This Love
.
Berita tentang jadiannya Louis dan
Ele menghebohkan media massa. Terutama directioners yang adalah fans fanatik
One Direction. Banyak yang tidak suka akan berita itu tapi ada juga yang
nge-ship hubungan mereka. Namun Louis tidak peduli dengan mereka yang tidak
suka dengan hubungan ini. Ia sangat mencintai Ele dan tidak ada satupun yang
bisa menghapus perasaannya pada Ele, sekalipun itu Luke!
Berbicara tentang Luke. Tidak tau
kenapa sejak One Direction berdiri, The Insbisible menurun dan jarang masuk ke
media massa. Dengar-dengar The Invisible bubar. Louis juga heran. Apa mungkin
Luke sudah menyerah? Apa mungkin Luke ikhlas membiarkan ia dan One Direction
tenar sementara dirinya tidak? Bukankah impian Luke adalah menjadi seorang penyakit
terkenal dan tidak ada satupun yang bisa menandinginnya?
Louis tidak berani menanyakan hal
ini pada Harry. Pasti Harry tidak akan menjawab karena Harry selalu bungkam
jika ia menanyakan hal tentang Luke. Ya semoga semuanya akan baik-baik saja.
One Direction sedang membuat album
pertama mereka dan tentu saja Louis begitu bersemangat. Ternyata Harry jauh
lebih baik dari Austin. Ya. Louis tidak tau kenapa bisa mengakui bahwa Harry
jauh lebih baik dari Austin. Entah apa karena suara Harry yang istimewa atau
sikap Harry.
Sore itu, Louis iseng mendatangi
rumah Harry yang baru, yang tentunya jauh lebih baik dari rumah yang dulu.
Namun Louis kecewa karena tidak ada Ele disana karena Ele sedang kuliah sore.
Bisa ditebak Harry sedang tidur karena mungkin dia lagi capek.
“Hai Harr!” Sapa Louis ceria.
Ternyata Harry sedang menonton televis.
“Hai juga. Ele lagi kuliah sore.”
Jawab Harry.
Louis tertawa sembari mendekati
Harry. “Aku tidak mencari Ele kok. Hmmm.. Kau pasti lelah ya karena rekaman itu
dan kita jarang di rumah?”
Harry menghela nafas panjang. Tidak
bisa dibayangkan sebulan ini ia pulang-pergi dari Inggris ke Amerika. Untunglah
ia tidak phobia naik pesawat karena ia sedikit takut mendengar kata pesawat dan
bagaimana rasanya terbang. Namun semua itu bisa ia atasi.
“Tentu saja. Tapi aku menyukai semua
itu dan aku tidak sabar perilisan album pertama kita.” Kata Harry.
“Ya. Aku juga begitu semangat.
Setelah album kita jadi, kita akan melakukan tour. Kau bisa kan nyanyi dan
beraktrasi di panggung kurang lebih dua jam?”
Harry tersenyum. “Aku yakin aku
bisa. Kita kan berlima dan semuanya akan baik-baik saja.” Jawabnya.
Setelah mengucapkan kalimat itu,
entah mengapa ekspresi wajah Harry berubah. Louis memerhatikan pemuda itu yang
tampak lesu dan sedih. Pasti ada masalah lain. Atau jangan-jangan karena Luke?
“Ada apa Harr? Luke?” Tanya Louis.
Mendengar nama Luke, Harry langsung
menoleh. “Tidak. Bukan karena Luke, hanya saja…”
Harry menyetop pembicaraannya.
Rasanya ada sesuatu yang terasa berat yang ingin sekali ia keluarkan namun
tidak bisa. Ia ingat dengan perjanjiannya dengan Luke tentang gadis yang
sekarang ini diincar Luke. Apa ini adalah sebuah jebakan? Namun perasaan ini
semakin kuat dan Harry tidak bisa menahannya.
“Aku.. Aku menyukai Emma.”
***
“Don’t
try to make me stay or ask if I’m okay
I
don’t have the answer
Don’t
make me stay the night or ask if I’m alright
I
don’t have the answer…”
Gitar cokelat itu sedaritadi
menemaninya dalam perasaannya. Lirik tadi adalah bagian lagu dari album
pertamanya. Entah mengapa Harry begitu menyukai lagu itu dan ia suka
menyanyikan lagu itu tanpa merasa bosan sama sekali.
“It's
in your lips and in your kiss
It's in your touch and your
fingertips
And it's in all the things and other
things
That make you who you are and your
eyes irresistible..”
“Sedang memikirkan Emma?” Tanya suara seseorang. “Sudah aku kasih tau
sebaiknya kau nyatakan saja rasa cintamu ke dia. Lagipula Emma juga menyukaimu
dan mengharapkanmu.” Sambungnya.
Ternyata si pemilik suara itu adalah Niall. Harry sangat rindu dengan
sahabatnya itu karena ia lebih suka menyendiri dan jika diajak ketemuan dengan
Niall, Harry selalu menolak. Saat ini ia sedang dihadapi satu masalah yang
besar. Yaitu masalah hati.
“Sejak kapan kau disini?” Tanya Harry.
Niall tertawa. “Emma lagi ada di taman tuh. Dia juga galau kayak kau. Kau
temui aja dia dan kasih bunga mawar. Wah, Louis dan Ele sudah jadian lalu Harry
dan Emma jadian. Wah, bakal galau nih directioners.. Untung aku masih jomblo..”
Harry menyembunyikan tawanya tatkala mendengar suara lucu Niall. Niall
memang lucu dan gaya bicaranya juga lucu. “Kau saja deh pacaran sama Emma.”
Ucapnya.
“Lha, kok aku sih? Ayolah Harr. Jangan nyimpen perasaan seperti itu.
Tidak baik lho. Kasihan juga Emma.” Ucap Niall.
Sebisa mungkin Harry menyembunyikan kesedihannya. Cinta ini semakin besar
dan kuat. Emma.. Nama gadis itu selalu saja memenuhi otaknya. Tidak. Tidak
sesederhana itu. Bahkan Emma tidak tau bahwa ia lebih dulu mencintai Emma dibanding
Emma mencintainya. Sudah lama ia memerhatikan Emma sejak Emma pacaran dengan
Austin. Harry bisa tersenyum sedih melihat gadis yang dicintainya bersama orang
lain. Namun ia juga senang karena orang lain itu adalah Austin. Ya, Austin.
Namun hubungan itu berakhir sia-sia. Harry merasa idenya ini sia-sia. Malah
menguras air mata dan kesedihan yang mendalam.
“Sebaiknya kau pergi saja Yell. Aku akan memikirkannya matang-matang.”
Ucap Harry.
“Kenapa harus matang? Mentah juga tidak apa-apa kok.” Ucap Niall.
Kali ini Harry tidak bisa menahan tawanya. Namun tawa itu ia ganti dengan
senyuman. Niall bisa melihat Harry tersenyum menahan tawanya. Pantas aja banyak
gadis yang mabuk karena Harry. Niall bersumpah kalau dia adalah seorang gadis,
maka ia akan berjuang demi mendapatkan Harry. Sekalipun itu bersaing dengan
Emma.
“Sebaiknya kau potong saja rambutmu, Harr karena kau terlalu cantik
dengan rambut seperti itu.” Ucap Niall.
Tidak tau kenapa Harry sangat mencintai rambutnya itu dan membiarkan
rambut gelombangnya panjang. Padahal dulu ia tidak ingin membiarkan rambutnya
gondrong seperti ini. Namun kata Louis rambutnya lebih keren jika tidak
dipotong dibanding rapi seperti Liam.
“Ya sudah deh. Saranku, kau tidak boleh membohongi apa kata hatimu. Jika kau
mencintai Emma, tidak ada salahnya jujur padanya.” Ucap Niall.
‘Iya, aku ingin Yell, tapi bukan itu
masalahnya. Ada masalah lain!’ Batin Harry sedih.
***
“Emma Lilian. Dia adalah kekasih
Austin. Entah kenapa aku menjadi tertarik dengannya dan dia bisa menyembuhkan
penyakitku. Jika kau bisa membuatnya jatuh cinta padaku, aku janji akan merubah
sikap burukku dan hidup dengan tenang sesuai keinginanmu. The Invisible akan
bubar dan aku sudah tidak peduli.”
Mendengar nama yang sudah tidak asing
lagi, jantung Harry langsung berdetak-detak tak karuan. Harry tidak menyangka
Luke ternyata menyukai Emma yang adalah kekasih Austin. Tapi Harry tidak yakin.
Bagaimana bisa Luke menyukai Emma? Apa ini hanya sebuah jebakan?
“Kau sudah berjanji padaku dan kau
tidak bisa mengingkarinya.” Ucap Luke.
Harry sudah tidak bisa berbuat
apapun. Yang hanya bisa ia lakukan adalah mengangguk walau rasanya berat. Ini
untuk yang kedua kalinya. Ini untuk yang kedua kalinya ia rela melepas gadis
yang ia cintai demi sahabatnya.
***
Tidak terasa proses pembuatan album pertama mereka berjalan dengan lancar
dan single pertama mereka berjudul Live While We’re Young dan pensutingan video
klip akan dilaksanakan minggu depan. Waktu memang berjalan begitu cepat dan
Harry masih belum bisa melupakan perasaannya. Parahnya lagi ia belum berbicara
pada Emma tentang Luke yang menyukainya!
Harry tau bagaimana perasaan Emma terhadapnya. Taylor sudah
menjelaskannya dengan begitu jelas. Tidak mungkin Harry menyuruh Emma menyukai
Luke sementara hati Emma tidak pada tempatnya. Memang mudah saat dulu ia
mencomblangkan Austin dengan Emma. Namun tidak mudah ia mencomblangkan Luke
dengan Emma.
Angin yang membawanya tepat di depan rumah Emma yang terlihat sepi.
Sesaat dia ragu. Akankah ia menceritakan perasaannya yang sebenarnya? Atau
mengenai soal Luke dan janjinya pada Luke? Masalah itu terus saja membuat
pusing kepalanya sehingga ia sering sakit-sakitan. Tentu saja Anson marah akan
perubahan pada dirinya. Anson berharap masalah pribadinya tidak mencampuri
urusan karier karena jika satu saja anggota yang bermasalah maka akan
mempengaruhi anggota lainnya.
Tiba-tiba Harry merasa ada tangan yang menyentuh pundaknya dari belakang.
Otomatis Harry kaget. Terutama saat mengetahui siapa si pemilik tangan itu.
***
‘Aku tau aku jahat. Aku egois. Tapi
aku hanya ingin mengetesnya saja. Tapi kurasa dia kalah. Dan sepertinya dia
ingin berakhir seperti Austin. Tunggu saja. Di hari kematian Austin.’
***
Keduanya sama-sama diam dengan perasaan masing-masing. Bangku tua yang
mereka duduki tidak bisa membuat keduanya menjadi cair. Keduanya sama-sama beku
dan sulit untuk dicairkan. Perlahan, tangannya menyentuh tangan disampingnya.
Si pemilik tangan itu langsung menoleh.
“Maaf.” Ucap Harry lalu cepat-cepat menjauhkan tangannya dari tangan
gadis itu.
“Tak apa.” Ucap gadis itu sambil tersenyum. “Aku merasa nyaman saat
tanganmu menyentuh tanganku.”
Harry memberanikan diri menatap sepasang mata indah milik Emma. Sepasang
mata yang selama ini ia kagumi. Sepasang mata yang membuat dunianya menjadi
lebih indah. Kini, sepasang mata indah itu menatapnya sambil berkaca-kaca.
Ingin sekali Harry merengkuh gadis itu dan menyatakan bahwa ia juga sangat
mencintai gadis itu.
“Aku.. Aku mencintaimu Harr. Aku tau aku tidak seterkenal sepertimu.
Tapi..” Ucap Emma. Gadis itu pun menangis.
Harry mencoba untuk tersenyum. Kemudian tangan kanannya mengusap lembut
pipi kanan Emma. Persetan dengan perjanjiannya pada Luke. Harry tau taktik
Luke. Luke hanya ingin membuatnya menderita hanya karena masa lalu. Hanya
karena Austin. Cinta ini tidak bisa dicegah ataupun dihadang oleh siapapun.
“Kau lebih cantik jika tersenyum.” Ucap Harry.
Kedua pipi Emma langsung memerah. Baru kali ini Harry berkata lembut
padanya seperti itu. Apa.. Apa Harry mau membalas cintanya dengan jawaban ‘ya’?
Perlahan, Emma menyentuh tangan kanan Harry yang masih menyentuh pipinya.
“Aku tidak peduli apakah kau menyukaiku atau tidak. Tapi aku sangat
beruntung karena mencintaimu dan aku tidak menyesal pernah mencintaimu meski
kau tidak peka dengan perasaanku. Aku mencintaimu Harr..” Ucap Emma.
Hati Harry begitu teriris-iris mendengar ucapan Emma. Baiklah. Ia harus
mengakhiri semuanya. Semua air mata dan kesakitan ini harus berakhir dengan
kebahagiaan.
“Emm, bahkan aku lebih dahulu mengenalmu. Juga…. Mencintaimu.” Ucap Harry
pelan.
Tentu Emma tidak mengerti dengan ucapan Harry. “Aku tidak paham. Kau
lebih dahulu mengenalku?”
Harry mengangguk. “Ya. Kau tau saat aku mendengar berita kau pacaran
dengan Austin? Saat itu hatiku sakit. Aku berharap aku berada di posisi Austin.
Aku sudah lama memerhatikanmu dan kau tidak menyadarinya. Dan mencintaimu.
Cukup melihatmu bahagia saja dengan Austin aku sudah bahagia kok.”
Langsung saja Emma memeluk Harry dan Harry membalas pelukan Emma. Entah
apakah Emma percaya atau tidak dengan pengakuannya tapi yang jelas, ia sudah
berkata jujur pada Emma. Jadi, apakah ia dan Emma sudah pacaran?
“Would you be my girl?” Tembak Harry sambil tersenyum.
***
Sebuah berita yang tidak kalah heboh dengan berita sebelumnya. Malam itu,
Harry memberiahu ke publik bahwa ia dan Emma sudah pacaran. Tentu saja
directiners patah hati untuk yang kedua kalinya. Adapun sebagian diantara
mereka merasa aneh. Emma kan kekasih Austin. Kok bisa pacaran sama Harry? Beruntung
banget deh jadi Emma. Namun ada juga yang benci dengan Emma. Seenaknya dia
pacaran dengan Harry sedang hubungannya dengan Austin belum putus walau Austin
sudah tidak ada.
“Selamat ya bro! Aku senang sekali. Akhirnya kau bisa jujur juga dengan
perasaanmu.” Kata Niall.
Harry tersenyum. “Kau benar. Aku tidak bisa menahan perasaanku dan cinta
ini tidak bisa dipendam.” Ucapnya.
Ya. Ia dan Emma kini sudah menjadi sepasang kekasih dan Harry sudah tidak
peduli lagi dengan janjinya pada Luke. Jika Luke marah padanya, ya apa boleh
buat. Sempat Harry berfikir kenapa Luke tidak mau mengalah sedikit saja? Harry
tau kesalahan-kesalahan masa lalunya. Apa kesalahan-kesalahan itu tidak bisa
diobati dengan kata ‘maaf’?
“Cepet nikah ya, hehe..” Kali ini Zayn yang menggoda Harry.
“Dan yang paling penting dari semua ini… Hanya Niall sendiri yang masih
jomblo. Tuh bocah kapan lakunya ya?” Ucap Louis sambil melirik ke arah Niall.
Kini Niall yang menjadi sasaran empuk mereka. Namun Niall tidak merasa
sedih atau apa. Mungkin jodohnya sedang ada di tengah jalan. Sedang menunggu
untuk ia cari.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar