What’s
Wrong With You?
“I
hope she’ll never know about this feeling
But
long time more, this feeling grow up too
Now,
I don’t know what should I do.”
Yang menjadi pertanyaannya, dimana ia membeli bubur?
Pasalnya di sekitar rumahnya tidak ada satupun yang menjual bubur. Saat ia
sampai di jalan raya pun tidak ada yang jual. Taylor memaki dirinya sendiri dan
ia begitu marah dengan Tuhan yang telah menciptakannya seperti ini. Ia menyesal
memiliki wajah yang cantik namun sikapnya tidak pernah dewasa dan sedikit
idiot. Ia selalu iri dengan sahabat-sahabatnya. Terutama Harry. Harry?
“Hai
Tay!” Sapa sebuah suara yang tidak lain adalah suara Harry.
Taylor
tersenyum senang saat mendapati kedatangan sahabatnya itu, dan Harry sedang
membawa rantang yang sepertinya berisi makanan yang lezat. Jika isinya bubur,
alangkah beruntungnya ia.
“Harr,
untung kau disini. Rantang itu isinya apa?” Tanya Taylor.
Harry
menatap Taylor dengan heran. “Memangnya ada apa? Aku tadi iseng buat bubur dan
mungkin kau…”
Belum
sempat Harry melanjutkan ucapannya, Taylor langsung merebut rantang yang dibawa
Harry sehingga membuat Harry kaget. Ada apa dengan gadis itu? Apa gadis itu
sudah gila? Kenapa tiba-tiba Taylor mengambil rantangnya dengan paksa?
“Untung
isinya bubur karena aku sangat-sangat membuthkan bubur. Thanks banget ya..
Kalau begitu aku pulang dulu..” Ucap Taylor lalu berlari dengan kencang
meninggalkan Harry yang masih bingung. Namun Harry sadar rantang yang berisi
bubur itu sudah diambil oleh Taylor.
“Ah,
sudahlah..” Ucap Harry.
Sementara
Taylor, gadis itu sudah sampai di rumahnya dan cepat-cepat membuka rantang itu.
Ketika ia membukanya, nafsu makannya menggebu-gebu. Taylor yakin sekali bubur
buatan Harry adalah bubur terlezat yang pernah ia makan. Kalau tidak ingat
Ibunya, mungkin ia sudah menghabiskan bubur itu.
“Gimana
Ma?” Tanya Taylor.
Ibunya
tidak menjawab pertanyaannya. Tampaknya Ibunya terlalu lahap memakan bubur itu
sampai tidak mendengar suaranya. Taylor senang melihat Ibunya yang sangat
lahap, tapi ia juga sedih karena bubur itu bukan buatannya melainkan buatan
Harry.
“Wah,
bubur ini adalah bubur terlezat yang pernah Mama makan. Mama tidak yakin kamu
yang membuatnya.” Ucap Ibunya.
Taylor
tersenyum lemah menanggapi ucapan Ibunya lalu ia meninggalkan kamar Ibunya.
Andaikan ia seperti Harry, pasti hidupnya bahagia. Ia akan jauh lebih tenang
dan jauh dari penderitaan. Tiba-tiba Taylor mendapatkan suatu ide. Bagaimana
kalau ia belajar masak ke Harry? Siapa tau kan ia jadi jago masak seperti yang
diharapkan Ibunya. Ia yakin Harry mau membantunya.
Setelah
ia berada di kamar, Taylor memutuskan untuk memainkan laptopnya dan membuka
facebook. Siapa tau ada berita heboh disana nanti. Dan saat ia membuka
facebook, banyak status-status Selena yang bertebaran disana. Status-status
yang bahagia. Taylor menelan ludanya. Tampaknya Selena sudah menemukan
seseorang yang dia cintai. Namun Taylor harus ikut senang karena bukankah
Selena juga memiliki kehidupan sendiri?
Selena: Hi Tay! Apa kabar? Aku kangen
sekali sama kamu.
Tidak
ada salahnya membalas obrolan dari Selena. Taylor sudah merasa lebih baik dari
hari sebelumnya dan ia berjanji untuk tidak sedih lagi. Seharusnya ia bersyukur
karena Selena masih mengingatnya sebagai sahabat sejatinya.
Taylor: Baik sekali. Kamu? Aku juga kangen
berat sama kamu.
Selena:
Wah, kau sudah gak sedih lagi ya? Maafkan aku Tay, aku kira kau marah dengan
kepergianku. Apa jangan2 kau sudah mulai menyukai seseorang? Hehe…
Taylor tersenyum miris membaca
balasan dari Selena. Mulai menyukai seseorang? Dekat dengan lelaki pun ia tidak
mau kecuali Harry dan Niall tentunya, apalagi tergila-gila dengan seorang
lelaki seperti saat ia tergila-gila dengan Louis yang berujung kesakitan.
Taylor sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak jatuh cinta dengan
lelaki manapun.
Taylor:
Ada2 aja! Aku sudah bersumpah kalo aku gak akan lagi menyukai lelaki manapun.
Jadi jangan harap kau melihatku jatuh cinta lagi dengan seorang lelaki.
Mungkin disebrang sana Selena
bingung dan heran dengan balasannya. Tapi Taylor tidak peduli. Ia juga
mempunyai kehidupan sendiri dan tidak ada satupun yang boleh mengatur-ngatur
hidupnya.
Selena:
Yang benar saja, setiap manusia itu pastilah akan menyukai satu sama lain. Tapi
tak apalah. Asal kau bahagia, aku juga ikut bahagia J
Taylor tersenyum membaca balasan
dari Selena. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
Taylor:
Sel, aku ingin sekali menjadi gadis dewasa yang mandiri. Tapi gimana caranya?
Umurku udah hampir dua puluh lima tahun dan sikapku masih seperti anak kecil.
Aku juga ingin sekali jago masak. Tapi gak ada salahnya kan minta bantuan Harry
biar aku jago masak?
Selena:
Hahaha.. Masa’ cewek cantik sepertimu gak bisa masak sih? Kalah sama Harry!
Hmm.. Tapi ide kamu bagus juga. Pasti Harry bisa bantuin kamu. Ohya, gimana
kabar Harry, Ele dan Niall? Apa Harry dan Niall udah punya pacar? Lalu gimana
kandungan Ele?
Taylor:
Harry dan Niall masih JOMBLO! Kalau Ele baik-baik saja meski dia sering
mengeluh. Tapi aku yakin Louis selalu ada untuknya dan selalu menjaganya setiap
saat.
Setelah terkirim ke Selena, Taylor
membaca apa yang dikirimkannya barusan. Kenapa tiba-tiba ia menyebut nama Louis
disana? Entah mengapa ia merindukan suara lelaki itu dan momen-momen indah saat
ia masih bersama Louis. Louis memang tipe lelaki yang romantis dan Ele sangat
beruntung menjadi istri Louis. Taylor menghela nafas panjang. Lagi-lagi ia
masih belum bisa melupakan Louis dan ia selalu dibayang-bayangi oleh Louis.
Selena:
Kalian ber3 hobi sekali menyandang status jomblo :D Ya udah deh, salamin aku ya
ke Harry, Niall dan Ele. Bilang pada mereka kalo aku sangat merindukan mereka.
Kapan2 aku main ke rumahmu atau kamu yang main ke rumahku? J See you.. Aku off dulu soalnya aku ada
kerjaan. Bye J
Setelah puas mengobrol dengan
Selena, Taylor mematikan laptopnya dan ia merasa bosan. Ia merasa bosan dengan
hidupnya ini. Padahal, hidupnya berkecukupan dan banyak sekali yang iri dengan
dirinya. Andaikan Selena ada disini.. Andaikan ia masih berumur belasan tahun…
***
Tiga
bulan berlalu dan semuanya berjalan seperti biasa. Tidak ada yang istimewa.
Setelah lulus kuliah, Taylor memutuskan bekerja di salah satu panti asuhan yang
ada di Kotanya dan menjadi guru bagi anak-anak yang membutuhkannya. Gajinya
tidak banyak. Tapi ia merasa senang bisa bergaul bersama anak-anak malang itu.
Untunglah Ayah dan Ibunya mengizinkannya meski Ayahnya sempat marah padanya.
Selama
tiga bulan itu, Taylor jarang bertemu dengan Harry, Niall dan Ele. Harry dan
Niall sibuk dengan pekerjaannya sedangkan Ele sibuk dengan bayi yang
dikandungnya yang sudah berumur lima bulan. Jadi Ele harus ekstra keras menjaga
bayinya agar tidak keguguran. Jujur saja, Taylor sangat merindukan mereka
semua, terutama Selena yang tidak tau kapan datang ke London. Ya, mungkin
disana Selena bahagia bersama kekasihnya dan sebentar lagi akan menikah.
Pagi-pagi
sekali Taylor bersiap-siap untuk berangkat ke panti asuhan karena ia tidak
sabaran bertemu dengan anak didiknya. Taylor senang anak-anak panti menyukai
kehadirannya dan mereka suka sekali caranya mengajari anak-anak itu. Anak-anak
itulah satu-satunya yang dapat membuatnya tersenyum dan kembali ceria.
“Loh
Tay, pagi-pagi gin sudah berangkat? Apa tidak siangan saja? Lagipula kamu
pulangnya sore sekali.” Tanya Ibunya yang tidak sengaja melihatnya.
“Taylor
malas Ma di rumah. Taylor kan juga kerja.” Jawab Taylor.
“Hmm..
Mama ngerti kok. Tapi Mama ingin sekali kamu jalan dengan seorang lelaki. Mama
ingin sekali kamu…”
Taylor
langsung memutusi ucapan Ibunya. “Sudahlah Ma, Taylor malas bahas soal
laki-laki. Sudah Taylor bilang kalau Taylor tidak mau jatuh cinta dan tidak mau
menikah.” Ucapnya.
“Tapi,
apa alasanmu tidak mau jatuh cinta dengan seorang lelaki? Apa karena Louis?”
Tanya Ibunya.
“Taylor
tidak tau Ma. Sudah ya Taylor pergi dulu.” Ucapnya seraya mencium tangan
Ibunya. Ia malas menjawab pertanyaan Ibunya yang dapat membuat kepalanya
pusing.
Hari
ini Taylor memutuskan untuk berjalan kaki. Ia tidak mau membawa motor.
Kaki-kakinya ingin sekali berolahraga dan ia harus memahami perasaan
kaki-kakinya itu. Lagipula, jarak rumahnya dengan pantia asuhan tidak terlalu
jauh dan sinar matahari tidak terlalu menyengat. Ketika ia berada di tengah
jalan, Taylor mendengar suara seorang lelaki yang memanggil namanya. Taylor
sudah tidak asing lagi dengan suara itu dan…
“NIALL!!!
JANGAN PELUK AKU DONG SESAK INI!!” Teriak Taylor kaget. Gimana tidak kaget ia
mendapat pelukan mendadak dari Niall. Sepertinya lelaki itu sangat
merindukannya.
“Hehe..
Aku kangen kamu tau. Wah, kau semakin cantik ya..” Kata Niall sambil melepaskan
pelukannya.
“Ya
terimakasih. Aku juga kangen berat sama kamu, juga Harry dan Ele.” Kata Taylor.
Tiba-tiba
Niall mendapatkan suatu ide. “Bagaimana kalau nanti malam kita kumpul? Sambil
makan malam gitu, nanti aku yang bayarin.” Ucapnya.
Tanpa
berpikir panjang, Taylor langsung mengangguk. Sudah lama ia tidak berkumpul
dengan sahabat-sahabatnya. Tidak ada salahnya nanti malam ia melepas rindu
dengan sahabat-sahabatnya. Tapi Selena… Taylor sadar malam nanti tidak akan
pernah menjadi malam yang sempurna karena tidak ada Selena. Lalu ia teringat
dengan Ele. Tidak mungkin Ele bisa ikut berkumpul karena ia takut jika nanti
kandungan Ele terjadi apa-apa.
Melihat
perubahan wajah Taylor, Niall menjadi heran. “Ada apa? Bukannya tadi kau sudah
mengangguk?” Tanyanya.
“Ng..
Tapi Ele pasti tidak bisa datang.. Ng.. Lebih baik tidak usah aja. Ohya, aku
pergi dulu. Bye.” Kata Taylor cepat-cepat meninggalkan Niall.
Jujur
saja, Taylor tidak sanggup jika ia berkumpul dengan sahabat-sahabatnya karena
tidak lengkap. Mungkin Harry bisa saja datang, tapi Ele dan Selena tidak.
Itulah yang membuatnya membatalkan ajakan Niall. Mungkin ia akan jarang
berkumpul dengan mereka semua dan ia harus menerimanya. Taylor merasa semua
sahabat-sahabatnya telah meninggalkannya tapi sekali lagi, ia harus bisa
bersikap dewasa. Ingat, mereka sudah mempunyai kehidupan masing-masing dan ia
tidak bisa ikut campur dengan kehidupan mereka.
Setelah
sampai di panti asuhan, Taylor sudah disambut oleh puluhan anak disana. Anak
yang paling dekat dengannya adalah Grace. Sesosok anak perempuan yang periang
dan tidak pernah sedih meski Grace banyak memiliki kekurangan.
“Miss
Taylor datang! Yee!” Teriak Grace riang. Anak perempuan itu berlari dan memeluk
Taylor.
“Apa
kabar Grace?” Sapa Taylor dengan ramah.
“Baik
miss! Ohya, coba tebak besok tanggal berapa.” Kata Grace.
Taylor
berpikir sesaat. Besok kan tanggal 13 Maret. Memangnya ada apa dengan tanggal
itu? Tanggal itu bukan hari ulangtahunnya dan hari ulang tahun
sahabat-sahabatnya, juga aniv persahabatannya. Akhirnya Taylor menyerah.
“Aku
tidak tau. Memangnya ada apa dengan hari esok?” Tanya Taylor.
“Huh!
Miss Taylor ini nggak tau ya. Besok kan hari ulang tahunku yang ke tujuh. Nah,
aku mau hadiah spesial dari Miss Taylor.” Jawab Grace.
Taylor
tersenyum. “Oh, hehe.. Iya maaf. Aku lupa. Hmm.. Kamu mau hadiah apa? Besok aku
dan lainnya akan merayakan hari ulangtahunmu.” Ucapnya.
Giliran
Grace yang berpikir. Ia ingin sesuatu yang spesial dari Taylor. Tapi apa ya? Ia
tidak mau meminta barang-barang seperti tas, baju, sepatu, boneka dan
sebagainya. Lalu apa ya? Akhirnya Grace mendapatkan suatu ide.
“Aku
ingin Miss Taylor bikinin aku cake spesial untuk ulangtahunku besok. Dan cake
nya harus Miss yang buat sendiri dan nggak boleh beli di toko.” Jawab Grace.
Taylor
mendengus kesal menyadari apa yang diminta oleh Grace. Anak perempuan itu
mintanya macam-macam saja. Kenapa juga harus ia yang buat cakenya? Kenapa tidak
beli saja di toko agar mudah. Jangan-jangan Grace sedang mengerjainya. Siapa
tau kan Grace tau kalau ia sama sekali tidak bisa masak.
“Tapi
kenapa harus Miss yang buat? Masa’ Miss tidak boleh beli di toko saja?” Tanya
Taylor.
“Kalau
Miss beli di toko, namanya bukan hadiah istimewa. Yang penting Miss harus buat
sendiri! Grace yakin Miss Taylor jago bikin kue.” Kata Grace.
Taylor
menelan ludahnya mendengar ucapan Grace. Mau tidak mau, ia harus menuruti
permintaan Grace agar anak perempuan itu tidak kecewa. Malu kan jika Grace tau
kalau ia tidak bisa membuat kue. Bisa-bisa ia ditertawakan oleh seisi panti
asuhan ini.
“Baiklah.
Miss akan buat sendiri dan besok Miss akan kasih ke kamu.” Kata Taylor.
“HOREE!!!”
Teriak Grace senang dan Taylor tersenyum melihat tingkah Grace yang baginya
lucu. “Terimakasih Miss Taylor..” Ucap Grace.
Dan
setelah pulang dari panti asuhan ini, Taylor harus super keras memikirkan cara
bagaimana mengatasi masalah ini. Nanti ia pulang sekitar jam empat sore agar
ada waktunya untuk membuat kue. Tiba-tiba ia teringat sesuatu sekaligus
mendapatkan suatu ide yang cemerlang. Why not? Batin Taylor sambil tersenyum.
***
Jam
menunjukkan hampir pukul lima sore dan orang yang ditunggunya tidak
datang-datang juga. Taylor mendengus kesal. Kalau sampai Harry tidak datang, ia
akan marah besar. Ya, Taylor memutuskan meminta bantuan Harry agar lelaki itu
mengajarinya membuat cake sederhana. Tapi, kenapa sampai jam segini Harry belum
datang juga? Berkali-kali ia memiscall Harry tetapi Harry tidak kunjung
mengangkatnya.
“Awas
kalau kau tidak datang!” Ucap Taylor dengan hati yang sangat kesal. Sudah sejam
ia menunggu di teras rumahnya dan Harry belum menampakkan batang hidungnya.
Untuk
menghilangkan rasa kesal, Taylor memilih mendengarkan musik di HPnya. Penyanyi
favoritnya yaitu Rihanna. Suara Rihanna yang bagus dan lagu-lagu yang cocok
sekali didengar oleh telinganya membuat rasa kesalnya menghilang. Beberapa
menit kemudian, Harry datang sambil memasang wajah tanpa dosa. Lelaki itu
tersenyum sambil melihat sahabatnya yang tengah kesal.
Taylor
melepaskan headset di telinganya. “Lama sekali datang. Lihat, sekarang sudah
jam berapa? Aku tau kamu mungkin sedang asyik pacaran sama gadismu dan sudah
melupakanku.” Ucapnya.
“Ya..
Ya.. Aku tau kalau aku salah. Jadi maafkan aku. Kalau begitu, kita mulai aja
yuk! Kau sudah sediakan bahan-bahannya?” Kata Harry.
Namun
Taylor tidak menanggapi pertanyaan Harry. Ia malah masuk ke dalam rumahnya dan
berhenti tepat di dapur rumahnya. Untunglah Ibu dan Ayahnya tidak ada di rumah
jadi ia bebas melakukan apa saja di rumahnya. Termasuk belajar membuat kue.
Jika Ibunya ada di rumah, tentu saja ia merasa malu karena ia sama sekali tidak
bisa membuat kue.
“Ibu
dan Ayahmu mana?” Tanya Harry.
“Bukan
urusanmu!” Jawab Taylor. Gadis itu mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan
digunakan nanti seperti telur, mentega, terigu, dan lain-lain.
“Baiklah.
Aku tidak akan bicara lagi.” Kata Harry.
Entah
mengapa suasana menjadi kaku dan terasa aneh. Biasanya Taylor cerewet dan tidak
bisa diam. Tapi sekarang, gadis itu tampak diam dan sepertinya sedang bingung.
Jujur saja, ia tidak pernah berdua dengan Harry dalam satu ruangan. Biasanya ia
berlima bersama sahabat-sahabatnya yang lain. Mungkin itu penyebab utama
suasana di dapurnya menjadi kaku seperti ini. Ditambah lagi ia jarang bertemu
dengan Harry dan sahabat-sahabatnya yang lain.
Akhirnya
Taylor angkat bicara. “Kita mau buat apa?” Tanyanya.
“Bukannya
kau yang menentukan temanya? Aku kan hanya membantumu saja. Lagipula aku tidak
tau apa tujuanmu meminta bantuanku untuk mengajarimu membuat kue.”
“Baiklah.
Akan aku ceritakan. Aku mempunyai anak didik di panti asuhan bernama Grace.
Kebetulan Grace berulang tahun besok dan dia ingin sekali mendapat hadiah kue
dariku. Masalahnya, Grace tidak mengizinkanku membeli kue di toko. Dia
menyuruhku membuatnya sendiri. Bukannya itu gila?”
Sebisa
mungkin Harry menahan tawanya agar tidak ia tampilkan. Jika Taylor sampai tau
kalau ia ingin tertawa, mungkin gadis itu akan semakin kesal. “Kenapa tidak
bilang daritadi? Kalau begitu kita bikin brownis pisang. Aku pernah mencobanya
dan rasanya lezat. Bagaimana? Kau ada pisang kan di rumah?”
“Hmm..
Tidak terlalu buruk. Baiklah, aku setuju. Pisangnya ada kok di belakang. Kalau
kau mau, ambil saja. Kemarin pamanku panen buah pisang dan dia memberikannya
padaku.”
“Oke.”
Jawab Harry.
Keduanya
mulai sibuk membuat resep yang tadi diusul oleh Harry. Cara membuatnya cukup
mudah. Tapi tidak bagi Taylor karena ini pertama kalinya ia melakukan percobaan
membuat kue dengan tangannya sendiri.
“Kau
mungkin bisa menjadi koki terhebat di seluruh dunia.” Kata Harry.
“Aku
tau kau mengejekku.” Balas Taylor.
Akhirnya,
adonan terakhir sudah selesai dan Taylor menjadi lega. Ia yakin sekali rasanya
akan lezat dan Grace menyukainya. Sekarang tinggal langkah terakhir yaitu
memasukkannya ke dalam oven. Namun Taylor tidak berani memasukkan adonan ke
dalam oven karena ia takut kalau ia terkena panas oven.
“Ayo
masukkan ke dalam oven!” Kata Harry.
“Ngg..
Kau aja deh yang memasukkannya. Aku tidak berani. Aku takut jika adonan yang
sudah ku buat ini jatuh kececer dan aku akan menyalahkanmu.”
“Tidak
apa-apa. Kau tidak akan pernah bisa berhasil melakukan sesuatu jika kau tidak
pernah mencobanya.” Kata Harry menyakinkannya.
Karena
sudah lumayan lelah dan tidak bisa membantah, akhirnya ialah yang memasukkan
adonan ke dalam oven dengan takut-takut. Tapi ucapan Harry tadi ada benarnya.
Ia tidak akan pernah bisa berhasil melakukan sesuatu jika ia tidak pernah
mencobanya. Namun, bukan karena oven. Melainkan karena ia tidak sengaja
menginjak sisa-sisa adonan yang jatuh di lantai dan keseimbangannya menjadi
tidak beraturan. Taylor sangat takut jika adonan yang susah ia buat jatuh dan
ia tidak sanggup membuat ulang lagi.
Tapi,
ternyata Harry lebih cepat dari gerakan mendadaknya. Harry berhasil
menyelamatkan adonan yang dibawanya di dalam Loyang, juga dirinya yang hampir
jatuh. Hanya saja posisinya tidak menguntungkan. Entah mengapa ia merasa sedang
mengalami slow motion. Dan ia baru sadar bahwa kedua matanya sedang bertatapan
dengan kedua mata Harry. Ia merasa ia pernah mengalami kejadian seperti ini.
Ya, tepatnya di rumah kakek Selena, saat ia berusaha membangunkan Harry dan
ternyata Harry malah menarik tangannya, selanjutnya ia tidak berani mengingat
kejadian itu lagi. Kejadian yang baginya cukup aneh dan membingungkan.
“Eh,
maaf.” Ucap Harry tiba-tiba. Ekspresi wajahnya berubah 180 derajat dan
sepertinya Harry tidak bisa mengontrol keadaan. “Aku.. Aku pulang saja ya. Kau
saja yang menyelesaikan brwonis itu.” Sambungnya lalu pergi meninggalkan rumah
Taylor.
Anehnya
Taylor tidak melarang atau menghadang Harry. Gadis itu membiarkan Harry pergi
meninggalkan rumahnya. Ada apa dengan Harry? Tapi.. Saat ku lihat di kedua
matanya, dia seperti…. Ah sudahlah. Aku memang tidak bisa menebak jalan
pikirannya. Akhirnya Taylor sendiri yang menyelesaikan kue buatannya tadi dan
ia berharap hasilnya sesuai dengan keinginannya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar