expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 20 )



Stay For The Night
.

            Kondisi Ele sudah membaik dan hari ini juga Ele bisa pulang ke rumah. Tentunya dengan bantuan tongkat karena kaki kanannya yang tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya. Louis yang sudah tau akan hal itu begitu sedih. Namun rasa cintanya pada Ele tidak berkurang sediktpun. Ia masih menganggap Ele adalah seorang gadis yang sangat luar biasa dan hebat, meski kaki kanannya cacat.

            Sore itu, Harry, Niall dan Louis sudah ada di rumah sakit untuk mengantar Ele kembali ke rumah. Harry sudah menceritakan tentang One Direction pada Ele dan tentu saja Ele senang. Ele tidak menyangka ternyata kakaknya itu memiliki bakat bernyanyi yang hebat. Padahal Ele tidak pernah mendengar kakaknya menyanyi. Yang paling penting, Ele senang kakaknya sudah mau bergaul dan tentu saja memiliki banyak fans.

            “Kak Harry memang hebat! Ele nyesel tidak bisa melihat penampilan kakak. Pasti keren.” Ucap Ele.

            Mereka kini sudah berada di dalam mobil Louis. Zayn dan Liam tidak ikut menjemput Ele pulang. Mungkin karena mereka sibuk. Ohya, One Direction akan membuat album pertama dan sekarang ini mereka sedang mengerjakannya.

            “Tenang aja El, ada video-nya kok.” Ucap Niall sambil tersenyum.

            Mobil itu pun berjalan dengan kecepatan sedang. Louis sudah bisa akrab dengan Harry dan kadang-kadang bercanda dengan Harry. Louis sudah percaya dengan Harry. Walau dulunya Harry adalah sahabat Luke, Louis tidak peduli asalkan Harry tidak mengecewakannya. Dan Ele, Louis sedang merencakanan sesuatu untuk menggantikan malam yang indah itu.

            “Tapi kan beda lihat langsung dan lihat melalui video.” Kata Ele.

            “Ah, cerewet!” Ucap Niall.

            Sementara itu Harry tersenyum bahagia melihat adiknya yang semangat dan seperti tidak merasa kaki kanannya tidak bisa berfungsi. Dan Harry berharap adiknya akan selalu seperti itu. Ceria dan tidak merasa berbeda dari yang lainnya.

***

            Pagi yang cerah. Harry memutuskan untuk berjalan-jalan karena sudah lama ia tidak berjalan di pagi hari. Ia sengaja menggunakan kaca mata hitam agar tidak ketahuan. Bayangkan saja, jika ada satu saja yang mengetahui kalau ia adalah Harry Styles, bakal panjang deh jadinya dan Harry tidak akan bisa lagi bebas.

            Ternyata menjadi seorang penyanyi yang terkenal itu ada tidak enaknya. Harry jadi tidak bebas dan merasa sedang dikejar-kejar. Dulu, tidak ada satu orang pun yang mau mendekatinya.Ya mungkin karena ia orangnya penutup dan tidak enak diajak ngobrol. Tapi Harry berusaha membuang sikap buruknya itu dan berusaha ramah kepada siapapun. Terutama kepada fans-nya.

            “Harry Styles!”

            Entah darimana asal suara itu, tapi Harry dapat mendengar suara itu dengan jelas. Jadi, penyamarannya ini gagal? Sudah diyakini itu suara seorang gadis. Dari arah yang cukup dekat, Harry melihat seorang gadis cantik berambut pirang yang tidak ia kenal. Tapi wajahnya begitu mirip dengan seseorang.

            “Hai! Aku kakaknya Emma, Taylor.” Ucap gadis itu sambil tersenyum.

            Pantas saja wajahnya mirip dengan Emma karena gadis itu sendiri adalah kakak kandung Emma. Harry baru sadar kalau Emma memiliki kakak kandung.

            “Darimana kau mengenaliku?” Tanya Harry.

            Taylor tersenyum. “Pertama-tama, kalau mau menyamar harus professional dong! Dari gaya rambutmu aja aku sudah tau kalau kau adalah Harry Styles meski aku baru sekali melihatmu, itupun waktu penampilan pertama kalian.” Ucapnya.

            Harry menggaruk-garukkan kepala mendengar jawaban Taylor. Untunglah tempat ini sepi jadi ia bisa tenang. Dan Harry bisa menyimpulkan bahwa Taylor tidak terlalu kegirangan saat melihatnya. Beda sekali dengan gadis-gadis selepas penampilannya beberapa hari yang lalu. Harry tersenyum mengingat semua itu. Apakah ia sudah menjadi seorang malaikat?

            “Kau hebat Harr! Padahal baru sekali kau tampil di panggung dan kau sudah banyak penggemar. Gayamu itu keren sekali. Apalagi sewaktu member bunga mawar kepada gadis beruntung itu.” Ucap Taylor.

            “Terimakasih. Aku juga tidak tau kenapa aku bisa nekat melakukan itu.” Ucap Harry.

            Taylor teringat sesuatu. “Ohya, boleh tidak aku berfotoan denganmu?” Pintanya.

            “Tentu saja.” Jawab Harry.

            Setelah berfotoan dan merasa puas, Taylor mengajak Harry duduk di tempat yang nyaman karena tidak mungkin ngobrol di jalanan seperti ini walau cukup sepi. Setelah menemukan tempat yang cocok, sepertinya Taylor ingin membicarakan suatu hal yang serius pada Harry.

            “Kau kenal Emma kan?” Tanyanya.

            “Ya. Kenapa?”

            Terdiam sesaat. Lalu Taylor menjawab. “Entah sejak kapan dia menyukaimu. Yang jelas, saat ini dia sedang mengharapkanmu. Emma sering curhat padaku tentangmu dan aku kasian padanya. Dan aku berharap kau memiliki rasa yang sama ke Emma.” Jawabnya.

            Sebisa mungkin Harry menyembunyikan kekagetannya. Jadi, Emma menyukainya? Tidak tau apakah ia harus senang atau tidak. Namun hatinya pedih mendengar ucapan Taylor itu. Emma menyukainya?

            “Untuk saat ini, aku tidak mau pacaran. Aku lebih ingin memfokuskan karierku.” Ucap Harry jujur.

            “Jadi, kau tidak memiliki rasa yang sama apa yang dirasakan Emma?” Tanya Taylor memastikan.

            Cukup dengan sekali anggukan Harry menjawabnya dan berharap Taylor mengerti. Harry melihat wajah gadis itu yang tiba-tiba saja berubah menjadi lesu. Entah mengapa Harry jadi kasihan dengan Taylor, terlebih Emma.

            “Maaf. Sampaikan permintaa maafanku ke Emma.” Ucap Harry.

            Sebisa mungkin Taylor tersenyum, lalu ia menatap Harry. “Oke. Perasaan seseorang memang tidak bisa dipaksakan. Aku tau kok itu. Aku saja sering merasakannya. Ya sudah deh, aku pergi dulu.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan Harry.

            Harry menatap kepergian Taylor. Apa aku salah? Mengapa hal itu harus terjadi? Batinnya sedih. Dan kenapa harus Emma? Kenapa?

***

            Malam yang sepi dan Louis bingung apakah harus malam ini. Berkali-kali ia menatap layar ponselnya dan ia masih belum berani menelpon Ele untuk mengajaknya jalan-jalan. Padahal sudah sejak tadi ia merencanakan semua itu. Ya, malam ini ia akan menyatakan perasaannya pada Ele. Namun entah mengapa ia masih ragu.

            Akhirnya, Louis memberanikan diri memiscall Ele. Sambungan terhubung. Kemudian terdengar suara seorang gadis. Jantung Louis pun berdetak-detak tak karuan tatkala mendengar suara lembut itu.

            “Hai! Ada apa?” Tanya Ele.

            Louis berusaha merangkai kata-kata yang tepat untuk Ele. “Malam ini kau tidak sibuk kan?” Tanyanya.

            “Tidak. Memangnya kenapa?”

            “Aku.. Aku ingin mengajakmu keluar.” Jawab Louis.

            Disebrang sana, Ele belum menjawab ajakan Louis. Akhirnya Ele menjawab. “Wah, ini sudah malam sekali Lou. Sudah jam sebelas malam. Kenapa tidak besok saja?”

            Louis baru sadar kalau ini sudah larut malam dan ia merasa bodoh. Kenapa ia tidak melihat jam sih? Tapi, rencananya itu hanya untuk malam ini. Ya, hanya untuk malam ini. Tidak peduli apakah jam berapa sekarang karena hanya untuk malam ini.

            “Tapi El, hanya untuk malam ini saja. Ku mohon…” Ucap Louis.

            Mendengar suara Louis yang tidak biasa, akhirnya Ele menjawab. “Baiklah Lou. Kau ke rumahku saja sekarang. Kebetulan kakakku belum tidur.” Ucapnya.

            Louis menjadi lega mendengar jawaban Ele. Dan ia yakin sekali Harry mau mengizinkannya mengajak Ele pergi. Louis pun berganti pakaian dan tidak lupa membawa gitarnya. Setelah itu ia melaju ke rumah Ele menggunakan mobilnya. Setelah tiba di rumah Ele, Louis masuk ke dalam dengan jantung yang berdebar-debar.

            “Oh kau Lou, tampan sekali kau malam ini. Ada apa?”

            Ternyata Harry yang membukakan pintunya. Entah mengapa Louis jadi gugup berhadapan dengan Harry. “Ng.. Bolehkah aku mengajak Ele pergi hanya untuk malam ini?”

            Sebelum menjawab, Harry berpikir. “Baiklah. Kau sudah aku anggap sebagai keluargaku. Ya sudah, aku panggilkan Ele dulu ya.” Ucapnya.

            Beberapa menit kemudian, Ele datang dan tersenyum menyapa Louis. Ele merasa kedatangan Louis kali ini berbeda dari biasanya. Ada apa ya? Tanpa mengucapkan satu kata pun, Louis langsung meraih tangan Ele dan membantunya berjalan. Bagi Ele, Louis sangatlah romantis. Sedaritadi jantungnya berdebar-debar terus dan tidak bisa dinormalkan kembali.

            “Jaga Ele baik-baik, Lou.” Pesan Harry dan dibalas senyum oleh Louis.

            Keduanya pun sudah masuk di dalam mobil. Sesaat, Louis menjadi bingung. Dia seperti tidak tau bagaimana cara menyetir mobil. Ele yang tidak menyukai suasana hening dan kaku seperti ini pun berbicara.

            “Kita kemana Lou?” Tanyanya.

            “Eh..” Louis sedikit kaget. “Ke suatu tempat.” Sambungnya lalu cepat-cepat menjalankan mobilnya. Mobil itu pun melaju dengan kecepatan sedang.

            Di perjalanan yang tidak tau dimana tujuannya, Ele menjadi takut. Kemana Louis akan membawanya? Ele merasa Louis berbeda dari biasanya. Tapi Ele berusaha menghapus rasa takutnya dan pikiran negatifnya. Louis adalah lelaki yang baik, El..

            Mobil itu pun berhenti di sebuah tempat yang sepi. Detakan jantung Ele semakin berdetak-detak. Kenapa harus di tempat ini? Tanya Ele dalam hati.

            “Ayo turun El.” Ucap Louis dengan suara pelan.

            Entah mengapa Ele mau saja menuruti ucapan Louis. Dengan hati-hati, Louis membantu Ele keluar dari mobil dan menuntut Ele. Keduanya pun duduk tidak jauh dari mobil Louis. Kemudian Louis kembali ke dalam mobilnya dan ditangannya kini sudah ada gitar. Melihat gitar itu, hati Ele menjadi tenang. Mungkin Louis ingin mengajaknya bernyanyi bersama.

            “Ternyata kau ingin bernyanyi bersamaku. Aku kira apa.” Ucap Ele.

            Louis tersenyum. “Iya. Tapi aku tidak tau menyanyi lagu apa.” Ucap Louis.

            Keduanya pun sama-sama terdiam. Pandangan keduanya terpusat di langit yang disana ada bintang-bintang yang bertebaran indah sehingga dapat memperindah malam itu. Suasana semakin romantis. Tanpa sadar, Louis menggenggam tangan Ele.

            “Ah ya, kalian sudah menjadi bintang.” Kata Ele sambil menatap bintang-bintang itu.

            “Tapi kau juga ada diantara bintang-bintang itu. Nah, itu bingangmu!” Tunjuk Louis.

Ele melihat arah tangan kanan Louis. Disana ada dua bintang yang menyendiri dari kerumunan bintang lainnya. “Tapi kan itu ada dua.” Ucapnya.

“Iya, itu bintangmu dan disampingnya itu adalah bintangku.” Jawab Louis.

Tentu Ele tidak mengerti apa yang di maksud Louis tentang dua bintang yang adalah bintangnya dan bintang Louis. Dan mengapa dua bintang itu memilih untuk berpisah dari bintang-bintang lainnya? Serta bisakah dua bintang itu berpisah satu sama lain? Ele jadi bingung.

“Hahaha.. Sudahlah El.. Itu tadi hanya perumpamaan saja. Tidak usah dipikirkan lagi deh.” Ucap Louis.

“Perumpamaan apa sih?” Tanya Ele.
           
Louis tertawa tetapi ia tidak menjawab pertanyaan Ele. Keduanya kembali terdiam sambil memandangi langit gelap di atas sana yang bertaburan banyak bintang. Malam yang hampir bergantian menjadi pagi hari membuat Ele merasa mengantuk. Ada apa sih Louis membawanya kemari? Masa’ hanya untuk melihat bintang-bintang itu? Kalau memang benar, kenapa tidak melihat di rumah saja? Di rumah kan juga bisa melihat bintang-bintang walau tidak sebanyak di tempat ini.

            “Lou, aku sudah sangat mengantuk. Kita pulang saja yuk. Aku yakin Harry tidak bisa tidur karena menungguiku.” Kata Ele.

            Apakah cukup sampai disini? Batin Louis dalam hati. Dirinya juga sudah mengantuk tapi ia berusaha melawan rasa kantuk itu. Tiba-tiba Ele berusaha untuk berdiri dan Louis kaget melihat itu. Serius Ele mau kembali?

            “Aku lelah menunggu Lou..” Lirih Ele. Entah mengapa wajahnya berubah menjadi sedih. Langsung saja Louis kembali mengajak Ele untuk duduk di sampingnya.

            “Stay for the night, in my side..” Lirih Louis. Ia pun mengambil gitarnya dan seperti ingin menyanyikan sebuah lagu yang ia khususkan untuk Ele. Ele siap mendengarnya dengan jantung yang berdebar-debar.

            “The end of the night we should say good bye

            But we carry on while everyone’s gone..”

            Suara Louis begitu istimewa di telinganya walau Ele tau suara Louis begitu unik dan berbeda dari lainnya. Tapi Ele sangat menyukai suara Louis.

            “Never felt like this before…

            Are we friends or are we more?

            As I’m walking towards the door

            I’m not sure…”

            Memasuki ke reff lagu, detakan jantung Ele semakin berdebar-debar. Louis-kah yang menciptakan lagu ini? Apakah lagu ini untuknya?

            “But baby if you say you want me to stay

            I’ll change my mind

            Cause I don’t wanna know I’m walking away

            If you be mine…

            Won’t go… Won’t go…

            So baby if you say you want me to stay

            Stay for the night I’ll change my mind..”

            Ele tersenyum setelah lagu itu selesai dinyanyikan Louis dan sedikit ia meneteskan air matanya. Langsung saja Louis memeluk Ele dengan erat. Pilihannya tidak salah. Ia jatuh cinta dengan Ele. Ya, ia jatuh cinta dengan gadis itu.

            “I love you, El..” Ucap Louis.

            “I love you too Lou..” Balas Ele.

            Mereka pun berpelukan dan bintang-bintang disana tersenyum melihat dua anak manusia yang sedang dimabuk asmara. Bintang-bintang itulah yang menjadi saksi bisu antara cinta Louis dengan Ele. Dan apakah cinta mereka kan abadi atau hanya sementara?

            “I wanna be your love.” Ucap Louis.

            Ele tersenyum. “Kita sudah menjadi sepasang kekasih.” Ucap Ele lalu Louis langsung mencium pipi lembut Ele.

            Malam yang begitu indah. Tidak sia-sia Louis bertemu dengan Ele walau petemuan awal mereka terasa aneh dan menyebalkan. Tuhan memang banyak mempunyai cara untuk mempertemukan cinta dan menghadirkan cinta. Dan mungkin ini adalah salah satunya, ya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar