The
Answer Is… You
“Now, I found love and I found you
Yes, you! My best friend ever in the
world”
“Bantuan apa?” Tanya Harry penasaran.
“Kau kan banyak mempunyai
teman-teman laki-laki yang mungkin salah satu diantara mereka pantas untukku?
Aku mohon Harr, ini demi masa depanku.” Jawab Taylor.
Harry menatap Taylor dengan heran
sekaligus aneh. “Untuk apa? Bukannya kau mau menikah dengan Liam?” Tanyanya.
Lelaki
itu tidak mengerti.. Batin Taylor kesal. “Harr, kau tidak mengeri juga ya? Aku
sama sekali tidak mencintai Liam. Untuk apa hidup bersama seseorang yang tidak
kita cintai?”
“Memang
benar. Tidak ada gunanya hidup bersama seseorang yang tidak kita cintai. Tapi,
jika aku mencarikan lelaki untukmu tanpa persetujuanmu, apa itu sama saja?”
Tanya Harry.
“Itu
gampang. Intinya kau harus mencari seseorang yang menurutmu pantas untukku.
Siapapun orang itu asalkan baik. Dan kau harus mempertemukanku dengannya malam
ini juga! Kalau tidak, Ayah akan marah besar padaku karena aku sudah
membohonginya.” Jawab Taylor.
Akhirnya
Taylor menceritakan tentang kebohongan yang bisa membuat Ayahnya percaya. Tentu
saja Taylor melakukannya secara terpaksa agar Ayahnya mau membatalkan
pernikahannya dengan Liam. Taylor tau cara ini begitu licik, tapi mau bagaimana
lagi? Tampaknya Harry merasa kecewa dengan perbuatannya itu.
“Aku
tidak menyangka kau sejahat itu dengan Ayahmu. Kalau seandainya aku tidak mau
membantumu gimana? Aku tau Tay kau sulit menemukan cinta sejati. Tapi kau harus
menjalaninya dulu bersama Liam. Aku yakin dia mencintaimu apa adanya. Pilihan orangtua
adalah pilihan terbaik.” Jelas Harry.
“Jadi..
Jadi kau tidak mau membantuku? Jadi kau menyuruhku untuk melanjutkan hubunganku
dengan Liam?” Tanya Taylor dengan suara yang mulai serak.
Harry
menatap Taylor lalu ia menunduk dengan penuh penyesalan. “Ya. Maafkan aku. Aku
tidak bisa membantumu. Lagipula jika aku mencarikan lelaki untukmu, sama saja
aku menyakitimu dan hati lelaki itu. Aku takut jika ternyata lelaki itu
benar-benar mencintaimu sementara kau tidak.” Ucapnya.
Ucapan
Harry memang benar. Ia sadar kalau ia memang salah. Ia sering merencanakan
suatu ide, tapi ia tidak pernah memikirkan akibat atau hasil apa yang
ditimbulkan dari idenya itu. Contohnya ketika ia membohongi Ayahnya. Benar kan,
ia tidak sempat memikirkan akibat apa yang ditimbulkan oleh perbuatannya itu
dan sekarang ia merasakannya. Tidak tau kenapa ia menangis. Taylor menangisi
keadaan hidupnya yang selalu diselimuti oleh kemalangan. Dulu, ia mengira bahwa
Louis adalah cinta sejatinya. Tapi sayangnya tidak. Louis malah mencintai
sahabatnya sendiri. Jadi, apa lebih baik ia mengikuti nasehat Harry saja? Jadi,
apa ia tetap berada di jalan Ayahnya yaitu menikah dengan Liam?
“Tay,
belajarlah menjadi gadis yang dewasa. Belajarlah menerima kenyataan hidup.”
Ucap Harry.
Sementara
Taylor tetap menangis. Mungkin memang saatnya ia menangis dan ia tidak peduli
dengan orang-orang yang melihat dirinya yang sedang menangis. Ia memang suka
tidak peduli dengan orang lain. Tapi sekali lagi, ia tidak bisa hidup bersama
seorang lelaki yang sama sekali tidak ia cintai.
“Kalau
kau tidak mencintai Liam, mengapa waktu itu kau menerima pinangan dari keluarga
Liam?” Tanya Harry.
Perlahan,
Taylor mengusap matanya yang sembab dengan tangan kanannya. “Kau tidak mengerti
Harr, kau tidak mengerti. Ayah sudah muak dengan sikapku. Meski aku menolak
pinangan dari keluarga Liam, Ayah akan memaksaku untuk menerima. Karena
keluarga Liam adalah keluarga terhormat dan Ayah sangat menghormati keluarga
Liam. Liam sangat berbeda dari lelaki-lelaki yang sudah melamarku.
Kau
juga tidak mengerti Harr kalau aku begitu sulit menemukan cinta. Apalagi cinta
sejati. Dulu, aku senang karena aku sudah menemukan seseorang yang benar-benar
aku cintai, yaitu Louis. Tapi sayangnya Louis tidak mencintaiku melainkan mencintai
Ele. Ayah tidak tau kalau aku susah sekali mendapatkan seseorang yang aku
cintai, sampai detik ini. Ayah hanya ingin aku menikah dan dia tidak mau tau
apa aku bahagia atau tidak bersama pilihannya. Aku memang tidak mudah jatuh
cinta, tapi sekali jatuh cinta, aku tidak bisa melepaskan orang yang aku
cintai, seperti rasa cintaku pada kalian. Kau, Niall, Selena dan Ele. Aku
sangat mencintai kalian dan tidak mau kehilangan kalian. Tapi aku sadar, kalian
mempunyai kehidupan sendiri. Kau, Niall, Selena dan Ele mempunyai kehidupan
yang tidak bisa aku atur.
Aku
bisa merasakan kebahagiaan Ele bersama Louis, kebahagiaan Selena bersama
suaminya, kebahagiaan Niall bersama kekasihnya, dan juga kebahagiaanmu, meski
aku tidak tau apa kau sudah memiliki pacar atau tidak. Tapi aku berharap kau
sudah memiliki seorang kekasih dan menikah. Jujur saja, aku ingin menjadi
dirimu. Selama ini aku melihatmu baik-baik saja dan tidak ada masalah sama
sekali. Sementara hidupku?”
Mendengar
semua keluh kesal yang diucapkan oleh Taylor, tidak terasa ia meneteskan air
mata. Harry tidak tau mengapa ia meneteskan air mata. Tapi ia bisa merasakan
kalau hatinya sakit sekali mendengar semua kesakitan yang dirasakan Taylor.
Sialnya,
Taylor tidak sengaja melihat air matanya. “Kau menangis Harr?” Tanyanya.
Cepat-cepat
Harry menghapus air mata yang membasahi pipinya. “Tidak. Aku hanya sedih
mendengar kisahmu. Baiklah, aku akan membantumu.” Jawab Harry.
“Membantuku?
Bukannya aku salah? Kau kan menyuruhku untuk menikah saja dengan Liam. Kalau
kau membantuku, sama saja artinya aku menyakiti lelaki yang kau pilihkan
untukku.” Kata Taylor.
“Tidak
Tay. Aku mau membantumu. Kau tenang saja, lelaki itu akan datang malam ini
juga. Di tempat ini. Dan aku berharap lelaki itu adalah penyelamat hidupmu,
jawaban atas segala mimpi-mimpimu, dan balasan Tuhan untukmu karena Tuhan sudah
mengirimkanmu banyak sekali cobaan.”
Mendengar
ucapan Harry, dadanya bergetar hebat dan jantungnya berdegup kencang. Siapa
lelaki yang dimaksudkan Harry? Mengapa ia merasa lelaki itu adalah si pengirim
bunga mawar itu? Kalau iya, alangkah baiknya Harry dan ia sangat berhutang budi
pada Harry. Tapi, apa iya Harry tau siapa si pengirim mawar itu? Rasanya
mustahil sekali.
“Kau
janji?” Tanya Taylor.
“Ya,
aku janji. Kau datang disini jam tujuh. Bisa?”
“Bisa.
Tapi, siapa lelaki itu? Apakah aku mengenalinya? Kau bilang lelaki itu adalah
jawaban dari mimpi-mimpiku. Darimana kau tau?” Tanya Taylor penasaran.
Harry
mencoba untuk tersenyum lalu ia mengacak-acak rambut Taylor. “Kau banyak sekali
bertanya. Ya sudah, jangan lupa datang di tempat ini lagi ya. Ingat jam tujuh
malam.” Ucap Harry lalu pergi meninggalkan Taylor yang masih kebingungan.
Namun, ia merasa lelaki yang dimaksud Harry adalah si pengirim mawar itu. Ia yakin
sekali.
***
Entah
mengapa malam ini jantungnya berdetak tidak karuan dan ia seperti merasa belum
siap untuk bertemu lelaki yang dimaksud Harry itu. Tadi Ibunya sempat bicara
dengannya dan tentu saja Ibunya senang. Ibunya berharap lelaki itu adalah
lelaki yang selama ini ia impikan. Ayahnya pun begitu. Taylor menjadi senang
karena ia sepaham dengan Ayahnya.
“Jadi
mana lelaki yang kau maksud itu?” Tanya Ayahnya yang sepertinya tidak sabar.
Taylor
tersenyum. “Dia sedang menunggu di sebuah tempat Yah. Nanti Taylor akan
mengajaknya kesini. Taylor janji. Kalau begitu, Taylor pergi dulu ya.” Ucapnya
sambil mencium tangan Ayah dan Ibunya.
“Hati-hati
di jalan. Ayah berharap dia yang terbaik untukmu dan maafkan Ayah jika selama
ini Ayah selalu kasar padamu dan tidak mau mengerti perasaanmu.” Ucap Ayahnya.
Entah
mengapa ucapan Ayahnya itu terdengar ganjil ditelinganya. “Seharusnya Taylor
yang mina maaf ke Ayah. Ya udah, Taylor pergi dulu.” Ucapnya lalu meninggalkan
Ayah dan Ibunya.
Di
perjalanan, tentu saja jantungnya tidak bisa berdetak dengan normal dan ia
sangat penasaran dengan lelaki itu. Jarak rumahnya dengan tempat tadi memang
cukup jauh sehingga ia menelpon taksi. Taylor tidak ingin merepotkan Ayahnya
dan ia tidak mau membawa motor sendiri karena ia takut pulangnya kemalaman.
Taylor sempat curhat dengan Selena dan Selena mendukungnya. Sekalian ia meminta
maaf dengan Selena walau Selena tidak tau letak kesalahannya. Ia juga sempat
meminta maaf dengan Ele dan Niall.
Tiba
di tempat yang dimaksud Harry, ternyata tempat itu sepi. Tidak ada siapa-siapa
disana. Taylor mengira lelaki itu sudah ada disana dan duduk di bangku itu
sambil menunggu kedatangannya. Padahal sekarang sudah jam tujuh lebih. Kecewa.
Ya, itulah yang dirasakannya. Taylor takut jika tadi Harry membohonginya. Sama
saja artinya ia membohongi Ayahnya juga.
Taylor
memutuskan untuk duduk di bangku tua itu dan mengeratkan jaket yang ia gunakan
karena udaranya cukup dingin. Jujur saja, ia takut berada di tempat ini. Malam
hari beda dengan siang hari. Akhirnya Taylor memiscall Harry. Tapi usahanya
sia-sia. Harry tidak mau mengangkat telponnya. Taylor beralih menelpon Niall.
Siapa tau Harry ada disana. Tapi kata Niall, Harry tidak ada di rumahnya dan
Taylor menyuruh Niall menghubungi Harry. Namun sama saja. Harry juga tidak mau
mengangkat telpon Niall.
Jika
Harry berbohong padanya, Taylor bersumpah tidak akan memaafkan Harry sampai
kapanpun karena ini bukan main-main. Tidak terasa sudah jam setengah delapan
dan lelaki yang dimaksud Harry belum juga datang. Apa lelaki yang dimaksud
Harry itu tidak mau datang menemuinya dan Harry merasa bersalah. Mungkin itu
penyebab Harry tidak mau mengangkat telponnya. Tapi, bukannya tadi Niall juga
menelpon Harry dan Harry tidak juga mengangkatnya? Apa jangan-jangan terjadi
sesuatu dengan Harry? Tapi jika iya, seharusnya lelaki yang dimaksud Harry
tetap datang menemuinya meski Harry tidak bisa datang kemari. Lagipula, kenapa
juga Harry harus datang kemari?
Entah
mengapa Taylor merasa tidak menunggu lelaki yang dimaksud Harry, melainkan
menunggu kehadiran Harry! Apa.. Apa lelaki yang dimaksud Harry adalah Harry
sendiri? Tiba-tiba, Taylor melihat sebuah mobil berhenti tidak jauh dari
tempatnya. Bukannya itu mobil Harry? Perasaannya menjadi tidak enak. Apa Harry
sedang mempermainkannya? Taylor memerhatikan mobil itu baik-baik. Dan benar
saja. Lelaki yang keluar dari mobil itu tidak lain adalah Harry sendiri!
Permainan apa ini? Apa lelaki yang dimaksud Harry tidak bisa datang malam ini
sehingga Harry yang menggantikannya?
Ketika
Harry sudah berada di dekatnya, ia menatap Harry dengan kesal dan merasa telah
dipermainkan oleh Harry. Harry yang mengetahui ekspresinya yang sedang kesal
pun tertawa.
“Apa
maksud dari semua ini? Hah? Sudah lama aku menunggu dan ternyata?!” Bentak
Taylor.
“Sabar
Tay, sabar. Kenapa kamu jadi marah seperti ini?” Tanya Harry.
Taylor
merasa sedang berhadapan dengan orang terbodoh di dunia ini. Apa Harry tidak
mengerti juga? Jadi, semua ini hanyalah permainan saja? Atau jangan-jangan, si
pengirim mawar itu adalah Harry dan Harry mengirimkannya hanya untuk iseng
saja? Jika memang benar, alangkah jahatnya Harry.
“Mana
lelaki itu?” Bentak Taylor.
“Lelaki?
Lelaki siapa?” Harry balik nanya.
“Bodoh!”
Ucap Taylor. Tidak tau kenapa tiba-tiba ia menangis. “Harr, aku kira.. Aku kira
kau tadi serius, tapi..”
Taylor
berusaha menghindari Harry karena ia sudah tidak mau lagi melihat wajah Harry.
Hatinya sakit sekali karena sudah dibohongi oleh Harry. Sebaiknya, ia pulang
saja dan menangis dipangkuan Ibunya dan tentu saja melanjutkan hubungannya
dengan Liam, lelaki yang sama sekali tidak dicintainya itu.
“Tay,
kau mau kemana? Aku serius Tay!” Ucap Harry. Ia berusaha agar ia bisa melihat
wajah Taylor. Namun gadis itu tetap saja menghindarinya. Terpaksa Harry
memegang kedua bahu Taylor agar gadis itu tidak bisa kemana-mana.
“Dengarkan
aku. Tolong dengarkan aku. Setelah itu kau boleh pergi kemanapun kamu mau.”
Ucap Harry.
“Ba..
Baiklah..” Ucap Taylor masih tetap menangis.
Harry
pun melepaskan tangannya yang menyentuh pundah Taylor, lalu ia mulai bicara
serius. “Aku.. Maafkan aku kalau kau merasa sudah dibohongi atau apalah. Tadi
kau bilang, kau ingin bertemu lelaki yang aku maksud. Ya inilah Tay. Lelaki
yang aku maksud kan. Ku harap kau mengerti.” Ucap Harry.
Mendengar
ucapan Harry barusan, Taylor mengangkat kepalanya dan menatap wajah Harry yang
kini tengah menatapnya dengan penuh arti. Wajah yang sangat berbeda. Jadi,
lelaki yang dimaksudkan Harry adalah Harry sendiri?
“Aku
Tay si pengirim mawar itu.” Ucap Harry.
Taylor
tidak tau harus bagaimana saat menghadapi kenyataan. Ia paham apa yang dimaksud
oleh Harry dan Ia tidak menyangka Harry senekat itu. Jika Harry tidak mau
membantunya, tidak apa-apa. Ia tidak bisa memaksa Harry. Tapi mengapa Harry
sampai bisa mengorbankan dirinya hanya untuk membantunya? Dan bunga mawar itu,
mengapa Harry yang mengirimkan mawar itu? Apa jangan-jangan….
“Aku
mencintaimu Tay, bukan sebagai sahabat. Melainkan seorang lelaki yang mencintai
seorang gadis. Aku harap kau mengerti perasaanku. Perasaan yang sudah lama
tumbuh. Awalnya, aku ingin mengaku tentang perasaanku ini padamu. Tapi
sayangnya, kau sudah tunangan dengan lelaki lain dan kurasa bunga mawar itu
sia-sia aku beli.” Aku Harry.
Taylor
menatap Harry dengan penuh air mata sehingga ia tidak bisa melihat wajah Harry
dengan jelas karena pandangannya tertutupi oleh air matanya itu. “Mengapa…
Mengapa kau mencintaiku?” Tanyanya.
“Aku..
Aku tidak tau kenapa aku bisa mencintaimu. Perasaan itu datang secara
tiba-tiba.” Jawab Harry. Lelaki itu meraih kedua tangan Taylor dan ia berharap
gadis itu bisa memahami perasaannya dan menanggapinya dengan serius. “Jika kau
merasa Ele, Niall, dan Selena telah meninggalkanmu, jika kau merasa
sahabat-sahabatmu sudah melupakanmu, aku, satu-satunya orang yang tidak akan
pernah meninggalkanmu. Aku mencintaimu, Tay. Aku sangat mencintaimu. Kau tau
saat kita meminta sebuah harapan pada bintang jatuh, saat itu aku meminta
harapan bahwa gadis yang aku cintai mau memahami perasaanku, dan gadis itu
adalah kau, Tay.”
“Harr..”
Lirih Taylor. Gadis itu langsung menangis dipelukan Harry. Ia tidak menyangka
ternyata selama ini Harry mencintainya. Padahal, ia merasa selama ini Harry
mencintainya sebagai seorang sahabat. Jadi, apa ini balasan Tuhan atas segala
derita yang dialaminya?
“Harr..
Aku.. Aku juga mencintaimu. Aku senang karena Tuhan mengirimkan seorang sahabat seperti dirimu. Selama ini aku salah.
Aku salah karena aku selalu mengeluh akan hidupku ini. Makasih Harr karena
sudah menyadarkanku. Sekarang aku merasa kalau aku adalah gadis yang paling
beruntung di dunia ini, makasih Harr..”
Keduanya
berpelukan dengan sangat erat seperti tidak ingin berpisah. Mudah bagi Taylor
untuk jatuh cinta dengan seorang sahabat yang sudah lama bersamanya. Jadi,
inilah akhir dari segala deritanya. Menghasilkan aroma yang begitu harum dan
terasa nikmat. Taylor sangat berterimakasih pada Tuhan karena Tuhan sudah
mengirimkannya sahabat-sahabat yang mencintainya secara tulus, walau jarang
berkumpul bersama seperti dulu.
Malam
yang begitu indah. Taylor tidak sabar untuk menemui Ayah dan Ibunya. Kalaupun
malam ini ia harus menikah dengan Harry, tentu saja ia siap. Pasti Ayah dan
Ibunya merasa senang. Ayah dan Ibunya sudah lama mengenal Harry dan tidak
mungkin keduanya melarang hubungan yang indah ini.
Sekali
lagi, terimakasih Harr.. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar