Part 13
.
.
.
“Yel, gue.. Gue..”
Gabriel berharap sekali
supaya Sivia menjawab ‘ya’. Jantungnya kali ini sedang berdetak-detak tak
karuan, menanti jawaban dari sang bidadari.
“Ba.. Baiklah Yel.
Gue terima cinta lo.” Jawab Sivia.
Gabriel menjadi
lega. Detakan jantungnya sudah kembali ke normal. Ia tak menyangka. Sivia mau
menerimanya sebagai kekasih. Dipeluknya tubuh Sivia yang sekarang berstatus
sebagai kekasih.
“Thanks sayang, aku
janji nggak akan khianati cinta kita.” Kata Gabriel.
Sivia memejamkan
mata. Berharap ini semua hanyalah mimpi. Tapi, semua ini terasa nyata. Sangat
nyata. Bahkan ia bisa merasakan pelukan hangat dari Gabriel.
Dan, Sivia sama
sekali nggak tau alasannya menerima Gabriel.
***
BRAK !!!
Shilla melempar
tasnya asal, membuat Pricilla yang sedang baca novel menjadi kaget. Heh! Pulang-pulang
kayak abis kalah perang aja.
“Lo kenapa?” Tanya
Pricilla.
“Ituh.. Rival lo!”
Jawab Shilla meninggalkan Pricilla.
Tentu Pricilla
paham yang dimaksud ‘rival’ oleh Shilla. Siapa lagi kalo bukan Sivia? Pricilla
yakin kemarahan Shilla ada hubungannya dengan Gabriel. Ya, ia yakin sekali.
***
Karena Gabriel
masih banyak tugas yang belum ia selesaikan, maka mereka nggak jadi mengunjungi
sebuah tempat yang telah lama tidak mereka kunjungi. Gabriel pun memilih
mengantar Sivia ke rumah.
Sesampai di rumah,
Gabriel mengecup kening Sivia dengan penuh cinta. Sivia memejamkan mata. Ada
rasa bahagia menjalar di tubuhnya. Tapi tidak selamanya rasa bahagia itu
datang.
Alvin.
Cowok itu pasti
marah besar mendengar kabar kalo ia dan Gabriel resmi pacaran. Dan tentunya
Sivia nggak ingin Alvin tersakiti. Ia sangat mencintai Alvin dan haram baginya
melukai Alvin.
“Lagi mikirin apa
sayang?” Tanya Gabriel melepaskan kecupannya.
“Ng.. Nggak ada. Ya
udah, aku masuk dulu.”
Sivia masuk ke
dalam rumah sementara Gabriel menstarter motornya dan kembali ke rumahnya. Di
ruang tamu, Sivia tersenyum melihat Mama yang udah selesai dari kerjaannya.
“Mama!” Teriak
Sivia.
Izza memeluk tubuh
putrinya itu. “Maafkan Mama sayang.” Ucapnya.
“Nggak papa kok,
Ma. Mama kan sibuk sekarang. Jadi maklumlah Mama sering ninggalin Via.” Jawab
Sivia.
Izza melepaskan
pelukannya dan memerhatikan putrinya itu dari ujung atas sampai bawah. “Kamu
kok agak kurusan ya?” Tanyanya.
“Ah, Mama. Emang
begini Ma Via.” Kata Sivia.
“Ya udah, kamu
masuk dulu ke kamar.”
Sivia mengangguk
dan langsung berjalan menuju kamar.
***
Motor Cakka
terparkir manis di garasi rumah Ify. Sore ini Cakka ingin mengajak Ify
jalan-jalan. Yaa.. Hanya untuk mengakrabkan saja. Cakka yakin sekali
perlahan-lahan Ify bisa membuka hati untuknya.
Ify yang udah siap
pun keluar rumah. Sebisa mungkin ia tersenyum melihat Cakka. Tapi, bayangan Rio
menari-nari dipikirannya. Selalu saja Rio yang mengacaukan pikirannya.
“Sore sayang..”
Sapa Cakka. Cowok itu mencium kening Ify.
Tak ada rasa apapun
ketika Cakka mencium keningnya. Ada sih sedikit rasa yang ia rasakan. Tetapi
bukan rasa bahagia. Melainkan kesakitan.
“Kka, apa..”
“Kenapa?” Tanya
Cakka.
“Ng.. Kamu..
Kamu..”
“Aku mencintaimu
dengan sungguh-sungguh. Kamu jangan pikirkan Agni. Kalo Agni macam-macam
padamu, laporkan saja padaku.”
Ify berusaha
mencari sebuah kebenaran. Tampaknya Cakka serius mengatakan hal itu. Tapi Ify
masih saja nggak yakin. Ia yakin sekali Cakka mencintainya dengan terpaksa.
Cakka emang pandai menyembunyikan ekspresi.
“Ri..”
“Rio? Lupakan cowok
itu. Aku yakin kamu pasti bisa melupakannya.”
Oh, c’mon Fy!
Jangan nangis.. Jangan nangis.. Hatinya terlalu lemah saat ada orang yang
menyebut nama ‘Rio’ dan mengatakan, ‘Lupakan cowok itu. Aku yakin kamu pasti
bisa melupakannya’. Ify tak yakin ia bisa bertahan hidup.
“Sudahlah sayang,
ayo kita pergi.” Kata Cakka, dan Ify nggak bisa membantah sedikit pun.
***
Di kamar, Rio
bimbang. Ia ingin sekali menelpon Ify, tapi ia ragu. Telpon nggak telpon nggak
telpon nggak...
Akhirnya Rio
memutuskan menelpon Ify. Di carinya nama ‘Ify’ di kontaknya. Untunglah ia sudah
meminta nomor Ify dari Agni. Malu kan kalo minta langsung ke Ify?
Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah
beberapa saat lagi...
Ada yang tidak
beres dengan Ify. Semakin lama Rio semakin penasaran. Ify emang gadis penutup
yang selalu menyembunyikan masalah. Bahkan Agni tidak tau penyebab perubahan
Ify.
“Ehem.. Ada yang
lagi galau nih..”
Rio menyadari Sivia
yang udah duduk di pinggir kasurnya. Wajah Sivia terlihat sedikit pucat.
Belakang-belakangan ini ia dan Sivia jarang berkomunikasi.
“Kak..” Kata Sivia.
“Gue tau Vi. Papa
dan Mama lagi kelahi.” Jawab Rio.
Sivia terenyak
mendengar ucapan Rio. Mama dan Papa kelahi? Pantas saja Papa jarang di rumah.
Lho? Bukannya Papa sedang ada tugas di luar kota? Apa semua itu bohong?
“Darimana lo tau?”
Tanya Sivia.
Rio hanya
mengangkat bahu. Cowok itu lagi nggak mood bicara sama orang. Makanya bawaannya
seperti itu.
“Kak, lo lagi ada
masalah ya sama Ify?” Tanya Sivia.
“Bukan urusan lo!”
Ketus Rio.
Hati Sivia terasa
sakit mendapat ketusan dari Rio. Tidak biasanya kakaknya seperti itu. Mungkin
Rio membutuhkan waktu untuk sendiri. Ya, ia tentu memahaminya.
“Kalo gitu Via
balik dulu, jaga kesehatan kak Rio.” Ucap Sivia lembut seraya meninggalkan
kamar Rio. ‘Dan jangan sakit kayak Via.’ Tambah Sivia dalam hati.
***
Darah...
Sesuatu yang tak
asing lagi baginya. Tengah malam, gadis itu terbangun dan merasakan hidungnya
mengeluarkan darah merah. Kejadian ini sering terjadi. Gadis itu berusaha
tersenyum dan menganggap hal ini adalah biasa.
Seharusnya, ia
memeriksakan diri ke dokter. Tapi tidak ia lakukan. Percuma saja memeriksakan
diri ke dokter, toh penyakit kanker dan penyakit misterius yang menyerang
paru-parunya nggak akan sembuh.
Ya, itu yang ada
dipikirannya. Dan ia sangat berharap umurnya diperpanjang lagi agar ia bisa
merasakan angin dunia yang menyejukkan hatinya ini.
***
Motor ninja Gabriel
berhenti di halaman rumahnya. Sivia yang sedang membaca buku Biologi pun
tersenyum melihat kekasihnya yang menjemputnya. Ah, Gabriel. Dia tampak selalu
tampan seperti biasa.
Drtrdrtdrt...
Sivia membuka
ponselnya tanpa melihat siapa sang pengirim pesan. Dan.. Jantungnya serasa
berhenti berdetak saat ia membaca pesan itu.
I love you, more than you know. I always love you
although you don’t need that..
“Hei!”
Suara Gabriel
menyadarkannya. Cepat-cepat Sivia memasukkan ponselnya ke kantung roknya.
Alvin... Cowok itu sepertinya...
“Vi, why you
crying?” Tanya Gabriel melihat kekasihnya menitikkan air mata.
Sivia mengusap air
matanya. “Aku nggak papa kok Yel. Mmm, berangkat yuk. Ntar telat.” Ucapnya.
Gabriel nurut aja.
Dalam hati, ia menyimpulkan kalo Sivia sedang dilanda sebuah masalah besar.
Apa.. Apa Sivia sedang memikirkan Alvin? Apa karena dirinya Sivia menjadi
seperti itu? Apa Sivia mencintai Alvin? Kalo iya, mengapa Sivia mau
menerimanya?
Rasa bersalah
timbul menggentayangi hidupnya.
***
“Peje.. Peje..”
Teriak Febby ketika Sivia datang ke kelas.
Sivia memukul bahu
Febby pelan. “Minta sama Gabriel aja ya. Gue lagi nggak ada uang nih..” Ucapnya
ceria.
Meski kesedihan
yang ia rasakan, namun ia mampu menampakkan wajah ceria kepada siapapun. Itulah
Sivia. Gadis yang selalu tegar menghadapi masalah.
“Mmm Vi.. Alvin..”
“Iya? Gue putuskan
untuk memilih Gabriel.” Kata Sivia.
“Se.. Serius Vi?”
Tanya Febby tak yakin.
“Gue serius.”
Febby nggak
bertanya lebih lanjut lagi. Toh semua ini juga bukan urusannya. Hak-hak Sivia
mau pilih siapapun.
***
SMA Vincen...
Syukurlah jam
ketiga ini nggak ada guru yang ngajar. Jadi Alvin bisa asyik melamunkan sesuatu
tanpa diganggu oleh ocehan sang guru di depan kelas. Tapi sayangnya, mulut
cerewet Deva mengacaukan segalanya.
“Woi!! Melamun ntar
disambar setan tau rasa lo!” Kata Deva.
“Terserah.” Jawab
Alvin malas.
“Thinking Sivia
again? Oh please Vin, forget that. Kalo Via jodoh lo, nggak akan lari kemana.”
Alvin tak
mempedulikan omongan Deva. Dipikirannya hanya ada satu. Yaitu menyusun sebuah
kejutan istimewa untuk Sivia. Tapi apa?
“Lo tembak lagi tuh
cewek.” Kata Deva.
Ada benarnya juga.
Mungkin ini kesempatannya. Ia yakin sekali Sivia mau menerimanya. Dan usahanya
kali ini nggak boleh gagal.
“Gue doa’in lo
bro.” Kata Deva tersenyum.
***
Gue tunggu lo di taman belakang sekolah lo.
Itu pesan singkat
dari Alvin. Bisa jadi Alvin sudah ada di taman sekarang. Sivia pun mempercepat
kedua kakinya agar sampai di taman belakang. Namun langkahnya terhenti ketika
ia mendengar sebuah suara.
“Mau kemana?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar