expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

We Love You Sivia ( Part 19 )



Part 19

.

.

.

Tampak jelas bekas tangisan pada kedua matanya. Semalam, Sivia menangis, menangis dan menangis. Memikirkan kejadian yang kemarin malam ia alami. Ia putus dengan Gabriel? Secepat itukah? Apa ia dan Gabriel juga putus persahabatan?

Tidak! Meski ia bukan kekasih Gabriel lagi, ia tetap menjadi sahabat baik Gabriel. Ya, semoga Gabriel masih menerimanya dan menganggapnya ada. Intinya, semoga Gabriel nggak marah lagi dengannya.

C’mon Vi! Masih ada Alvin yang selalu menyayangi lo. Sivia yakin. Alvin lah cinta yang selama ini ia cari. Bukan Gabriel atau yang lainnya.

“Pagi Vi!” Sapa Febby semangat.

“Pagi juga.” Balas Sivia.

Febby memerhatikan penampilan sahabatnya itu. “Hmm.. Kucel amat lo. Eh, lo.. lo udah putus ya sama Gabriel?”

“I.. Iya.” Jawab Sivia.

“Karena lo selingkuh kan?”

“I.. Iya.”

Febby tersenyum. “Nggak papa Vi. Lo bukan cewek playgirl kok. Gue tau lo sangat mencintai Alvin dan Gabriel, dan lo nggak bisa milih yang mana yang terbaik diantara keduanya.”

Febby emang sahabat terbaiknya. Dia selalu mendukung apapun yang Sivia lakukan. Walau perbuatan Sivia salah, Febby nggak marah. Febby selalu memperbaiki kesalahan yang dilakukannya.

“Tapi sekarang gue udah putuskan suatu pilihan.” Kata Sivia.

“Ohya?”

“Ya. Alvin. Dia cinta gue yang sebenarnya. Bukan Gabriel.”

“Yakin?”

“Iya Febby..”

Mereka tertawa bersama setelah bercakapan tentang tema yang diatas tadi. Keduanya melewati lapangan utama yang agak ramai. Eh, kok ramai ya di lapangan basket? Ada apa disana? Sivia menelan ludah. Basket? Sejak kapan terakhir ia menyentuh bola orange yang menjadi favoritnya?

Karena penasaran, Sivia dan Febby berlari menuju lapangan basket. Dan ternyata... Sesuatu yang nggak mereka duga sedang terjadi di depan mata keduanya. Sesuatu yang...

“Shill, lo mau kan jadi pacar gue?” Tanya seorang cowok yang tak lain adalah Gabriel. Sudah sejak tadi Gabriel menanyakan hal itu, tapi Shilla sama saja speechless sejak awal Gabriel menembaknya.

“Terima! Terima! Terima!” Teriak murid-murid yang menontonnya.

Sementara Sivia, cewek itu nggak bisa berbuat apapun melihat Gabriel dengan senyuman terbaik yang pernah ia lihat menembak seorang cewek yang tak lain adalah Shilla. Ini.. Ini mimpi buruk kan? Ini mimpi buruk kan?

Entah mengapa Sivia benci melihat semua itu. Benci melihat Gabriel menembak Shilla. Tapi kan Vi, Gabriel itu bukan siapa-siapa lo. Ingat Vi, Gabriel berhak memilih gadis yang dia sukai. Siapapun gadis itu.

Tapi... Mengapa hatinya terasa sakit dan perih? Padahal, ia sudah memiliki Alvin. Apa.. Apa ia salah memutuskan? Apa cinta sebenarnya adalah Gabriel? Kalaupun jawabannya Gabriel, semuanya terlambat. Gabriel sudah memutuskan siapa gadis yang dia pilih. Dan tentunya bukan dia.

“Ng.. I.. Iya. Gu.. Gue mau kok jadi pacar lo.” Jawab Shilla walau ia masih bingung.

Semuanya bersorak. Kecuali Sivia dan Febby. Sementara Gabriel bernafas lega. Jujur, ia nggak tau mengapa ia menembak Shilla secepat ini. Apa ini yang disebut dengan pelampiasan? Apa Shilla yang sebagai pelampiasannya?

“Thanks sayang..” Kata Gabriel senang seraya mengecup kening Shilla.

Sivia nggak tahan. Ia nggak sanggup menyaksikan semua itu. Sivia pun berlari meninggalkan tempat itu diikuti Febby. Sialnya, Gabriel sempat melihat kepergian Sivia.

‘Bahagia bersama Alvin, Vi. Dia cowok yang pantas buat lo. Asal lo tau Vi, gue nggak akan marah sama lo. Satu lagi. Selama-lamanya gue tetap mencintai lo. No matter happen.’

***

Febby berusaha sekuat mungkin untuk menghibur Sivia. Ya, kini Sivia sedang menangis tersedu-sedu. Siapa lagi kalo bukan karena kejadian tadi?

“Sudahlah Vi, ikhlaskan saja.” Hibur Febby.

“Hiks.. I.. Iya Feb.. Gu.. Gue ikhlas kok..” Tangis Sivia.

“Kalo gitu, lo jangan nangis. Hmm.. Ke kantin aja yuk. Gue lapar. Mumpung nggak ada guru yang ngajar. Kan guru-guru pada rapat.”

***

@Universitas Value

Di kantin, Rio fokus dengan laptopnya. Apa yang sedang dilakukannya? Entahlah. Hanya Rio yang tau. Yang penting nggak ada hubungannya dengan tugas kuliah.

Biasanya, Cakka selalu mengganggunya dengan ucapannya yang kocak dan kadang nyebelin. Tapi sekarang, Cakka nggak lagi mengganggunya. Sejak kematian Mama Cakka, Cakka lebih sering murung dan jarang menemuinya.

Lama-lama, Rio jadi kangen dengan Cakka. Hei! Bukannya ia benci sama Cakka? Cakka yang membuat semua menjadi seperti ini. Gara-gara Cakka, Agni merasa tersakiti, juga ia. Dan mungkin... Ify. Ah, nggak mungkin. Ify nggak mungkin menyukainya.

Sampai sekarang, Rio penasaran dengan alasan Cakka yang tiba-tiba memutusi Agni dan lebih memilih Ify. Pasti ada alasan lain yang lebih masuk akal. Sebenarnya Rio ingin tau alasan itu. Hanya saja Cakka tak mau memberitahu. Mungkin itu yang membuat Rio membenci Cakka.

“Hai Yo!” Sapa Agni.

“Hai juga.” Balas Rio lesu.

Agni duduk di samping Rio serta memerhatikan Rio. “Lo lagi apa? Kok nggak ada semangatnya sih? Lagi mikirin bidadari lo itu?”

Baru saja Agni datang langsung mengeluarkan banyak pertanyaan. Ohya, Agni sekarang sudah mulai bisa melupakan Cakka. Walau yah, hatinya terus membantah semua yang ia lakukan yang berhubungan dengan Cakka.

“Bidadari? Siapa?” Tanya Rio.

Agni memukul jidatnya. “Please deh Yo.. Ify! Lo udah lupa sama Ify?”

Rio terdiam. Lalu, ia tersenyum mengingat pertemuannya dengan Ify. Ketika Ify menangis dan ia memeluknya. Oh.. Andai hari itu bisa terulang kembali...

“Cieee.. Bener kan..” Goda Agni.

“Hehe.. Bisa jadi. Mmm.. Ag..” Rio menyetop pembicaraan. Kayaknya dia mau bicara serius ini. “Lo.. Lo tau nggak alasan Cakka mutusin lo dan milih Ify sebagai penggantinya?” Lanjutnya.

Inilah pertanyaan yang selalu dihindari Agni. Agni bingung mau jawab apa. Jika ia membertitahu kejadian yang sebenarnya, mungkin Rio bisa mengerti dan nggak marah lagi sama Cakka.

“Ng.. Gue nggak tau.” Jawab Agni. Wajahnya pun berubah menjadi mendung.

“Bohong! Lo pasti tau kan? Ayo! Kasih tau gue!” Desak Rio.

“Gu.. Gue nggak tau Rio..” Kata Agni.

“Hmm.. Baiklah. Sepertinya gue harus melakukan sesuatu.” Kata Rio misterius.

Dan Agni udah merasakan bau-bau tak enak dari Rio.

***

@SMA Value

Sivia udah nggak sedih lagi. Ia mencoba tersenyum menghadapi kenyataan. Biarkan saja Vi Gabriel bersama Shilla. Kamu harus ikhlas merelakan Gabriel.

“Alvin mana? Katanya dia mau jemput lo?” Tanya Febby.

Benar juga! Alvin nggak dateng-dateng. Sivia pun memiscall Alvin. Namun, yang terjadi selanjutnya...

Nomor Alvin nggak aktif. Padahal, kemarin aktif kok. Ada apa dengan Alvin? Sivia merasakan suatu keganjilan.

“Gimana? Lo pulang sama gue aja ya?”

Sivia mengangguk pasrah. Alvin... Lo dimana?

***

Untuk merayakan hari jadian mereka, Gabriel mengajak Shilla makan siang di salah satu rumah makan yang terkenal di Jakarta. Tentu Shilla girang bukan main. Ia kira, ini hanyalah mimpi. Tapi ini nyata! Ia adalah kekasih dari Gabriel.

Setelah sampai di tempat tujuan, Gabriel dan Shilla mencari tempat yang nyaman. Tepatnya di meja ujung paling belakang. Disana mereka bisa melihat kolam ikan koi yang ikannya gede-gede. Ah, so sweet banget deh mereka berdua.

“Mm, Yel.. Thanks ya atas segalanya.” Kata Shilla.

Gabriel tersenyum. “Nggak usah terimakasih. Lo pantas mendapatkannya.” Ucapnya.

“Mmm.. Ini.. Ini sungguhan kan? Mak.. Maksud gue, lo benar-benar mencintai gue?”

Gabriel mengangguk. “Jangan pake lo gue deh. Pake aku kamu aja. Gimana?”

Pesanan mereka telah diantar. Keduanya makan dengan lahap. Pembicaraan dipotong dulu ya.. Hehe... Kan kalo lagi lapar nggak bisa ditahan.

“Mmm.. Kamu.. Kamu putus sama Via?” Tanya Shilla pelan ketika makanan yang ia pesan. Mau nambah lagi nggak Shill? Hehe...

“Iya. Dia kan pacarnya Alvin.” Jawab Gabriel acuh tak acuh.

Shilla tersenyum. “Oke-oke. Jadi kamu udah nggak cinta lagi kan sama Via?”

‘Masih!’ Jerit Gabriel dalam hati. Tapi ia nggak mau mengakuinya. Bisa-bisa Shilla ngamuk dan merasa dipermainkan olehnya.

“Tentu aja tidak. Karena cuma Shilla aja yang ada di hati Gabriel..”

Pipi Shilla menjadi merah. “Ih.. Kamu bisa gombal juga ya..”

Keduanya tertawa. Sesaat, Gabriel melupakan Sivia. Ya, walau ia masih mencintai Sivia, nggak ada salahnya juga kan untuk melupakan cewek itu?

Di tempat yang sama, seorang cowok dengan wajah panik dan pucat langsung berlari meninggalkan rumah makan itu. Ada hal penting yang harus ia lakukan.

“Mom, aku akan segera menemuimu! Secepatnya!”

***

Dengan langkah gontai, Sivia berusaha mencapai kamarnya. Untunglah, suasana rumah sedang sepi. Yaiyalah! Mama dan Papa entah pergi kemana. Dan Sivia nggak peduli dengan dua orang itu.

Pelan-pelan, Sivia mengambil HPnya. Ia coba memiscall Alvin. Hasilnya sama saja. Nomor Alvin nggak aktif. Kalo Alvin ganti nomer, pasti Alvin udah memberitahunya sejak tadi. Apa jangan-jangan...

Tidak! Buang semua pikiran negatif itu. Alvin nggak mungkin meninggalkannya. Tidak! Alvin sangat mencintainya dan berjanji nggak akan meninggalkannya. Lalu, mengapa Alvin seperti ditelan bumi? Mengapa Alvin-sampai sekarang tidak menghubunginya?

Cepat-cepat Sivia memiscall Febby.

“Feb, temani gue ke rumah Alvin! Sekarang juga lo ke rumah gue!”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar