expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

We Love You Sivia ( Part 21 )



Part 21

.

.

.

Secara perlahan, ia mencoba membuka mata. Sinar demi sinar berkumpul menjadi satu dan membentuk sebuah cahaya putih yang sangat menyilaukan mata. Sivia mengerjap-ngerjapkan mata. Berharap penglihatannya masih normal. Ternyata, penglihatannya masih berfungsi dengan baik.

Sivia baru sadar bahwa dirinya kini berada di kasurnya. Bukan di ranjang rumah sakit. Syukurlah! Batin Sivia. Tapi, siapa yang memindahkannya kemari? Siapa? Kak Rio? Bi Nah? Mama dan Papa jelas nggak mungkin.

Pintu kamarnya terbuka. Muncul seorang cowok bertubuh tinggi tersenyum manis ke arahnya. Ini.. Ini hanya mimpi kan? Mengapa... Mengapa cowok itu ada disini? Bukannya cowok itu...

“Gimana keadaan lo? Udah membaik?” Tanya cowok itu.

***

Rio membalikkan badan. Menanti kelanjutan ucapan Cakka. Sementara Ify dan Agni tampak tegang. Terutama Agni!

“Gue.. Gue emang bukan cowok yang baik. Gue cowok jahat. Ify sangat mencintai lo Rio, bukan gue. Tadi lo bilang, ada tiga hati yang tersakiti. Lo, Ify dan Agni. Tapi itu semua salah. Salah besar!”

Semuanya terdiam. Tak ada yang berani mengeluarkan sepatah kata apapun. Semuanya hanya bisa menunggu kelanjutan dari Cakka.

“Empat. Bukan tiga. Ada empat hati yang tersakiti karena ulah gue. Maaf.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, cepat-cepat Cakka meninggalkan tempat itu. Agni, Ify dan Rio nggak bisa menebak apa yang dirasakan Cakka. Namun mereka tau. Cakka sedang sedih. Ify langsung mengejar Cakka. Dan kini tinggal Rio dan Agni yang tersisa.

Rio menatap Agni dengan penuh tanda tanya.

“Ntar gue jelasin.” Kata Agni pelan. Ia sempat tersenyum. Cakka. Apa artinya Cakka masih mencintainya?

***

“Gimana keadaan lo? Udah membaik?”

Mulut Sivia terkunci. Sedikitpun ia nggak bisa menggeraknya. Mulutnya terasa kaku dan sangat sulit untuk digerakkan.

“Alvin mana?”

Cowok yang tak tak lain adalah Gabriel itu seperti ingin tau apa yang sebenarnya terjadi dengan Sivia. Dan mengenai Alvin, Gabriel sempat tau sedikit info dari Febby mengenai Alvin. Kata Febby, keberadaan Alvin entah kemana. Dan Alvin sama sekali nggak memberi kabar pada Sivia. Padahal Sivia adalah pacar Alvin sendiri!

Entah mengapa Gabriel menjadi ingin sekali menghajar Alvin. Cowok itu keterlaluan sekali. Dia boleh-bole saja pergi, tapi harus kasih kabar dulu. Lha ini?

“Al.. Alvin..” Lirih Sivia. Tak terasa air matanya menetes. Alvin... Dimana kamu?

Gabriel merasa kasian pada Sivia. Ia merasa kasian dengan gadis yang sangat ia cintai. Walau ia sudah memiliki Shilla.

“Udahlah Vi, biarkan Alvin pergi. Dia cowok nggak baik. Tega sekali dia tinggalin lo tanpa beri kabar sedikit pun.”

Sivia membenarkan ucapan Gabriel. Lantas, apa sebaiknya ia melupakan Alvin? Tidak! Rasa cintanya pada Alvin nggak bisa di hapus. Sivia sangat mencintai Alvin, meski Alvin telah pergi meninggalkan dirinya tanpa adanya kabar.

“Lo tenang aja Vi. Gue bakal cari Alvin sampai ketemu.”

Sedikit Sivia tersenyum. Gabriel. Sebuah nama yang sangat berarti baginya. Ia memang mencintai Alvin. Tapi ia juga mencintai Gabriel. Tiba-tiba, Sivia teringat ketika Gabriel marah padanya. Ketika hubungannya dengan Gabriel berakhir.

“Yel.. Gu.. Gue mau minta maaf so..soal..”

“It’s okay. Waktu itu gue kelepasan. Tapi Vi, gue nggak akan marah sama lo.”

Dan, hati Sivia menjadi lega.

***

Setelah mendengar penjelasan dari Agni, Rio nggak penasaran lagi. Malah, ia salut dengan Cakka. Dan, betapa bodohnya ia membenci Cakka setelah ia mengetahui bahwa Cakka masih mencintai Agni.

Lalu, bagaimana kisah selanjutnya? Apa Cakka memutusi Ify dan kembali pada Agni? Jelas tak mungkin! Bagaimanapun juga, hubungan mereka nggak akan bisa di ganggu gugat. Meski diantara mereka tidak menghadirkan rasa cinta sedikit pun.

“Yo..”

Suara lembut Ify mengagetkannya. Rio tersenyum melihat kedatangan Ify di rumahnya. Hari ini, Ify terlihat cantik dengan blouse pink nya. Ah, cewek kalo pake pink-pink imut juga ya.

“Eh, hai Fy!” Sapa Rio sedikit gugup.

Ify duduk di samping Rio. Sama seperti Rio. Ia juga gugup. “Andaikan.. Andaikan gue dan Cakka tidak...”

“Ssst. Jangan di bahas lagi. Gue ikhlaskan lo sama Cakka.”

“Ta.. Tapi..” Ify terdiam sesaat. “Tapi.. Gue nggak bisa Yo. Gue..”

Tanpa di duga Ify, Rio langsung memeluk erat tubuh Ify. Sungguh. Ia merasa nyaman memeluk gadis itu, dan ia nggak ingin melepaskan pelukannya itu. Sementara Ify menangis dipelukan Rio.

“Ri.. Rio.. Aku.. Aku cinta kamu. Sejak SMA aku mulai menyukaimu. Aku.. Aku..”

“Jangan katakan lagi, Fy. Jangan!”

Keduanya pun sama-sama diam. Merasakan sebuah pelukan yang tak abadi. Andai.. Andai mereka bisa bersatu. Andai... Andai tidak ada surat wasiat itu. Andai Mama Cakka tidak meninggal. Andai...

Dari dalam, Sivia tersenyum melihat kakaknya memeluk Ify. Sivia senang melihat Rio memeluk Ify dengan penuh cinta. Oh, mengapa di saat seperti ini tiba-tiba ia mengingat Alvin? Dan mengapa tiba-tiba ia mengingat Gabriel yang sekarang sedang bahagia bersama Shilla? Dan ia...

Dulu, dengan mudahnya ia mendapatkan dua lelaki sekaligus. Dan kini, dengan mudahnya ia kehilangan dua lelaki sekaligus yang sangat ia cintai. Ya. Mungkin ini akhir dari segalanya.
                           
Akhir dari kehidupannya.

***

Hari ini Sivia nggak masuk sekolah. Febby jadi kesepian karena teman bangkunya nggak ada. Alhasil, Febby berubah menjadi cewek pendiam dan nggak banyak omong. Tadi, Febby berusaha memiscall Sivia agar ia tau penyebab Sivia tidak masuk hari ini. Tapi, nomor HP Sivia nggak aktif. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Sivia. Apa karena Alvin?

Jawabannya mungkin saja. Alvin sudah nggak ada kabarnya sejak Sivia putus dengan Gabriel. Nggak tau kenapa Febby menjadi marah dengan Alvin. Teganya cowok itu meninggalkan Sivia tanpa adanya kabar.

Di kantin, Febby duduk sendiri sambil menghirup moccacino yang tadi dipesannya. Febby iseng buka facebook Sivia. Namun, sampai sekarang Sivia belum update status. Twitter pun jarang dia buka.

“Hai, Feb..” Sapa Gabriel.

“Oh, hai juga!” Jawab Febby.

“Mmm.. Via nggak masuk hari ini?” Tanya Gabriel.

Dalam hati, Febby juga merasakan sedikit kemarahan pada Gabriel. Nggak Alvin nggak Gabriel. Sama saja membuat sahabatnya terluka. Tega sekali bukan Gabriel memutusi Sivia secara kasar dan esoknya ia berpacaran dengan Shilla.

“Nggak.” Jawab Febby singkat.

“Oh, mungkin dia sedang sakit. Gue liat kemarin Sivia pingsan di teras rumah. Waktu gue tanya ke Bi Nah, Bi Nah nggak jawab apapun. Kayaknya Bi Nah seperti menyembunyikan sesuatu.” Jelas Gabriel.

“Ohya? Sakit?”

Gabriel mengangguk. Jujur, sejak melihat Sivia pingsan seperti kemarin yang dikarenakan menghilangnya Alvin-menurutnya-, Gabriel jadi khawatir dengan kondisi Sivia.

“Gue tau. Sivia seperti itu karena ada dua cowok sialan yang sangat tega meninggalkan dia sehingga kondisi Sivia menyedihkan seperti ini.”

Ucapan Febby tadi merupakan penyindiran bagi Gabriel. Tentu Gabriel tau siapa ‘dua cowok sialan’ yang diucapkan Febby barusan.

“Gue tau kalo gue salah.” Aku Gabriel.

“Ya. Tapi tak apa. Hak lo juga putusin Sivia dan gue nggak bisa berbuat apapun. Sivia sendiri sepertinya lebih memilih Alvin dibanding lo. Jadi lo nggak salah putusin dia.”

Lho? Kok Febby jadi bela Alvin ya? Sementara Gabriel merasakan sebuah kepedihan ketika Febby berkata, ‘Sivia sendiri sepertinya lebih memilih Alvin dibanding lo’. Tapi bukankah itu merupakan fakta? Sivia sangat mencintai Alvin dan hanya menganggap dirinya sebatas sahabat.

“Ntar kita jenguk Sivia.” Kata Febby dan hendak berdiri.

“Ee, tunggu!” Sela Gabriel menarik tangan Febby. “Mmm.. Bagaimana kalo kita mencari Alvin? Gue yakin dia nggak jauh dari Kota ini.”

***

Setelah Cakka mengaku bahwa ia masih mencintai Agni, Cakka lebih banyak diam di rumah. Dia hanya keluar rumah kalo ada urusan penting. Selain itu ia abaikan. Cakka juga menolak ajakan temannya untuk keluar rumah. Ify pun ia tolak.

Di belakang rumah, tepatnya di pinggir kolam, Cakka memainkan gitarnya secara tak beraturan. Namun membentuk sebuah nada yang terdengar indah.



‘Oh, ini kisah sedihku ku meninggalkan dia betapa bodohnya aku

Dan kini aku menyesal melepas keindahan dan itu kamu



Tuhan tolonglah aku kembalikan dia ke dalam pelukku

Karena ku tak bisa mengganti dirinya ku akui

Jujur aku tak sanggup sungguh aku tak bisa’



“Ag, andai hubungan kita seperti dulu. Andai kita bisa bersama lagi.” Ucap Cakka pelan.

Lantas, apakah mereka bisa bersatu kembali? Apakah Cakka bisa meraih cintanya yang dulu sempat ia raih namun telah lepas darinya? Apakah mungkin jika ia mengucapkan sebuah kalimat ajaib lalu semua yang ia inginkan akan terwujud?

Ingat. Hidup ini bukan dongeng. Adakalanya kita merasakan kebahagiaan dan adakalanya kita merasakan kesedihan. Dan ingat. Kita hidup di dunia hanya sementara. Sangatlah bodoh jika kita berbuat jahat di dunia dan sekenanya melupakan kehidupan yang lebih abadi.

Cakka yakin. Ia yakin sekali bahwa Tuhan akan mempersatukannya dengan Agni. Ia yakin sekali.

***

 “Bi, Cakkanya ada?” Tanya seorang gadis.

“Cakka ada non. Tapi katanya dia tidak mau di ganggu. Sebaiknya nona pulang saja.” Kata Bibi itu.

Namun, gadis itu menolak. “Tidak bibi! Cakka membutuhkan saya. Saya harus menemuinya.”

“Tapi non, Cakka butuh sendiri. Sebaiknya nona pergi saja.”

“Tapi..”

“Biarkan dia masuk, bi..” Ucap seseorang dari dalam sana.

***

Sesuai kesepakatan, Gabriel dan Febby pergi ke rumah Sivia. Untunglah Shilla nggak curiga karena Gabriel mengajak Febby. Gabriel takut ia di kira selingkuh. Tapi, menurutnya Shilla bukan tipe cewek seperti itu.

Rumah Sivia sepi. Seperti biasa. Baru-baru ini Gabriel dan Febby tau bahwa kedua orangtua Sivia telah berpisah. Febby kira, kedua orangtua Sivia hanya bertengkar biasa. Tidak sampai memisahkan keduanya. Namun dugaan Febby salah.

“Kita masuk?” Tanya Gabriel.

“Yaiyalah. Itu kan tujuan kita.” Jawab Febby.

Gabriel merasa ada yang beda dari rumah ini. Sesuatu yang... sangat berbeda. Keduanya masuk ke dalam rumah. Pintu rumah nggak di kunci. Jadi Gabriel dan Sivia sangatlah mudah untuk masuk ke dalam.

Tiba-tiba, tanpa mereka sadari, mereka menemukan seseorang yang terkapar tak berdaya di dekat sofa ruang tamu. Lalu, terdengar sebuah lirihan suara.

“Tolong..”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar