expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 05 Maret 2015

We Love You Sivia ( Part 15 )



Part 15

.

.

.

Alunan lagu Bruno Mars yang berjudul When I Was Your Man mengalun di kamarnya. Namun, sang pemilik kamar itu nggak konsen dengan lagunya. Pikirannya tertuju pada sebuah keributan. Siapa lagi kalo bukan Mama dan Papa?

Rio menghela nafas panjang. Masalah yang dialaminya semakin bertambah banyak. Kepalanya menjadi pusing memikirkan semua masalah itu.

Selanjutnya, terdengar suara Sivia yang bergetar. Rio merasa kasian dengan adik sematawayangnya itu. Tampaknya Sivia sedang meluapkan amarahnya. Lalu, suara Ayah yang keras mengalahkan teriakan Sivia.

“Jaga mulutmu anak haram!”

Sakit sekali rasanya mendengar kalimat yang diucapkan oleh Ayahnya sendiri. Ingin sekali Rio menemui Ayah dan langsung menghajarnya.

Ketika pertengkaran mulai reda, Rio mencoba mengecek kamar Sivia. Siapa tau kan adiknya itu menangis dan butuh pelukannya.

“ASTAGA VIAA !!!”

Jantung Rio serasa mau copot melihat keadaan Sivia yang mengenaskan. Darah segar menyirami lantai kamar Sivia. Cepat-cepat Rio membantu Sivia untuk duduk.

“Vi.. Lo kenapa?” Tanya Rio khawatir.

Sivia nggak menjawab. Air matanyalah yang menjawab pertanyaan Rio. Segera Rio mengatar Sivia ke kamar mandi yang udah dibangun di kamar Sivia. Setelah membaik, Rio membaringkan Sivia di kasur.

“Apa yang terjadi dengan lo? Apa Papa memukul lo?” Tanya Rio.

Percuma Rio bertanya panjang lebar kali tinggi(?). Sivia nggak merespon omongan Rio. Ohya, Rio kan belum tau tentang penyakitnya. Bi Nah juga nggak akan membertitahu kepada Rio.

Sepertinya Rio mulai emosi karena omongannya tidak dirsepon oleh Sivia. “Vi, lo kenapa? Jawab! Apa lo nggak anggap gue sebagai kakak lo? Ayo jawab!” Kata Rio sedikit membentak.

Namun, ia salah bertindak. Tangisan Sivia semakin parah. Nafas Sivia tersengal-sengal. Ayo kak, ayo! Bentak gue lagi! Ayo! Biar derita gue lengap.

“Besok kita ke dokter.” Kata Rio dingin lalu meninggalkan Sivia.

Belum sempat ia memegang ganggang pintu, Sivia berkata, “Nggak perlu. Gue nggak butuh dokter!” Katanya ketus.

Rio menatap Sivia tajam. “Terserah.”

***

Rasa ketidaknyamanan menyelimuti malam ini. Jam dinding hampir menunjukkan pukul sepuluh malam, dan ia belum juga tidur. Cowok bernama Alvin itu merasakan ada hal ganjil. Apa itu? Ia sendiri tidak tau. Tapi entah mengapa hatinya merasa tidak tenang.

“Argh, Vin! Lo kenapa sih? Apa yang lo pikirkan? Sivia? Dia kan udah jadi pacar lo. Jadi, apa yang lo khawatirin?” Kata Alvin.

Jangan-jangan, ada sesuatu lagi yang terjadi dengan Sivia. Alvin segera mengambil ponselnya dan mencari nama ‘MyLove Via’ di kontaknya.

Tut.. Tut.. Tut...

Telpon diangkat, tetapi disebrang sana tidak ada suara. Kemudian orang disebrang sana memutuskan panggilan. Alvin mengulang lagi. Ia memencet tombol hijau. Namun, operator bilang nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi.

“Via.. Lo kenapa?”

***

Kedua matanya belum juga terpejam. Rasa sakit di kepalanya serta paru-parunya yang sedikit sesak membuatnya insomnia. Sivia menangis lirih. Tangisan lembut yang tentunya membuat semua orang yang melihatnya ikut menangis.

“Sa.. Sakit..” Lirih Sivia.

‘Gapai sebuah jemariku rangkul aku..’

Ponselnya berdering. Hmm, malam-malam gini ada juga yang menelponnya. Dengan malas, Sivia meraih ponselnya yang berada tak jauh dari tempat tidurnya.

Alvin’s calling...

Terpaksa Sivia mengangkat. Namun ia sadar. Suaranya yang parau pasti membuat Alvin mengkhawatirkannya. Sivia langsung memutuskan panggilan dan mematikan ponselnya.

“Maaf Vin, aku lagi nggak mau diganggu.” Kata Sivia.

Tapi, samanya aja kan membuat Alvin nggak tenang jika ia mendadak memutuskan panggilan tanpa sebab?

***

Pagi yang buruk. Sangat buruk. Dimulai dari Mama Papanya yang nggak ada di rumah. Bau nasi goreng mengacaukan pikirannya. Perutnya asyik berbunyi demi menunggu makanan datang. Lagi-lagi Sivia memaksakan diri untuk sekolah.

“Bi, Mama sama Papa nggak ada ya?” Tanya Sivia.

Bi Nah mengangguk lemah.

“Nggak papa kok Bi. Biarkan saja mereka. Mereka bukan orangtua yang baik. Bibilah Mama Via yang sebenarnya karena Bibi begitu sayang merawat Sivia tanpa mengeluh sedikitpun. Via bangga punya Bibi.” Kata Sivia.

Bi Nah tersenyum kecil. “Iya, Non. Makasih. Bibi hanya melakukan tugas. Ohya, gimana dengan kondisimu? Bibi liat kamu jarang ke dokter.”

“Via udah baikan kok.” Kata Sivia berbohong.

Sialnya, percakapan mereka didengar oleh Rio. Kondisi Sivia? Jarang ke dokter? Pertanyaan itulah yang membuat Rio jadi penasaran.

Setelah selesai sarapan, Sivia pamit sama Bi Nah. “Bi, di luar udah ada Gabriel. Via berangkat dulu ya.”

“Iya.” Jawab Bi Nah. “Hati-hati di jalan.” Sambungnya.

“Bi, ada apa dengan Sivia?” Tanya Rio yang tiba-tiba udah ada di dekat Bi Nah.

Kini, Bi Nah menjadi bingung. Antara melanggar janji Sivia atau demi keselamatan Sivia.

***

“Mukamu pucat. Ada apa Vi?” Tanya Gabriel. Mereka udah sampai di sekolah.

Sivia mencoba tersenyum. “Aku nggak papa. Semaleman aku begadang. Makanya kantung mataku kayak gini.”

Gabriel tertawa lalu mengacak-acak poni Sivia. “Makanya, jangan begadang. Udah tau besok sekolah. Kalo gitu, aku ke kelas dulu ya. See you..”

Sivia masuk ke dalam kelasnya, tentu saja Febby langsung berteriak heboh. Tuh cewek nggak pernah apa sekali nggak heboh.

“Hei, Vi! Aduh.. Kenapa muka lo pucet amat?” Tanya Febby.

Jawaban sama yang ia berikan kepada Gabriel. Febby mengangguk-angguk paham. Tapi eh, Sivia kan jarang begadang. Kok tumben ya Sivia begadang?

“Kenapa lo bisa begadang? Kan nggak ada peer sekarang.” Kata Febby.

“Ng.. Cuma pengen aja, hehe..”

Febby nggak yakin dengan jawaban Sivia. Pasti Sivia sedang ada masalah. Apa karena kedua orangtua Sivia yang hubungannya belakang-belakang ini nggak baik? Ya, bisa jadi.

***

Drtdrtdrt...

Message From : MyLove Apiin

Aq ke skulmu y skrg sambil jmpt km pulang (:

Bisa gawat jika Alvin datang kesini! Batin Sivia. Sivia pun mencari alasan masuk akal agar Alvin nggak ke sekolahnya.

Message To : MyLove Apiin

Maaf Vin, aq lg ada tugas jd ntr pulang sore n aq nnti pulangx sm kak Rio. Maaf ya..

Tidak ada balasan dari Alvin. Ya semoga saja Alvin nggak ke sekolahnya sekarang. Duh.. Aksi keplaygirlnya mulai ada nih..

“Pulang yuk!” Kata Gabriel semangat.

***

SMA Value tampak sepi. Ada satu dua anak yang masih menunggu jemputan di luar gerbang. Seorang cowok berkacamata hitam yang penampilannya keliatan keren mencari-cari sesosok cewek yang dicarinya.

Ya, pasti Sivia masih ada di sekolah! Tapi eh, Sivia ngapain aja di sekolah? Latihan basket? Ada kek siang-siang bolong main basket.

Alvin mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah. Sivia kemana? Ini kan udah sore. Apa Sivia udah pulang duluan?

“Hei!” Kata sebuah suara yang berhasil mengagetkannya.

Seorang gadis cantik yang tak asing lagi baginya. Ya, Shilla, mantannya. Shilla tersenyum bahagia melihat kedatangan mantannya itu.

“Cari siapa?” Tanya Shilla.

“Mmm.. Sivia, ya.. Sivia. Mmm.. Lo liat nggak Sivia disini?”

Shilla sengaja mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah. Lalu ia kembali menatap Alvin.

“Sivia? Bukannya tadi dia pulang sama pacarnya?”

“Hah?”

***

Agni memeluk Novel keluaran Inggris terbaru. Novel itu baru dibelinya tadi siang. Hmm.. Sekalian menambah perbendaharaan bahasa inggrisnya.

Sambil menyenandungkan lagu Lonely, Agni berjalan di pinggir jalan raya. Untung suasananya nggak terlalu panas. Kalo panas, bisa-bisa gosong ia nanti.

“Aw!”

Seseorang menabraknya. Hampir saja Agni terjatuh kalo saja orang itu tak menjaga tubuhnya agar ia tidak jatuh. Tangan orang itu kini memegang pinggang Agni.

“Cakka!” Kata Agni kaget. Astaga! Mengapa ia bisa bertemu dengan mantannya ini?

Pandangan mereka bertemu. Cukup lama, dan rasa-rasa itu kembali ada. Rasanya seperti ketika mereka bertemu pertama kali. Dimulai dari Cakka yang nggak sengaja menabrak Agni.

***

Seorang cewek tomboi berjalan girang. Tampaknya ia sedang senang-senangnya. Ada selembar foto yang berlukisan cowok tampan idaman sekolahnya.

“Ah, Kka! Lo bikin gue gila aja. Kenapa sih lo itu ganteng? Bingung gue.” Kata Agni tersenyum sendiri.

“Tapi, apa Cakka suka ya sama cewek tomboi kayak gue? Tau ah! Yang penting gue udah dapetin tuh fotonya.”

Agni berlari sambil lompat-lompat kayak anak kecil. Ada anak yang melihatnya sambil tertawa. Anak SMA kok kelakukannya kayak anak kecil sih?

BUUKK!!

“Aduh..”

Awalnya Agni merasakan bertabrakan dengan sesosok tubuh yang kokoh. Kepalanya sedikit pusing karena menabrak dada orang itu. Matanya ia pejamkan. Tak terjadi apa-apa. Oh, apa sekarang waktunya membuka mata?

Tapi kok seperti ada yang memegang pinggangnya ya? Agni jadi bergidik ngeri. Jangan-jangan ada cowok nggak bener nih yang macam-macam dengannya.

“Lo nggak papa?” Tanya suara cowok yang ternyata yang ditabraknya tadi.

Perlahan, Agni membuka mata karena merasa tak asing lagi dengan suara cowok itu. Matanya pun terbuka dan...

‘OMG! Cakka! Mimpi apa gue semalem?’ Jerit Agni dalam hati.

Dengan takut, Agni memandangi wajah Cakka yang juga sedang memandanginya. Pandangan keduanya bertemu, dan itu membuat pipi Agni sukse berwarna merah.

***

Dan itu membuat pipi Agni sukse berwarna merah. Kejadian ini mengingatkannya pada kejadian tujuh tahun yang lalu. Oh.. Mengapa.. Mengapa...

“Sorry.” Kata Cakka dingin dan segera meninggalkan Agni.

Ingin sekali Agni mengejar Cakka. Tapi seperti ada sesuatu yang menghalanginya. Oh.. Andaikan kita seperti dulu, Kka..

***

Malam menemaninya hingga ia sampai di mall city ini #namanya ngarang#. Tak tau kenapa ia bisa sampai di tempat ini. Alasannya sih ia ingin membeli sesuatu. Tapi, buat apa jauh-jauh ke mall kalo barang yang ia butuhkan terjual nggak jauh dari tempat tinggalnya?

Ia berjalan dan berhenti di sebuah tempat bernama coffe cream. Disana terjual berbagai aneka kopi. Mungkin ia bisa mencicipi hangatnya kopi dan bisa membuat beban pikirannya berkurang.

Namun.. Ketika ia tau... Ketika ia melihat sebuah pemandangan yang...

Yang...

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar