expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 07 Februari 2015

Friendship ( Part 16 )



What’s Wrong With You?

“I hope she’ll never know about this feeling
But long time more, this feeling grow up too
Now, I don’t know what should I do.”


Yang menjadi pertanyaannya, dimana ia membeli bubur? Pasalnya di sekitar rumahnya tidak ada satupun yang menjual bubur. Saat ia sampai di jalan raya pun tidak ada yang jual. Taylor memaki dirinya sendiri dan ia begitu marah dengan Tuhan yang telah menciptakannya seperti ini. Ia menyesal memiliki wajah yang cantik namun sikapnya tidak pernah dewasa dan sedikit idiot. Ia selalu iri dengan sahabat-sahabatnya. Terutama Harry. Harry?

            “Hai Tay!” Sapa sebuah suara yang tidak lain adalah suara Harry.

            Taylor tersenyum senang saat mendapati kedatangan sahabatnya itu, dan Harry sedang membawa rantang yang sepertinya berisi makanan yang lezat. Jika isinya bubur, alangkah beruntungnya ia.

            “Harr, untung kau disini. Rantang itu isinya apa?” Tanya Taylor.

            Harry menatap Taylor dengan heran. “Memangnya ada apa? Aku tadi iseng buat bubur dan mungkin kau…”

            Belum sempat Harry melanjutkan ucapannya, Taylor langsung merebut rantang yang dibawa Harry sehingga membuat Harry kaget. Ada apa dengan gadis itu? Apa gadis itu sudah gila? Kenapa tiba-tiba Taylor mengambil rantangnya dengan paksa?

            “Untung isinya bubur karena aku sangat-sangat membuthkan bubur. Thanks banget ya.. Kalau begitu aku pulang dulu..” Ucap Taylor lalu berlari dengan kencang meninggalkan Harry yang masih bingung. Namun Harry sadar rantang yang berisi bubur itu sudah diambil oleh Taylor.

            “Ah, sudahlah..” Ucap Harry.

            Sementara Taylor, gadis itu sudah sampai di rumahnya dan cepat-cepat membuka rantang itu. Ketika ia membukanya, nafsu makannya menggebu-gebu. Taylor yakin sekali bubur buatan Harry adalah bubur terlezat yang pernah ia makan. Kalau tidak ingat Ibunya, mungkin ia sudah menghabiskan bubur itu.

            “Gimana Ma?” Tanya Taylor.

            Ibunya tidak menjawab pertanyaannya. Tampaknya Ibunya terlalu lahap memakan bubur itu sampai tidak mendengar suaranya. Taylor senang melihat Ibunya yang sangat lahap, tapi ia juga sedih karena bubur itu bukan buatannya melainkan buatan Harry.

            “Wah, bubur ini adalah bubur terlezat yang pernah Mama makan. Mama tidak yakin kamu yang membuatnya.” Ucap Ibunya.

            Taylor tersenyum lemah menanggapi ucapan Ibunya lalu ia meninggalkan kamar Ibunya. Andaikan ia seperti Harry, pasti hidupnya bahagia. Ia akan jauh lebih tenang dan jauh dari penderitaan. Tiba-tiba Taylor mendapatkan suatu ide. Bagaimana kalau ia belajar masak ke Harry? Siapa tau kan ia jadi jago masak seperti yang diharapkan Ibunya. Ia yakin Harry mau membantunya.

            Setelah ia berada di kamar, Taylor memutuskan untuk memainkan laptopnya dan membuka facebook. Siapa tau ada berita heboh disana nanti. Dan saat ia membuka facebook, banyak status-status Selena yang bertebaran disana. Status-status yang bahagia. Taylor menelan ludanya. Tampaknya Selena sudah menemukan seseorang yang dia cintai. Namun Taylor harus ikut senang karena bukankah Selena juga memiliki kehidupan sendiri?

            Selena: Hi Tay! Apa kabar? Aku kangen sekali sama kamu.

            Tidak ada salahnya membalas obrolan dari Selena. Taylor sudah merasa lebih baik dari hari sebelumnya dan ia berjanji untuk tidak sedih lagi. Seharusnya ia bersyukur karena Selena masih mengingatnya sebagai sahabat sejatinya.

            Taylor: Baik sekali. Kamu? Aku juga kangen berat sama kamu.

Selena: Wah, kau sudah gak sedih lagi ya? Maafkan aku Tay, aku kira kau marah dengan kepergianku. Apa jangan2 kau sudah mulai menyukai seseorang? Hehe…
           
Taylor tersenyum miris membaca balasan dari Selena. Mulai menyukai seseorang? Dekat dengan lelaki pun ia tidak mau kecuali Harry dan Niall tentunya, apalagi tergila-gila dengan seorang lelaki seperti saat ia tergila-gila dengan Louis yang berujung kesakitan. Taylor sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak jatuh cinta dengan lelaki manapun.


Taylor: Ada2 aja! Aku sudah bersumpah kalo aku gak akan lagi menyukai lelaki manapun. Jadi jangan harap kau melihatku jatuh cinta lagi dengan seorang lelaki.
           
Mungkin disebrang sana Selena bingung dan heran dengan balasannya. Tapi Taylor tidak peduli. Ia juga mempunyai kehidupan sendiri dan tidak ada satupun yang boleh mengatur-ngatur hidupnya.

Selena: Yang benar saja, setiap manusia itu pastilah akan menyukai satu sama lain. Tapi tak apalah. Asal kau bahagia, aku juga ikut bahagia J

Taylor tersenyum membaca balasan dari Selena. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

Taylor: Sel, aku ingin sekali menjadi gadis dewasa yang mandiri. Tapi gimana caranya? Umurku udah hampir dua puluh lima tahun dan sikapku masih seperti anak kecil. Aku juga ingin sekali jago masak. Tapi gak ada salahnya kan minta bantuan Harry biar aku jago masak?

Selena: Hahaha.. Masa’ cewek cantik sepertimu gak bisa masak sih? Kalah sama Harry! Hmm.. Tapi ide kamu bagus juga. Pasti Harry bisa bantuin kamu. Ohya, gimana kabar Harry, Ele dan Niall? Apa Harry dan Niall udah punya pacar? Lalu gimana kandungan Ele?

Taylor: Harry dan Niall masih JOMBLO! Kalau Ele baik-baik saja meski dia sering mengeluh. Tapi aku yakin Louis selalu ada untuknya dan selalu menjaganya setiap saat.

Setelah terkirim ke Selena, Taylor membaca apa yang dikirimkannya barusan. Kenapa tiba-tiba ia menyebut nama Louis disana? Entah mengapa ia merindukan suara lelaki itu dan momen-momen indah saat ia masih bersama Louis. Louis memang tipe lelaki yang romantis dan Ele sangat beruntung menjadi istri Louis. Taylor menghela nafas panjang. Lagi-lagi ia masih belum bisa melupakan Louis dan ia selalu dibayang-bayangi oleh Louis.

Selena: Kalian ber3 hobi sekali menyandang status jomblo :D Ya udah deh, salamin aku ya ke Harry, Niall dan Ele. Bilang pada mereka kalo aku sangat merindukan mereka. Kapan2 aku main ke rumahmu atau kamu yang main ke rumahku? J  See you.. Aku off dulu soalnya aku ada kerjaan. Bye J
           
Setelah puas mengobrol dengan Selena, Taylor mematikan laptopnya dan ia merasa bosan. Ia merasa bosan dengan hidupnya ini. Padahal, hidupnya berkecukupan dan banyak sekali yang iri dengan dirinya. Andaikan Selena ada disini.. Andaikan ia masih berumur belasan tahun…

***

            Tiga bulan berlalu dan semuanya berjalan seperti biasa. Tidak ada yang istimewa. Setelah lulus kuliah, Taylor memutuskan bekerja di salah satu panti asuhan yang ada di Kotanya dan menjadi guru bagi anak-anak yang membutuhkannya. Gajinya tidak banyak. Tapi ia merasa senang bisa bergaul bersama anak-anak malang itu. Untunglah Ayah dan Ibunya mengizinkannya meski Ayahnya sempat marah padanya.

            Selama tiga bulan itu, Taylor jarang bertemu dengan Harry, Niall dan Ele. Harry dan Niall sibuk dengan pekerjaannya sedangkan Ele sibuk dengan bayi yang dikandungnya yang sudah berumur lima bulan. Jadi Ele harus ekstra keras menjaga bayinya agar tidak keguguran. Jujur saja, Taylor sangat merindukan mereka semua, terutama Selena yang tidak tau kapan datang ke London. Ya, mungkin disana Selena bahagia bersama kekasihnya dan sebentar lagi akan menikah.

            Pagi-pagi sekali Taylor bersiap-siap untuk berangkat ke panti asuhan karena ia tidak sabaran bertemu dengan anak didiknya. Taylor senang anak-anak panti menyukai kehadirannya dan mereka suka sekali caranya mengajari anak-anak itu. Anak-anak itulah satu-satunya yang dapat membuatnya tersenyum dan kembali ceria.

            “Loh Tay, pagi-pagi gin sudah berangkat? Apa tidak siangan saja? Lagipula kamu pulangnya sore sekali.” Tanya Ibunya yang tidak sengaja melihatnya.

            “Taylor malas Ma di rumah. Taylor kan juga kerja.” Jawab Taylor.

            “Hmm.. Mama ngerti kok. Tapi Mama ingin sekali kamu jalan dengan seorang lelaki. Mama ingin sekali kamu…”

            Taylor langsung memutusi ucapan Ibunya. “Sudahlah Ma, Taylor malas bahas soal laki-laki. Sudah Taylor bilang kalau Taylor tidak mau jatuh cinta dan tidak mau menikah.” Ucapnya.

            “Tapi, apa alasanmu tidak mau jatuh cinta dengan seorang lelaki? Apa karena Louis?” Tanya Ibunya.

            “Taylor tidak tau Ma. Sudah ya Taylor pergi dulu.” Ucapnya seraya mencium tangan Ibunya. Ia malas menjawab pertanyaan Ibunya yang dapat membuat kepalanya pusing.

            Hari ini Taylor memutuskan untuk berjalan kaki. Ia tidak mau membawa motor. Kaki-kakinya ingin sekali berolahraga dan ia harus memahami perasaan kaki-kakinya itu. Lagipula, jarak rumahnya dengan pantia asuhan tidak terlalu jauh dan sinar matahari tidak terlalu menyengat. Ketika ia berada di tengah jalan, Taylor mendengar suara seorang lelaki yang memanggil namanya. Taylor sudah tidak asing lagi dengan suara itu dan…

            “NIALL!!! JANGAN PELUK AKU DONG SESAK INI!!” Teriak Taylor kaget. Gimana tidak kaget ia mendapat pelukan mendadak dari Niall. Sepertinya lelaki itu sangat merindukannya.

            “Hehe.. Aku kangen kamu tau. Wah, kau semakin cantik ya..” Kata Niall sambil melepaskan pelukannya.

            “Ya terimakasih. Aku juga kangen berat sama kamu, juga Harry dan Ele.” Kata Taylor.

            Tiba-tiba Niall mendapatkan suatu ide. “Bagaimana kalau nanti malam kita kumpul? Sambil makan malam gitu, nanti aku yang bayarin.” Ucapnya.

            Tanpa berpikir panjang, Taylor langsung mengangguk. Sudah lama ia tidak berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Tidak ada salahnya nanti malam ia melepas rindu dengan sahabat-sahabatnya. Tapi Selena… Taylor sadar malam nanti tidak akan pernah menjadi malam yang sempurna karena tidak ada Selena. Lalu ia teringat dengan Ele. Tidak mungkin Ele bisa ikut berkumpul karena ia takut jika nanti kandungan Ele terjadi apa-apa.

            Melihat perubahan wajah Taylor, Niall menjadi heran. “Ada apa? Bukannya tadi kau sudah mengangguk?” Tanyanya.

            “Ng.. Tapi Ele pasti tidak bisa datang.. Ng.. Lebih baik tidak usah aja. Ohya, aku pergi dulu. Bye.” Kata Taylor cepat-cepat meninggalkan Niall.

            Jujur saja, Taylor tidak sanggup jika ia berkumpul dengan sahabat-sahabatnya karena tidak lengkap. Mungkin Harry bisa saja datang, tapi Ele dan Selena tidak. Itulah yang membuatnya membatalkan ajakan Niall. Mungkin ia akan jarang berkumpul dengan mereka semua dan ia harus menerimanya. Taylor merasa semua sahabat-sahabatnya telah meninggalkannya tapi sekali lagi, ia harus bisa bersikap dewasa. Ingat, mereka sudah mempunyai kehidupan masing-masing dan ia tidak bisa ikut campur dengan kehidupan mereka.

            Setelah sampai di panti asuhan, Taylor sudah disambut oleh puluhan anak disana. Anak yang paling dekat dengannya adalah Grace. Sesosok anak perempuan yang periang dan tidak pernah sedih meski Grace banyak memiliki kekurangan.

            “Miss Taylor datang! Yee!” Teriak Grace riang. Anak perempuan itu berlari dan memeluk Taylor.

            “Apa kabar Grace?” Sapa Taylor dengan ramah.

            “Baik miss! Ohya, coba tebak besok tanggal berapa.” Kata Grace.

            Taylor berpikir sesaat. Besok kan tanggal 13 Maret. Memangnya ada apa dengan tanggal itu? Tanggal itu bukan hari ulangtahunnya dan hari ulang tahun sahabat-sahabatnya, juga aniv persahabatannya. Akhirnya Taylor menyerah.

            “Aku tidak tau. Memangnya ada apa dengan hari esok?” Tanya Taylor.

            “Huh! Miss Taylor ini nggak tau ya. Besok kan hari ulang tahunku yang ke tujuh. Nah, aku mau hadiah spesial dari Miss Taylor.” Jawab Grace.

            Taylor tersenyum. “Oh, hehe.. Iya maaf. Aku lupa. Hmm.. Kamu mau hadiah apa? Besok aku dan lainnya akan merayakan hari ulangtahunmu.” Ucapnya.

            Giliran Grace yang berpikir. Ia ingin sesuatu yang spesial dari Taylor. Tapi apa ya? Ia tidak mau meminta barang-barang seperti tas, baju, sepatu, boneka dan sebagainya. Lalu apa ya? Akhirnya Grace mendapatkan suatu ide.

            “Aku ingin Miss Taylor bikinin aku cake spesial untuk ulangtahunku besok. Dan cake nya harus Miss yang buat sendiri dan nggak boleh beli di toko.” Jawab Grace.

            Taylor mendengus kesal menyadari apa yang diminta oleh Grace. Anak perempuan itu mintanya macam-macam saja. Kenapa juga harus ia yang buat cakenya? Kenapa tidak beli saja di toko agar mudah. Jangan-jangan Grace sedang mengerjainya. Siapa tau kan Grace tau kalau ia sama sekali tidak bisa masak.

            “Tapi kenapa harus Miss yang buat? Masa’ Miss tidak boleh beli di toko saja?” Tanya Taylor.

            “Kalau Miss beli di toko, namanya bukan hadiah istimewa. Yang penting Miss harus buat sendiri! Grace yakin Miss Taylor jago bikin kue.” Kata Grace.

            Taylor menelan ludahnya mendengar ucapan Grace. Mau tidak mau, ia harus menuruti permintaan Grace agar anak perempuan itu tidak kecewa. Malu kan jika Grace tau kalau ia tidak bisa membuat kue. Bisa-bisa ia ditertawakan oleh seisi panti asuhan ini.

            “Baiklah. Miss akan buat sendiri dan besok Miss akan kasih ke kamu.” Kata Taylor.

            “HOREE!!!” Teriak Grace senang dan Taylor tersenyum melihat tingkah Grace yang baginya lucu. “Terimakasih Miss Taylor..” Ucap Grace.

            Dan setelah pulang dari panti asuhan ini, Taylor harus super keras memikirkan cara bagaimana mengatasi masalah ini. Nanti ia pulang sekitar jam empat sore agar ada waktunya untuk membuat kue. Tiba-tiba ia teringat sesuatu sekaligus mendapatkan suatu ide yang cemerlang. Why not? Batin Taylor sambil tersenyum.

***

            Jam menunjukkan hampir pukul lima sore dan orang yang ditunggunya tidak datang-datang juga. Taylor mendengus kesal. Kalau sampai Harry tidak datang, ia akan marah besar. Ya, Taylor memutuskan meminta bantuan Harry agar lelaki itu mengajarinya membuat cake sederhana. Tapi, kenapa sampai jam segini Harry belum datang juga? Berkali-kali ia memiscall Harry tetapi Harry tidak kunjung mengangkatnya.

            “Awas kalau kau tidak datang!” Ucap Taylor dengan hati yang sangat kesal. Sudah sejam ia menunggu di teras rumahnya dan Harry belum menampakkan batang hidungnya.

            Untuk menghilangkan rasa kesal, Taylor memilih mendengarkan musik di HPnya. Penyanyi favoritnya yaitu Rihanna. Suara Rihanna yang bagus dan lagu-lagu yang cocok sekali didengar oleh telinganya membuat rasa kesalnya menghilang. Beberapa menit kemudian, Harry datang sambil memasang wajah tanpa dosa. Lelaki itu tersenyum sambil melihat sahabatnya yang tengah kesal.

            Taylor melepaskan headset di telinganya. “Lama sekali datang. Lihat, sekarang sudah jam berapa? Aku tau kamu mungkin sedang asyik pacaran sama gadismu dan sudah melupakanku.” Ucapnya.

            “Ya.. Ya.. Aku tau kalau aku salah. Jadi maafkan aku. Kalau begitu, kita mulai aja yuk! Kau sudah sediakan bahan-bahannya?” Kata Harry.

            Namun Taylor tidak menanggapi pertanyaan Harry. Ia malah masuk ke dalam rumahnya dan berhenti tepat di dapur rumahnya. Untunglah Ibu dan Ayahnya tidak ada di rumah jadi ia bebas melakukan apa saja di rumahnya. Termasuk belajar membuat kue. Jika Ibunya ada di rumah, tentu saja ia merasa malu karena ia sama sekali tidak bisa membuat kue.

            “Ibu dan Ayahmu mana?” Tanya Harry.

            “Bukan urusanmu!” Jawab Taylor. Gadis itu mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan nanti seperti telur, mentega, terigu, dan lain-lain.

            “Baiklah. Aku tidak akan bicara lagi.” Kata Harry.

            Entah mengapa suasana menjadi kaku dan terasa aneh. Biasanya Taylor cerewet dan tidak bisa diam. Tapi sekarang, gadis itu tampak diam dan sepertinya sedang bingung. Jujur saja, ia tidak pernah berdua dengan Harry dalam satu ruangan. Biasanya ia berlima bersama sahabat-sahabatnya yang lain. Mungkin itu penyebab utama suasana di dapurnya menjadi kaku seperti ini. Ditambah lagi ia jarang bertemu dengan Harry dan sahabat-sahabatnya yang lain.

            Akhirnya Taylor angkat bicara. “Kita mau buat apa?” Tanyanya.

            “Bukannya kau yang menentukan temanya? Aku kan hanya membantumu saja. Lagipula aku tidak tau apa tujuanmu meminta bantuanku untuk mengajarimu membuat kue.”

            “Baiklah. Akan aku ceritakan. Aku mempunyai anak didik di panti asuhan bernama Grace. Kebetulan Grace berulang tahun besok dan dia ingin sekali mendapat hadiah kue dariku. Masalahnya, Grace tidak mengizinkanku membeli kue di toko. Dia menyuruhku membuatnya sendiri. Bukannya itu gila?”

            Sebisa mungkin Harry menahan tawanya agar tidak ia tampilkan. Jika Taylor sampai tau kalau ia ingin tertawa, mungkin gadis itu akan semakin kesal. “Kenapa tidak bilang daritadi? Kalau begitu kita bikin brownis pisang. Aku pernah mencobanya dan rasanya lezat. Bagaimana? Kau ada pisang kan di rumah?”

            “Hmm.. Tidak terlalu buruk. Baiklah, aku setuju. Pisangnya ada kok di belakang. Kalau kau mau, ambil saja. Kemarin pamanku panen buah pisang dan dia memberikannya padaku.”

            “Oke.” Jawab Harry.

            Keduanya mulai sibuk membuat resep yang tadi diusul oleh Harry. Cara membuatnya cukup mudah. Tapi tidak bagi Taylor karena ini pertama kalinya ia melakukan percobaan membuat kue dengan tangannya sendiri.

            “Kau mungkin bisa menjadi koki terhebat di seluruh dunia.” Kata Harry.

            “Aku tau kau mengejekku.” Balas Taylor.

            Akhirnya, adonan terakhir sudah selesai dan Taylor menjadi lega. Ia yakin sekali rasanya akan lezat dan Grace menyukainya. Sekarang tinggal langkah terakhir yaitu memasukkannya ke dalam oven. Namun Taylor tidak berani memasukkan adonan ke dalam oven karena ia takut kalau ia terkena panas oven.

            “Ayo masukkan ke dalam oven!” Kata Harry.

            “Ngg.. Kau aja deh yang memasukkannya. Aku tidak berani. Aku takut jika adonan yang sudah ku buat ini jatuh kececer dan aku akan menyalahkanmu.”

            “Tidak apa-apa. Kau tidak akan pernah bisa berhasil melakukan sesuatu jika kau tidak pernah mencobanya.” Kata Harry menyakinkannya.

            Karena sudah lumayan lelah dan tidak bisa membantah, akhirnya ialah yang memasukkan adonan ke dalam oven dengan takut-takut. Tapi ucapan Harry tadi ada benarnya. Ia tidak akan pernah bisa berhasil melakukan sesuatu jika ia tidak pernah mencobanya. Namun, bukan karena oven. Melainkan karena ia tidak sengaja menginjak sisa-sisa adonan yang jatuh di lantai dan keseimbangannya menjadi tidak beraturan. Taylor sangat takut jika adonan yang susah ia buat jatuh dan ia tidak sanggup membuat ulang lagi.

            Tapi, ternyata Harry lebih cepat dari gerakan mendadaknya. Harry berhasil menyelamatkan adonan yang dibawanya di dalam Loyang, juga dirinya yang hampir jatuh. Hanya saja posisinya tidak menguntungkan. Entah mengapa ia merasa sedang mengalami slow motion. Dan ia baru sadar bahwa kedua matanya sedang bertatapan dengan kedua mata Harry. Ia merasa ia pernah mengalami kejadian seperti ini. Ya, tepatnya di rumah kakek Selena, saat ia berusaha membangunkan Harry dan ternyata Harry malah menarik tangannya, selanjutnya ia tidak berani mengingat kejadian itu lagi. Kejadian yang baginya cukup aneh dan membingungkan.

            “Eh, maaf.” Ucap Harry tiba-tiba. Ekspresi wajahnya berubah 180 derajat dan sepertinya Harry tidak bisa mengontrol keadaan. “Aku.. Aku pulang saja ya. Kau saja yang menyelesaikan brwonis itu.” Sambungnya lalu pergi meninggalkan rumah Taylor.

            Anehnya Taylor tidak melarang atau menghadang Harry. Gadis itu membiarkan Harry pergi meninggalkan rumahnya. Ada apa dengan Harry? Tapi.. Saat ku lihat di kedua matanya, dia seperti…. Ah sudahlah. Aku memang tidak bisa menebak jalan pikirannya. Akhirnya Taylor sendiri yang menyelesaikan kue buatannya tadi dan ia berharap hasilnya sesuai dengan keinginannya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar