Kedua matanya
terpejam. Baginya, sulit untuk membuka mata. Menggerakkan sedikit saja kelopak
matanya pun tak bisa. Yang hanya bisa ia lakukan adalah berbaring lemah di atas
ranjang rumah sakit. Banyak selang-selang yang terhubung ke tubuhnya. Jika saja
salah satu selang itu dilepas, ia tak akan bisa lagi melihat indahnya dunia ini
yang menyimpan banyak kenangan yang sulit untuk dilupakan.
Tangannya yang
lemas perlahan bergerak. Semua orang yang melihatnya takjub. Hebat bukan,
tangan mungil yang kurus itu bergerak, hendak ingin mencari sesuatu yang tak
satupun orang yang tau.
Setelah tangan itu
tidak bergerak lagi, kini, gantian kelopak matanya yang bergerak. Walau terasa
berat dan sakit, ia mampu menggerakkannya. Ingin sekali ia buka kedua matanya,
dan mencari dua lelaki yang sangat ia rindukan. Rasa rindunya itulah yang
membuat semangatnya menjadi besar. Ia tidak mau sakit-sakitan. Ia ingin sekali
sembuh dan ingin sekali menemui dua lelaki yang harus ia temui.
‘Aku ingin bertemu
mereka. Tuhan, izinkanlah aku melihat mereka.’ Rintihnya dalam hati. Namun,
Tuhan tidak sedang berbaik hati dengannya. Tuhan ingin ia bersama-Nya, bukan
bersama yang lain. Apakah ia sanggup menerima titah dari Tuhan? Apa ia sanggup
meninggalkan dua lelaki yang sangat ia cintai?
Tidak! Ia tidak
boleh menyerah. Ia harus kuat. Ia harus bisa melawan rasa sakit yang dialaminya
ini. Biarpun Tuhan memaksanya untuk kembali, ia tak akan mau. Ia masih ingin
hidup di dunia bersama orang-orang yang ia cintai dan mencintainya.
‘Tuhan, aku
mencintai mereka. Izinkan aku untuk bersama mereka.’
Entah darimana
keajaiban itu datang, sebersit cahaya putih yang menyilaukan mata hadir di
penglihatannya. Matanya terasa sakit karena silauan itu. Setelah cahaya putih
itu hilang, ia melihat dua wajah tersenyum manis melihatnya. Seakan berharap
penuh padanya untuk segera kembali di pelukan mereka. Namun, ternyata hanya
satu senyuman yang bisa ia lihat. Kemana senyuman lain yang hilang itu?
“Kau.. Kau sudah
sadar?”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar