expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 05 Maret 2015

We Love You Sivia ( Part 13 )



Part 13

.

.

.

“Yel, gue.. Gue..”

Gabriel berharap sekali supaya Sivia menjawab ‘ya’. Jantungnya kali ini sedang berdetak-detak tak karuan, menanti jawaban dari sang bidadari.

“Ba.. Baiklah Yel. Gue terima cinta lo.” Jawab Sivia.

Gabriel menjadi lega. Detakan jantungnya sudah kembali ke normal. Ia tak menyangka. Sivia mau menerimanya sebagai kekasih. Dipeluknya tubuh Sivia yang sekarang berstatus sebagai kekasih.

“Thanks sayang, aku janji nggak akan khianati cinta kita.” Kata Gabriel.

Sivia memejamkan mata. Berharap ini semua hanyalah mimpi. Tapi, semua ini terasa nyata. Sangat nyata. Bahkan ia bisa merasakan pelukan hangat dari Gabriel.

Dan, Sivia sama sekali nggak tau alasannya menerima Gabriel.

***

BRAK !!!

Shilla melempar tasnya asal, membuat Pricilla yang sedang baca novel menjadi kaget. Heh! Pulang-pulang kayak abis kalah perang aja.

“Lo kenapa?” Tanya Pricilla.

“Ituh.. Rival lo!” Jawab Shilla meninggalkan Pricilla.

Tentu Pricilla paham yang dimaksud ‘rival’ oleh Shilla. Siapa lagi kalo bukan Sivia? Pricilla yakin kemarahan Shilla ada hubungannya dengan Gabriel. Ya, ia yakin sekali.

***

Karena Gabriel masih banyak tugas yang belum ia selesaikan, maka mereka nggak jadi mengunjungi sebuah tempat yang telah lama tidak mereka kunjungi. Gabriel pun memilih mengantar Sivia ke rumah.

Sesampai di rumah, Gabriel mengecup kening Sivia dengan penuh cinta. Sivia memejamkan mata. Ada rasa bahagia menjalar di tubuhnya. Tapi tidak selamanya rasa bahagia itu datang.

Alvin.

Cowok itu pasti marah besar mendengar kabar kalo ia dan Gabriel resmi pacaran. Dan tentunya Sivia nggak ingin Alvin tersakiti. Ia sangat mencintai Alvin dan haram baginya melukai Alvin.

“Lagi mikirin apa sayang?” Tanya Gabriel melepaskan kecupannya.

“Ng.. Nggak ada. Ya udah, aku masuk dulu.”

Sivia masuk ke dalam rumah sementara Gabriel menstarter motornya dan kembali ke rumahnya. Di ruang tamu, Sivia tersenyum melihat Mama yang udah selesai dari kerjaannya.

“Mama!” Teriak Sivia.

Izza memeluk tubuh putrinya itu. “Maafkan Mama sayang.” Ucapnya.

“Nggak papa kok, Ma. Mama kan sibuk sekarang. Jadi maklumlah Mama sering ninggalin Via.” Jawab Sivia.

Izza melepaskan pelukannya dan memerhatikan putrinya itu dari ujung atas sampai bawah. “Kamu kok agak kurusan ya?” Tanyanya.

“Ah, Mama. Emang begini Ma Via.” Kata Sivia.

“Ya udah, kamu masuk dulu ke kamar.”

Sivia mengangguk dan langsung berjalan menuju kamar.

***

Motor Cakka terparkir manis di garasi rumah Ify. Sore ini Cakka ingin mengajak Ify jalan-jalan. Yaa.. Hanya untuk mengakrabkan saja. Cakka yakin sekali perlahan-lahan Ify bisa membuka hati untuknya.

Ify yang udah siap pun keluar rumah. Sebisa mungkin ia tersenyum melihat Cakka. Tapi, bayangan Rio menari-nari dipikirannya. Selalu saja Rio yang mengacaukan pikirannya.

“Sore sayang..” Sapa Cakka. Cowok itu mencium kening Ify.

Tak ada rasa apapun ketika Cakka mencium keningnya. Ada sih sedikit rasa yang ia rasakan. Tetapi bukan rasa bahagia. Melainkan kesakitan.

“Kka, apa..”

“Kenapa?” Tanya Cakka.

“Ng.. Kamu.. Kamu..”

“Aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Kamu jangan pikirkan Agni. Kalo Agni macam-macam padamu, laporkan saja padaku.”

Ify berusaha mencari sebuah kebenaran. Tampaknya Cakka serius mengatakan hal itu. Tapi Ify masih saja nggak yakin. Ia yakin sekali Cakka mencintainya dengan terpaksa. Cakka emang pandai menyembunyikan ekspresi.

“Ri..”

“Rio? Lupakan cowok itu. Aku yakin kamu pasti bisa melupakannya.”

Oh, c’mon Fy! Jangan nangis.. Jangan nangis.. Hatinya terlalu lemah saat ada orang yang menyebut nama ‘Rio’ dan mengatakan, ‘Lupakan cowok itu. Aku yakin kamu pasti bisa melupakannya’. Ify tak yakin ia bisa bertahan hidup.

“Sudahlah sayang, ayo kita pergi.” Kata Cakka, dan Ify nggak bisa membantah sedikit pun.

***

Di kamar, Rio bimbang. Ia ingin sekali menelpon Ify, tapi ia ragu. Telpon nggak telpon nggak telpon nggak...

Akhirnya Rio memutuskan menelpon Ify. Di carinya nama ‘Ify’ di kontaknya. Untunglah ia sudah meminta nomor Ify dari Agni. Malu kan kalo minta langsung ke Ify?

Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi...

Ada yang tidak beres dengan Ify. Semakin lama Rio semakin penasaran. Ify emang gadis penutup yang selalu menyembunyikan masalah. Bahkan Agni tidak tau penyebab perubahan Ify.

“Ehem.. Ada yang lagi galau nih..”

Rio menyadari Sivia yang udah duduk di pinggir kasurnya. Wajah Sivia terlihat sedikit pucat. Belakang-belakangan ini ia dan Sivia jarang berkomunikasi.

“Kak..” Kata Sivia.

“Gue tau Vi. Papa dan Mama lagi kelahi.” Jawab Rio.

Sivia terenyak mendengar ucapan Rio. Mama dan Papa kelahi? Pantas saja Papa jarang di rumah. Lho? Bukannya Papa sedang ada tugas di luar kota? Apa semua itu bohong?

“Darimana lo tau?” Tanya Sivia.

Rio hanya mengangkat bahu. Cowok itu lagi nggak mood bicara sama orang. Makanya bawaannya seperti itu.

“Kak, lo lagi ada masalah ya sama Ify?” Tanya Sivia.

“Bukan urusan lo!” Ketus Rio.

Hati Sivia terasa sakit mendapat ketusan dari Rio. Tidak biasanya kakaknya seperti itu. Mungkin Rio membutuhkan waktu untuk sendiri. Ya, ia tentu memahaminya.

“Kalo gitu Via balik dulu, jaga kesehatan kak Rio.” Ucap Sivia lembut seraya meninggalkan kamar Rio. ‘Dan jangan sakit kayak Via.’ Tambah Sivia dalam hati.

***

Darah...

Sesuatu yang tak asing lagi baginya. Tengah malam, gadis itu terbangun dan merasakan hidungnya mengeluarkan darah merah. Kejadian ini sering terjadi. Gadis itu berusaha tersenyum dan menganggap hal ini adalah biasa.

Seharusnya, ia memeriksakan diri ke dokter. Tapi tidak ia lakukan. Percuma saja memeriksakan diri ke dokter, toh penyakit kanker dan penyakit misterius yang menyerang paru-parunya nggak akan sembuh.

Ya, itu yang ada dipikirannya. Dan ia sangat berharap umurnya diperpanjang lagi agar ia bisa merasakan angin dunia yang menyejukkan hatinya ini.

***

Motor ninja Gabriel berhenti di halaman rumahnya. Sivia yang sedang membaca buku Biologi pun tersenyum melihat kekasihnya yang menjemputnya. Ah, Gabriel. Dia tampak selalu tampan seperti biasa.

Drtrdrtdrt...

Sivia membuka ponselnya tanpa melihat siapa sang pengirim pesan. Dan.. Jantungnya serasa berhenti berdetak saat ia membaca pesan itu.

I love you, more than you know. I always love you although you don’t need that..

“Hei!”

Suara Gabriel menyadarkannya. Cepat-cepat Sivia memasukkan ponselnya ke kantung roknya. Alvin... Cowok itu sepertinya...

“Vi, why you crying?” Tanya Gabriel melihat kekasihnya menitikkan air mata.

Sivia mengusap air matanya. “Aku nggak papa kok Yel. Mmm, berangkat yuk. Ntar telat.” Ucapnya.

Gabriel nurut aja. Dalam hati, ia menyimpulkan kalo Sivia sedang dilanda sebuah masalah besar. Apa.. Apa Sivia sedang memikirkan Alvin? Apa karena dirinya Sivia menjadi seperti itu? Apa Sivia mencintai Alvin? Kalo iya, mengapa Sivia mau menerimanya?

Rasa bersalah timbul menggentayangi hidupnya.

***

“Peje.. Peje..” Teriak Febby ketika Sivia datang ke kelas.

Sivia memukul bahu Febby pelan. “Minta sama Gabriel aja ya. Gue lagi nggak ada uang nih..” Ucapnya ceria.

Meski kesedihan yang ia rasakan, namun ia mampu menampakkan wajah ceria kepada siapapun. Itulah Sivia. Gadis yang selalu tegar menghadapi masalah.

“Mmm Vi.. Alvin..”

“Iya? Gue putuskan untuk memilih Gabriel.” Kata Sivia.

“Se.. Serius Vi?” Tanya Febby tak yakin.

“Gue serius.”

Febby nggak bertanya lebih lanjut lagi. Toh semua ini juga bukan urusannya. Hak-hak Sivia mau pilih siapapun.

***

SMA Vincen...

Syukurlah jam ketiga ini nggak ada guru yang ngajar. Jadi Alvin bisa asyik melamunkan sesuatu tanpa diganggu oleh ocehan sang guru di depan kelas. Tapi sayangnya, mulut cerewet Deva mengacaukan segalanya.

“Woi!! Melamun ntar disambar setan tau rasa lo!” Kata Deva.

“Terserah.” Jawab Alvin malas.

“Thinking Sivia again? Oh please Vin, forget that. Kalo Via jodoh lo, nggak akan lari kemana.”

Alvin tak mempedulikan omongan Deva. Dipikirannya hanya ada satu. Yaitu menyusun sebuah kejutan istimewa untuk Sivia. Tapi apa?

“Lo tembak lagi tuh cewek.” Kata Deva.

Ada benarnya juga. Mungkin ini kesempatannya. Ia yakin sekali Sivia mau menerimanya. Dan usahanya kali ini nggak boleh gagal.

“Gue doa’in lo bro.” Kata Deva tersenyum.

***

Gue tunggu lo di taman belakang sekolah lo.

Itu pesan singkat dari Alvin. Bisa jadi Alvin sudah ada di taman sekarang. Sivia pun mempercepat kedua kakinya agar sampai di taman belakang. Namun langkahnya terhenti ketika ia mendengar sebuah suara.

“Mau kemana?”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar