New Song
.
Memang benar. Mereka tidak boleh
kalah dengan The Invisible. Mereka harus merebut kembali semua yang telah
hilang itu. Harus ada lagu baru yang akan mereka nyanyikan. Untuk sementara,
Liam mengusulkan sebuah nama yang baginya cocok. Yaitu The Black And White.
Nama yang panjang, namun tidak tau mengapa Liam memilih nama itu. Kan hanya
untuk sementara juga.
“Kita hanya berempat! Tidak boleh
ada penambahan anggota!” Ucap Louis dengan tegas.
Niall tidak terlalu mempedulikan
ucapan Louis. Pikirannya hanya ada satu. Yaitu lagu baru. Otaknya begitu mampet
jadi ia bingung menyusun lirik-lirik lagu yang romantis.
“Kenapa begitu? Aku akan mengajak
Harry gabung kesini.” Kata Liam.
“Tidak!” Bentak Louis. “Kalau dia
gabung, suasana akan bertambah buruk! Dia itu senjata rahasia Luke. Kau harus
hati-hati dengannya.”
“Darimana kau tau? Sudahlah Lou,
jangan memfitnah Harry seperti itu. Dia sama sekali tidak ada hubungannya
dengan Luke.” Ucap Liam.
“Terserah. Tapi kalau kau lebih
memilih Harry dibanding permintaanku, aku yang akan keluar!” Ucap Louis dengan
tegas.
Itulah salah satu sikap Louis yang
paling dibenci Liam. Louis sangat keras kepala dan jarang bersikap lembut. Tapi
ya mau bagaimana lagi? Sementara Harry, apa iya Harry mau ikut bergabung dengan
band-nya? Bukannya Harry pernah mengatakan kalau ia tidak bisa menyanyi?
***
Siang menjelang sore yang begitu
tenang. Harry berjalan dengan santai. Tujuan utamanya yaitu perpustakaan. Ya.
Sudah lama ia tidak mendatangi tempat itu dan kini saatnya ia mendatangi tempat
itu meski rasanya ia sudah tidak layak datang ke tempat itu. Sedaritadi, Harry
berusaha menjauhkan diri dari kerumunan. Apalagi salah satu dosen yang ia
kenal. Apalagi Mr. Alex! Jika Mr. Alex melihatnya, entahlah bagaimana nasibnya
nanti. Mr. Alex adalah seorang pria yang cerdas dan seorang pria cerdas bisa
membedakan orang yang sakit, orang yang sehat dan orang yang sembuh setelah
sakit.
Harry takut jika Mr. Alex sudah
tidak mempercayainya lagi. Mungkin Mr. Alex mengira ia sudah lelah dengan hidupnya
ini yang sehar-hari belajar terus. Padahal sejujurnya, Harry sangat membenci
belajar dan membenci kuliah. Baginya, kuliah itu tidak ada gunanya, tentu saja
bagi orang yang seperti dirinya.
“Harry ya?” Sapa sebuah suara yang
begitu terdengar lembut di telinganya.
Entah sejak kapan bidadari cantik
itu sudah ada di hadapannya sambil memamerkan senyuman manisnya. Harry begitu
terhanyut dalam senyuman itu sampai matanya tidak bisa berkedip.
“Halooo!!! Adakah orang disana?”
Tanya gadis itu dengan suara yang agak keras.
Harry pun tersadar. “Eh, iya? Ada
apa? Darimana kau tau namaku?”
Gadis itu tertawa dan tawanya mampu
menggelikan hatinya. Harry menyukai tawa itu. “Aku Emma Lilian. Kau pasti
mengenaliku kan? Aku sering melihatmu di perpustakaan, tapi saat aku sapa, kau
cuek saja. Ternyata benar apa yang dikatan Niall.” Ucap gadis itu yang tidak
lain adalah Emma.
“Niall? Ada apa dengan Niall?” Tanya
Harry.
“Kau memang pantas menggantikan
Austin.” Jawab Emma.
Menggantikan Austin? Tanya Harry
dalam hati. Hal gila apakah itu? Niall tidak pernah membicarakan pengganti
Austin ataupun Austin padanya. Niall hanya sibuk menanyakan tentang dirinya,
bukan orang lain.
“Aku tidak mengerti maksudmu.” Kata
Harry.
Tiba-tiba tangannya sudah di tarik oleh
tangan halus Emma dan Harry tidak bisa membebaskan tangannya dari tangan Emma.
Apa yang diinginkan gadis itu? Sepertinya Emma ingin mengajaknya pergi ke suatu
tempat.
“Ayo kita ke kantin! Aku lapar
sekali.” Kata Emma dengan penuh semangat. Tidak jauh beda dengan Niall.
Mau tidak mau, terpaksa Harry
menuruti ajakan Emma. Baginya, ini adalah sebuah hal yang tidak masuk akal.
Harry yakin sekali ini hanya sebuah mimpi. Tidak ada satupun gadis yang berani
mengajaknya, bahkan mengajaknya bicara. Apa ia terlalu dingin?
Sesampai di kantin yang begitu
ramai, menjadi heboh karena kedatangan Emma dan seorang pemuda tampan di
sampingnya. Emma tersenyum senang sambil menyapa beberapa orang yang
dikenalinya. Gadis itu pun mengajak Harry duduk di salah satu meja yang kosong
dan Harry tidak bisa menghindarinya.
“Mbak, spaghetti dua dan jus alpukat
dua!” Kata Emma.
“Hei! Kau yang akan membayarnya?”
Tanya Harry.
Lagi-lagi Emma tertawa. “Kau kira
berapa harga dua spaghetti dan dua jus alpukat? Ini kantin, bukan restoran.”
Jawabnya.
“Tapi aku tidak lapar. Aku harus
menghemat uang. Kau enak anak orang kaya yang bisa-nya minta uang saja.” Kata
Harry.
Entah mengapa kata-kata itu yang
keluar dari mulutnya. Harry juga tidak mengerti mengapa kata-kata itu yang keluar.
Bagaimana jika Emma merasa sakit hati mendengar ucapannya yang jelas-jelas
menyindirnya?
“Oh, oke. Aku yang akan
membayarnya.” Kata Emma yang masih dalam keadaan ceria.
Risih. Itulah yang dirasakan Harry
saat berhadapan duduk dengan Emma. Siapa yang tidak mengenali Emma? Emma adalah
kekasih Austin Matthew yang sudah meninggal satu bulan yang lalu dan begitu
dengan dengan The Potatoes. Emma juga memiliki wajah yang sangat cantik dan dia
adalah seorang model. Tentu saja Harry menciut. Melihat jemari indah Emma saja
ia tidak berani.
“Aku ingin tau semua tentangmu.”
Kata Emma membuka topik pembicaraan.
“Kenapa?” Tanya Harry.
“Kan aku sudah bilang, kau adalah
calon bintang dan kau akan menggantikan Austin. Pertama-tama aku ingin
mendengar suara indahmu itu. Cobalah menyanyikan satu lagu saja. Lagunya bebas
deh.” Ucap Emma.
Semakin lama Harry semakin bingung.
Calon bintang? Pengganti Austin? Sekali lagi, Niall tidak pernah membicarakan
tentang Austin padanya. Niall hanya ingin menjadi temannya. Itu saja. Mungkin
gadis di hadapannya ini adalah gadis yang aneh.
Kemudian, pesanan Emma sudah datang.
Bau khas dari spaghetti itu membuat perutnya tidak tahan untuk menyantapnya.
Sementara Harry, dia menatap sedih spaghetti itu. Tidak tau apa ia akan memakan
spaghetti itu atau tidak.
“Kau alergi spaghetti ya?” Tanya
Emma melihat spaghetti di piring Harry yang masih utuh.
“Eh, tidak. Aku akan
mengabiskannya.” Jawab Harry cepat-cepat lalu menghabiskan spaghetti itu.
“Jadi, kau belum tau ya kalau Niall mengejarmu
karena satu asalan.” Ucap Emma.
Harry sedikit
terbatuk-batuk mendengar ucapan Emma. “Tidak. Alasan apa? Niall hanya ingin
menjadi temanku saja karena dia kasihan padaku yang tidak bisa mencari teman.”
Ucapnya.
“Pasca
kejadian di ruang musik itu, Niall jadi ingin tau tentangmu. Katanya dia
melihatmu bernyanyi sambil bermain gitar sampai membuat Niall terpesona.” Jawab
Emma.
Harry
terdiam sesaat, lalu bicara. “Di ruang musik? Aku tidak pernah kesana. Bahkan
aku tidak tau dimana letaknya. Aku bukan anak kesenian. Aku tidak bisa bernanyi
dan aku tidak bisa bermain gitar. Menyentuhnya pun tidak pernah.” Ucapnya.
Emma tidak
langsung percaya apa yang dikatakan Harry barusan. Tapi tampaknya Harry jujur.
Kalau begitu, Niall dong yang bohong! Mungkin benar. Waktu itu Niall sedang
mabuk. Tapi, luka di tangannya itu karena apa kalau tidak menyenggol seng yang
ada di luar ruang musik itu? Jadi, mana yang benar?
“Aku
membutuhkan kejujuranmu Harr karena ini menyangkut masa depan mereka.”
“Mereka?
Aku tidak peduli.” Ucap Harry.
Sudah bisa ditebak bahwa Harry tidak
ingin bergabung di grup Niall. Sekalipun Harry memiliki suara emas. Harry
terlalu menyendiri dan susah diajak bicara. Tapi entah mengapa, saat ia melihat
mata hijau milik Harry, Emma jadi teringat dengan Austin yang juga memiliki
mata berwarna hijau seperti Harry.
“Kau kenal Austin Matthwe?” Tanya
Emma.
“Dia kan anggota The Potatoes
sekaligus sahabat Niall.” Jawab Harry.
***
Setelah
bebas dari Emma, Harry bisa bernafas dengan lega. Entahlah saat ia bersama Emma
rasanya sulit untuk bernafas. Harry pun memutuskan untuk menyendiri di dekat
toilet yang terletak di ujung bangunan. Mungkin sebagaian orang mengatakan
tempat itu berhantu, tetapi Harry tidak percaya.
Harry
mengeluarkan buku dan pulpen dari dalam tas-nya sembari menulis sesuatu.
Entahlah apa yang ditulis Harry, tapi sepertinya isinya begitu romantis dan
penuh semangat. Sudah cukup lama Harry menulis dan disana banyak
coret-coretannya. Mungkin Harry kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk
tulisannya itu.
“Wau!
Kreatif! Imajinatif!” Puji seseorang yang langsung duduk di sampingnya.
Niall lagi!
Batin Harry dan entah mengapa rasanya aneh saat melihat Niall. Harry sedikit
takut saat melihat Niall. Secara mendadak, Niall merebut bukunya itu dan Harry
tidak bisa merebutnya kembali.
“The one that I came with, she had to go. But you look
amazing standing alone..” Ucap Niall membaca tulisan Harry yang baginya begitu luar
biasa. Sementara Harry pasrah tulisan yang ia buat dibaca oleh Niall.
“Kau yang membuatnya?” Tanya Niall
dan dibalas anggukan Harry. “Liriknya bagus sekali. Aku suka! Kebetuan aku
sedang menciptakan sebuah lagu. Lirik ini sepertinya pantas. Ayo kita pergi ke
ruang musik!” Ajak Niall dengan penuh semangat.
“Itu bukan lirik lagu! Itu hanya
coretan bodoh saja!” Ucap Harry.
“Ayolah man! Kau jangan merendah
gitu. Aku tau kau bakat menulis lagu.”
Sekali lagi, Harry tidak bisa
menolak ajakan Niall. Keduanya pun berjalan hingga berhenti di ruang musik. Di
dalam sana, banyak sekali berbagai jenis alat musik. Terutama gitar. Niall
langsung mengambil gitar cokelat yang kelihatan bersinar itu.
“Aku yang akan menentukan nadanya
dan nadanya harus semangat karena liriknya semangat juga. Kita bisa begadang
menyelesaikan satu lagu ini.” Kata Niall dengan penuh semangat.
“Kenapa kau tidak mengajak band-mu
saja?” Tanya Harry.
“Aku tidak mau. Kali ini, hanya kau
dan aku, oke? Ohya, bisakah kau memainkan gitar ini? Siapa tau kau juga bisa
menentukan nada-nadanya.”
Gitar itu kini sudah ada di pangkuan
Harry dan Harry tidak bisa membuangnya begitu aja dan Harry hanya bisa menatap
gitar itu tanpa harus memainkannya.
“Kau tidak bisa bermain gitar ya?”
Tanya Niall.
“Ya, aku sama sekali tidak bisa
bermain gitar.” Jawab Harry.
Niall mengangguk-angguk, tapi ia
tahu bahwa Harry sedang berbohong. Temannya yang satu itu memang suka
merendahkan diri dan sedikit pemalu, namun sangat luar biasa. “Tapi kau adalah
penulis lagu yang sangat berbakat. Ayo kita lanjutkan! Bahkan sampai besok pun
aku siap.” Ucap Niall.
Keduanya pun kembali menulis lagu
dengan penuh semangat. Baru kali ini Niall melihat Harry yang sedang
bersemangat. Harry.. Harry.. Mengapa kau tidak jujur saja? Kau mempunyai bakat
nyanyi yang sangat luar biasa. Kenapa kau tidak memperlihatkannya saja kepada
orang lain? Ya minimal-lah ke dia.
Tidak terasa sudah larut malam dan
lagu itu belum juga selesai. Niall tengah sibuk membuat nada-nada untuk lagu
itu dan Harry yang mengomentarinya. Liriknya sih sudah siap tapi tidak cocok
dengan nadanya. Namun, Niall dan Harry yakin sekali bahwa lagu itu nantinya
akan menjadi lagu yang sangat bagus dan dapat membuat para gadis tergila-gila.
Lihat saja nanti!
***
Sudah berpuluhan kali Liam
me-miscall Niall dan Niall tidak menjawabnya. Anak laki-laki berambut pirang
itu kemana sih? Liam memang masih menganggap Niall sebagai anak kecil karena
baginya Niall adalah idiot. Padahal umur Niall sudah mencapai dua puluh tahun. Sampai
pagi ini, Niall juga tidak mau mengangkat telponnya. Apalagi membalas sms-nya!
Pagi ini, Liam, Zayn dan Louis sibuk
mencari Niall yang dikabarkan menghilang. Zayn sudah mencari Niall di rumah dan
Ibu Niall juga tidak tau dimana Niall. Tidak lupa Zayn memiscall Harry. Tapi
nomor Harry tidak aktif. Zayn juga tidak melihat batang hidung Harry.
Jangan-jangan Harry ikut menghilang lagi.
Lama kelamaan, mereka jadi takut.
Takut jika sesuatu terjadi pada Niall. Louis jangan ditanya. Sasaran utamanya adalah
Harry! Louis yakin sekali menghilangnya Niall ada hubungannya dengan Harry.
“Jangan salahkan Harry lagi, Lou.
Apa kau tidak lelah menuduhnya?” Ucap Liam.
“Dia memang salah! Dia adalah kaki
tangan Luke!” Ucap Louis.
“Kau nge-lantur Lou.” Kata Zayn
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Tiba-tiba Liam menemukan sebuah
jawaban dari masalah ini. “Aku tau dimana Niall! Ya! Di ruang musik! Aku yakin
dia sedang membuat lagu disana.” Ucapnya dengan yakin.
“Ya sudah kau kesana saja.” Kata
Louis dengan nada sinis.
Akhirnya Liam berlari menuju ruang
musik yang begitu sepi. Sesaat, Liam ragu apakah ia harus melanjutkan
langkahnya. Tapi, apa salahnya mengecek ruang musik? Siapa tau kan ada Niall
disana! Saat Liam membuka pintu ruang musik….
“ASTAGA !!! KENAPA MEREKA BISA TIDUR
DISINI??” Ucap Liam dengan suara yang cukup keras sekaligus kaget.
Liam berusaha menahan tawanya. Gaya
tidur Niall dan Harry begitu lucu. Untunglah Niall mengenakan jaket dan Harry
mengenakan sweter sehingga mereka terlindungi dari udara dingin. Liam yakin
sekali bahwa Niall dan Harry sedang membuat kejutan untuknya. Yaitu sebuah lagu
baru.
“Hei kalian berdua, ayo bangun! Hari
sudah siang!” Ucap Liam sambil menggoyang-goyangkan badan Niall dan Harry.
Untunglah Niall dan Harry cepat
bangun. Liam melihat Niall yang sedang mengucek-ngucek mata. Sedangkan Harry
sedang mengumpulkan nyawa-nyawanya.
“Dimana aku? Apa yang terjadi?”
Tanya Harry lalu cepat-cepat duduk.
“Kau tidak sadar? Kalian mabuk ya
semalam?” Tanya Liam.
Niall yang sudah sadar mendadak
gembira seperti anak kecil tatkala melihat Liam. Liam memandangi anak idiot itu
dengan aneh. “Kau kenapa sih?” Tanyanya.
“Aku dan Harry berhasil membuat
sebuah lagu! Lagunya berjudul ‘C’mon, C’mon’ dan aku tidak sabar untuk
menyanyikannya. Ayo!” Ucap Niall.
Sekali lagi, Liam
menggeleng-gelengkan kepala sambil menatap sikap idiot Niall. Tapi ia begitu
senang memiliki sahabat seperti Niall yang setiap hari tampak selalu ceria dan
tanpa beban.
***
“Wah, lagunya bagus! Kau hebat!”
Puji Zayn setelah mendengar lagu ceria yang dibawakan Niall.
“Tentu saja.” Kata Niall.
Tau lagu itu ciptaan Harry, Louis
malah menyindirnya. “Lagunya sangat buruk. Sangat buruk dan aku tidak sudi
mendengarnya lagi.” Ucapnya.
Niall memang harus memiliki
kesabaran yang tinggi untuk menghadapi Louis. “Kau kenapa sih benci sekali
dengan Harry? Mengenai soal Luke, dia tidak ada hubungannya dengan Luke! Harry
anak yang baik. Lihat kan! Dia berhasil menyusun lirik lagu yang indah.”
Ucapnya.
“Aku tau dia lebih baik dariku.
Terserah kau saja jika kau lebih memilihnya. Aku keluar saja. Tidak ada gunanya
jika seandainya aku satu grup dengan Harry.” Ucap Louis.
Baru saja Niall hendak angkat
bicara, Liam langsung menyelanya. “Sudahlah Yell, suatu hari nanti Louis akan
baikan dengan Harry dan mereka akan bersahabat seperti Louis dengan Austin.”
Ucapnya.
“Yeah, I hope so.” Ucap Niall.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar