia mau menggantikanku dengan Austin dengan syarat Austin harus bisa bernyanyi sepertiku. Akulah yang mengajarkan Austin sampai Austin bisa dan lihat sekarang. Dia menjadi populer dan terkenal dengan The Potatoes dan berkali-kali Austin berterimakasih padaku.

            Coba bayangkan jika aku tidak mengalah, mungkin kalian tidak akan pernah mengenali Austin dan akulah yang berada di posisi Austin. Tapi, bagiku persahabatan itu adalah segala-galanya. Aku hanya ingin sahabat-sahabatku bahagia meski itu membuatku sedih. Ya seperti ceritaku di atas tadi. Luke tau aku sangat mencintai dunia musik dan dia memanfaatkanku. Karena itulah aku menutupi diriku bahwa aku sama sekali tidak tertarik dengan dunia musik. Coba saja kau tanyakan pada Niall.

            Tapi, lama-kelamaan aku tidak tahan juga. Terutama ketika Niall mendekatiku dan mengajakku bergabung di bandnya karena aku begitu bodoh menyanyikan lagu dan dia melihatku. Dan aku ingat dengan ucapan Ele bahwa setiap manusia memiliki hak dan kehidupan masing-masing. Meski aku berada di bawah bayang-bayangan Luke, tapi tentu aku tidak mau terus ditahan olehnya. Karena itulah aku memutuskan untuk bergabung dengan kalian.

            Mendengar kemunculan One Direction, Luke semakin membenciku. The Invisible pun mendadak menghilang karena kemunculan One Direction. Ya, aku telah menghancurkan impian Luke. Kau tau kan Luke tidak mau mengalah dan ingin selalu menjadi yang pertama. Tapi dia memberiku kesempatan terakhir. Yaitu aku harus membuat gadis yang disukai Luke menyukai Luke. Tentu saja aku heran. Apa Luke sudah sembuh? Luke kan gay! Aku sudah tau ini adalah sebuah jebakan karena aku tau keinginan Luke hanyalah menghapusku dari dunia ini. Gadis itu adalah Emma. Ya, Emma, gadis yang selama ini aku cintai. Aku sudah cerita semuanya pada Emma dan aku harap dia percaya.

            Tapi sekali lagi, aku mengingkari janjiku dengan Luke. Aku memilih menyatakan perasaanku pada Emma karena rasa cinta ini tidak bisa disimpan lagi dan aku kasihan pada Emma yang terlalu mengharapkanku.

            Dan.. Tepat di hari kematian Austin, tampaknya Luke ingin melakukan sesuatu untuk mengakhiri semuanya. Kau tau, sudah lama Luke menderita penyakit di paru-parunya namun dia masih saja merokok. Berkali-kali aku memperingatinya untuk tidak merokok namun dia tidak mau menuruti nasehatku. Saat konser pertama kita, Luke ada diantara ribuan penonton dan dia siap untuk membunuhku. Aku sudah tau apa isi otak Luke dan dia hanya ingin mengakhiri semuanya dengan cara membunuhku, lalu membunuh dirinya sendiri, tepat di hari kematian Austin. Aku tidak tau kenapa Luke memilih hari kematian Austin. Apa karena Luke belum ikhlas atau masih menyesal?

            Terakhir, aku titip salam ke Niall, Zayn, Liam dan tentunya Emma. Aku sangat menyayangi kalian dan aku tidak bisa hidup tanpa kalian. Lagu yang aku nyanyikan pada saat konser adalah lagu yang aku khususkan untuk kalian dan semoga kalian menyukainya J

            “And being here without you is like I’m waking up to

            Only half a blue sky kinda there but not quite

            I’m walking around with just one shoe

            I’m half a heart without you

            I’m half a man at best with half an narrow in my chest

            I miss everything we do I’m half a heart without you..”

***

            Aku telah menuntaskan janjiku. Sekarang, kita bertiga kembali. Ya. Kembali pada kehidupan yang semula. Kembali pada kehidupan yang indah seperti dulu, saat kita masih bocah dan belum mengerti apa sebenarnya arti hidup ini.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar