expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Maret 2015

The Missing Star ( Part 21 )



This Love
.

            Berita tentang jadiannya Louis dan Ele menghebohkan media massa. Terutama directioners yang adalah fans fanatik One Direction. Banyak yang tidak suka akan berita itu tapi ada juga yang nge-ship hubungan mereka. Namun Louis tidak peduli dengan mereka yang tidak suka dengan hubungan ini. Ia sangat mencintai Ele dan tidak ada satupun yang bisa menghapus perasaannya pada Ele, sekalipun itu Luke!

            Berbicara tentang Luke. Tidak tau kenapa sejak One Direction berdiri, The Insbisible menurun dan jarang masuk ke media massa. Dengar-dengar The Invisible bubar. Louis juga heran. Apa mungkin Luke sudah menyerah? Apa mungkin Luke ikhlas membiarkan ia dan One Direction tenar sementara dirinya tidak? Bukankah impian Luke adalah menjadi seorang penyakit terkenal dan tidak ada satupun yang bisa menandinginnya?

            Louis tidak berani menanyakan hal ini pada Harry. Pasti Harry tidak akan menjawab karena Harry selalu bungkam jika ia menanyakan hal tentang Luke. Ya semoga semuanya akan baik-baik saja.

            One Direction sedang membuat album pertama mereka dan tentu saja Louis begitu bersemangat. Ternyata Harry jauh lebih baik dari Austin. Ya. Louis tidak tau kenapa bisa mengakui bahwa Harry jauh lebih baik dari Austin. Entah apa karena suara Harry yang istimewa atau sikap Harry.

            Sore itu, Louis iseng mendatangi rumah Harry yang baru, yang tentunya jauh lebih baik dari rumah yang dulu. Namun Louis kecewa karena tidak ada Ele disana karena Ele sedang kuliah sore. Bisa ditebak Harry sedang tidur karena mungkin dia lagi capek.

            “Hai Harr!” Sapa Louis ceria. Ternyata Harry sedang menonton televis.

            “Hai juga. Ele lagi kuliah sore.” Jawab Harry.

            Louis tertawa sembari mendekati Harry. “Aku tidak mencari Ele kok. Hmmm.. Kau pasti lelah ya karena rekaman itu dan kita jarang di rumah?”

            Harry menghela nafas panjang. Tidak bisa dibayangkan sebulan ini ia pulang-pergi dari Inggris ke Amerika. Untunglah ia tidak phobia naik pesawat karena ia sedikit takut mendengar kata pesawat dan bagaimana rasanya terbang. Namun semua itu bisa ia atasi.

            “Tentu saja. Tapi aku menyukai semua itu dan aku tidak sabar perilisan album pertama kita.” Kata Harry.

            “Ya. Aku juga begitu semangat. Setelah album kita jadi, kita akan melakukan tour. Kau bisa kan nyanyi dan beraktrasi di panggung kurang lebih dua jam?”

            Harry tersenyum. “Aku yakin aku bisa. Kita kan berlima dan semuanya akan baik-baik saja.” Jawabnya.

            Setelah mengucapkan kalimat itu, entah mengapa ekspresi wajah Harry berubah. Louis memerhatikan pemuda itu yang tampak lesu dan sedih. Pasti ada masalah lain. Atau jangan-jangan karena Luke?

            “Ada apa Harr? Luke?” Tanya Louis.

            Mendengar nama Luke, Harry langsung menoleh. “Tidak. Bukan karena Luke, hanya saja…”

            Harry menyetop pembicaraannya. Rasanya ada sesuatu yang terasa berat yang ingin sekali ia keluarkan namun tidak bisa. Ia ingat dengan perjanjiannya dengan Luke tentang gadis yang sekarang ini diincar Luke. Apa ini adalah sebuah jebakan? Namun perasaan ini semakin kuat dan Harry tidak bisa menahannya.

            “Aku.. Aku menyukai Emma.”

***

            “Don’t try to make me stay or ask if I’m okay

            I don’t have the answer

            Don’t make me stay the night or ask if I’m alright

            I don’t have the answer…”

            Gitar cokelat itu sedaritadi menemaninya dalam perasaannya. Lirik tadi adalah bagian lagu dari album pertamanya. Entah mengapa Harry begitu menyukai lagu itu dan ia suka menyanyikan lagu itu tanpa merasa bosan sama sekali.

            “It's in your lips and in your kiss

It's in your touch and your fingertips

And it's in all the things and other things

That make you who you are and your eyes irresistible..”

“Sedang memikirkan Emma?” Tanya suara seseorang. “Sudah aku kasih tau sebaiknya kau nyatakan saja rasa cintamu ke dia. Lagipula Emma juga menyukaimu dan mengharapkanmu.” Sambungnya.

Ternyata si pemilik suara itu adalah Niall. Harry sangat rindu dengan sahabatnya itu karena ia lebih suka menyendiri dan jika diajak ketemuan dengan Niall, Harry selalu menolak. Saat ini ia sedang dihadapi satu masalah yang besar. Yaitu masalah hati.

“Sejak kapan kau disini?” Tanya Harry.

Niall tertawa. “Emma lagi ada di taman tuh. Dia juga galau kayak kau. Kau temui aja dia dan kasih bunga mawar. Wah, Louis dan Ele sudah jadian lalu Harry dan Emma jadian. Wah, bakal galau nih directioners.. Untung aku masih jomblo..”

Harry menyembunyikan tawanya tatkala mendengar suara lucu Niall. Niall memang lucu dan gaya bicaranya juga lucu. “Kau saja deh pacaran sama Emma.” Ucapnya.

“Lha, kok aku sih? Ayolah Harr. Jangan nyimpen perasaan seperti itu. Tidak baik lho. Kasihan juga Emma.” Ucap Niall.

Sebisa mungkin Harry menyembunyikan kesedihannya. Cinta ini semakin besar dan kuat. Emma.. Nama gadis itu selalu saja memenuhi otaknya. Tidak. Tidak sesederhana itu. Bahkan Emma tidak tau bahwa ia lebih dulu mencintai Emma dibanding Emma mencintainya. Sudah lama ia memerhatikan Emma sejak Emma pacaran dengan Austin. Harry bisa tersenyum sedih melihat gadis yang dicintainya bersama orang lain. Namun ia juga senang karena orang lain itu adalah Austin. Ya, Austin. Namun hubungan itu berakhir sia-sia. Harry merasa idenya ini sia-sia. Malah menguras air mata dan kesedihan yang mendalam.

“Sebaiknya kau pergi saja Yell. Aku akan memikirkannya matang-matang.” Ucap Harry.

“Kenapa harus matang? Mentah juga tidak apa-apa kok.” Ucap Niall.

Kali ini Harry tidak bisa menahan tawanya. Namun tawa itu ia ganti dengan senyuman. Niall bisa melihat Harry tersenyum menahan tawanya. Pantas aja banyak gadis yang mabuk karena Harry. Niall bersumpah kalau dia adalah seorang gadis, maka ia akan berjuang demi mendapatkan Harry. Sekalipun itu bersaing dengan Emma.

“Sebaiknya kau potong saja rambutmu, Harr karena kau terlalu cantik dengan rambut seperti itu.” Ucap Niall.

Tidak tau kenapa Harry sangat mencintai rambutnya itu dan membiarkan rambut gelombangnya panjang. Padahal dulu ia tidak ingin membiarkan rambutnya gondrong seperti ini. Namun kata Louis rambutnya lebih keren jika tidak dipotong dibanding rapi seperti Liam.

“Ya sudah deh. Saranku, kau tidak boleh membohongi apa kata hatimu. Jika kau mencintai Emma, tidak ada salahnya jujur padanya.” Ucap Niall.

‘Iya, aku ingin Yell, tapi bukan itu masalahnya. Ada masalah lain!’ Batin Harry sedih.

***

“Emma Lilian. Dia adalah kekasih Austin. Entah kenapa aku menjadi tertarik dengannya dan dia bisa menyembuhkan penyakitku. Jika kau bisa membuatnya jatuh cinta padaku, aku janji akan merubah sikap burukku dan hidup dengan tenang sesuai keinginanmu. The Invisible akan bubar dan aku sudah tidak peduli.”

Mendengar nama yang sudah tidak asing lagi, jantung Harry langsung berdetak-detak tak karuan. Harry tidak menyangka Luke ternyata menyukai Emma yang adalah kekasih Austin. Tapi Harry tidak yakin. Bagaimana bisa Luke menyukai Emma? Apa ini hanya sebuah jebakan?

“Kau sudah berjanji padaku dan kau tidak bisa mengingkarinya.” Ucap Luke.

Harry sudah tidak bisa berbuat apapun. Yang hanya bisa ia lakukan adalah mengangguk walau rasanya berat. Ini untuk yang kedua kalinya. Ini untuk yang kedua kalinya ia rela melepas gadis yang ia cintai demi sahabatnya.

***

Tidak terasa proses pembuatan album pertama mereka berjalan dengan lancar dan single pertama mereka berjudul Live While We’re Young dan pensutingan video klip akan dilaksanakan minggu depan. Waktu memang berjalan begitu cepat dan Harry masih belum bisa melupakan perasaannya. Parahnya lagi ia belum berbicara pada Emma tentang Luke yang menyukainya!

Harry tau bagaimana perasaan Emma terhadapnya. Taylor sudah menjelaskannya dengan begitu jelas. Tidak mungkin Harry menyuruh Emma menyukai Luke sementara hati Emma tidak pada tempatnya. Memang mudah saat dulu ia mencomblangkan Austin dengan Emma. Namun tidak mudah ia mencomblangkan Luke dengan Emma.

Angin yang membawanya tepat di depan rumah Emma yang terlihat sepi. Sesaat dia ragu. Akankah ia menceritakan perasaannya yang sebenarnya? Atau mengenai soal Luke dan janjinya pada Luke? Masalah itu terus saja membuat pusing kepalanya sehingga ia sering sakit-sakitan. Tentu saja Anson marah akan perubahan pada dirinya. Anson berharap masalah pribadinya tidak mencampuri urusan karier karena jika satu saja anggota yang bermasalah maka akan mempengaruhi anggota lainnya.

Tiba-tiba Harry merasa ada tangan yang menyentuh pundaknya dari belakang. Otomatis Harry kaget. Terutama saat mengetahui siapa si pemilik tangan itu.

***

‘Aku tau aku jahat. Aku egois. Tapi aku hanya ingin mengetesnya saja. Tapi kurasa dia kalah. Dan sepertinya dia ingin berakhir seperti Austin. Tunggu saja. Di hari kematian Austin.’

***

Keduanya sama-sama diam dengan perasaan masing-masing. Bangku tua yang mereka duduki tidak bisa membuat keduanya menjadi cair. Keduanya sama-sama beku dan sulit untuk dicairkan. Perlahan, tangannya menyentuh tangan disampingnya. Si pemilik tangan itu langsung menoleh.

“Maaf.” Ucap Harry lalu cepat-cepat menjauhkan tangannya dari tangan gadis itu.

“Tak apa.” Ucap gadis itu sambil tersenyum. “Aku merasa nyaman saat tanganmu menyentuh tanganku.”

Harry memberanikan diri menatap sepasang mata indah milik Emma. Sepasang mata yang selama ini ia kagumi. Sepasang mata yang membuat dunianya menjadi lebih indah. Kini, sepasang mata indah itu menatapnya sambil berkaca-kaca. Ingin sekali Harry merengkuh gadis itu dan menyatakan bahwa ia juga sangat mencintai gadis itu.

“Aku.. Aku mencintaimu Harr. Aku tau aku tidak seterkenal sepertimu. Tapi..” Ucap Emma. Gadis itu pun menangis.

Harry mencoba untuk tersenyum. Kemudian tangan kanannya mengusap lembut pipi kanan Emma. Persetan dengan perjanjiannya pada Luke. Harry tau taktik Luke. Luke hanya ingin membuatnya menderita hanya karena masa lalu. Hanya karena Austin. Cinta ini tidak bisa dicegah ataupun dihadang oleh siapapun.

“Kau lebih cantik jika tersenyum.” Ucap Harry.

Kedua pipi Emma langsung memerah. Baru kali ini Harry berkata lembut padanya seperti itu. Apa.. Apa Harry mau membalas cintanya dengan jawaban ‘ya’? Perlahan, Emma menyentuh tangan kanan Harry yang masih menyentuh pipinya.

“Aku tidak peduli apakah kau menyukaiku atau tidak. Tapi aku sangat beruntung karena mencintaimu dan aku tidak menyesal pernah mencintaimu meski kau tidak peka dengan perasaanku. Aku mencintaimu Harr..” Ucap Emma.

Hati Harry begitu teriris-iris mendengar ucapan Emma. Baiklah. Ia harus mengakhiri semuanya. Semua air mata dan kesakitan ini harus berakhir dengan kebahagiaan.

“Emm, bahkan aku lebih dahulu mengenalmu. Juga…. Mencintaimu.” Ucap Harry pelan.

Tentu Emma tidak mengerti dengan ucapan Harry. “Aku tidak paham. Kau lebih dahulu mengenalku?”

Harry mengangguk. “Ya. Kau tau saat aku mendengar berita kau pacaran dengan Austin? Saat itu hatiku sakit. Aku berharap aku berada di posisi Austin. Aku sudah lama memerhatikanmu dan kau tidak menyadarinya. Dan mencintaimu. Cukup melihatmu bahagia saja dengan Austin aku sudah bahagia kok.”

Langsung saja Emma memeluk Harry dan Harry membalas pelukan Emma. Entah apakah Emma percaya atau tidak dengan pengakuannya tapi yang jelas, ia sudah berkata jujur pada Emma. Jadi, apakah ia dan Emma sudah pacaran?

“Would you be my girl?” Tembak Harry sambil tersenyum.

***

Sebuah berita yang tidak kalah heboh dengan berita sebelumnya. Malam itu, Harry memberiahu ke publik bahwa ia dan Emma sudah pacaran. Tentu saja directiners patah hati untuk yang kedua kalinya. Adapun sebagian diantara mereka merasa aneh. Emma kan kekasih Austin. Kok bisa pacaran sama Harry? Beruntung banget deh jadi Emma. Namun ada juga yang benci dengan Emma. Seenaknya dia pacaran dengan Harry sedang hubungannya dengan Austin belum putus walau Austin sudah tidak ada.

“Selamat ya bro! Aku senang sekali. Akhirnya kau bisa jujur juga dengan perasaanmu.” Kata Niall.

Harry tersenyum. “Kau benar. Aku tidak bisa menahan perasaanku dan cinta ini tidak bisa dipendam.” Ucapnya.

Ya. Ia dan Emma kini sudah menjadi sepasang kekasih dan Harry sudah tidak peduli lagi dengan janjinya pada Luke. Jika Luke marah padanya, ya apa boleh buat. Sempat Harry berfikir kenapa Luke tidak mau mengalah sedikit saja? Harry tau kesalahan-kesalahan masa lalunya. Apa kesalahan-kesalahan itu tidak bisa diobati dengan kata ‘maaf’?

“Cepet nikah ya, hehe..” Kali ini Zayn yang menggoda Harry.

“Dan yang paling penting dari semua ini… Hanya Niall sendiri yang masih jomblo. Tuh bocah kapan lakunya ya?” Ucap Louis sambil melirik ke arah Niall.

Kini Niall yang menjadi sasaran empuk mereka. Namun Niall tidak merasa sedih atau apa. Mungkin jodohnya sedang ada di tengah jalan. Sedang menunggu untuk ia cari.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar