expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 9 )



We Are Friends
.

            “Emma Lilian? Bukannya itu gadis yang sudah lama kau sukai?”

            Pemuda itu menatap sahabatnya sambil tersenyum. “Ya. Dia adalah gadis yang aku sukai. Sudah lama aku memerhatikannya dan satu yang aku tau. Dia sangat mengidolakanmu. Cobalah dekat dengannya. Dia adalah gadis yang ceria. Aku harap dia bisa mengobatimu.” Ucapnya.

            Sepertinya sahabatnya itu tidak setuju. “Aku tidak mau. Aku tidak mau melihatmu mati cemburu.” Ucapnya.

            “Tidak. Tidak apa-apa. Aku hanya ingin kau sembuh dari penyakitmu. Itu saja. Aku yakin Emma bisa menyembuhkanmu. Percayalah.” Ucap pemuda itu.

            Untuk beberapa lamanya, sahabat dari pemuda itu berpikir. Kemudian mengangguk dengan sedikit keraguan. Tapi ia tidak ragu dengan ketulusan sahabatnya itu.

            “Baiklah.” Ucapnya.

***

            Dugaan Louis benar. Malam dimana saat Luke memasang tampang ramahnya itu adalah sebuah kebohongan belaka. Kemarin malam, ia tidak sengaja mendatang sebuah bar dan melihat Luke disana. Benar-benar figur seorang tokoh idola yang sangat buruk. Dan ia sempat mendengar Luke yang mengatakan bahwa The Potatoes itu sangat bodoh dan tidak pantas disebut boyband. Tentu saja Louis sakit hati mendengarnya.

            Hubungannya dengan Ele semakin baik. Louis sering mengajak Ele pergi ke berbagai tempat dan Louis telah berhasil mengubah penampilan Ele. Sekarang gadis itu lebih feminim dan terlihat sangat manis. Untunglah kakak gadis itu tidak berkomentar apapun mengenai perubahan adiknya itu.

            Bodohnya, Louis tidak menanyakan siapa nama kakak Ele. Dan ia penasaran bagaimana sosok kakak Ele. Apakah begitu sangat menyeramkan? Sore ini, Louis berjalan santai di sekitar lapangan bola yang cukup luas. Sebenarnya ia ingin bermain sepak bola karena itu juga merupakan salah satu hobinya selain menyanyi. Tetapi kaki-kakinya terlalu lemas untuk berlari dan menendang bola. Tidak tau mengapa.

            Tiba-tiba, kedua matanya terpusat pada seorang pemuda berambut pirang yang sangat ia kenali. Siapa lagi kalau bukan Niall? Diam-diam Louis sangat merindukan Niall dan lainnya. Bagaimana nasib Niall dan lainnya? Masa’ hanya karena masalah itu ia jadi membenci Niall dkk dan berusaha untuk menjauhi mereka?

            Tapi, siapa pemuda lain yang sedang bersama Niall itu? Louis penasaran. Jangan-jangan pemuda itu pengganti Austin lagi. Untuk saat ini, Louis malas memikirkan nasib karier-nya dan juga pengganti Austin. Louis pun mendekati Niall.

            “Hai Yell! Lama tidak jumpa. Maafkan aku. Sampaikan permintamaafanku kepada Liam dan Zayn.” Kata Louis.

            Niall begitu kaget melihat kedatangan Louis secara tiba-tiba dan meminta maaf secara tiba-tiba. Pasalnya Louis adalah tipe orang yang sangat sulit untuk mengucapkan maaf dan memaafkan orang lain.

            “Oke bos! Ohya kenali, ini teman baruku. Namanya Harry Styles. Panggil saja Harry.” Ucap Niall. “Harr, ini Louis. Kau pasti tau kan dia.” Ucap Niall melirik Harry.

            “Harry.” Ucap Harry singkat sambil berjabat tangan dengan Louis.

            “Louis.” Balas Louis tak kalah singkat lagi.

            Dalam hati, Niall tertawa geli. Louis dan Harry sama saja. Sama-sama hemat bicara. Tapi Niall berharap Louis bisa akrab dengan Harry. Tiba-tiba Niall menemukan sebuah ide yang brilliant.

            “Ada gitar di mobilku. Bagaimana kalau kita menyayi bersama? Sudah lama aku tidak bernanyi denganmu Lou. Dan aku yakin sekali suara Harry tidak seburuk suaramu.” Kata Niall.

            Tentu saja Louis merasa tersinggung dengan ucapan Niall. “Aku sedang malas bernanyi. Ya sudah aku pergi dulu.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan Harry dan Niall.

            “Louis memang begitu, Harr. Kau harus bisa memakluminya. Tapi kalau di panggung, dia tidak bisa diam. Ah.. Aku sangat merindukan masa-masa itu. Masa saat The Potatoes masih eksis di dunia musik. Kau pasti tau kan Austin Matthew?” Ucap Niall.

            Entah sejak kapan Harry melamun. Cepat-cepat Harry menyadarkan dirinya. “Eh? Austin? Ya aku tau dia.” Jawabnya.

            “Dia adalah penyanyi yang hebat dan seorang gitaris yang handal. Ohya, apa kau suka menyanyi? Aku ingin sekali mendengar suaramu.” Ucap Niall.

            Harry menatap Niall dengan tatapan yang sulit diartikan. “Maaf aku tidak bisa. Ohya, aku harus pergi dulu. Bye.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan Niall.

            Benar-benar pemuda yang sangat misterius. Tapi Niall senang karena ia dan Harry sudah berteman dan ia berharap Harry mau menjadi sahabatnya. Ya, sahabatnya seperti Louis, Liam dan Zayn.

***

            Langkah pemuda itu terhenti ketika mendengar sebuah suara yang sudah tidak asing baginya. Pemuda itu membalikkan langkahnya. Menyadari siapa yang memanggilnya, pemuda itu tersenyum dengan penuh kesinisan.

            “Ada apa? Mau menyuruhku untuk meninggalkan sahabatmu itu?” Tanyanya.

            “Syukurlah kau sudah sadar! Sekarang dia sudah memiliki seorang kekasih. Namanya Emma Lilian.”

            Pemuda itu tersenyum sinis. “Dengan tanda kutip paksaan. Kau memaksanya bukan? Hahaha.. Dia tidak akan pernah bisa melupakanku. Kami sudah ditakdirkan untuk bersama.” Ucapnya diakhiri oleh tawa yang sangat licik.

            BUUGG !!!!

            Satu pukulan telak mengenai wajah pemuda itu. Alhasil mulut pemuda itu berdarah karena belum siap menerima hantaman kasar. Tapi entah mengapa pemuda itu tidak mau membalasnya.

            “Aku peringatkan sekali lagi. Jika kau berani mendekati sahabatku, tidak segan-segan aku membunuhmu.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan pemuda itu.

            ‘Membunuhku? Aku yang akan duluan membunuhmu!’ Batinnya.

***

            Louis kembali seperti sedia kala! Ya, dia kembali ceria bersama Niall, Liam, dan Zayn. Keceriaan mereka kembali seperti semula dan mereka sempat bernanyi bersama. Sesekali mereka memasang wajah sedih ketika menyanyikan lagu yang sedih.

            “Masih teringat dengan Austin?” Tanya Liam memastikan.

            “Sedikit. Tapi aku berusaha untuk mengikhlaskannya.” Jawab Louis.

            “Nah, kita kan sudah bersama lagi. Bagaimana jika kita membentuk band baru? Aku akan mengajak Harry untuk bergabung.” Kata Niall dengan penuh semangat.

            Otomatis Louis menatap Niall. “Harry? Anak kemarin itu?” Tanyanya dan dibalas anggukan Niall. “Kau gila! Baru saja kau bertemu dengannya dan kau belum tau bagaimana suaranya saat dia bernyanyi.”

            “Aku sudah mendengarnya bernanyi Lou dan suaranya sangat bagus! Kalau kau mendengarnya kau akan ter…”

            Ucapan Niall dipotong oleh Zayn. “Terbang hingga menembus langit ketujuh.” Sambungnya.

            “Dasar berlebihan!” Ucap Louis.

            “Bukannya hari ini kita akan jalan-jalan ke tempat biasanya? Kalian hampir lupa kan?” Kata Liam mengingatkan.

            Tempat biasanya yang di maksud oleh Liam adalah tempat yang selau mereka datangi setiap bulannya. Letaknya cukup jauh dari Kota dan menempuhnya hampir dua jam-man. Deskripsi tempat itu seperti sebuah desa yang indah dan disana ada danau yang luas. Disana juga banyak sekali wahana permainan. Liam sudah mengabarkan di twitter dan dia senang karena masih banyak fans-nya yang selalu mendukungnya. Mereka yang tinggal disana sedang membuat kejutan untuknya.

            “Ok, let’s go!” Ucap Niall, Louis dan Zayn berbarengan.

***

            Aneh memang tanpa kehadiran Austin disini. Biasanya Austin yang menyetir mobil dan sekarang Louis yang menyetirnya dan Liam yang akan menggantikan Louis jika Louis lelah.

            “Jika ada Austin disini, mungkin suasanya berbeda.” Gumam Niall.

            “Ya. Aku merindukan suaranya dan sangat merindukan keributanmu dengannya.” Kata Zayn.

            Sementara Louis yang sibuk menyetir tidak mendengarkan omongan Niall dan Zayn dibelakang. Louis asyik menyetir hingga tidak mendengarkan ocehan Niall dan Zayn dibelakang. Ketika mereka melewati jalan kampus mereka, Niall melihat seseorang disana. Seseorang yang sangat ia kenali.

            “STOP LOU!!” Teriak Niall. Alhasil Louis mendadak mengerem mobilnya.

            “Ada apa sih?” Tanya Louis kesal.

            Niall tidak menjawab pertanyaan Louis. Cowok itu keluar dari mobil Louis dan berjalan mendekati seseorang yang dilihatnya tadi. Louis menatap Niall dengan kesal. Pemuda itu lagi! Sementara Zayn dan Liam memerhatikannya dengan penuh penasaran.

            “Hai Harr! Sedang apa?” Sapa+Tanya Niall.

            Tentu saja Harry kaget akan kedatangan Niall. “Sedang sendiri. Kenapa?” Jawab+Tanya Harry.

            “Kau kan sedang tidak ada kerjaan. Bagaimana kalau kau ikut kami saja?” Tanya Niall.

            Harry bisa melihat mobil merah yang mengkilat yang letaknya tidak jauh dari tempatnya. “Maaf, aku tidak bisa.” Jawab Harry dengan sopan.

            “Oh, ayolah Harr! Kalau kau tidak pede dengan kaosmu, aku bisa meminjamkan jaket untukmu. Lagipula udaranya cukup dingin. Ayolah..” Paksa Niall.

            “Aku tidak bisa. Kalian pasti menempuh perjalanan yang cukup jauh. Dan aku yakin kau bersama teman se-grupmu.” Kata Harry.

            “Tidak apa-apa. Mereka ingin berkenalan denganmu. Bagaimanapun juga, kau harus bisa bergaul dengan orang banyak. Ayolah! Di dalam mobil sana banyak pakaian yang cocok untukmu.”

            Entah setan apa yang dapat membuat Harry mengangguk pelan, sementara Niall bersorak gembira. Tuh anak idiot sekali. Seperti anak kecil yang masih berusia di bawah sepuluh tahun. Niall pun mengajak Harry menuju mobil merah itu.

            “Hai semua! Perkenalkan ini Harry!” Ucap Niall ceria.

            Louis yang sudah kenal dengan Harry memilih cuek saja, sementara Zayn dan Liam berusaha tersenyum melihat Harry. Harry pun membalas senyuman mereka dengan perasaan yang sangat tidak enak.

            “Aku harap kalian jangan marah karena aku akan mengajak Harry dalam acara ini.” Kata Niall.

            Mendengar ucapan Niall, Louis langsung beraksi. “Mengajaknya? Apa kau gila? Dia itu siapa? Lihat saja pakaiannya yang sangat lusuh! Sadar dong! Disana nanti ada banyak fans yang menyambut kita!”

            Baru saja Harry angkat bicara, Niall langsung menyelanya. “Kumohon Lou. Jangan seperti itu. Dia sama seperti kita. Aku banyak membawa pakaian dan kurasa itu cocok digunakan Harry.” Ucapnya.

            Louis tidak bisa adu mulut dengan Niall lagi. Niall pun meminta pendapat dari Zayn dan Liam dan mereka rasa tidak ada salahnya Harry turut serta dalam acara bulanan yang wajib ini.

            “Maafkan Louis. Dia memang seperti itu.” Ucap Niall pada Harry.

            Harry berusaha untuk tersenyum. “Tentu saja.”

            Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, mobil itu pun melaju dengan kecepatan sedang. Di dalam sana, tidak henti-hentinya Niall tersenyum. Hatinya begitu senang. Ternyata Harry tidak sedingin yang dibayangkannya.

            Tidak jauh dari tempat itu, seorang pemuda yang kira-kira berusia dua puluhan tahun tersenyum licik. Pemuda itu melihat semua yang dilakukan Niall pada Harry dan Harry menurutinya.

            ‘Aku akan mengacaukan acara kalian!’ Batinnya.

***

            Di perjalanan, Louis sengaja menyetel lagu-lagu tahun sembilan puluhan. Cowok itu memang menyukai lagu-lagu lama. Minimal Westlife-lah. Jujur saja, hatinya begitu kesal akan kehadiran Harry di mobil ini. Memangnya Harry siapa sih? Niall sama juga. Mengajak orang yang baru dikenalnya. Louis merasa seakan-akan Harry-lah yang menggantikan Austin. Tidak! Tidak akan pernah!

            “Nah kan lumayan lebih baik dari sebelumnya.” Kata Niall tersenyum melihat penampilan baru Harry. Harry mengenakan sweter milik Niall yang ukurannya pas di tubuhnya dan sepasang sepatu ketsnya.

            “Thank.” Kata Harry pelan, namun penekanan suaranya terdengar sedikit malu.

            Sejak tadi, Zayn terus saja memerhatikan Harry dan berpaling saat Harry melirik ke arahnya. Menurutnya, Harry tidak buruk-buruk amat. Dan ia tidak tau mengapa Niall sangat mengharapkan Harry masuk ke dalam band-nya untuk menggantikan Austin. Memangnya bagaimana suara Harry?

            “Yell, kau serius Harry yang akan menggantikan Austin?” Bisik Zayn di telinga Niall. Untunglah Harry tidak mendengarnya.

            “Tentu saja.” Balas Niall dengan suara yang tidak kalah kecilnya.

            Niall tidak sengaja menemukan gitar dan tangannya mulai gatal karena ingin memainkan gitar itu. Kemudian ia melirik ke arah Harry yang sedang menikmati pemandangan di luar kaca mobil.

            “Kau bisa bermain gitar?” Tanya Niall.

            Yang ditanya tidak menjawab. Harry masih tetap setia dengan pandangannya ke arah kaca mobil. Niall menjadi penasaran dengan Harry. Sudah jelas-jelas Harry pandai bermain gitar dan menyanyi. Niall sudah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

            Lama menunggu, akhirnya Niall-lah yang memainkan gitar itu. Ia asyik menciptakan nada-nada ceria dan Zayn ikut bernanyi dengan ria. Tanpa keduanya sadari, Harry meirik ke arah keduanya sambil tersenyum kecil. Mereka begitu bahagia dan hidupnya seperti tidak ada masalah.

            “Ayo bernyanyilah Harr..” Ajak Niall ceria.

            “Tidak. Aku tidak bisa bernyanyi.” Jawab Harry.

            Zayn sempat mendengar suara Harry dan seketika itu juga ia langsung menghentikan nyanyian. Harry tidak bisa bernyanyi? Yang benar yang mana dong? Bukannya Niall mengatakan bahwa Harry memiliki suara yang tidak kalah bagus dengan Austin? Apa pada saat itu Niall sedang mabuk?

            Perjalanan panjang itu berakhir di sebuah tempat yang begitu sejuk dan cukup dingin. Karena itulah Niall menyiapkan banyak jaket dan sweter. Sudah dapat dipastikan di depan sana, Potatoers pada menunggui kedatangan mereka. Dan tampaknya Harry kurang begitu nyaman dengan suasana seperti itu.

            “Aku diam disini saja.” Kata Harry.

            Niall menatap Harry dengan heran. “Kenapa? Kau tidak mau mati kehabisan oksigen kan disini?” Tanyanya.

            “Tidak jika kau membuka kaca mobilnya. Aku bisa bernafas dengan bebas. Lagipula udaranya segar disini.” Jawab Harry.

            Baru saja Niall menjawab, Louis langsung datang dengan wajah yang sangat sangat tidak ramah. “Ayo cepat turun!” Bentaknya.

            “Lou, kenapa kau marah-marah sih?” Tanya Niall. Sementara Harry diam dan tidak berani menatap Louis.

            Louis menatap Niall dengan tajam. “Terserah. Tapi kalian harus cepat meninggalkan mobil ini. Kalau teman-mu itu tidak mau datang kesana, suruh aja mencari tempat lain.” Ucapnya dan sengaja tidak menyebut nama ‘Harry’ dan menggantikannya dengan ‘teman-mu.’

            “Ikut aja yuk Harr dan jangan pikirkan Louis. Dia memang begitu.” Ucap Niall.

            Lagi-lagi Harry mengangguk. Dia serasa seperti pengikut Niall dan menuruti apapun yang dikehendaki Niall. Harry pun berjalan mengikuti Niall dari belakang. Ia bisa melihat puluhan fans The Potatoes berkumpul demi menyambut kedatangan mereka.

            “NIALL !!! LOUIS !!! ZAYN !!! LIAM !!!” Teriak mereka.

            “Apa kabar kalian semua? Sudah lama tidak melihat kalian! I miss you guys so bad!” Teriak Liam sambil melambaikan tangan.

            Setelah mereka berada di kerumunan itu, Niall dan lainnya menyempatkan diri untuk berfoto dengan fans dan memberikan tanda tangan. Melihat hal yang tidak biasa itu, Harry jadi kebingungan sendiri dan selalu berada di balik tubuh Niall. Ia sangat menyesal karena telah menuruti ajakan Niall.

            Salah satu dari mereka menyadari ada orang lain disana selain Liam, Louis, Niall dan Zayn. Dia adalah seorang gadis cantik bermata cokelat yang tampaknya berbinar-binar.

            “Ini siapa? Pengganti Austin?” Tanya gadis itu bersemangat mendekati Harry.

            Harry yang belum menguasai keadaan dibantu oleh Niall. “Namanya Harry. Mungkin saja.” Jawabnya sambil tertawa.

            Teman-teman gadis bermata cokelat itu pun mulai datang mendekati Harry. “Hai! Namaku Sofia! Aku boleh berfoto denganmu?” Sapa+Pinta gadis bermata cokelat tadi.

            Mau tidak mau, Harry pun mengangguk dan ia berusaha memasang tampang terbaiknya. Anehnya, hasilnya sangat bagus dan Sofia begitu girang. Ia pun meminta tanda tangan Harry dan diikuti teman-temannya yang lain.

            “Kau sangat tampan dan manis! Aku senang bisa berfoto denganmu sebelum kau menjadi terkenal, hehe…” Ucap Sofia.

            Ternyata begini rasanya, batin Harry. Sementara Niall, Liam dan Zayn sangat tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Harry belum menjadi seorang bintang dan dia sudah banyak digemari oleh gadis-gadis itu. Liam tersenyum. Pilihan Niall tidak salah. Harry pantas menggantikan Austin.

            Beda hal-nya dengan Louis yang masih memasang tampang buruknya. Ia sengaja menjauhi kerumunan itu. Harry. Harry-kah yang akan menggantikan Austin? Tidak! Ia tidak akan setuju. Austin tidak akan tergantikan oleh siapapun. Jika memang benar Harry siap menggantikan Austin, ia akan keluar dari band baru yang akan mereka bentuk.

            “Harr, kau berbakat jadi artis!” Kata Niall sambil merangkul Harry.

            Harry hanya membalas pujian Niall dengan senyuman. Cowok itu kini sibuk berfotoan dengan para gadis itu dan Harry sudah bisa menguasai dirinya. Sementara itu, Louis tidak sengaja menemukan kerumunan lain. Kerumunan yang jumlahnya cukup besar. Astaga! Bukannya itu…..

            “HEI !!! ITU THE INVISIBLE !!!” Teriak salah satu dari mereka.

            Mungkin ada diantara Potatoers yang sangat mengidolakan The Invisible dan mereka berlalri menuju The Invisble. Namun ada sebagian yang tetap bersama Liam dkk. Ada juga dari mereka yang sangat membenci The Invisible, termasuk Sofia sendiri. Louis yang tertangkap basah oleh Luke langsung berlari mendekati sisa kerumunan yang berjumlah kecil itu. Pemuda itu sengaja berdekatan dengan Harry dan fans lainnya lalu mengambil foto selfi bersama. Apa ini merupakan salah satu caranya untuk membuat panas hati Luke?

            Louis tersenyum puas saat Luke menatapnya dengan penuh kebencian. Entah apa Luke menatapnya atau menatap Harry. Tapi Louis merasa senang karena berhasil memanaskan hati Luke.

            Sementara The Invisible…..

            “Ada apa Luk?” Tanya Gary.

            Luke tidak langsung menjawab. Ia masih memerhatikan kerumunan kecil itu dari jauh sambil tersenyum penuh kesinisan. “Tempat ini sudah aku sewa dan aku ingin mereka pergi dari tempat ini.” Ucapnya.

            Beberapa penjaga berdatangan atas perintah Luke dan penjaga-penjaga itu bersiap-siap untuk mengusir kerumunan itu. Tentu saja Liam dkk kaget. Lebih kagetnya lagi, mengapa The Invisible menyewa tempat ini? Bukannya tempat ini bebas dan semua orang berhak mendatanginya?

            “Kami tidak bisa meninggalkan tempat ini. Ini adalah acara wajib kami.” Kata Liam.

            “Sekali lagi, kalian harus pergi meninggalkan tempat ini. Tempat ini sudah di beli oleh Luke!” Ucap salah satu dari penjaga itu.

            Mendengar nama Luke, Louis langsung angkat bicara. “Baiklah! Ayo kita pergi!” Ucap Louis dengan suara yang tinggi lalu pergi meninggalkan tempat itu.

            “Aku benci Luke. Baru saja tenar sudah sombong sekali. Aku benci dia.” Kata Sofia.

            “Ya. Hari istimewa kalian telah dihancurkan oleh mereka.” Tambah Dona, teman Sofia.

            “Jika ada Austin disini, mungkin ceritanya berbeda.” Tambah Darcy, teman Sofia.

            Liam menghela nafas dalam-dalam. “Sudahlah. Ayo kita pergi saja. Kita biarkan mereka pesta hari ini.” Ucap Liam lalu pergi meninggalkan tempat itu.

            “Aku tau Luke sengaja melakukan ini. Dia ingin mengacaukan acara wajib kami. Mentang-mentang The Potatoes sudah bubar.” Kata Niall dengan sangat kecewa.

            Dengan penuh rasa keterpaksaan, Liam dkk akhirnya kembali ke rumah. Sebenarnya Niall ingin pergi ke suatu tempat tapi Louis melarangnya. Yang hanya diinginkan Louis hanyalah berbaring di atas kasurnya dan memaki-maki nama ‘Luke.’ Mobil itupun melaju dengan kecepatan tinggi.

            “Pelan-pelan Lou, aku belum siap mati.” Kata Niall namun tidak direspon Louis.

            Tiba-tiba Harry bicara. “Mungkin ini semua salahku.” Ucapnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

            Baik Niall, Zayn maupun Liam menoleh ke arah Harry. “Seandainya aku tidak ikut dalam acara penting kalian, pasti tidak akan seperti ini.” Sambung Harry.

            “Tidak Harr, tidak. Bahkan kau jauh lebih penting dari acara itu.” Kata Niall.

            “Maksudmu?” Tanya Harry tidak mengerti.

            Giliran Niall yang enggan menjawab pertanyaan Harry. Sampai detik ini, ia masih bingung dan bimbang dengan apa yang dilakukannya. Apakah keputusannya sudah tepat untuk memasukkan Harry ke dalam band barunya? Siapkah Harry menggantikan Austin atau lebih tepatnya lagi, maukah Harry menggantikan Austin?

            Dan juga Luke. Apa sebegitubencinya-kah Luke kepada mereka sampai-sampai mengacaukan acara mereka? Apa Luke sedang membuat rencana? Ternyata Luke memang licik. Benar apa kata Louis.

            “Ada apa?” Tanya Harry melihat wajah tak biasa Niall.

            “Oh, tidak apa-apa kok.” Jawab Niall cepat-cepat.

            Harry tersenyum. “Setidaknya kita sudah berteman, kan?”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar