Part 21
.
.
.
Secara perlahan, ia
mencoba membuka mata. Sinar demi sinar berkumpul menjadi satu dan membentuk
sebuah cahaya putih yang sangat menyilaukan mata. Sivia mengerjap-ngerjapkan
mata. Berharap penglihatannya masih normal. Ternyata, penglihatannya masih
berfungsi dengan baik.
Sivia baru sadar
bahwa dirinya kini berada di kasurnya. Bukan di ranjang rumah sakit. Syukurlah!
Batin Sivia. Tapi, siapa yang memindahkannya kemari? Siapa? Kak Rio? Bi Nah?
Mama dan Papa jelas nggak mungkin.
Pintu kamarnya
terbuka. Muncul seorang cowok bertubuh tinggi tersenyum manis ke arahnya. Ini..
Ini hanya mimpi kan? Mengapa... Mengapa cowok itu ada disini? Bukannya cowok
itu...
“Gimana keadaan lo?
Udah membaik?” Tanya cowok itu.
***
Rio membalikkan
badan. Menanti kelanjutan ucapan Cakka. Sementara Ify dan Agni tampak tegang.
Terutama Agni!
“Gue.. Gue emang
bukan cowok yang baik. Gue cowok jahat. Ify sangat mencintai lo Rio, bukan gue.
Tadi lo bilang, ada tiga hati yang tersakiti. Lo, Ify dan Agni. Tapi itu semua
salah. Salah besar!”
Semuanya terdiam.
Tak ada yang berani mengeluarkan sepatah kata apapun. Semuanya hanya bisa
menunggu kelanjutan dari Cakka.
“Empat. Bukan tiga.
Ada empat hati yang tersakiti karena ulah gue. Maaf.”
Setelah mengucapkan
kalimat itu, cepat-cepat Cakka meninggalkan tempat itu. Agni, Ify dan Rio nggak
bisa menebak apa yang dirasakan Cakka. Namun mereka tau. Cakka sedang sedih.
Ify langsung mengejar Cakka. Dan kini tinggal Rio dan Agni yang tersisa.
Rio menatap Agni
dengan penuh tanda tanya.
“Ntar gue jelasin.”
Kata Agni pelan. Ia sempat tersenyum. Cakka. Apa artinya Cakka masih mencintainya?
***
“Gimana keadaan lo?
Udah membaik?”
Mulut Sivia terkunci.
Sedikitpun ia nggak bisa menggeraknya. Mulutnya terasa kaku dan sangat sulit
untuk digerakkan.
“Alvin mana?”
Cowok yang tak tak
lain adalah Gabriel itu seperti ingin tau apa yang sebenarnya terjadi dengan
Sivia. Dan mengenai Alvin, Gabriel sempat tau sedikit info dari Febby mengenai
Alvin. Kata Febby, keberadaan Alvin entah kemana. Dan Alvin sama sekali nggak
memberi kabar pada Sivia. Padahal Sivia adalah pacar Alvin sendiri!
Entah mengapa
Gabriel menjadi ingin sekali menghajar Alvin. Cowok itu keterlaluan sekali. Dia
boleh-bole saja pergi, tapi harus kasih kabar dulu. Lha ini?
“Al.. Alvin..”
Lirih Sivia. Tak terasa air matanya menetes. Alvin... Dimana kamu?
Gabriel merasa kasian
pada Sivia. Ia merasa kasian dengan gadis yang sangat ia cintai. Walau ia sudah
memiliki Shilla.
“Udahlah Vi,
biarkan Alvin pergi. Dia cowok nggak baik. Tega sekali dia tinggalin lo tanpa
beri kabar sedikit pun.”
Sivia membenarkan
ucapan Gabriel. Lantas, apa sebaiknya ia melupakan Alvin? Tidak! Rasa cintanya
pada Alvin nggak bisa di hapus. Sivia sangat mencintai Alvin, meski Alvin telah
pergi meninggalkan dirinya tanpa adanya kabar.
“Lo tenang aja Vi.
Gue bakal cari Alvin sampai ketemu.”
Sedikit Sivia
tersenyum. Gabriel. Sebuah nama yang sangat berarti baginya. Ia memang
mencintai Alvin. Tapi ia juga mencintai Gabriel. Tiba-tiba, Sivia teringat
ketika Gabriel marah padanya. Ketika hubungannya dengan Gabriel berakhir.
“Yel.. Gu.. Gue mau
minta maaf so..soal..”
“It’s okay. Waktu
itu gue kelepasan. Tapi Vi, gue nggak akan marah sama lo.”
Dan, hati Sivia
menjadi lega.
***
Setelah mendengar
penjelasan dari Agni, Rio nggak penasaran lagi. Malah, ia salut dengan Cakka.
Dan, betapa bodohnya ia membenci Cakka setelah ia mengetahui bahwa Cakka masih
mencintai Agni.
Lalu, bagaimana
kisah selanjutnya? Apa Cakka memutusi Ify dan kembali pada Agni? Jelas tak
mungkin! Bagaimanapun juga, hubungan mereka nggak akan bisa di ganggu gugat.
Meski diantara mereka tidak menghadirkan rasa cinta sedikit pun.
“Yo..”
Suara lembut Ify
mengagetkannya. Rio tersenyum melihat kedatangan Ify di rumahnya. Hari ini, Ify
terlihat cantik dengan blouse pink nya. Ah, cewek kalo pake pink-pink imut juga
ya.
“Eh, hai Fy!” Sapa
Rio sedikit gugup.
Ify duduk di
samping Rio. Sama seperti Rio. Ia juga gugup. “Andaikan.. Andaikan gue dan
Cakka tidak...”
“Ssst. Jangan di
bahas lagi. Gue ikhlaskan lo sama Cakka.”
“Ta.. Tapi..” Ify
terdiam sesaat. “Tapi.. Gue nggak bisa Yo. Gue..”
Tanpa di duga Ify,
Rio langsung memeluk erat tubuh Ify. Sungguh. Ia merasa nyaman memeluk gadis
itu, dan ia nggak ingin melepaskan pelukannya itu. Sementara Ify menangis
dipelukan Rio.
“Ri.. Rio.. Aku..
Aku cinta kamu. Sejak SMA aku mulai menyukaimu. Aku.. Aku..”
“Jangan katakan
lagi, Fy. Jangan!”
Keduanya pun
sama-sama diam. Merasakan sebuah pelukan yang tak abadi. Andai.. Andai mereka
bisa bersatu. Andai... Andai tidak ada surat wasiat itu. Andai Mama Cakka tidak
meninggal. Andai...
Dari dalam, Sivia tersenyum
melihat kakaknya memeluk Ify. Sivia senang melihat Rio memeluk Ify dengan penuh
cinta. Oh, mengapa di saat seperti ini tiba-tiba ia mengingat Alvin? Dan
mengapa tiba-tiba ia mengingat Gabriel yang sekarang sedang bahagia bersama
Shilla? Dan ia...
Dulu, dengan
mudahnya ia mendapatkan dua lelaki sekaligus. Dan kini, dengan mudahnya ia
kehilangan dua lelaki sekaligus yang sangat ia cintai. Ya. Mungkin ini akhir
dari segalanya.
Akhir dari
kehidupannya.
***
Hari ini Sivia
nggak masuk sekolah. Febby jadi kesepian karena teman bangkunya nggak ada.
Alhasil, Febby berubah menjadi cewek pendiam dan nggak banyak omong. Tadi,
Febby berusaha memiscall Sivia agar ia tau penyebab Sivia tidak masuk hari ini.
Tapi, nomor HP Sivia nggak aktif. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Sivia.
Apa karena Alvin?
Jawabannya mungkin
saja. Alvin sudah nggak ada kabarnya sejak Sivia putus dengan Gabriel. Nggak
tau kenapa Febby menjadi marah dengan Alvin. Teganya cowok itu meninggalkan
Sivia tanpa adanya kabar.
Di kantin, Febby
duduk sendiri sambil menghirup moccacino yang tadi dipesannya. Febby iseng buka
facebook Sivia. Namun, sampai sekarang Sivia belum update status. Twitter pun
jarang dia buka.
“Hai, Feb..” Sapa
Gabriel.
“Oh, hai juga!”
Jawab Febby.
“Mmm.. Via nggak
masuk hari ini?” Tanya Gabriel.
Dalam hati, Febby
juga merasakan sedikit kemarahan pada Gabriel. Nggak Alvin nggak Gabriel. Sama
saja membuat sahabatnya terluka. Tega sekali bukan Gabriel memutusi Sivia
secara kasar dan esoknya ia berpacaran dengan Shilla.
“Nggak.” Jawab
Febby singkat.
“Oh, mungkin dia
sedang sakit. Gue liat kemarin Sivia pingsan di teras rumah. Waktu gue tanya ke
Bi Nah, Bi Nah nggak jawab apapun. Kayaknya Bi Nah seperti menyembunyikan
sesuatu.” Jelas Gabriel.
“Ohya? Sakit?”
Gabriel mengangguk.
Jujur, sejak melihat Sivia pingsan seperti kemarin yang dikarenakan
menghilangnya Alvin-menurutnya-, Gabriel jadi khawatir dengan kondisi Sivia.
“Gue tau. Sivia
seperti itu karena ada dua cowok sialan yang sangat tega meninggalkan dia
sehingga kondisi Sivia menyedihkan seperti ini.”
Ucapan Febby tadi
merupakan penyindiran bagi Gabriel. Tentu Gabriel tau siapa ‘dua cowok sialan’
yang diucapkan Febby barusan.
“Gue tau kalo gue
salah.” Aku Gabriel.
“Ya. Tapi tak apa.
Hak lo juga putusin Sivia dan gue nggak bisa berbuat apapun. Sivia sendiri
sepertinya lebih memilih Alvin dibanding lo. Jadi lo nggak salah putusin dia.”
Lho? Kok Febby jadi
bela Alvin ya? Sementara Gabriel merasakan sebuah kepedihan ketika Febby
berkata, ‘Sivia sendiri sepertinya lebih memilih Alvin dibanding lo’. Tapi
bukankah itu merupakan fakta? Sivia sangat mencintai Alvin dan hanya menganggap
dirinya sebatas sahabat.
“Ntar kita jenguk
Sivia.” Kata Febby dan hendak berdiri.
“Ee, tunggu!” Sela
Gabriel menarik tangan Febby. “Mmm.. Bagaimana kalo kita mencari Alvin? Gue
yakin dia nggak jauh dari Kota ini.”
***
Setelah Cakka
mengaku bahwa ia masih mencintai Agni, Cakka lebih banyak diam di rumah. Dia
hanya keluar rumah kalo ada urusan penting. Selain itu ia abaikan. Cakka juga
menolak ajakan temannya untuk keluar rumah. Ify pun ia tolak.
Di belakang rumah,
tepatnya di pinggir kolam, Cakka memainkan gitarnya secara tak beraturan. Namun
membentuk sebuah nada yang terdengar indah.
‘Oh, ini kisah sedihku ku meninggalkan dia betapa
bodohnya aku
Dan kini aku menyesal melepas keindahan dan itu kamu
Tuhan tolonglah aku kembalikan dia ke dalam pelukku
Karena ku tak bisa mengganti dirinya ku akui
Jujur aku tak sanggup sungguh aku tak bisa’
“Ag, andai hubungan
kita seperti dulu. Andai kita bisa bersama lagi.” Ucap Cakka pelan.
Lantas, apakah
mereka bisa bersatu kembali? Apakah Cakka bisa meraih cintanya yang dulu sempat
ia raih namun telah lepas darinya? Apakah mungkin jika ia mengucapkan sebuah
kalimat ajaib lalu semua yang ia inginkan akan terwujud?
Ingat. Hidup ini
bukan dongeng. Adakalanya kita merasakan kebahagiaan dan adakalanya kita
merasakan kesedihan. Dan ingat. Kita hidup di dunia hanya sementara. Sangatlah
bodoh jika kita berbuat jahat di dunia dan sekenanya melupakan kehidupan yang
lebih abadi.
Cakka yakin. Ia
yakin sekali bahwa Tuhan akan mempersatukannya dengan Agni. Ia yakin sekali.
***
“Bi, Cakkanya ada?” Tanya
seorang gadis.
“Cakka ada non.
Tapi katanya dia tidak mau di ganggu. Sebaiknya nona pulang saja.” Kata Bibi
itu.
Namun, gadis itu
menolak. “Tidak bibi! Cakka membutuhkan saya. Saya harus menemuinya.”
“Tapi non, Cakka
butuh sendiri. Sebaiknya nona pergi saja.”
“Tapi..”
“Biarkan dia masuk,
bi..” Ucap seseorang dari dalam sana.
***
Sesuai kesepakatan,
Gabriel dan Febby pergi ke rumah Sivia. Untunglah Shilla nggak curiga karena
Gabriel mengajak Febby. Gabriel takut ia di kira selingkuh. Tapi, menurutnya
Shilla bukan tipe cewek seperti itu.
Rumah Sivia sepi.
Seperti biasa. Baru-baru ini Gabriel dan Febby tau bahwa kedua orangtua Sivia
telah berpisah. Febby kira, kedua orangtua Sivia hanya bertengkar biasa. Tidak
sampai memisahkan keduanya. Namun dugaan Febby salah.
“Kita masuk?” Tanya
Gabriel.
“Yaiyalah. Itu kan
tujuan kita.” Jawab Febby.
Gabriel merasa ada
yang beda dari rumah ini. Sesuatu yang... sangat berbeda. Keduanya masuk ke
dalam rumah. Pintu rumah nggak di kunci. Jadi Gabriel dan Sivia sangatlah mudah
untuk masuk ke dalam.
Tiba-tiba, tanpa
mereka sadari, mereka menemukan seseorang yang terkapar tak berdaya di dekat
sofa ruang tamu. Lalu, terdengar sebuah lirihan suara.
“Tolong..”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar