Part 8
.
.
.
“Ag, kita putus!”
Sepertinya otak
Agni lagi nggak konek, dan dia menganggap ucapan Cakka tadi hanya candaan untuk
membuatnya sebal dan ngambek. Cakka kan doyan buat Agni ngambek?
“Aelah, gue nggak
ada waktu buat lo ngambekin. Gue mo kuliah.” Kata Agni seraya menghidupkan
mesin motornya.
Namun, tangan Agni
dicekal oleh tangan Cakka. Tangan Agni pun menjadi sakit akibat dari cengkraman
tangan Cakka yang kasar.
“Gue serius.” Kata
Cakka menatap tajam mata Agni.
Agni menjadi
sedikit ketakutan. “Lo kenapa sih Kka? Jangan bercanda!” Ucapnya.
“Gue nggak pernah
bercanda!”
Sekarang, Agni baru
tau bagaimana wajah Cakka yang sedang berubah menjadi seram. Tapi, atas hal apa
yang membuat Cakka marah padanya dan tiba-tiba memutuskan suatu hubungan yang
telah lama terjalin? Karena apa? Selama ini ia nggak pernah selingkuh. Cowok
yang paling dekat dengannya selain Cakka adalah Rio, dan mustahil sekali ia
selingkuh dengan Rio karena Rio udah dapat gebetan baru.
Dan, tidak terasa
cairan bening itu membahasi kedua pipinya. Agni yang dikenal anti menangis itu
kini dengan mudahnya meneteskan air mata. Oh.. Apa benar Cakka akan memutuskan
hubungan ini tanpa sebab yang jelas?
“Jangan nangis. Gue
nggak suka liat lo nangis.” Kata Cakka yang kemudian berlalu meninggalkan Agni.
Dari jauh, Agni
melihat punggung Cakka yang semakin mengecil dengan pandangan yang kabur karena
air matanya. Tidak! Ini hanya mimpi buruk! Ini tidak nyata!
Ya, mimpi buruk ini
akan segera berakhir!
***
“Heh! Ngapain lo
disini bersama cewek yang sok jago itu?”
Suara khas milik
Pricilla langsung mengagetkan Shilla, Nabila, Sivia dan Febby. Pricilla yang
sepertinya nggak suka Shilla ada di tempat ini pun menarik lengan Shilla hingga
menjauh dari Nabila, Sivia dan Febby.
“Kak, kenapa sih?
Kok tiba-tiba main tarik-tarikan?” Tanya Shilla yang menahan rasa sakit di
lengannya.
Pricilla menatap
tajam Shilla. “Lo belum tau kan siapa cewek yang selalu gue ceritain ke elo? Lo
belum kenal kan sama cewek itu?” Tanyanya.
“Ng.. Iya. Emangnya
kenapa kak?”
“Sini!” Pricilla
memutar kepala Shilla ke arah tempat makannya tadi bersama Nabila, Sivia dan
Febby. “Tuh liat! Cewek yang sok jago itu!” Tunjuk Pricilla ke arah Sivia.
Shilla memerhatikan
Sivia dari jauh. Menurutnya, Sivia adalah cewek yang nggak suka cari musuh.
Tapi jujur aja, Shilla sama sekali nggak membenci Sivia seperti kakaknya.
“Gue peringatin. Lo
jangan dekat sama dia. Dia itu rival terbesar gue.” Kata Pricilla
memperingatkan lalu pergi meninggalkan Shilla.
Shilla paham apa
yang dimaksud ‘rival’ oleh kakaknya itu. Kakaknya dan Sivia adalah musuk
bebuyutan, walau Sivia sendiri nggak bermaksud mencari musuh. Rasa kebencian
Pricilla pada Sivia makin bertambah ketika mendengar desas-desus bahwa Sivia
akan dijadikan kapten tim untuk pengganti Zevana. Padahal Sivia kan masih kelas
sepuluh. Yang cocok menggantikan itu bukan kelas sepuluh, tapi kelas sebelas.
Sementara Sivia,
Febby dan Nabila saling berbisik. “Vi, gue tau deh kenapa kak Pricilla
marah-marah. Dia kan benci banget sama lo.” Bisik Febby.
“Feb, gue nggak
bermaksud nyari musuh. Gue pengen banget berteman sama kak Pricilla. Tapi yah,
dianya udah kadung benci sama gue.” Balas Sivia.
“Hai!” Kata Shilla
terlihat sedikit canggung menatap Sivia.
“Sini, Shill.” Kata
Nabila.
“Ng.. Kayaknya gue
harus balik ke kelas. Ng.. Gue balik dulu ya..”
Sivia, Febby dan
Nabila saling tatap menatap setelah kepergian Shilla. Lalu mereka melanjutkan
kegiatan makan-makan yang tadi sempat terhentikan oleh Pricilla.
***
Universitas Value...
Dengan ditemani
belaian angin lembut, Agni duduk termenung di tempat favoritnya. Yaitu sebuah
taman mini yang cantik. Disanalah biasanya ia menumpahkan segala keluh
kesalnya. Dan disanalah ia sering bercanda dan bersandar di bahu sang kekasih.
Cakka...
Secara tiba-tiba,
kekasihnya, ralat. Mantannya itu memutuskan hubungan indah ini tanpa sebuah
alasan yang jelas. Agni ingin tau apa alasan Cakka memutuskannya. Apa Cakka
udah bosan padanya? Apa Cakka ingin mencari gadis lain yang lebih baik atau
lebih cantik daripada dirinya?
Tidak! Itu bukan
sifat Cakka. Cakka pernah bilang kalo ia tidak menilai cewek dari segi kecantikan
fisik. Walau cewek yang Cakka pilih tidaklah cantik, tapi Cakka tetap
menjadikan cewek itu sebagai kekasihnya. Mungkin cewek yang ia pilih itu
mempunyai sikap dan sifat yang disukai Cakka. Mungkin saja.
“Hhh..”
Agni menghela nafas
panjang. Tangannya ia topang di dagunya. Memutar kembali masa-masa yang indah
bersama Cakka.
Tujuh tahun yang
sia-sia. Tujuh tahun yang sama sekali tidak membuahkan kebahagiaan. Tujuh tahun
yang berujung kesedihan.
“Ag..”
Agni menyadari Rio
yang udah ada di hadapannya. Lah, kok Rio ada disini? Bukannya dia ada kuliah?
“Gue udah selesai
kuliah. Jadi gue putuskan nyari elo di tempat ini.” Kata Rio seperti dapat
membaca pikiran Agni.
Agni tersenyum
tipis ke arah Rio. “Gimana Ify?” Tanyanya berusaha ceria.
“Ify? Ahya. Dia
gadis yang baik. Tapi sayang, sampai sekarang gue nggak berani ngobrol ke dia.
Ngobrol aja nggak berani, gimana mau nyatain cinta.” Kata Rio sedih.
“Jangan malu untuk
ngatain cinta. Sebagai cowok, lo harus berani. Ini baru mau nyatain cinta, kalo
mau ngelamar gimana?”
“Ngelamar kerja
baru berani, hehe..”
Kadang-kadang Rio
bisa membuat hatinya yang sedang sedih menjadi ceria. Agni udah lama mengenal
Rio dan Rio pun akrab dengannya. Agni kan satu-satunya cewek yang dekat dengan
Rio selain keluarga Rio.
“Lo kenapa Ag? Kok
sedih?” Tanya Rio.
Pertanyaan itu
tentu akan keluar dari mulut Rio, dan Agni udah menduganya. Dari wajahnya saja
yang sedih dan kedua matanya yang sendu, Rio pasti bisa menyimpulkan kalo ia
sedang ada masalah yang serius.
Ya, lebih baik
cerita aja ke Rio. Nggak ada salahnya juga ia bercerita.
***
“Via!”
Sivia yang lagi
canda-candaan sama Febby langsung menoleh kebelakang. Senyumnya pun merekah
ketika matanya bertemu dengan mata seseorang yang belakang-belakangan ini jauh darinya.
Siapa lagi kalo bukan Gabriel?
“Gab! Lo jahat
banget ke gue.” Kata Sivia ngambek.
“Hehe.. Sorry, Vi.
Gue lagi banyak kerjaan.” Jawab Gabriel.
“Kerjaan apa?
Berduaan sama cewek?”
Sivia emang kangen
banget sama Gabriel. Hatinya nggak tenang jika nggak bertemu dengan Gabriel.
Tiba-tiba, ia jadi teringat cowok yang mengajaknya tanding itu. Cowok yang
telah mencuri hatinya. Cinta pertamanya mungkin.
“Gue seratus persen
jomblo, Vi.” Kata Gabriel.
“Berarti, lo nggak
laku. Gue aja lagi ditaksir sama cowok ganteng yang namanya belum gue tau. Tapi
katanya dia temenan sama lo.”
Hati Gabriel
berubah menjadi panas. Api cemburu itu berkobar-kobar. Ya, ia akui. Ia menyukai
Sivia dan nggak ingin Sivia dekat dengan cowok selain dirinya. Ya, ia akui
semua itu.
“Oh, Alvin. Ya,
Alvin namanya.” Kata Gabriel, dan ia sangat kesal mengucapkan nama itu.
“Alvin? Nama yang
bagus dan cakep. Sama kayak orangnya.”
‘Apa bagusnya sih
nama itu?’ Batin Gabriel. Bagusan saja nama satpam rumahnya dibandingkan dengan
nama ‘Alvin’ itu.
“Lo udah lama kenal
sama Alvin?” Tanya Sivia.
‘Bisa nggak sih lo
nggak omongin orang itu?’ Batin Gabriel lagi. Ia benar-benar sangat cemburu.
“Dia teman kecil
gue. Lo pernah kok ketemu Alvin. Tapi lo lupa.” Jawab Gabriel akhirnya.
“Ohya?” Tampaknya
Sivia bersemangat sekali. “Kapan? Kok gue bisa lupa ya?”
Gabriel nggak
sanggup berkata lagi mengenai Alvin. Sebagai gantinya, Gabriel menggantikan
topik pembicaraan.
***
“Kka, gue pengen
bicara serius sama lo.”
Itu suara Rio.
Cakka yang sedang hanyut dalam lagu yang ia putarkan langsung menoleh menatap
Rio dengan perasaan sedikit tak suka.
“Ada apa lo
kesini?” Tanya Cakka dengan nada tak suka.
Rio berjalan
mendekati Cakka. “Kenapa lo putus dengan Agni? Apa lo udah nggak cinta lagi ke
dia?” Tanyanya.
Bukan saatnya
membahas tentang Agni. Hatinya cukup tak rela dan merasakan kesakitan ketika ia
mengingat nama itu.
“Sorry. Bukan
urusan lo.” Jawab Cakka.
“Kka! Gue serius!”
Kata Rio setengah membentak.
Cakka pun terdiam.
“Sekarang gue
tanya. Apa alasan lo putusin dia? Alasan lo apa? Apa lo nggak tau sebenarnya
Agni itu cinta mati sama lo?”
Cakka masih setia
untuk diam dan berusaha cuek dengan kalimat-kalimat yang diucapkan Rio. Ia
memilih mendengarkan lagu lewat earphonenya.
Ada satu alasan
mengapa ia memutuskan hubungan indah ini. Alasan itu adalah alasan yang paling
menyakitkan. Dan ia harus menerimanya. Apapun yang terjadi.
Sejak kematian
Mamanya, Cakka berusaha untuk tegar dan berusaha menerima kepergian seseorang
yang sangat berjasa untuknya. Ia rela Mama meninggal. Ia rela. Yang membuatnya
tidak rela adalah selembar kertas putih berisi tulisan singkat yang menyakitkan
bila dibaca. Dan tulisan itu ada hubungannya dengan keputusannya memutusi Agni.
“Sekali lagi, Agni
cinta mati ke elo dan lo harus tau. Dia cinta ke elo lebih dari yang lo tau.”
Setelah mengucapkan
kalimat itu, Rio pun meninggalkan Cakka dan berharap Cakka sadar dan mau
kembali pada Agni.
Ya, semoga saja.
***
Cewek yang satu ini
sedang mengutak-atik laptop di teras rumah. Yes! Ia sudah menemukan twitter
cowok yang ternyata adalah bernama Alvin. Ia tau dari Gabriel. Dunia ini emang
sempit ya. Nggak nyangka Gabriel kenal baik dengan Alvin.
“Alvin..” Gumam
Sivia tersenyum sendiri.
Sivia baru tau kalo
Alvin tipe lelaki yang setia. Cuma ada satu mantan Alvin dan bukan Alvin yang
sekenanya memutusi pacarnya itu. Namun pacarnya itulah yang mungkin udah nggak
suka lagi sama Alvin. Alvin juga termasuk ke dalam golongan cowok populer dan
banyak cewek-cewek yang ngantre jadi pacarnya.
Mungkin termasuk
dirinya juga!
Oh, astaga! Apa
benar ia jatuh cinta pada Alvin? Apakah benar? Jika benar, mengapa... Mengapa
hatinya selalu nggak tenang jika nggak ada Gabriel di sampingnya? Apa arti dari
semua ini? Apa mungkin ia hanya mengagumi sosok Alvin dan tak sungguh mencintai
Alvin melainkan Gabriel?
Cinta pertama yang
sangat sulit ditebak. Sivia bingung menghadapi kisah cintanya ini. Tapi jujur,
ia nggak bisa memilih antara Gabriel dengan Alvin jika ia harus memilih. Walau
ia baru mengenali Alvin, ia merasa sangat dekat dengan Alvin.
“Kak Rio!”
Sivia melihat
kakaknya yang lagi nggak baik. Mungkin karena tugas kuliah yang menumpuk atau
masalah...
Cewek! Ya! Sivia
sudah tau kakaknya itu naksir sama Ify. Sivia udah kenal kok sama Ify lewat
twitter. Tapi ia nggak berani menanyakan apakah Ify juga menyukai Rio atau
tidak.
“Woi, kak! Lo di
tolak ya sama Ify?” Tebak Sivia.
Rio membalikkan
badan menatap adiknya. “Gue lagi nggak ada waktu buat bercanda.” Ucapnya lalu
masuk ke dalam rumah.
‘Kak Rio aneh!’
Batin Sivia dalam hati. Tapi ia nggak mau memikirkan masalah Rio. Masalahnya
jauh lebih penting.
***
Satu persatu
tangannya memilih-milih novel yang akan ia ambil. Sudah lama ia nggak ke toko
buku. Apalagi beli novel. Sekarang inilah waktunya untuk ia melakukan hobi yang
sempat terputus. Sekalian juga jalan-jalan mengelilingi keramaian Ibu Kota.
“Infinitely Yours..
Summer Breeze... I For You... The Truth About Forever..”
Kayaknya semuanya
bagus deh. Tapi nggak mungkin kan ia beli semua novel. Akhirnya, ia memilih
novel karya Santhy Agata yang berjudul Crush in Rush dan Pembunuh Cahaya. Ya
semoga aja pilihannya nggak mengecewakan. Soalnya banyak ia beli novel dan
isinya nggak memuaskan.
Sampai di kasir, ia
mengambil dompet yang ia taruh di dalam tas. Tangannya mencari-cari benda
persegi panjang itu. Tiba-tiba ia merasakan suatu kejanggalan.
“Dompet gue!” Kata
cewek itu.
Ah, sial! Dompetnya
ketinggalan di rumah. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan? Cewek itu
menjadi panik sendiri.
“Need help?” Tanya
suara seseorang.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar