expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 08 Februari 2015

We Love You Sivia! ( Part 8 )



Part 8

.

.

.

“Ag, kita putus!”

Sepertinya otak Agni lagi nggak konek, dan dia menganggap ucapan Cakka tadi hanya candaan untuk membuatnya sebal dan ngambek. Cakka kan doyan buat Agni ngambek?

“Aelah, gue nggak ada waktu buat lo ngambekin. Gue mo kuliah.” Kata Agni seraya menghidupkan mesin motornya.

Namun, tangan Agni dicekal oleh tangan Cakka. Tangan Agni pun menjadi sakit akibat dari cengkraman tangan Cakka yang kasar.

“Gue serius.” Kata Cakka menatap tajam mata Agni.

Agni menjadi sedikit ketakutan. “Lo kenapa sih Kka? Jangan bercanda!” Ucapnya.

“Gue nggak pernah bercanda!”

Sekarang, Agni baru tau bagaimana wajah Cakka yang sedang berubah menjadi seram. Tapi, atas hal apa yang membuat Cakka marah padanya dan tiba-tiba memutuskan suatu hubungan yang telah lama terjalin? Karena apa? Selama ini ia nggak pernah selingkuh. Cowok yang paling dekat dengannya selain Cakka adalah Rio, dan mustahil sekali ia selingkuh dengan Rio karena Rio udah dapat gebetan baru.

Dan, tidak terasa cairan bening itu membahasi kedua pipinya. Agni yang dikenal anti menangis itu kini dengan mudahnya meneteskan air mata. Oh.. Apa benar Cakka akan memutuskan hubungan ini tanpa sebab yang jelas?

“Jangan nangis. Gue nggak suka liat lo nangis.” Kata Cakka yang kemudian berlalu meninggalkan Agni.

Dari jauh, Agni melihat punggung Cakka yang semakin mengecil dengan pandangan yang kabur karena air matanya. Tidak! Ini hanya mimpi buruk! Ini tidak nyata!

Ya, mimpi buruk ini akan segera berakhir!

***

“Heh! Ngapain lo disini bersama cewek yang sok jago itu?”

Suara khas milik Pricilla langsung mengagetkan Shilla, Nabila, Sivia dan Febby. Pricilla yang sepertinya nggak suka Shilla ada di tempat ini pun menarik lengan Shilla hingga menjauh dari Nabila, Sivia dan Febby.

“Kak, kenapa sih? Kok tiba-tiba main tarik-tarikan?” Tanya Shilla yang menahan rasa sakit di lengannya.

Pricilla menatap tajam Shilla. “Lo belum tau kan siapa cewek yang selalu gue ceritain ke elo? Lo belum kenal kan sama cewek itu?” Tanyanya.

“Ng.. Iya. Emangnya kenapa kak?”

“Sini!” Pricilla memutar kepala Shilla ke arah tempat makannya tadi bersama Nabila, Sivia dan Febby. “Tuh liat! Cewek yang sok jago itu!” Tunjuk Pricilla ke arah Sivia.

Shilla memerhatikan Sivia dari jauh. Menurutnya, Sivia adalah cewek yang nggak suka cari musuh. Tapi jujur aja, Shilla sama sekali nggak membenci Sivia seperti kakaknya.

“Gue peringatin. Lo jangan dekat sama dia. Dia itu rival terbesar gue.” Kata Pricilla memperingatkan lalu pergi meninggalkan Shilla.

Shilla paham apa yang dimaksud ‘rival’ oleh kakaknya itu. Kakaknya dan Sivia adalah musuk bebuyutan, walau Sivia sendiri nggak bermaksud mencari musuh. Rasa kebencian Pricilla pada Sivia makin bertambah ketika mendengar desas-desus bahwa Sivia akan dijadikan kapten tim untuk pengganti Zevana. Padahal Sivia kan masih kelas sepuluh. Yang cocok menggantikan itu bukan kelas sepuluh, tapi kelas sebelas.

Sementara Sivia, Febby dan Nabila saling berbisik. “Vi, gue tau deh kenapa kak Pricilla marah-marah. Dia kan benci banget sama lo.” Bisik Febby.

“Feb, gue nggak bermaksud nyari musuh. Gue pengen banget berteman sama kak Pricilla. Tapi yah, dianya udah kadung benci sama gue.” Balas Sivia.

“Hai!” Kata Shilla terlihat sedikit canggung menatap Sivia.

“Sini, Shill.” Kata Nabila.

“Ng.. Kayaknya gue harus balik ke kelas. Ng.. Gue balik dulu ya..”

Sivia, Febby dan Nabila saling tatap menatap setelah kepergian Shilla. Lalu mereka melanjutkan kegiatan makan-makan yang tadi sempat terhentikan oleh Pricilla.

***

Universitas Value...

Dengan ditemani belaian angin lembut, Agni duduk termenung di tempat favoritnya. Yaitu sebuah taman mini yang cantik. Disanalah biasanya ia menumpahkan segala keluh kesalnya. Dan disanalah ia sering bercanda dan bersandar di bahu sang kekasih.

Cakka...

Secara tiba-tiba, kekasihnya, ralat. Mantannya itu memutuskan hubungan indah ini tanpa sebuah alasan yang jelas. Agni ingin tau apa alasan Cakka memutuskannya. Apa Cakka udah bosan padanya? Apa Cakka ingin mencari gadis lain yang lebih baik atau lebih cantik daripada dirinya?

Tidak! Itu bukan sifat Cakka. Cakka pernah bilang kalo ia tidak menilai cewek dari segi kecantikan fisik. Walau cewek yang Cakka pilih tidaklah cantik, tapi Cakka tetap menjadikan cewek itu sebagai kekasihnya. Mungkin cewek yang ia pilih itu mempunyai sikap dan sifat yang disukai Cakka. Mungkin saja.

“Hhh..”

Agni menghela nafas panjang. Tangannya ia topang di dagunya. Memutar kembali masa-masa yang indah bersama Cakka.

Tujuh tahun yang sia-sia. Tujuh tahun yang sama sekali tidak membuahkan kebahagiaan. Tujuh tahun yang berujung kesedihan.

“Ag..”

Agni menyadari Rio yang udah ada di hadapannya. Lah, kok Rio ada disini? Bukannya dia ada kuliah?

“Gue udah selesai kuliah. Jadi gue putuskan nyari elo di tempat ini.” Kata Rio seperti dapat membaca pikiran Agni.

Agni tersenyum tipis ke arah Rio. “Gimana Ify?” Tanyanya berusaha ceria.

“Ify? Ahya. Dia gadis yang baik. Tapi sayang, sampai sekarang gue nggak berani ngobrol ke dia. Ngobrol aja nggak berani, gimana mau nyatain cinta.” Kata Rio sedih.

“Jangan malu untuk ngatain cinta. Sebagai cowok, lo harus berani. Ini baru mau nyatain cinta, kalo mau ngelamar gimana?”

“Ngelamar kerja baru berani, hehe..”

Kadang-kadang Rio bisa membuat hatinya yang sedang sedih menjadi ceria. Agni udah lama mengenal Rio dan Rio pun akrab dengannya. Agni kan satu-satunya cewek yang dekat dengan Rio selain keluarga Rio.

“Lo kenapa Ag? Kok sedih?” Tanya Rio.

Pertanyaan itu tentu akan keluar dari mulut Rio, dan Agni udah menduganya. Dari wajahnya saja yang sedih dan kedua matanya yang sendu, Rio pasti bisa menyimpulkan kalo ia sedang ada masalah yang serius.

Ya, lebih baik cerita aja ke Rio. Nggak ada salahnya juga ia bercerita.

***

“Via!”

Sivia yang lagi canda-candaan sama Febby langsung menoleh kebelakang. Senyumnya pun merekah ketika matanya bertemu dengan mata seseorang yang belakang-belakangan ini jauh darinya. Siapa lagi kalo bukan Gabriel?

“Gab! Lo jahat banget ke gue.” Kata Sivia ngambek.

“Hehe.. Sorry, Vi. Gue lagi banyak kerjaan.” Jawab Gabriel.

“Kerjaan apa? Berduaan sama cewek?”

Sivia emang kangen banget sama Gabriel. Hatinya nggak tenang jika nggak bertemu dengan Gabriel. Tiba-tiba, ia jadi teringat cowok yang mengajaknya tanding itu. Cowok yang telah mencuri hatinya. Cinta pertamanya mungkin.

“Gue seratus persen jomblo, Vi.” Kata Gabriel.

“Berarti, lo nggak laku. Gue aja lagi ditaksir sama cowok ganteng yang namanya belum gue tau. Tapi katanya dia temenan sama lo.”

Hati Gabriel berubah menjadi panas. Api cemburu itu berkobar-kobar. Ya, ia akui. Ia menyukai Sivia dan nggak ingin Sivia dekat dengan cowok selain dirinya. Ya, ia akui semua itu.

“Oh, Alvin. Ya, Alvin namanya.” Kata Gabriel, dan ia sangat kesal mengucapkan nama itu.

“Alvin? Nama yang bagus dan cakep. Sama kayak orangnya.”

‘Apa bagusnya sih nama itu?’ Batin Gabriel. Bagusan saja nama satpam rumahnya dibandingkan dengan nama ‘Alvin’ itu.

“Lo udah lama kenal sama Alvin?” Tanya Sivia.

‘Bisa nggak sih lo nggak omongin orang itu?’ Batin Gabriel lagi. Ia benar-benar sangat cemburu.

“Dia teman kecil gue. Lo pernah kok ketemu Alvin. Tapi lo lupa.” Jawab Gabriel akhirnya.

“Ohya?” Tampaknya Sivia bersemangat sekali. “Kapan? Kok gue bisa lupa ya?”

Gabriel nggak sanggup berkata lagi mengenai Alvin. Sebagai gantinya, Gabriel menggantikan topik pembicaraan.

***

“Kka, gue pengen bicara serius sama lo.”

Itu suara Rio. Cakka yang sedang hanyut dalam lagu yang ia putarkan langsung menoleh menatap Rio dengan perasaan sedikit tak suka.

“Ada apa lo kesini?” Tanya Cakka dengan nada tak suka.

Rio berjalan mendekati Cakka. “Kenapa lo putus dengan Agni? Apa lo udah nggak cinta lagi ke dia?” Tanyanya.

Bukan saatnya membahas tentang Agni. Hatinya cukup tak rela dan merasakan kesakitan ketika ia mengingat nama itu.

“Sorry. Bukan urusan lo.” Jawab Cakka.

“Kka! Gue serius!” Kata Rio setengah membentak.

Cakka pun terdiam.

“Sekarang gue tanya. Apa alasan lo putusin dia? Alasan lo apa? Apa lo nggak tau sebenarnya Agni itu cinta mati sama lo?”

Cakka masih setia untuk diam dan berusaha cuek dengan kalimat-kalimat yang diucapkan Rio. Ia memilih mendengarkan lagu lewat earphonenya.

Ada satu alasan mengapa ia memutuskan hubungan indah ini. Alasan itu adalah alasan yang paling menyakitkan. Dan ia harus menerimanya. Apapun yang terjadi.

Sejak kematian Mamanya, Cakka berusaha untuk tegar dan berusaha menerima kepergian seseorang yang sangat berjasa untuknya. Ia rela Mama meninggal. Ia rela. Yang membuatnya tidak rela adalah selembar kertas putih berisi tulisan singkat yang menyakitkan bila dibaca. Dan tulisan itu ada hubungannya dengan keputusannya memutusi Agni.

“Sekali lagi, Agni cinta mati ke elo dan lo harus tau. Dia cinta ke elo lebih dari yang lo tau.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, Rio pun meninggalkan Cakka dan berharap Cakka sadar dan mau kembali pada Agni.

Ya, semoga saja.

***

Cewek yang satu ini sedang mengutak-atik laptop di teras rumah. Yes! Ia sudah menemukan twitter cowok yang ternyata adalah bernama Alvin. Ia tau dari Gabriel. Dunia ini emang sempit ya. Nggak nyangka Gabriel kenal baik dengan Alvin.

“Alvin..” Gumam Sivia tersenyum sendiri.

Sivia baru tau kalo Alvin tipe lelaki yang setia. Cuma ada satu mantan Alvin dan bukan Alvin yang sekenanya memutusi pacarnya itu. Namun pacarnya itulah yang mungkin udah nggak suka lagi sama Alvin. Alvin juga termasuk ke dalam golongan cowok populer dan banyak cewek-cewek yang ngantre jadi pacarnya.

Mungkin termasuk dirinya juga!

Oh, astaga! Apa benar ia jatuh cinta pada Alvin? Apakah benar? Jika benar, mengapa... Mengapa hatinya selalu nggak tenang jika nggak ada Gabriel di sampingnya? Apa arti dari semua ini? Apa mungkin ia hanya mengagumi sosok Alvin dan tak sungguh mencintai Alvin melainkan Gabriel?

Cinta pertama yang sangat sulit ditebak. Sivia bingung menghadapi kisah cintanya ini. Tapi jujur, ia nggak bisa memilih antara Gabriel dengan Alvin jika ia harus memilih. Walau ia baru mengenali Alvin, ia merasa sangat dekat dengan Alvin.

“Kak Rio!”

Sivia melihat kakaknya yang lagi nggak baik. Mungkin karena tugas kuliah yang menumpuk atau masalah...

Cewek! Ya! Sivia sudah tau kakaknya itu naksir sama Ify. Sivia udah kenal kok sama Ify lewat twitter. Tapi ia nggak berani menanyakan apakah Ify juga menyukai Rio atau tidak.

“Woi, kak! Lo di tolak ya sama Ify?” Tebak Sivia.

Rio membalikkan badan menatap adiknya. “Gue lagi nggak ada waktu buat bercanda.” Ucapnya lalu masuk ke dalam rumah.

‘Kak Rio aneh!’ Batin Sivia dalam hati. Tapi ia nggak mau memikirkan masalah Rio. Masalahnya jauh lebih penting.

***

Satu persatu tangannya memilih-milih novel yang akan ia ambil. Sudah lama ia nggak ke toko buku. Apalagi beli novel. Sekarang inilah waktunya untuk ia melakukan hobi yang sempat terputus. Sekalian juga jalan-jalan mengelilingi keramaian Ibu Kota.

“Infinitely Yours.. Summer Breeze... I For You... The Truth About Forever..”

Kayaknya semuanya bagus deh. Tapi nggak mungkin kan ia beli semua novel. Akhirnya, ia memilih novel karya Santhy Agata yang berjudul Crush in Rush dan Pembunuh Cahaya. Ya semoga aja pilihannya nggak mengecewakan. Soalnya banyak ia beli novel dan isinya nggak memuaskan.

Sampai di kasir, ia mengambil dompet yang ia taruh di dalam tas. Tangannya mencari-cari benda persegi panjang itu. Tiba-tiba ia merasakan suatu kejanggalan.

“Dompet gue!” Kata cewek itu.

Ah, sial! Dompetnya ketinggalan di rumah. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan? Cewek itu menjadi panik sendiri.

“Need help?” Tanya suara seseorang.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar