expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 05 Maret 2015

We Love You Sivia ( Part 14 )



Part 14

.

.

.

“Mau kemana?”

‘Gabriel!’ Jerit Sivia dalam hati. Ia bakal nggak bisa ketemu Alvin jika Gabriel mengikutinya. Harus ada alasan agar Gabriel mengizinkannya untuk pergi.

“Ng.. Aku lagi ada kerja kelompok sama teman. Kamu pulang dulu aja ya..” Jawab Sivia sedikit gugup.

“Hmm, ya udah. Ntar telpon gue ya..”

Akhirnya Gabriel pergi meninggalkan Sivia. Sivia tersenyum menatap kepergian Gabriel. ‘Maaf Yel karena udah bohongin kamu.’

Sivia pun pergi ke taman belakang yang dimaksud Alvin.

***

Seorang cewek yang belakang-belakangan ini mengincarnya langsung menghadangnya. Gabriel menghentikan langkah ketika mendapati Shilla yang sudah ada di hadapannya. Gabriel mendengus kesal. Gadis itu lagi!

Shilla melipat kedua tangan di dada. Ia memerhatikan lelaki di hadapannya dengan cermat dan teliti. Alhasil, Gabriel merasa risih diperhatikan Shilla seperti itu.

“Ada apa lagi?” Tanya Gabriel malas.

Yang ditanya nggak menjawab. Shilla malah asyik dengan kegiatannya yang sedang menatapi Gabriel, seperti meneliti sebuah benda asing yang datang dari luar angkasa.

Karena nggak ada jawaban dari Shilla, Gabriel pun berjalan melewati Shilla. Tetapi Shilla langsung mencekal lengannya.

“Long last.” Kata Shilla. Ya, hanya dua kalimat itu saja yang mampu Shilla ucapkan.

Gabriel terdiam mendengar ucapan Shilla barusan. Dua kata yang baginya tak memiliki makna apapun. Akhirnya Shilla melepas tangannya dari lengan Gabriel.

“I hope you always happy with her.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, Shilla pergi meninggalkan Gabriel. Tak ada niatnya sedikitpun memohon pada Gabriel untuk memutuskan hubungan Gabriel dengan Sivia.

***

Taman belakang sekolah. Disana sepi. Nggak ada siapapun disana. Sivia mengambil ponselnya lalu memencet tombol hijau pada nomor Alvin. Tetapi operator bilang nomornya nggak aktif. Dasar Alvin! Niat nggak sih dia ajak gue ke tempat ini?

Samar-samar ia mendengar suara petikan gitar. Tak tau darimana asalnya, tapi bunyinya tak jauh dari sekitar tempat ini.

Lalu, suara seorang cowok terdengar lembut di telinganya. Sesaat, hatinya tersentuh mendengar suara lembut itu.


‘I’m broken... Do you hear me?

I’m blinded... Cause you are everything I see

I’m dancing... Alone... I’m praying

That you heart will just turn around



Sivia berusaha mencari sosok pemilik suara indah itu yang ia yakini adalah suara Alvin. Tapi dimana? Sivia mencari di balik semak-semak. Tetap tidak ada juga.



And as I walk up to your door

My eyes turn to face the floor

Cause I can’t look you in the eyes and say


Suara itu semakin teredengar keras. Sivia menjadi bersemangat. Alvin! Dia emang suka membuatnya penasaran. Dan... Ia menemukan seorang cowok yang duduk di atas batu sambil memainkan gitar.


When he opens his arms and holds you close tonight

It just won’t fell right

Cause I can’t love you more than this, yeah



When he lays you down I might just die inside

It just don’t fell right

Cause I can’t love you more than this

Love you more than this



Tepuk tangan terdengar di telinganya. Alvin tersenyum melihat cewek yang dicintainya bertepuk tangan atas usaha yang ia lakukan.

“Alvin..” Kata Sivia senang sambil berjalan mendekati Alvin. Sesaat, ia melupakan Gabriel.

Alvin bangkit dari duduknya. “Iya, Via? Gimana? Jelek ya?” Tanyanya.

Sivia malah ketawa. “Alvin.. Alvin.. Itu dari keren. Sumpah! Speechless gue ngeliat lo main gitar sambil nyanyiin salah satu lagu favorit gue.” Ucap Sivia.

“Hehe.. Makasih Vi..” Kata Alvin.

Keduanya pun terdiam. Suasana taman yang sunyi ini menjadikan kecanggungan diantara keduanya. Alvin ingin bicara, tapi entah mengapa mulutnya terkunci rapat sehingga ia tak bisa mengucapkan sepatah kata apapun.

Drdrtdrt...

Message From : MyLove ^Gabriel^

Sivia menelan ludah ketika di layar ponselnya tertera nama Gabriel. Oh, pasti Gabriel khawatir padanya. Dengan tangan yang sedikit bergemetar, Sivia membuka pesan itu.

Via, km baik2 aj kan? Telp aq kalo km udah sampai rumah.

Miss U :*

“Mmm.. Vi..”

Hampir saja ponsel yang ada di tangannya terlempar jauh. Alvin mengetahui gelagat aneh Sivia dan segera berbicara.

“Lo nggak papa kan Vi? Siapa yang sms lo tadi?” Tanya Alvin.

Cepat-cepat Sivia menormalkan dirinya kembali. “Gu.. Gue nggak papa kok Vin.” Ucapnya.

Suasana kembali menjadi sunyi. Sivia merasa tak nyaman dengan situasi ini ingin sekali pergi. Sebenarnya Alvin tau kalo Sivia ingin pergi. Ayolah Vin, lanjutkan rencana lo, lanjutkan!

“Vi.. Via..” Ucap Alvin pelan.

Sivia menoleh ke arah Alvin dengan debaran jantung yang tak karuan. Mau apa Alvin? Mengapa tatapannya seperti....

“Vi.. Aku.. Aku cinta kamu.. Kamu.. Kamu mau kan jadi.. jadi pacarku?”

***

‘Dasar cewek playgirl! Nggak puas apa dia punya pacar satu.’ Kata Shilla dalam hati saat ia tak sengaja melihat sebuah pemandangan baru.

‘Apa lo nggak tau Vi gimana perasaan Gabriel?’

‘Apa lo nggak takut Gabriel marah dan sakit hati karena lo nerima cinta Alvin?’

***

Sampai hari ini, Papa belum juga pulang. Hahaha.. Biarkan saja. Bukan karena tugas yang membuat Papa nggak pulang-pulang, tapi karena Papa bertengkar sama Mama. Hahaha...

“Udah sampai Vi.” Kata Alvin memberhentikan mobilnya.

Sivia nggak menyaut. Ia masih asyik bersama pikirannya. Pikirannya yang tertuju pada kedua orangtuanya yang secara tiba-tiba nggak akur. Apa mereka akan bercerai dalam waktu dekat ini?

“Vi..”

“Eh..” Akhirnya Sivia sadar juga.

“Lagi mikirin apa?” Tanya Alvin.

“Ng.. Ortu. Mereka nggak akur kayak dulu.” Jujur Sivia.

Alvin menjadi merasakan kesedihan yang dirasakan kekasihnya itu. Ya, ia sangat-sangat bersyukur cintanya diterima baik oleh Sivia. Mengenai Gabriel, Alvin udah nggak peduli lagi. Ia menang dan Gabriel kalah.

“Ya udah, nggak usah dipikirkan. Sebaiknya kamu istirahat aja.”

Sebelum Alvin meninggalkan Sivia, sebuah kecupan manis mendarat di kening Sivia. Sivia memejamkan mata. Merasakan kehangatan dari kecupan manis itu. Tiba-tiba ia teringat dengan Gabriel dan kecupannya.

Oh...

Aku jahat ya, Tuhan?

***

Aku jahat ya, Tuhan?

Di dalam kamar, Sivia memainkan boneka Teddy pemberian dari Rio. Boneka itu merupakan hadiah ulang tahunnya yang ke empat belas. Saat hatinya ingin meluncurkan kekesalan, Sivia selalu melampiaskan kekesalan itu pada boneka Teddy yang tak bernyawa.

“Ted, aku jahat ya? Aku jahat ya?” Kata Sivia parau.

Tentu Teddy itu tak berkomentar apapun. Andaikan ia memiliki nyawa, pasti ia akan mendengarkan dan memberi solusi untuk Sivia.

“Ted, teganya aku. Kau tau Ted, aku sekarang punya pacar dua. Aku cewek playgirl ya Ted. Sudah punya pacar satu tapi pengen nyari pacar lagi. Tapi Ted, aku sangat sayang sama mereka. Mereka adalah dua pangeran yang nggak bisa aku pilih mana yang terbaik.”

Sivia terdiam sesaat.

“Ted, apa yang harus aku lakukan? Umurku nggak banyak lagi, Ted. Penyakitku ini nggak bisa disembuhkan. Adakah penderita kanker yang bisa sembuh? Kalopun ada, itu cuma dikit Ted. Ted, apa lebih baik aku bunuh diri?”

BRAKK !!!

“Sudah Mama bilang, Mama nggak pernah selingkuh. Papa tuh yang selingkuh!” Bentak suara seorang wanita yang tak lain adalah Izza, Mama Sivia.

Sivia menahan nafasnya mendengar suara itu.

“Heh! Asal nuduh aja kamu. Mana buktinya kalau aku selingkuh?” Bantah Papa.

Tidak hanya Sivia yang merasa hancur, Rio pun juga merasakannya. Cowok itu sedikit berubah. Dimulai dari Ify yang bertingkah aneh seperti ingin menjauhinya.

Pertengkaran itu meributkan malam yang teramat tenang ini. Karena nggak tahan, Sivia berlari menuju tempat pertengkaran itu.

“Pokoknya, Papa yang salah! Mama nggak pernah selingkuh!”

“Jangan bohong kamu! Lalu, siapa lelaki yang seminggu lalu bergandengan mesra denganmu? Hah? Jawab!”

“Itu..”

“STOP !!!” Teriak Sivia. Setetes demi setetes air mata mengalir pada kedua pipi Sivia yang pucat.

Izza dan Heri-Papa Sivia-pun terdiam melihat putri mereka yang datang secara tiba-tiba. Sedikit pun mereka berdua nggak berani berkata apapun melihat keadaan putri mereka yang sepertinya nggak baik.

“Kalian kenapa jadi begini? Kenapa kalian bertengkar? Apa kalian nggak sadar, anak-anak kalian ini hancur gara-gara kalian? Ckck.. Dasar orangtua yang nggak tau diri!”

Emosi Sivia nggak bisa dikontrol. Mama menahan amarahnya ketika dikatai sebagai ‘orangtua yang nggak tau diri’ oleh anaknya sendiri. Sementara Heri...

“Jaga mulutmu anak haram!” Bentak Heri. Wajahnya sangat menyeramkan. Secara tak sadar ia mengucapkan kalimat itu.

Air mata Sivia mengalir lebih deras lagi, membentuk sebuah sungai kesedihan. A..Anak Ha.. Haram.. Teganya.. Teganya Ayah..

“Kamu yang harus jaga mulut dustamu!” Bentak Izza kepada Heri.

Perkelahian pun berlanjut, dan tangisan gadis manis ini semakin menjadi-jadi. Sivia kembali ke kamarnya. Tangannya ia pukul ke tembok. Sakit? Tentu sakit! Tetapi Sivia nggak peduli.

“Kalian... Kalian jahat!” Tangis Sivia. Punggungnya ia sandarkan ke tembok.

“Kalian.. Arghh!!!”

Sivia mengacak-acak rambutnya frustrasi. Begini ya hidupnya? Indah sekali, sindir Sivia. Tuhan baik sekali memberikannya cobaan yang indah.

“Argh..”

Muncul darah merah dari dalam hidungnya. Sivia tertawa parau. Hahaha.. Lebih baik mati saja, hahaha.. Ayo Tuhan! Cabut nyawaku sekarang juga! Mana malaikat-Mu Tuhan yang bertugas mencabut nyawa manusia?

Tak ada niat baginya untuk membersihkan darah itu. Alhasil, darah merah itu berceceran di lantai. Dan Sivia nggak peduli, hingga....

“ASTAGA VIAA !!!” Teriak sesorang.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar