expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 05 Maret 2015

We Love You Sivia ( Part 12 )



Part 12

.

.

.

Meski ada sedikit keraguan, akhirnya Rio memberanikan diri memencet tombol rumah Ify. Jantungnya sudah berdebar-debar tak karuan. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Selalu saja seperti ini jika ia hendak bertemu Ify.

Seorang gadis keluar membukakan pintu tersebut. Sejenak, gadis itu terdiam memandangi seorang cowok yang pantasnya tidak boleh berada di rumah ini.

“Hai Fy!” Sapa Rio.

Ify menelan ludah. Semenjak ia resmi menjadi kekasih Cakka dua hari yang lalu, ia harus bisa melupakan Rio. Ya, walau ada rasa berat dihatinya, tapi ia harus bisa menghadapinya.

“Ng.. Lo lagi nggak sibuk kan?” Tanya Rio.

Ify tau Rio akan mengajaknya pergi ke suatu tempat yang romantis. Ingin sekali ia mengangguk. Tetapi itu hanya membuat hati Hesti sedih. Hesti hanya meminta satu permintaan yang wajib dipenuhi, yaitu ia dan Cakka hidup bersama selamanya sebagai sepasang kekasih.

Tiba-tiba, ada tangan yang menarik tangan Rio. Akibatnya Rio terhuyung kebelakang. Agni? Sedang apa dia disini?

“Yo, anter gue ke mall. Gue lagi butuh sesuatu disana.” Kata Agni.

Tidak biasanya Agni seperti ini. Rio tau Agni berubah sejak Cakka memutusinya. Agni lebih cenderung suka marah dan manja.

“Tapi gue mau ajak If..”

“Biarkan saja Yo, gue juga lagi ada banyak kerjaan.” Kata Ify lalu masuk ke dalam rumah.

Rio merasa ada sesuatu yang terjadi pada Ify. Seperti ada masalah berat yang Ify alami. Ya, semoga aja masalah Ify cepat diselesaikan.

Lalu Rio beralih menatap Agni. “Ify kenapa Ag?” Tanyanya.

Agni hanya mengangkat bahu. Walau sebenarnya ia tau alasan Ify bersikap seperti itu.

***

“Bi..”

Suara lemah Sivia menyadarkan Bi Nah yang sedang membuat bubur buat Sivia. Kejadian tadi yang tidak disangkanya membuat Bi Nah jadi panik. Ditambah lagi Mama dan Papa Sivia yang sedang nggak ada di rumah. Jadi hanya Bi Nah aja yang tau.

“Iya non?” Kata Bi Nah menoleh ke arah Sivia.

“Tolong jangan beritahu ke siapapun tentang kejadian tadi.” Kata Sivia.

“Ya non.” Jawab Bi Nah patuh. Dan Sivia yakin sekali Bi Nah dapat menjaga rahasia itu.

***

Gadis bernama Sivia itu perlahan membuka matanya. Rasanya terasa berat ketika ia membukanya. Ia mencoba memulihkan pikirannya yang sedikit amnesia. Tentang kejadian tadi dan...

Alvin dan Gabriel?

Terakhir, ia ingat saat itu ia pingsan dan sekarang ia berada di ranjang rumah sakit. Kepalanya terasa sedikit pusing dan kondisi badannya lain dari biasanya.

“Sudah sadar?” Tanya seorang dokter yang barusan masuk ke kamar rawat Sivia.

Sivia mengangguk lemah.

“Dimana orangtuamu?” Tanya dokter itu.

“Mama dan Papa lagi di luar kota.” Jawab Sivia.

Dokter itu menghela nafas panjang. “Sebaiknya kamu periksa dirimu ke lab karena ada sesuatu yang tidak beres dengan dirimu.”

***

Malam menyelimuti hatinya yang sedang tidak tenang. Ini semua berkaitan dengan Ify. Ify, Ify dan Ify saja yang ada dipikirannya. Rio sudah sampai di rumah dengan lampu rumah yang sudah mati. Ia yakin sekali Mama dan Papa belum pulang. Aneh pokoknya dengan kedua orangtuanya yang menurutnya jarang memerhatikannya.

Tidak seperti dulu. Mama sayang sekali dengannya dan Sivia. Mungkin karena pekerjaan yang menumpuk sehingga menyibukkan hari-hari orangtuanya.

“Dari mana aja lo kak?” Tanya Sivia.

“Keluar sama Agni.” Jawab Rio yang buru-buru masuk ke kamarnya.

“Kok buru-buru amat kak?” Tanya Sivia yang merasa dicuekkan sama Rio.

Rio tak menjawab. Cowok itu malah membanting pintu kamarnya keras-keras dan membuat keributan.

‘Kak Rio kenapa? Pasti ada hubungannya dengan Ify!’ Batin Sivia.

***

Meski kondisi tubuhnya nggak baik, Sivia tetap memaksakan sekolah. Sehari aja nggak sekolah, rasanya ada yang aneh. Sivia kan murid teladan dan anti bolos. Sakitpun ia sanggup masuk kalo nggak terlalu parah.

Di kelas, Febby dan lainnya langsung meneriaki namanya. Ohya, Sivia kan udah diangkat sebagai kapten tim basket putri. Sivia hampir saja melupakannya.

“Ciee, kapten baru. Traktirannya mana?” Tanya Febby.

Sivia hanya tersenyum dan nggak menjawab pertanyaan Febby. Teman-temannya yang lain juga pada ikut senang. Tapi ada juga yang nggak ikut senang. Masa’ sih kapten di pilih dari kelas sepuluh?

“Kok lo lain dari biasanya Vi? Ada apa?” Tanya Febby.

Sudah berkali-kali Febby menanyai hal itu dan Sivia menjawabnya dengan jawaban, ‘Gue baik-baik aja.’ Lama-lama Febby jadi penasaran. Apa jangan-jangan karena Gabriel? Hubungan antara Sivia dengan Gabriel katanya lagi nggak baik.

“Lo.. Lo marahan sama Gabriel?” Tanya Febby.

Sivia terenyak mendengar Febby menyebut nama ‘Gabriel’. Ia jadi teringat dengan Alvin. Oh Tuhan.. Dua lelaki yang diam-diam mencintainya. Dan Sivia nggak bisa memilih yang terbaik diantara mereka berdua.

“Ya kan? Lo lagi marahan sama Gabriel? Denger-denger, Shilla lagi deket loh sama Gabriel.”

Shilla? Dekat sama Gabriel? Ada rasa ketidaksukaannya mendengar berita itu. Seperti ada sesuatu yang menghantam ulu hatinya. Tapi kan, ia bukan siapa-siapanya Gabriel. Ingat Vi, Gabriel berhak milih cewek yang dia sukai. Tapi...

Apa ia sanggup melepas Gabriel? Cowok yang ia sadari telah membuatnya jatuh cinta.

***

“Iyel !!!”

Suara Shilla mengagetkan Gabriel yang sedang duduk sambil memakan snack lays. Gabriel menoleh ke belakang dan mendapati wajah ayu Shilla yang bisa membuat siapa saja menyukainya. Tapi Gabriel sedikitpun tidak tertarik dengan Shilla.

“Hai, Yel!” Sapa Shilla.

“Hai juga.” Balas Gabriel tak minat.

Shilla pun duduk di samping Gabriel. Sulit banget sih bicara sama cowok ini, batin Shilla. Apa Gabriel lagi mikirin Sivia?

“Lagi mikirin Via?” Tebak Shilla.

Gabriel menggeleng-gelengkan kepala, padahal sebenarnya ia sedang memikirkan Sivia, juga Alvin. Entah apa yang terjadi pada dua anak tersebut. Apa mereka jadian atau tidak. Terpenting, ia harus bisa mengembalikan hubungannya dengan Sivia menjadi baik seperti dulu.

“Lo suka sama Via?” Tanya Shilla. Gadis itu belum juga meyerah.

“Ya.” Jawab Gabriel singkat.

“Bukannya dia pacaran sama Alvin?” Tanya Shilla.

Deg!

Entah perasaan apa yang ia rasakan ketika mendengar ucapan Shilla barusan. Tau apa Shilla tentang Alvin? Apa Shilla teman Alvin?

“Jangan kaget. Alvin itu mantan gue. Dia pernah cerita kalo dia suka sama Via.”

Alvin.. Nama yang harus ia musnahkan. Gabriel tau kalo ia salah besar mengganggu Alvin demi mendapatkan hati Sivia. Tapi karena hatinya mantap telah menyukai Sivia, boleh-boleh saja ia menghalangi Alvin.

Tiba-tiba, tangan Gabriel di genggam oleh tangan kecil Shilla. Gabriel sama sekali nggak merasakan desriran apapun.

“Shilla cinta kamu. Biarkan Via bersama Alvin.” Kata Shilla.

Seluruh penghuni kantin melihat adegan itu. Ada yang senyum-senyum nggak jelas, juga ada yang cemburu karena bidadari pujaan mereka udah diambil sama orang.

Dan...

Dua cewek yang juga melihat adegan itu sama-sama syok. Shilla dengan Gabriel? Benar apa yang dikatakan Febby. Air mata Sivia nggak bisa ditahan. Cepat-cepat ia berlari ke kelas dan Febby berlari mengikuti Sivia.

Ajaibnya, Gabriel melihat kepergian Sivia. Ia tau apa yang terjadi dengan Sivia. Dengan halus, Gabriel melepas tangan Shilla.

“Maaf. Gue nggak bisa. Gue udah terlanjur cinta dengan Sivia.” Kata Gabriel.

***

SMA Vincen...

Alvin mencoret-coret buku tulisnya. Deva yang ada di sampingnya langsung merebut pulpen yang digunakan Alvin untuk mencoret-coret buku. Bukan apa-apa. Masalahnya, buku yang dicoret Alvin itu adalah buku tulisnya. Tentu aja Deva nggak mau bukunya kotor gara-gara tangan nakal Alvin.

“Kenapa bro?” Tanya Deva.

“Nggak tau.” Jawab Alvin.

Deva memerhatikan wajah Alvin. Wah, sepertinya Alvin lagi ada masalah sama cewek ini.

“Sivia.” Kata Deva.

Alvin menatap Deva tajam. “Tau apa lo tentang Sivia?” Tanyanya.

“Weitss, lo kan yang suka cerita tentang Sivia ke gue. Itu loh, bidadari lo yang gagal lo taklukin gara-gara seorang cowok bernama Gab.. Gab siapa?”

‘Gabriel!’ Teriak Alvin dalam hati. Sampai detik ini, ia nggak menyangka sahabatnya itu ternyata berbohong padanya.

“Vin, lo cocok deh sama Via.”

Kalimat apaan tuh? Cocok dia bilang?

“Hei! Cowok cakep kayak lo masih banyak di tungguin cewek di luar sana. Lupain aja Sivia dan cari cewek lain.” Kata Deva.

Semudah itukah ia melupakan cintanya? Walau bukan cinta pertama, tapi ia sangat-sangat mencintai Sivia. Tunggu saja. Ia bakal bisa mendapatkan Sivia.

‘Awas lo Yel. Gue yang akan memenangkan battle ini.’

***

“Vi..”

Mendadak jantung Sivia serasa ingin copot mendengar suara itu. Gabriel... Ia sangat merindukan suara lembut itu.

“Vi, lo.. Lo nggak pulang?” Tanya Gabriel.

“Iya, tunggu kak Rio.” Jawab Sivia.

Gabriel berusaha menenangkan diri. Ya, inilah waktu dan kesempatannya untuk menembak Sivia. Kalo Sivia menerima, ia yang memenangkan battle dalam memperebutkan hati Sivia.

“Ng.. Pulang bareng gue aja.” Kata Gabriel.

Tanpa mereka sadari, ada cewek yang diam-diam memerhatikan keduanya. Matanya nggak henti-hentinya menatap tajam ke arah Sivia.

“Gu.. Gue nggak bisa.” Jawab Sivia.

Aduh.. Kok jadi gugup-gugupan gini ya? Biasanya Sivia cerewet kalo lagi jumpa dengan Gabriel.

“Kenapa?” Tanya Gabriel.

Sivia nggak menjawab. Gadis itu malah menunduk.

“Vi..” Gabriel mengangkat dagu Sivia. “I love you. Maaf, gue baru menyadarinya. Rasa yang selama ini gue rasakan ketika bersama lo adalah perasaan cinta. Jadi.. Lo mau kan terima gue jadi pacar lo?”

Kedua kalinya ia ditembak oleh cowok yang ia cintai. Pertama Alvin, dan kedua Gabriel. Nggak lucu kan kalo Alvin datang tiba-tiba dan langsung menghalangi Gabriel serta ia pingsan lagi.

“Vi, jawab pertanyaan gue. Lo juga cinta kan sama gue?”

Bimbang untuk yang kedua kalinya. Tuhan... Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin kan aku menerima Gabriel dan bayangan Alvin masih saja menari-nari dipikiranku. Apa yang harus aku lakukan?

Sementara cewek yang tadi melihat adegan itu seperti mengharapkan sesuatu.

“Yel, gue.. Gue..”

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar