We Are Friends
.
“Emma
Lilian? Bukannya itu gadis yang sudah lama kau sukai?”
Pemuda
itu menatap sahabatnya sambil tersenyum. “Ya. Dia adalah gadis yang aku sukai.
Sudah lama aku memerhatikannya dan satu yang aku tau. Dia sangat
mengidolakanmu. Cobalah dekat dengannya. Dia adalah gadis yang ceria. Aku harap
dia bisa mengobatimu.” Ucapnya.
Sepertinya
sahabatnya itu tidak setuju. “Aku tidak mau. Aku tidak mau melihatmu mati
cemburu.” Ucapnya.
“Tidak.
Tidak apa-apa. Aku hanya ingin kau sembuh dari penyakitmu. Itu saja. Aku yakin
Emma bisa menyembuhkanmu. Percayalah.” Ucap pemuda itu.
Untuk
beberapa lamanya, sahabat dari pemuda itu berpikir. Kemudian mengangguk dengan
sedikit keraguan. Tapi ia tidak ragu dengan ketulusan sahabatnya itu.
“Baiklah.”
Ucapnya.
***
Dugaan Louis benar. Malam dimana saat
Luke memasang tampang ramahnya itu adalah sebuah kebohongan belaka. Kemarin
malam, ia tidak sengaja mendatang sebuah bar dan melihat Luke disana.
Benar-benar figur seorang tokoh idola yang sangat buruk. Dan ia sempat
mendengar Luke yang mengatakan bahwa The Potatoes itu sangat bodoh dan tidak
pantas disebut boyband. Tentu saja Louis sakit hati mendengarnya.
Hubungannya dengan Ele semakin baik.
Louis sering mengajak Ele pergi ke berbagai tempat dan Louis telah berhasil
mengubah penampilan Ele. Sekarang gadis itu lebih feminim dan terlihat sangat
manis. Untunglah kakak gadis itu tidak berkomentar apapun mengenai perubahan
adiknya itu.
Bodohnya, Louis tidak menanyakan
siapa nama kakak Ele. Dan ia penasaran bagaimana sosok kakak Ele. Apakah begitu
sangat menyeramkan? Sore ini, Louis berjalan santai di sekitar lapangan bola
yang cukup luas. Sebenarnya ia ingin bermain sepak bola karena itu juga
merupakan salah satu hobinya selain menyanyi. Tetapi kaki-kakinya terlalu lemas
untuk berlari dan menendang bola. Tidak tau mengapa.
Tiba-tiba, kedua matanya terpusat
pada seorang pemuda berambut pirang yang sangat ia kenali. Siapa lagi kalau
bukan Niall? Diam-diam Louis sangat merindukan Niall dan lainnya. Bagaimana
nasib Niall dan lainnya? Masa’ hanya karena masalah itu ia jadi membenci Niall
dkk dan berusaha untuk menjauhi mereka?
Tapi, siapa pemuda lain yang sedang
bersama Niall itu? Louis penasaran. Jangan-jangan pemuda itu pengganti Austin
lagi. Untuk saat ini, Louis malas memikirkan nasib karier-nya dan juga
pengganti Austin. Louis pun mendekati Niall.
“Hai Yell! Lama tidak jumpa. Maafkan
aku. Sampaikan permintamaafanku kepada Liam dan Zayn.” Kata Louis.
Niall begitu kaget melihat
kedatangan Louis secara tiba-tiba dan meminta maaf secara tiba-tiba. Pasalnya
Louis adalah tipe orang yang sangat sulit untuk mengucapkan maaf dan memaafkan
orang lain.
“Oke bos! Ohya kenali, ini teman
baruku. Namanya Harry Styles. Panggil saja Harry.” Ucap Niall. “Harr, ini
Louis. Kau pasti tau kan dia.” Ucap Niall melirik Harry.
“Harry.” Ucap Harry singkat sambil
berjabat tangan dengan Louis.
“Louis.” Balas Louis tak kalah
singkat lagi.
Dalam hati, Niall tertawa geli.
Louis dan Harry sama saja. Sama-sama hemat bicara. Tapi Niall berharap Louis
bisa akrab dengan Harry. Tiba-tiba Niall menemukan sebuah ide yang brilliant.
“Ada gitar di mobilku. Bagaimana
kalau kita menyayi bersama? Sudah lama aku tidak bernanyi denganmu Lou. Dan aku
yakin sekali suara Harry tidak seburuk suaramu.” Kata Niall.
Tentu saja Louis merasa tersinggung
dengan ucapan Niall. “Aku sedang malas bernanyi. Ya sudah aku pergi dulu.”
Ucapnya lalu pergi meninggalkan Harry dan Niall.
“Louis memang begitu, Harr. Kau
harus bisa memakluminya. Tapi kalau di panggung, dia tidak bisa diam. Ah.. Aku
sangat merindukan masa-masa itu. Masa saat The Potatoes masih eksis di dunia
musik. Kau pasti tau kan Austin Matthew?” Ucap Niall.
Entah sejak kapan Harry melamun.
Cepat-cepat Harry menyadarkan dirinya. “Eh? Austin? Ya aku tau dia.” Jawabnya.
“Dia adalah penyanyi yang hebat dan
seorang gitaris yang handal. Ohya, apa kau suka menyanyi? Aku ingin sekali
mendengar suaramu.” Ucap Niall.
Harry menatap Niall dengan tatapan
yang sulit diartikan. “Maaf aku tidak bisa. Ohya, aku harus pergi dulu. Bye.”
Ucapnya lalu pergi meninggalkan Niall.
Benar-benar pemuda yang sangat
misterius. Tapi Niall senang karena ia dan Harry sudah berteman dan ia berharap
Harry mau menjadi sahabatnya. Ya, sahabatnya seperti Louis, Liam dan Zayn.
***
Langkah
pemuda itu terhenti ketika mendengar sebuah suara yang sudah tidak asing
baginya. Pemuda itu membalikkan langkahnya. Menyadari siapa yang memanggilnya,
pemuda itu tersenyum dengan penuh kesinisan.
“Ada
apa? Mau menyuruhku untuk meninggalkan sahabatmu itu?” Tanyanya.
“Syukurlah
kau sudah sadar! Sekarang dia sudah memiliki seorang kekasih. Namanya Emma
Lilian.”
Pemuda
itu tersenyum sinis. “Dengan tanda kutip paksaan. Kau memaksanya bukan?
Hahaha.. Dia tidak akan pernah bisa melupakanku. Kami sudah ditakdirkan untuk
bersama.” Ucapnya diakhiri oleh tawa yang sangat licik.
BUUGG
!!!!
Satu
pukulan telak mengenai wajah pemuda itu. Alhasil mulut pemuda itu berdarah
karena belum siap menerima hantaman kasar. Tapi entah mengapa pemuda itu tidak mau
membalasnya.
“Aku
peringatkan sekali lagi. Jika kau berani mendekati sahabatku, tidak segan-segan
aku membunuhmu.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan pemuda itu.
‘Membunuhku?
Aku yang akan duluan membunuhmu!’ Batinnya.
***
Louis kembali seperti sedia kala!
Ya, dia kembali ceria bersama Niall, Liam, dan Zayn. Keceriaan mereka kembali
seperti semula dan mereka sempat bernanyi bersama. Sesekali mereka memasang
wajah sedih ketika menyanyikan lagu yang sedih.
“Masih teringat dengan Austin?”
Tanya Liam memastikan.
“Sedikit. Tapi aku berusaha untuk
mengikhlaskannya.” Jawab Louis.
“Nah, kita kan sudah bersama lagi.
Bagaimana jika kita membentuk band baru? Aku akan mengajak Harry untuk
bergabung.” Kata Niall dengan penuh semangat.
Otomatis Louis menatap Niall.
“Harry? Anak kemarin itu?” Tanyanya dan dibalas anggukan Niall. “Kau gila! Baru
saja kau bertemu dengannya dan kau belum tau bagaimana suaranya saat dia
bernyanyi.”
“Aku sudah mendengarnya bernanyi Lou
dan suaranya sangat bagus! Kalau kau mendengarnya kau akan ter…”
Ucapan Niall dipotong oleh Zayn.
“Terbang hingga menembus langit ketujuh.” Sambungnya.
“Dasar berlebihan!” Ucap Louis.
“Bukannya hari ini kita akan
jalan-jalan ke tempat biasanya? Kalian hampir lupa kan?” Kata Liam mengingatkan.
Tempat biasanya yang di maksud oleh
Liam adalah tempat yang selau mereka datangi setiap bulannya. Letaknya cukup
jauh dari Kota dan menempuhnya hampir dua jam-man. Deskripsi tempat itu seperti
sebuah desa yang indah dan disana ada danau yang luas. Disana juga banyak
sekali wahana permainan. Liam sudah mengabarkan di twitter dan dia senang
karena masih banyak fans-nya yang selalu mendukungnya. Mereka yang tinggal
disana sedang membuat kejutan untuknya.
“Ok, let’s go!” Ucap Niall, Louis
dan Zayn berbarengan.
***
Aneh memang tanpa kehadiran Austin
disini. Biasanya Austin yang menyetir mobil dan sekarang Louis yang menyetirnya
dan Liam yang akan menggantikan Louis jika Louis lelah.
“Jika ada Austin disini, mungkin
suasanya berbeda.” Gumam Niall.
“Ya. Aku merindukan suaranya dan
sangat merindukan keributanmu dengannya.” Kata Zayn.
Sementara Louis yang sibuk menyetir
tidak mendengarkan omongan Niall dan Zayn dibelakang. Louis asyik menyetir
hingga tidak mendengarkan ocehan Niall dan Zayn dibelakang. Ketika mereka
melewati jalan kampus mereka, Niall melihat seseorang disana. Seseorang yang
sangat ia kenali.
“STOP LOU!!” Teriak Niall. Alhasil
Louis mendadak mengerem mobilnya.
“Ada apa sih?” Tanya Louis kesal.
Niall tidak menjawab pertanyaan Louis.
Cowok itu keluar dari mobil Louis dan berjalan mendekati seseorang yang
dilihatnya tadi. Louis menatap Niall dengan kesal. Pemuda itu lagi! Sementara
Zayn dan Liam memerhatikannya dengan penuh penasaran.
“Hai Harr! Sedang apa?” Sapa+Tanya
Niall.
Tentu saja Harry kaget akan
kedatangan Niall. “Sedang sendiri. Kenapa?” Jawab+Tanya Harry.
“Kau kan sedang tidak ada kerjaan.
Bagaimana kalau kau ikut kami saja?” Tanya Niall.
Harry bisa melihat mobil merah yang
mengkilat yang letaknya tidak jauh dari tempatnya. “Maaf, aku tidak bisa.”
Jawab Harry dengan sopan.
“Oh, ayolah Harr! Kalau kau tidak
pede dengan kaosmu, aku bisa meminjamkan jaket untukmu. Lagipula udaranya cukup
dingin. Ayolah..” Paksa Niall.
“Aku tidak bisa. Kalian pasti
menempuh perjalanan yang cukup jauh. Dan aku yakin kau bersama teman
se-grupmu.” Kata Harry.
“Tidak apa-apa. Mereka ingin
berkenalan denganmu. Bagaimanapun juga, kau harus bisa bergaul dengan orang
banyak. Ayolah! Di dalam mobil sana banyak pakaian yang cocok untukmu.”
Entah setan apa yang dapat membuat
Harry mengangguk pelan, sementara Niall bersorak gembira. Tuh anak idiot
sekali. Seperti anak kecil yang masih berusia di bawah sepuluh tahun. Niall pun
mengajak Harry menuju mobil merah itu.
“Hai semua! Perkenalkan ini Harry!”
Ucap Niall ceria.
Louis yang sudah kenal dengan Harry
memilih cuek saja, sementara Zayn dan Liam berusaha tersenyum melihat Harry.
Harry pun membalas senyuman mereka dengan perasaan yang sangat tidak enak.
“Aku harap kalian jangan marah karena
aku akan mengajak Harry dalam acara ini.” Kata Niall.
Mendengar ucapan Niall, Louis
langsung beraksi. “Mengajaknya? Apa kau gila? Dia itu siapa? Lihat saja
pakaiannya yang sangat lusuh! Sadar dong! Disana nanti ada banyak fans yang
menyambut kita!”
Baru saja Harry angkat bicara, Niall
langsung menyelanya. “Kumohon Lou. Jangan seperti itu. Dia sama seperti kita.
Aku banyak membawa pakaian dan kurasa itu cocok digunakan Harry.” Ucapnya.
Louis tidak bisa adu mulut dengan
Niall lagi. Niall pun meminta pendapat dari Zayn dan Liam dan mereka rasa tidak
ada salahnya Harry turut serta dalam acara bulanan yang wajib ini.
“Maafkan Louis. Dia memang seperti
itu.” Ucap Niall pada Harry.
Harry berusaha untuk tersenyum.
“Tentu saja.”
Setelah keduanya masuk ke dalam
mobil, mobil itu pun melaju dengan kecepatan sedang. Di dalam sana, tidak
henti-hentinya Niall tersenyum. Hatinya begitu senang. Ternyata Harry tidak
sedingin yang dibayangkannya.
Tidak jauh dari tempat itu, seorang
pemuda yang kira-kira berusia dua puluhan tahun tersenyum licik. Pemuda itu
melihat semua yang dilakukan Niall pada Harry dan Harry menurutinya.
‘Aku akan mengacaukan acara kalian!’
Batinnya.
***
Di perjalanan, Louis sengaja
menyetel lagu-lagu tahun sembilan puluhan. Cowok itu memang menyukai lagu-lagu
lama. Minimal Westlife-lah. Jujur saja, hatinya begitu kesal akan kehadiran
Harry di mobil ini. Memangnya Harry siapa sih? Niall sama juga. Mengajak orang
yang baru dikenalnya. Louis merasa seakan-akan Harry-lah yang menggantikan
Austin. Tidak! Tidak akan pernah!
“Nah kan lumayan lebih baik dari
sebelumnya.” Kata Niall tersenyum melihat penampilan baru Harry. Harry
mengenakan sweter milik Niall yang ukurannya pas di tubuhnya dan sepasang
sepatu ketsnya.
“Thank.” Kata Harry pelan, namun
penekanan suaranya terdengar sedikit malu.
Sejak tadi, Zayn terus saja
memerhatikan Harry dan berpaling saat Harry melirik ke arahnya. Menurutnya,
Harry tidak buruk-buruk amat. Dan ia tidak tau mengapa Niall sangat
mengharapkan Harry masuk ke dalam band-nya untuk menggantikan Austin. Memangnya
bagaimana suara Harry?
“Yell, kau serius Harry yang akan
menggantikan Austin?” Bisik Zayn di telinga Niall. Untunglah Harry tidak
mendengarnya.
“Tentu saja.” Balas Niall dengan
suara yang tidak kalah kecilnya.
Niall tidak sengaja menemukan gitar
dan tangannya mulai gatal karena ingin memainkan gitar itu. Kemudian ia melirik
ke arah Harry yang sedang menikmati pemandangan di luar kaca mobil.
“Kau bisa bermain gitar?” Tanya
Niall.
Yang ditanya tidak menjawab. Harry
masih tetap setia dengan pandangannya ke arah kaca mobil. Niall menjadi
penasaran dengan Harry. Sudah jelas-jelas Harry pandai bermain gitar dan
menyanyi. Niall sudah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
Lama menunggu, akhirnya Niall-lah
yang memainkan gitar itu. Ia asyik menciptakan nada-nada ceria dan Zayn ikut
bernanyi dengan ria. Tanpa keduanya sadari, Harry meirik ke arah keduanya
sambil tersenyum kecil. Mereka begitu bahagia dan hidupnya seperti tidak ada
masalah.
“Ayo bernyanyilah Harr..” Ajak Niall
ceria.
“Tidak. Aku tidak bisa bernyanyi.”
Jawab Harry.
Zayn sempat mendengar suara Harry
dan seketika itu juga ia langsung menghentikan nyanyian. Harry tidak bisa
bernyanyi? Yang benar yang mana dong? Bukannya Niall mengatakan bahwa Harry
memiliki suara yang tidak kalah bagus dengan Austin? Apa pada saat itu Niall
sedang mabuk?
Perjalanan panjang itu berakhir di
sebuah tempat yang begitu sejuk dan cukup dingin. Karena itulah Niall
menyiapkan banyak jaket dan sweter. Sudah dapat dipastikan di depan sana,
Potatoers pada menunggui kedatangan mereka. Dan tampaknya Harry kurang begitu
nyaman dengan suasana seperti itu.
“Aku diam disini saja.” Kata Harry.
Niall menatap Harry dengan heran.
“Kenapa? Kau tidak mau mati kehabisan oksigen kan disini?” Tanyanya.
“Tidak jika kau membuka kaca
mobilnya. Aku bisa bernafas dengan bebas. Lagipula udaranya segar disini.”
Jawab Harry.
Baru saja Niall menjawab, Louis
langsung datang dengan wajah yang sangat sangat tidak ramah. “Ayo cepat turun!”
Bentaknya.
“Lou, kenapa kau marah-marah sih?”
Tanya Niall. Sementara Harry diam dan tidak berani menatap Louis.
Louis menatap Niall dengan tajam.
“Terserah. Tapi kalian harus cepat meninggalkan mobil ini. Kalau teman-mu itu
tidak mau datang kesana, suruh aja mencari tempat lain.” Ucapnya dan sengaja
tidak menyebut nama ‘Harry’ dan menggantikannya dengan ‘teman-mu.’
“Ikut aja yuk Harr dan jangan
pikirkan Louis. Dia memang begitu.” Ucap Niall.
Lagi-lagi Harry mengangguk. Dia
serasa seperti pengikut Niall dan menuruti apapun yang dikehendaki Niall. Harry
pun berjalan mengikuti Niall dari belakang. Ia bisa melihat puluhan fans The
Potatoes berkumpul demi menyambut kedatangan mereka.
“NIALL !!! LOUIS !!! ZAYN !!! LIAM
!!!” Teriak mereka.
“Apa kabar kalian semua? Sudah lama
tidak melihat kalian! I miss you guys so bad!” Teriak Liam sambil melambaikan
tangan.
Setelah mereka berada di kerumunan
itu, Niall dan lainnya menyempatkan diri untuk berfoto dengan fans dan
memberikan tanda tangan. Melihat hal yang tidak biasa itu, Harry jadi
kebingungan sendiri dan selalu berada di balik tubuh Niall. Ia sangat menyesal
karena telah menuruti ajakan Niall.
Salah satu dari mereka menyadari ada
orang lain disana selain Liam, Louis, Niall dan Zayn. Dia adalah seorang gadis
cantik bermata cokelat yang tampaknya berbinar-binar.
“Ini siapa? Pengganti Austin?” Tanya
gadis itu bersemangat mendekati Harry.
Harry yang belum menguasai keadaan
dibantu oleh Niall. “Namanya Harry. Mungkin saja.” Jawabnya sambil tertawa.
Teman-teman gadis bermata cokelat
itu pun mulai datang mendekati Harry. “Hai! Namaku Sofia! Aku boleh berfoto
denganmu?” Sapa+Pinta gadis bermata cokelat tadi.
Mau tidak mau, Harry pun mengangguk
dan ia berusaha memasang tampang terbaiknya. Anehnya, hasilnya sangat bagus dan
Sofia begitu girang. Ia pun meminta tanda tangan Harry dan diikuti
teman-temannya yang lain.
“Kau sangat tampan dan manis! Aku
senang bisa berfoto denganmu sebelum kau menjadi terkenal, hehe…” Ucap Sofia.
Ternyata begini rasanya, batin
Harry. Sementara Niall, Liam dan Zayn sangat tidak percaya dengan apa yang
mereka lihat. Harry belum menjadi seorang bintang dan dia sudah banyak digemari
oleh gadis-gadis itu. Liam tersenyum. Pilihan Niall tidak salah. Harry pantas
menggantikan Austin.
Beda hal-nya dengan Louis yang masih
memasang tampang buruknya. Ia sengaja menjauhi kerumunan itu. Harry. Harry-kah
yang akan menggantikan Austin? Tidak! Ia tidak akan setuju. Austin tidak akan
tergantikan oleh siapapun. Jika memang benar Harry siap menggantikan Austin, ia
akan keluar dari band baru yang akan mereka bentuk.
“Harr, kau berbakat jadi artis!”
Kata Niall sambil merangkul Harry.
Harry hanya membalas pujian Niall
dengan senyuman. Cowok itu kini sibuk berfotoan dengan para gadis itu dan Harry
sudah bisa menguasai dirinya. Sementara itu, Louis tidak sengaja menemukan
kerumunan lain. Kerumunan yang jumlahnya cukup besar. Astaga! Bukannya itu…..
“HEI !!! ITU THE INVISIBLE !!!”
Teriak salah satu dari mereka.
Mungkin ada diantara Potatoers yang
sangat mengidolakan The Invisible dan mereka berlalri menuju The Invisble.
Namun ada sebagian yang tetap bersama Liam dkk. Ada juga dari mereka yang
sangat membenci The Invisible, termasuk Sofia sendiri. Louis yang tertangkap
basah oleh Luke langsung berlari mendekati sisa kerumunan yang berjumlah kecil
itu. Pemuda itu sengaja berdekatan dengan Harry dan fans lainnya lalu mengambil
foto selfi bersama. Apa ini merupakan salah satu caranya untuk membuat panas
hati Luke?
Louis tersenyum puas saat Luke
menatapnya dengan penuh kebencian. Entah apa Luke menatapnya atau menatap
Harry. Tapi Louis merasa senang karena berhasil memanaskan hati Luke.
Sementara The Invisible…..
“Ada apa Luk?” Tanya Gary.
Luke tidak langsung menjawab. Ia
masih memerhatikan kerumunan kecil itu dari jauh sambil tersenyum penuh
kesinisan. “Tempat ini sudah aku sewa dan aku ingin mereka pergi dari tempat
ini.” Ucapnya.
Beberapa penjaga berdatangan atas
perintah Luke dan penjaga-penjaga itu bersiap-siap untuk mengusir kerumunan
itu. Tentu saja Liam dkk kaget. Lebih kagetnya lagi, mengapa The Invisible
menyewa tempat ini? Bukannya tempat ini bebas dan semua orang berhak mendatanginya?
“Kami tidak bisa meninggalkan tempat
ini. Ini adalah acara wajib kami.” Kata Liam.
“Sekali lagi, kalian harus pergi
meninggalkan tempat ini. Tempat ini sudah di beli oleh Luke!” Ucap salah satu
dari penjaga itu.
Mendengar nama Luke, Louis langsung
angkat bicara. “Baiklah! Ayo kita pergi!” Ucap Louis dengan suara yang tinggi
lalu pergi meninggalkan tempat itu.
“Aku benci Luke. Baru saja tenar
sudah sombong sekali. Aku benci dia.” Kata Sofia.
“Ya. Hari istimewa kalian telah
dihancurkan oleh mereka.” Tambah Dona, teman Sofia.
“Jika ada Austin disini, mungkin
ceritanya berbeda.” Tambah Darcy, teman Sofia.
Liam menghela nafas dalam-dalam.
“Sudahlah. Ayo kita pergi saja. Kita biarkan mereka pesta hari ini.” Ucap Liam
lalu pergi meninggalkan tempat itu.
“Aku tau Luke sengaja melakukan ini.
Dia ingin mengacaukan acara wajib kami. Mentang-mentang The Potatoes sudah
bubar.” Kata Niall dengan sangat kecewa.
Dengan penuh rasa keterpaksaan, Liam
dkk akhirnya kembali ke rumah. Sebenarnya Niall ingin pergi ke suatu tempat
tapi Louis melarangnya. Yang hanya diinginkan Louis hanyalah berbaring di atas
kasurnya dan memaki-maki nama ‘Luke.’ Mobil itupun melaju dengan kecepatan
tinggi.
“Pelan-pelan Lou, aku belum siap
mati.” Kata Niall namun tidak direspon Louis.
Tiba-tiba Harry bicara. “Mungkin ini
semua salahku.” Ucapnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Baik Niall, Zayn maupun Liam menoleh
ke arah Harry. “Seandainya aku tidak ikut dalam acara penting kalian, pasti
tidak akan seperti ini.” Sambung Harry.
“Tidak Harr, tidak. Bahkan kau jauh
lebih penting dari acara itu.” Kata Niall.
“Maksudmu?” Tanya Harry tidak
mengerti.
Giliran Niall yang enggan menjawab
pertanyaan Harry. Sampai detik ini, ia masih bingung dan bimbang dengan apa
yang dilakukannya. Apakah keputusannya sudah tepat untuk memasukkan Harry ke
dalam band barunya? Siapkah Harry menggantikan Austin atau lebih tepatnya lagi,
maukah Harry menggantikan Austin?
Dan juga Luke. Apa
sebegitubencinya-kah Luke kepada mereka sampai-sampai mengacaukan acara mereka?
Apa Luke sedang membuat rencana? Ternyata Luke memang licik. Benar apa kata
Louis.
“Ada apa?” Tanya Harry melihat wajah
tak biasa Niall.
“Oh, tidak apa-apa kok.” Jawab Niall
cepat-cepat.
Harry tersenyum. “Setidaknya kita
sudah berteman, kan?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar